• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Sebaran Emisi SO2 dari Cerobong PLTU Paiton Unit 9 pada Musim Hujan dengan Menggunakan Model Dispersi Gauss

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pemodelan Sebaran Emisi SO2 dari Cerobong PLTU Paiton Unit 9 pada Musim Hujan dengan Menggunakan Model Dispersi Gauss"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pemodelan Sebaran Emisi SO

2

dari Cerobong PLTU Paiton Unit 9 pada Musim Hujan dengan Menggunakan Model Dispersi Gauss

Muhammad Rusydi Arif

1*

, Ahmad Erlan Afiuddin

1

, dan Tarikh Azis Ramadani

1

1 Program Studi Teknik Pengolahan Limbah, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111

*E-mail: rusydi.arif@student.ppns.ac.id

Abstrak

PLTU Paiton Unit 9 sebagai industri pembangkit listrik tenaga uap menghasilkan emisi SO2 dari proses industrinya. Emisi SO2 ini dikeluarkan melalui cerobong dan nantinya akan menyebar ke kawasan sekitar plant. Oleh karena itu perlu dilakukannya penelitian terkait identifikasi sebaran emisi SO2 tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pola sebaran emisi SO2 dari cerobong PLTU Paiton Unit 9 pada musim hujan. Pada penelitian ini, model dispersi gauss dipilih untuk memodelkan sebaran emisi SO2. Pada penyelesaian penggambaran pola sebaran emisi digunakan software surfer dan google earth. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi SO2 menyebar ke arah selatan dengan stabilitas atmosfer kelas B pada musim hujan. Konsentrasi tertinggi emisi SO2 berdasarkan hasil model sebesar 224,32 μg/m3 dengan koordinat 7°44’9.477”LS ; 113°34’17.923”BT dan berjarak 2786,87 meter dari cerobong.

Keywords: Emisi SO2, Cerobong, PLTU, Model Dispersi Gauss

1. PENDAHULUAN

PLTU Paiton Unit 9 merupakan salah satu unit industri pembangkit listrik tenaga uap yang terletak di Kabupaten Probolinggo. Proses produksi listrik unit ini menggunakan pembangkit utama berbahan bakar batubara. Kegiatan produksi listrik pada PLTU Paiton Unit 9 menghasilkan beberapa parameter emisi dominan, salah satunya adalah SO2. Emisi ini dikeluarkan melalui cerobong dan akan menyebar ke beberapa kawasan yang berada di sekitar plant. Belum adanya penelitian terkait sebaran emisi ini membuat tidak bisa dilakukannya estimasi dampak emisi PLTU terhadap kawasan sekitar plant. Padahal sebaran emisi ini dapat berdampak buruk bagi lingkungan apabila Electrostatic Precipitator (ESP) bermasalah dan membutuhkan corrective maintenance.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan penelitian terkait identifikasi pola sebaran emisi SO2, dimana salah satu caranya yaitu memodelkan dengan model dispersi Gauss. Penggunaan model dispersi Gauss untuk memodelkan sebaran emisi SO2 PLTU sudah pernah dilakukan pada beberapa penelitian sebelumnya. Varma et al., (2014) melakukan pemodelan dispersi emisi SO2 dari PLTU Rayalaseema India, dimana konsentrasi maksimumnya sebesar 1100 μg/m3 pada stabilitas atmosfer kelas C dan sebesar 540 μg/m3 pada stabilitas atmosfer kelas D. Anggarani dan Sitanggang (2019) melakukan pemodelan dispersi emisi SO2 dari aktivitas PLTU Lontar 3, dimana konsentrasi maksimumnya sebesar 235 μg/m3. Dua penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa setelah mencapai titik maksimum, konsentrasi emisi terus menurun seiring bertambahnya jarak dari cerobong. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola sebaran emisi SO2 ke kawasan sekitar plant.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pemodelan sebaran emisi SO2 di musim hujan. Data emisi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data Continuous Emission Monitoring System (CEMS) PLTU Paiton Unit 9. Data meteorologi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data Automatic Weather Station (AWS) Probolinggo milik BMKG. Gambaran hasil yang ingin dicapai dari penelitian ini berupa peta sebaran emisi SO2 di sekitar kawasan plant.

