• Tidak ada hasil yang ditemukan

No. B/238/UN14.4.A/PT.01.05/2021 DRH.I GUSTI AGUNG GDE PUTRA PEMAYUN, MP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "No. B/238/UN14.4.A/PT.01.05/2021 DRH.I GUSTI AGUNG GDE PUTRA PEMAYUN, MP"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

No. B/238/UN14.4.A/PT.01.05/2021

DRH.I GUSTI AGUNG GDE PUTRA PEMAYUN, MP

(2)
(3)

Bidang Unggulan: Kesehatan dan Obat-Obatan pada Babi Bali Kode/Nama Bidang Ilmu: 250/Kedokteran Hewan

LAPORAN AKHIR TAHUN

PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM STUDI

RESPON FISIOLOGIS BABI BALI

TERHADAP ANESTESI KETAMIN DAN PROPOFOL

Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun

TIM PENELITI

Drh. I GUSTI AGUNG GDE PUTRA PEMAYUN, MP.

NIDN. 0012066105

Dr. Drh. I GUSTI NGURAH SUDISMA, MSi.

NIDN. 0030016904

Dibiayai oleh

DIPA PNBP Universitas Udayana TA-2021

sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor :B/32/UN14.2.9/PT.01.05/2021, tanggal: 2 Juni 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

Oktober 2021

(4)

RESPON FISIOLOGIS BABI BALI TERHADAP ANESTESI KETAMIN DAN PROPOFOL

THE PHISIOLOGICAL RESPONSE OF BALI PIG ON ANAESTHETIC OF KETAMINE AND PROPOFOL

I Gusti Agung Gde Putra Pemayun dan I Gusti Ngurah Sudisma Laboratorium Bedah Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

Jalan Panglima Besar Sudirman Denpasar Bali Telpon (0361) 223791.

Email : putrapemayun@unud.ac.id ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis anestesi ketamin, propofol dan kombinasi ketamin- propofol (ketapol), waktu anestesi (induksi, lama kerja dan pemulihan) dan respon fisiologis tubuh terhadap anestesi ketamin, propofol dan kombinasinya pada babi Bali. Digunakan 12 ekor babi Bali, bobot 22-27 kg, umur 3-3,5 bulan, dan jenis kelamin jantan. Alat fisiograf digunakan untuk pemantauan perubahan fisiologis tubuh pada sistem respirasi, kardiovaskuler, suhu tubuh, dan capillary refilling time (CRT). Babi dipremedikasi dengan atropin sulfat (0,02 mg/kg bb) dan xilazin (2 mg/kg bb) secara intramuskuler, 20 menit kemudian diinduksi dengan ketamin (4 mg/kg bb), propofol (1,5 mg/kg bb) dan kombinasi ketamin- propofol (2 dan 0,75 mg/kg bb) secara intravena. Babi bali yang diinduksi ketamin menunjukkan waktu induksi 1,87±0,41 menit, durasi anestesi 13,00±2,55 menit, dan waktu pemulihan 14,25±3,77 menit. Babi bali yang diinduksi propofol menunjukkan waktu induksi 2,75±0,56 menit, durasi anestesi 19,25±3,77 menit dan waktu pemulihan 7,50±1,80 menit. Babi bali yang diinduksi dengan ketapol menunjukkan waktu induksi 2,25±0,56 menit, durasi anestesi 25,50±3,64 menit dan pemulihan 8,50±1,66 menit. Babi bali yang diinduksi dengan ketamin, propofol dan ketapol menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda nyata, durasi anestesi dengan ketapol nyata lebih lama dibandingkan dengan induksi ketamin atau propofol.

Waktu pemulihan dengan ketapol tidak berbeda nyata dengan induksi propofol tetapi sangat nyata lebih singkat dibandingkan dengan induksi ketamin. Anestesi dengan ketapol menghasilkan durasi anestesi yang nyata lebih lama dan waktu pemulihan yang sangat nyata lebih cepat, tidak ditemukan perubahan yang ekstrim terhadap respon fisiologis pada tubuh babi Bali selama teranestesi.