2. METODE

Penelitian terkait pemodelan sebaran emisi SO2 ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengumpulan data dan pembuatan model sebaran emisi. Data emisi yang meliputi konsentrasi emisi SO2, suhu cerobong, dan laju alir didapat dari hasil pemantauan emisi secara CEMS PLTU Paiton Unit 9. Data meteorologi yang meliputi curah hujan, kecepatan angin, arah angin, suhu udara, intensitas radiasi matahari, dan tekanan udara didapat dari hasil pemantauan AWS Probolinggo milik BMKG. Pembuatan model sebaran emisi terdiri dari beberapa langkah pengerjaan yaitu penentuan musim, analisis data meteorologi, penentuan titik penerima dan perhitungan koefisien dispersi, perhitungan kecepatan angin di ketinggian cerobong, perhitungan plume rise dan tinggi efektif cerobong, perhitungan konsentrasi dispersi emisi, serta penggambaran pola sebaran emisi.

(2)

Penentuan Musim

Penentuan bulan musim hujan didasarkan pada rata-rata curah hujan bulanan. Menurut Ulfah dan Sulistya (2015), musim hujan memiliki curah hujan di atas 150 mm dalam satu bulan.

Analisis Data Meteorologi

Analisis data meteorologi terdiri dari analisis arah dan kecepatan angin serta penentuan kelas stabilitas atmosfer. Analisis arah dan kecepatan angin menggunakan software WRPLOT sehingga didapat rata-rata kecepatan angin dan arah angin dominan. Penentuan kelas stabilitas atmosfer didasarkan pada tabel klasifikasi stabilitas atmosfer Pasquill-Gifford.

Tabel 1. Klasifikasi Stabilitas Atmosfer Pasquill-Gifford Kecepatan

Angin (m/s)

Siang Malam

Intensitas Radiasi Matahari (W/m2) Tutupan Awan Kuat (>600) Sedang (300-600) Rendah (<300) Berawan Cerah

<2 A B B E F

2-3 B B C E F

3-5 B C C D E

5-6 C C D D D

>6 C D D D D

Sumber: Mohan dan Siddiqui, 1998

Penentuan Titik Penerima dan Perhitungan Koefisien Dispersi

Penentuan koordinat titik sumber emisi dan titik penerima dilakukan menggunakan software Google Earth. Untuk mempermudah pembuatan grid titik penerima, titik koordinat perlu diubah satuannya, dari Degrees-Minute-Second (DMS) ke Universal Transverse Mercator (UTM). Titik penerima disusun dalam grid berjarak 100 meter pada area di sekitar plant. Dari peta grid yang sudah disusun bisa dilakukan perhitungan koefisien dispersi di tiap titiknya. Persamaan koefisien dispersi mengacu pada persamaan Pasquill-Gifford.

Tabel 2. Persamaan Koefisien Dispersi untuk Kawasan Pedesaan

Kelas Stabilitas σy (m) σz (m) A 0,22x(1+0,0001x)-0,5 0,2x

B 0,16x(1+0,0001x)-0,5 0,12x

C 0,11x(1+0,0001x)-0,5 0,08x(1+0,0002x)-0,5 D 0,08x(1+0,0001x)-0,5 0,06x(1+0,0015x)-0,5 E 0,06x(1+0,0001x)-0,5 0,03x(1+0,0003x)-1 F 0,04x(1+0,0001x)-0,5 0,016x(1+0,0003x)-1 Sumber: Visscher, 2014

Perhitungan Kecepatan Angin di Ketinggian Cerobong

Pada perhitungan konsentrasi dispersi emisi dibutuhkan nilai kecepatan angin di ketinggian cerobong.