Kata-kata kunci : anestesi, babi Bali, ketamin, propofol, respon fisiologis

ABSTRACT

The purpose this study was to evaluate dose of ketamine, propofol, and ketamine-propofol (ketapol), induction time, duration of action, recovery periode, and phsiological response on Bali pig. This study were evaluated twelve male Bali pig, 22-27 kg bodyweigt and 3-3.5 mounth. The physiograph monitor used to evaluate physiological response changes the cardiovascular, respiratory system, body temperature and capillary refilling time.

The pig was premedicated intramusculary with atrophine sulphate (0.02 mg/kg bw) and xylazine (2 mg/kg bw), 20 minutes later was induced intravenously with ketamine (4 mg/kg bw), propofol (1.5 mg/kg bw) and ketamine- propofol (2 and 0.75 mg/kg bw). The Bali pig was induced intravenously with ketamin showed induction time 1.87±0.41 minutes, duration of action 13,00±2.55 minutes and recovery periode 14,25±3.77 minutes. The pig was induced intravenously with propofol showed induction time 2,75±0,56 minutes, duration of action 19,25±3.77 minutes and rapid recovery periode 7.50±1.80 minutes. The pig was induced intravenously with ketapol showed induction time 2,25±0,56 minutes, duration of action 25,50±3.64 minutes and rapid recovery periode 8.50±1.66 minutes. The Bali pig was induced intravenously of ketamin, propofol and ketapol caused non significant different for induction time, but recovery periode of ketapol induced showed rapid recovery significant different with ketamin and non signifinat different with propofol induced. The method of anesthesia with ketamin-propofol (ketapol) showed induction time were found faster and duration of action were found to be longer and recovery periode were found faster and not found the physiological response changes on the Bali pig.

Key words : anaesthesia, Bali pig, ketamine, propofol, physiological response

iii

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian beserta penulisan laporan Penelitian Unggulan Program Studi Fakultas Kedokteran Hewan tahun 2021 tepat pada waktunya. Penulisan laporan dengan judul Respon Fisiologis Babi Bali terhadap Anestesi Ketamin dan Propofol sebagai laporan pertanggungjawaban dan ucapan terima kasih kepada LPPM Universitas Udayana, Kemeterian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang telah membiayai Hibah Penelitian Unggulan Program Studi Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : B/32/UN14.2.9/PT.01.05/2021, tanggal 2 Juni 2021

Dalam penelitian ini melibatkan beberapa mahasiswa dan satu dosen pembimbing masing-masing mengkaji respon fisiologis penggunaan ketamin dan propofol pada babi Bali.

Disamping itu untuk mengetahui berapa dosis yang aman dari ketamin, propofol dan kombinasi ketamin-propofol pada babi Bali serta waktu anestesi (waktu induksi, lama kerja dan pemulihan) yang dihasilkan pada babi bali. Penulis menyadari bahwa isi dari laporan ini sangat jauh dari sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dan masukan demi kesempurnaan dari laporan ini

Denpasar, 1 Oktober 2021

Penulis

iv

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………i

HALAMAN PENGESAHAN ………...ii

ABSTRAK ………iii

PRAKATA ……….iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

BAB III. METODE PENELITIAN .………. . 8

BAB IV. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ……… 11

BAB V. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ………...18

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ……….……….…19

DAFTAR PUSTAKA ……….……… 20

LAMPIRAN ……….……….… 22

v

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Klasifikasi agen yang digunakan sebagai anestesi umum ……….. 4 2. Nilai rata-rata (menit) waktu induksi, lama anestesi dan waktu

pemulihan anestesi pada babi Bali ……….. 11

vi

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Perubahan nilai rata-rata denyut jantung saat teranestesi dan

selama teranestesi pada babi Bali ……… 12 2. Perubahan nilai rata-rata respirasi saat teranestesi dan

selama teranestesi pada babi Bali ……… 13 3. Perubahan nilai rata-rata suhu rektal saat teranestesi dan

selama teranestesi pada babi Bali ……… 14 4. Perubahan nilai rata-rata saturasi oksigen (SpO2) saat teranestesi

dan selama teranestesi pada babi Bali ……… 15 5. Perubahan nilai rata-rata CRT (capillary refill time) saat teranestesi

dan selama teranestesi pada babi Bali ……… 16

vii

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Anggaran penelitian ……… 22

viii

(10)
(11)

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini babi sering digunakan sebagai hewan model pembedahan untuk manusia karena memiliki kesamaan anatomi terutama pembedahan pada rongga abdomen seperti pengangkatan kantong empedu, tranplantasi hati, pemotongan usus halus dan lain-lain. Di Bali awal hingga pertengahan tahun 2020 yang lalu banyak terjadi kematian pada babi yang diduga disebabkan oleh visus African Swine Fever (ASF). Kematian sangat banyak terjadi pada babi-babi ras luar sementara babi Bali yang berwarna hitam relative lebih kuat dan sekarang masih banyak yang dipelihara oleh masyarakat. Kebutuhan babi untuk hewan model pembedahan pada manusia semakin banyak diperlukan termasuk babi Bali yang merupakan salah satu plasma nutfah yang semakin berkurang populasinya karena sedikit peternak yang memeliharanya. Akibat kematian pada babi ras luar yang sangat banyak, sekarang peternak banyak yang beralih memelihara babi Bali yang diduga memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan babi ras luar.

Anestesi umum yang sering digunakan dan dinyatakan cukup aman baik pada hewan kecil maupun pada hewan besar seperti babi adalah anestesi inhalasi, tetapi anestesi inhalasi memerlukan perangkat yang rumit, mahal, dan mempunyai waktu induksi (onset) relatif lambat, serta tidak praktis dalam menangani kasus pembedahan di lapangan.

Anestesi inhalasi seperti halotan dapat mengakibatkan keracunan organ dan menyebabkan polusi terhadap individu yang berada di ruangan operasi. Individu yang terpapar halotan subklinis mengakibatkan gangguan fungsi hati (Ernawati 2006). Dilaporkan juga anestesi inhalasi, seperti gas nitrogen oksida dan anestesi yang diuapkan dengan halogen mengakibatkan pencemaran lingkungan dan penipisan lapisan ozon (Amadasun dan Edomwonyi 2005).

Anestesi umum injeksi maupun inhalasi pada babi memiliki beberapa kelemahan seperti hipersalivasi, terbatasnya pembuluh darah perifer, bentuk anatomi laring yang menjadi penyulit dalam intubasi trakhea, serta cenderung terjadinya laringospasmus (Geovanini et al., 2008). Babi bali juga sulit untuk dikekang sehingga penyuntikan intravena sulit untuk dilakukan. Dengan kesulitan-kesulitan tersebut di atas, metode pembiusan kombinasi intramuskuler dan intravena merupakan salah satu pilihan pembiusan (Gunanti et al., 2011). Senyawa anestesi intramuskuler yang digunakan harus memiliki onset cepat dan volume pemberian yang sedikit agar pemberian obat bius dapat

(12)

2

dengan cepat dilakukan. Karakter mulai kerja obat (onset) yang cepat juga harus memiliki batas keamanan yang luas, langsung memberikan efek hipnosis, serta analgesia (Geovanini et al., 2008).

Anestetikum parenteral yang dapat diberikan melalui tetes infus intravena adalah propofol (BBraun 2009). Propofol adalah substansi parenteral sebagai agen induksi pada anestesi umum (Wanna et al. 2004) khususnya anestesi inhalasi (Dzikiti et al. 2007).

Propofol mempunyai waktu pemulihan yang singkat, tetapi mengakibatkan bradikardia dan pemberian dosis tinggi mengancam nyawa pasien. Ketamin dapat dikombinasikan dengan propofol untuk menurunkan dosis propofol dan mengurangi pengaruh depresi kardiovaskuler akibat propofol (Badrinath et al. 2000). Kombinasi ketamin dan propofol (ketapol) dapat digunakan sebagi agen induksi anestesi dan berpotensi sebagai alternatif anestesi umum inhalasi bila diberikan melalui tetes infus dalam waktu yang lama pada anjing namun belum diketahui bagaimana respon fisiologis dan dosis yang aman pada babi Bali. Untuk itu, data kualitas anestesi diperlukan apabila digunakan kombinasi tersebut sebagai anestesi untuk durasi anestesi yang panjang pada babi Bali yang sering digunakan sebagai hewan model untuk pembedahan pada manusia.