Kecepatan angin di ketinggian cerobong dapat diselesaikan dengan persamaan berikut (Visscher, 2014) : 𝑢2= 𝑢1(𝑧2

𝑧1)𝑝 (1)

Perhitungan Plume Rise dan Tinggi Efektif Cerobong

Plume Rise merupakan tinggi kepulan gas buang ketika meninggalkan cerobong. Persamaan plume rise dan tinggi efektif cerobong sebgai berikut (Bhargava, 2016) :

𝛥ℎ =𝑉𝑠.𝐷𝑠

𝑈 [1,5 + 2,68(10−3)𝑃𝑎𝑇𝑠−𝑇𝑎

𝑇𝑠 ] (2)

ℎ = ℎ𝑠+ 𝛥ℎ (3)

(3)

Perhitungan Konsentrasi Sebaran Emisi

Perhitungan konsentrasi sebaran emisi menggunakan persamaan model dispersi Gauss. Persamaan model dispersi Gauss sebagai berikut (Visscher, 2014) :

𝐶(𝑥, 𝑦, 𝑧; ℎ) = 𝑄

2𝜋𝜎𝑦𝜎𝑧𝑢𝑒𝑥𝑝 [−1

2 𝑦2

𝜎𝑦2] {𝑒𝑥𝑝 [−1

2 (𝑧−ℎ)2

𝜎𝑧2 ] + 𝑒𝑥𝑝 [−1

2 (𝑧+ℎ)2

𝜎𝑧2 ]} (4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Musim

Penentuan bulan musim hujan didasarkan pada data curah hujan dalam kurun waktu lima tahun yaitu periode pemantauan Januari 2015 – Desember 2019. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat enam bulan yang memiliki curah hujan di atas 150 mm dalam satu bulan sehingga diklasifikasikan dalam musim hujan. Enam bulan tersebut yaitu November, Desember, Januari, Februari, Maret, dan April.

Analisis Data Meteorologi

Berdasarkan hasil pengolahan data arah dan kecepatan angin menggunakan software WRPLOT dapat diketahui bahwa angin berhembus ke arah selatan dengan rata-rata kecepatan angin sebesar 1,84 m/s.

Windrose musim hujan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Windrose musim hujan

Berdasarkan nilai kecepatan angin sebesar 1,84 m/s dan intensitas radiasi matahari sebesar 319,10 watt/m2, maka stabilitas atmosfer pada musim hujan diklasifikasikan dalam kelas B.

Perhitungan Konsentrasi Sebaran Emisi

Sebelum dilakukan perhitungan konsentrasi sebaram emisi, perlu dilakukan perhitungan data penunjangnya yaitu jarak downwind sebesar 2786,87 m, jarak crosswind sebesar 45,07 m, koefisien dispersi σy sebesar 394,33 m, koefisien dispersi σz sebesar 334,42 m, kecepatan angin di ketinggian cerobong sebesar 3,03 m/s, plume rise dan tinggi efektif cerobong berturut-turut sebesar 176,40 m dan 451,40 m. Pada perhitungan konsentrasi sebaran emisi menggunakan model dispersi Gauss dapat diketahui bahwa konsentrasi tertinggi emisi SO2 sebesar 224,32 μg/m3 dengan koordinat 7°44’9.477”LS ; 113°34’17.923”BT dan berjarak 2786,87 meter dari cerobong. Setelah sampai di titik maksimum, konsentrasi emisi terus menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari cerobong. Grafik konsentrasi emisi SO2 terhadap downwind disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik konsentrasi emisi SO2 terhadap downwind pada musim hujan

0 50 100 150 200 250

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

Konsentrasi (μg/m3)

Jarak/Downwind (m)

(4)

Penggambaran Pola Sebaran Emisi

Penggambaran pola sebaran emisi dilakukan dengan memasukkan data konsentrasi sebaran emisi di tiap titik ke dalam software Surfer. Setelah disesuaikan koordinatnya, dilakukan overlay gambar pola sebaran emisi ke dalam peta di Google Earth. Peta sebaran emisi SO2 di musim hujan disajikan pada Gambar 3, dimana setiap titik diwakili dengan warna tertentu yang merepresentasikan nilai konsentrasi emisi SO2 di titik tersebut.

Gambar 3. Peta sebaran emisi SO2 di musim hujan

4. KESIMPULAN

Emisi SO2 pada musim hujan menyebar ke arah selatan dengan stabilitas atmosfer kelas B. Konsentrasi tertinggi sebaran emisi SO2 sebesar 224,32 μg/m3 yang terletak di koordinat 7°44’9.477”LS ; 113°34’17.923”BT dan berjarak 2786,87 meter dari cerobong. Setelah sampai di titik maksimum, konsentrasi emisi terus menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari cerobong.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih sebesar-besarnya disampaikan penulis kepada PT. Pembangkitan Jawa Bali dan Stasiun Meteorologi Kelas I BMKG Juanda atas bantuannya dalam proses pengambilan data emisi dan meteorologi.