Propofol adalah substansi parenteral sebagai agen induksi pada anestesi umum (Wanna et al. 2004) khususnya anestesi inhalasi (Dzikiti et al. 2007). Propofol mempunyai waktu pemulihan yang singkat, tetapi mengakibatkan bradikardia dan pemberian dosis tinggi mengancam nyawa pasien. Ketamin hidroklorida adalah anestetikum disosiatif dari golongan nonbarbiturat dengan sifat menghilangkan rasa sakit kuat serta reaksi anestesi tidak menyebabkan ngantuk (Kul et al. 2001). Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis ketamin rendah menghasilkan analgesik yang baik (Intelisano et al. 2008), tetapi ketamin menyebabkan kekejangan otot dan peningkatan denyut jantung (Pathak et al.1982; Kul et al. 2001). Mengatasi efek samping ketamin tersebut, sering dikombinasikan dengan premedikasi sedatif hipnotik golongan α2-adrenoceptor (xilazin) atau golongan benzodiazepin (diazepam, midazolam).

1.2 Perumusan Masalah

Pembedahan tidak dapat dilakukan bila pembiusan belum dilaksanakan, maka anestesi merupakan tahapan yang sangat penting pada tindakan pembedahan. Anestesi mempunyai resiko yang jauh lebih besar dari prosedur pembedahan karena nyawa pasien yang dianestesi dapat terancam. Untuk itu pemilihan anestesi yang ideal diperlukan dalam menghasilkan analgesia, sedasi, relaksasi, keamanan dan kenyamanan untuk sistem vital

(13)

3

tubuh , ekonomis serta mudah diaplikasikan. Sampai saat ini anestesi yang memenuhi kriteria ideal belum ada (Fossum 1997). Penggunaan babi sebagai hewan model pembedahan terutama untuk pembedahan laparoskopi semakin berkembang dan telah digunakan di berbagai negara. Penggunaan babi sebagai hewan model untuk berbagai metode pembedahan mulai giat dilaksanakan di Indonesia. Hewan babi termasuk babi bali merupakan model yang ideal untuk berbagai pelatihan teknik bedah laparoskopi karena anatomi babi secara umum memiliki kesamaan dengan anatomi manusia. Pelatihan dengan hewan babi sebagai model dapat memperhalus teknik dan meningkatkan efisiensi serta keahlian pembedahan (Gunanti et al., 2011). Sampai saat ini penelitian mengenai anestesi ketamin dan propofol pada babi terbatas pada babi ras luar sementara pada babi Bali belum banyak dilaporkan dan belum diketahui berapa dosis yang aman digunakan serta bila dikombinasikan dengan agen anestetika yang lain apakah berpengaruh terhadap lama kerja anestesinya. Disisi lainnya penggunaan babi sebagai hewan model pembedahan saat ini semakin berkembang terutama pada Ilmu Kedokteran manusia sehingga perlu dilakukan penelitian tentang anestesi pada babi Bali.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa dosis yang aman dari ketamin, propofol dan kombinasinya pada babi Bali serta ingin mengetahui waktu anstesi mulai dari kerja anestesi, lama kerja anestesi dan waktu pemulihan anestesi. Di samping itu untuk mengetahui keamanan dari agen anestesi yang digunakan pada babi Bali perlu diketahui bagaimana pengaruh, dan respon fisiologis penggunaan anestesi ketamin, propofol dan kombinasinya (ketapol) pada babi Bali jika diberikan dalam waktu lama sebagai metode anestesi yang mudah dan murah, terutama bila digunakan di lapangan sebagai alternatif anestesi umum inhalasi pada bali Bali.

(14)

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestesi umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran, sevofluran, desfluran, diethyl ether, dan nitrous oxide.

Anestesi umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat (thiopenthal, methohexital, dan pentobarbital), cyclohexamin (ketamin, tiletamin), etomidat, dan propofol, seperti disajikan pada Tabel 1. (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Tabel 1. Klasifikasi agen yang digunakan sebagai anestesi umum (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Anestetikum injeksi yang baik memiliki sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksi, cepat diabsorsi, waktu induksi, durasi, dan masa pulih dari anestesia berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki indeks terapeutik tinggi, tidak bersifat toksik, minimalisasi efek samping pada organ tubuh seperti saluran pernafasan dan kardiovaskular, cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotanya (Brander et al., 1991). Untuk mendapatkan efek anestesia yang dinginkan dengan efek samping yang seminimal mungkin, anestatikum dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia. (Brander et al, 1991; McKelvey dan Hollingshead, 2003).

Anestesi umum injeksi akan bekerja melalui reseptor GABA-A pada otak khususnya subtipe ß3 sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran (unconciousness) dan

Anestasi

Etomidat

Diathyl ether Nitrous oxid Campuran Halogen : Isofluran, Halotan,

Methoxyfluran, Sevofluran, Desfluran Inhalasi

Injeksi

Propofol Cyclohexamin:

Ketamin, Tiletamin Barbiturat :

Short-acting (Pentobarbital), Utrashort-acting (Thiopental, Methohexital)

(15)

5

pada reseptor GABA-A subtipe ß2 (50% pada CNS) akan menyebabkan sedasi.

Sedangkan anestesi ketamin, anestesi gas, N2O, xenon dan sejenisnya akan bekerja sedikit atau lemah pada reseptor GABA-A atau Glisin, tetapi sangat kuat pada reseptor Glutamat subtipe NMDA sehingga menyebabkan terjadinya analgesik kuat (Miller 2010). Anestesi umum meningkatkan kerja GABA dan menginduksi saluran ion Cl. Secara umum pada dosis yang tinggi, anestesi secara langsung mengaktivasi reseptor GABA-A walaupun tanpa GABA. Pengaruh fungsional anestesi pada reseptor GABA-A sangat tergantung pada komposisi reseptor subunitnya (Franks, 2008; Miller, 2010).

Propofol adalah agen anestetikum parenteral, diperkenalkan pada praktek kedokteran hewan pada tahun 1990-an. Propofol diberikan secara intravena dan pada dosis tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler yang ditandai dengan penurunan tekanan darah akibat penurunan cardiac output (Dzikiti et al. 2007). Propofol adalah turunan alkil penol (2,6-diisopropylphenol) (McKelvey dan Hollingshead 2003). Propofol termasuk agen sort acting hyptotic. Pengaruh anestesi propofol bekerja pada reseptor GABA (Intelisano et al, 2008). Propofol memperbesar pengaruh GABA yang mempunyai fungsi menghambat aksi (inhibitory) sistem saraf pusat, meningkatkan konduksi Cl- yang menyebabkan hiperpolarisasi sehingga tingkat rangsangan sel (excitability) menurunkan, dan membuat relaksasi (Mihic dan Harris, 1997; Intelisano et al, 2008). Propofol mirip dengan alkohol, bekerja dan berikatan pada reseptor GABA-A membran sel saraf otak khususnya reseptor GABA-A subtipe ß3 (pada transmembran (TM) 2 dan TM 3 bagian N265 (ßN265)) sehingga mengakibatkan kehilangan kesadaran (unconciousness) dan pada reseptor GABA-A subtipe ß2 (50% pada CNS) mengakibatkan sedasi. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik, menyebabkan hipotensi artrial, bardikardial, depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks, 2008). Propofol sangat aman diberikan pada hewan dengan gangguan fungsi hati dan ginjal, karena metabolisme propofol sangat cepat (McKelvey dan Hollingshead, 2003; Tsai et al, 2007).