6. DAFTAR NOTASI

u1 = Kecepatan angin pada ketinggian AWS Probolinggo (m/s) u2 = Kecepatan angin pada ketinggian cerobong (m/s)

z1 = Ketinggian AWS Probolinggo (m) z2 = Ketinggian cerobong (m)

p = Fungsi stabilitas atmosfer 𝛥ℎ = Plume rise (m)

Vs = Kecepatan emisi keluar dari cerobong (m/s) ds = Diameter cerobong (m)

Pa = Tekanan atmosfer (milibar) Ts = Temperatur gas di cerobong (K) Ta = Temperatur atmosfer (K)

= Tinggi efektif cerobong (m) ℎ𝑠 = Tinggi cerobong (m)

C = Konsentrasi polutan di titik (x,y,z) (g/m3) Q = Laju emisi (g/s)

σy = Koefisien dispersi horizontal (y) (m)

(5)

σz = Koefisien dispersi vertikal (z) (m)

x = Kepulan horizontal searah dengan arah angin (downwind) (m) y = Kepulan horizontal tegak lurus dengan arah angin (crosswind) (m) z = Kepulan vertikal dari permukaan (m)

7. DAFTAR PUSTAKA

Anggarani, Bernanded Oka., dan Sitanggang, Ruly Bayu., 2019. Dispersion Modelling of Power Plant Emissions on Air Quality. International Journal of Scientific & Engineering Research, 10 (3), pp.821-825.

Bhargava, Ashkey., 2016. Effect of Wind Speed and Stack Height on Plume Rise using Different Equations.

International Journal of Engineering Science and Computing, 6 (4), pp.3228-3234.

Mohan, Manju. dan Siddiqui., 1998. Analysis of Various Schemes for the Estimasion of Atmospheric Stability Classification. Atmos Environ, 32 (21), pp.3775-3781.

Ulfah, Afriyas. dan Sulistya, Widada., 2015. Penentuan Kriteria Awal Musim Alternatif di Wilayah Jawa Timur. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 16 (2), pp.145-153.

Varma, Anand Kumar., Srimurali, Muduru., dan Varma, Vijaya Kumar., 2014. Prediction of Ground Level Concentrations of Air Pollutants using Gaussian Model, Rayalaseema Thermal Power Project, Kadapa, A.P., India. Energy and Environmental Engineering, 2 (4), pp.91-97.

Visscher, Alex., 2014. Air Dispersion Modelling: Foundations and Applications. New Jersey: Wiley.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Stabilitas Atmosfer Pasquill-Gifford  Kecepatan
Gambar 2. Grafik konsentrasi emisi SO 2  terhadap downwind pada musim hujan
Gambar 3. Peta sebaran emisi SO 2  di musim hujan

Referensi

Dokumen terkait

compare means       paired- sample T Test    paired- sample T Test , atau seperti yang terlihat pada gambar , atau seperti yang terlihat pada gambar

!andari &#34;19F&amp;(8 men*atakan bahAa =at Aarna *ang dapat digunakan dalam membuat preparat ini antara lain hemato@ilin8 eosin8 dan meth*lene blue

tertentu, seperti halnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang notabene adalah dari partai yang sama dengan Presiden, maka izinnya akan lama untuk dikeluarkan, sedangkan terhadap

Dari hasil perhitungan nilai korelasi dapat diketahui bahwa besar nilai hubungan kekuatan otot lengan dengan akurasi servis atas bola voli pada siswa

Artinya, bahwa bila kedisiplinan meningkat, maka kecelakaan kerja akan menurun dan Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kelalaian kerja terhadap kecelakaan

Pada ruang pelayanan utama wisatawan dapat memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan kawasan wisata budaya yang berbasis industri kerajinan anyaman bambu dan

Setelah pembuatan slide selesai, langkah berikutnya adalah menyimpan file tersebut. Untuk menyimpannya tekan tombol Ctrl+S atau dengan mengklik ikon yang terdapat pada