Ketamin adalah golongan phencyclidine dengan rumus 2-(0-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanone hydrochloride (Adams, 2001) dan merupakan jenis anestesi umum injeksi yang menjadi pilihan pada hewan kesayangan seperti anjing. Ketamin termasuk anestetikum disosiatif dari golongan nonbarbiturat yang mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit yang kuat serta reaksi anestesinya tidak menyebabkan ngantuk (Pathak et al, 1982; Kul et al, 2001). Ketamin menghasilkan pengaruh anestesia melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor NMDA. Antagonis

(16)

6

NMDA akan menghambat reflek nociseptik spinal, menghambat konduksi rasa sakit ke talamus dan daerah kortek. Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis ketamin yang rendah akan menghasilkan pengaruh analgesik yang baik (Intelisano et al. 2008). Ketamin juga memperpanjang kerja GABA (Gamma Amino Butyric Acid), suatu penghambat neurotransmiter di otak dengan cara menghambat pengikatannya di ujung syaraf (Cullen, 1997).

Ketamin hidroklorida mempunyai sifat analgesik sangat kuat dan bila digunakan secara tunggal akan menimbulkan relaksasi otot yang jelek dan bahkan pada anjing akan menimbulkan kekejangan otot dengan kerja yang singkat. Penambahan golongan alpha-2 adrenoseptor stimulan seperti xilazin atau benzodiazepin seperti diazepam atau midazolam akan meningkatkan relaksasi otot (Bishop, 1996).

Xilazin adalah salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant yang menghasilkan pengaruh sedasi, muscle relaxan (pelemas otot) dan analgesik. Xilazin hidroklorida mempunyai rumus kimia 2(2,6-dimethylphenylamino)-4H-5,6-dihydro 1,3-thiazine hydrochloride (Brander et al, 1991; Bishop, 1996). Xilazin bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus parasimpatik karena xilazin mengaktivasi reseptor postsinap 2-adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan menyebabkan sedasi. Aktivitas xilasin pada susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor 2-adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis dan mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin sehingga menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah.

Atropin yang merupakan obat antimuskarinik digunakan untuk mengurangi hipersalivasi dan sekresi bronchial dan untuk melindungi serta mencegah kejadian aritmia yang disebabkan oleh prosedur atau sifat obat-obat anestesi. Sebagai premedikasi, atropin diindikasikan pada babi untuk mencegah sekresi saliva yang dapat menghalangi jalan nafas. Atropin dan hyoscin tidak direkombinasikan untuk premedikasi pada kuda karena dapat menyebabkan eksitasi dan medriasis. Atropin mencegah efek samping muskarinik dari antikolinesterase, yang digunakan untuk mengembalikan pengaruh non-depolarisasi obat-obat neuromuskular blok. Dosis atropin sulfas sebagai preanestetikum pada babi dan anjing adalah 0,02-0,04 mg/kgBB secara intramuskuler atau subkutan (Plumb, 1991).

Pemakaian atropin sulfas dosis tinggi berakibat peningkatan frekuensi denyut jantung dan

(17)

7

tonus vagal perifer dan sentral. Kejadian disarithmia jantung dan takhikardi pada pemberian atropin sulfas pernah dilaporkan pada anjing (Lumb dan Jones, 1996).

(18)

8

BAB III. METODE PENELITIAN

Digunakan 12 ekor babi Bali dengan bobot 22-27 kilogram, umur 3-3,5 bulan, dan jenis kelamin jantan. Babi diadaptasikan selama ± 10 hari. sebelum dilakukan perlakuan. Selama proses adaptasi, semua hewan dibebaskan dari parasit interna dengan memberikan obat cacing pitantel pamoat.

Alat fisiograf model BSM-800 (Nihon Kohden®) digunakan untuk melakukan pemantauan perubahan-perubahan parameter fisiologis selama pembedahan. Seluruh parameter fisiologis dapat diukur secara bersamaan selama babi teranestesi. Parameter utama yang dapat diukur adalah system respirasi, kardiovaskuler dan temperature tubuh.

Saat babi teranestesi (menit ke-0) dilakukan pengukuran terhadap seluruh parameter, dilakukan pengukuran parameter setiap 10 menit sampai babi bangun.

Sebelum perlakuan anestesi hewan dipuasakan makan selama 14-18 jam dan tidak diberikan air minum tiga jam menjelang perlakuan (Intelisano et al, 2008).

Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan dan masing-masing empat ekor sebagai ulangan :

(1) AX-K: Atropin sulfat (0,02 mg/kg BB) dan xilazin ( 2 mg/kg BB) sebagai premedikasi diberikan secara intramuskuler pada muskulus gluteus dan 20 menit kemudian diinduksi secara intravena pada vena aurikularis dengan ketamin (4 mg/kg BB); (2) AX-P: Atropin sulfat (0,02 mg/kg BB) dan xilazin ( 2 mg/kg BB) secara intramuskuler dan 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan propofol (1,5 mg/kg BB).(3). AX-KP : Atropin sulfat (0,02 mg/kg BB) dan xilazin (2 mg/kg BB) secara intramuskuler dan 20 menit diinduksi secara intravena dengan kombinasi ketamin dan propofol (2 mg/kg dan 0,75 mg/kg BB) dicampur dalam satu spuit.

Parameter

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Parameter waktu anestesi :

(19)

9 1.1.Waktu induksi (Induction time);

1.1. Lama anestesi (Duration of actions); dan 1.2. Waktu pemulihan (Recovery periode) 2. Parameter respirasi:

2.1. Frekuensi respirasi (Respiratory Rate);

2.2. Saturasi oksigen (SpO2) 3. Parameter kardiovaskuler :

3.1. Frekuensi denyut jantung (Heart Rate);

3.2. Nilai CRT (Capillary Refill Time)

4. Parameter suhu rektal (Rectal Temperature).

Pengukuran Waktu Anestesi

Waktu induksi (Induction time) adalah waktu yang diukur dari awal penyuntikan sampai awal terjadinya anesthesia yaitu hilangnya rasa sakit (dijepit pada telinga, ekor, dan interdigitti), hilang reflek (palpebral, pupil, dan pedal), dan bola mata menuju ventrocantus. Lama anestesi (duration of actions) adalah waktu yang diukur dari mulai kejadian anestesia sampai hewan mulai sadar ada gerakan (ekor, kaki, telinga atau kepala), ada respon rasa sakit (dijepit dengan pinset pada telinga, ekor, dan interdigitti), ada suara dari hewan, ada reflek (palpebral, pupil, dan pedal). Waktu pemulihan (recovery) adalah waktu yang diukur dari hewan mulai sadar sampai hewan bisa berdiri.

Pengukuran Frekuensi Respirasi (RR)

Slot panel bawah ECG/RESP dihubungkan dengan slot yang menghubungkan pasien dengan kode AC-800PJ yang mempunyai tiga elektroda. Tempatkan elektroda merah ( R ) dan elektroda hijau (F) sehingga paru-paru berada diantara elektroda tersebut.

Pemasangan elektroda dilakukan dengan cara yang sama dengan perekaman elektrokardiogram (EKG).

Pengukuran Denyut jantung

Tekanan darah yang direkam adalah tekanan darah non infasif (non invasive blood pressure, NIBP) yang terdiri dari tekanan darah sistol (Systole Arterial Pressure/SAP), tekanan darah diastol (Diastole Arterial Pressure/DAP) dan tekanan darah rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP). Slot panel bawah NIBP dihubungkan dengan slot yang menghubungkan pasien dengan kode slot AP-860PA. Pada ujung slot dipasangkan cuff ukuran kecil (Model YS-025P4,diameter 18 – 26 cm). Penempelan cuff dilakukan pada sepertiga daerah proximal radius untuk mengukur tekanan darah arteri brachialis (Rossi and Junqueira 2003).

(20)

10 Rancangan Penelitian dan Analisis Statistik

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan data hasil penelitian dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam. Apabila ada perbedaan yang nyata, maka untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan dengan selang kepercayaan 95 % dan 99% (Rossi dan Junqueira 2003; Steel dan Torrie 1981).

(21)

11

BAB IV. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Waktu Anestesi

Nilai rata-rata waktu induksi, lama anestesi, dan waktu pemulihan anestesi ketamin dan propofol pada babi bali, disajikan pada Tabel 2

Tabel 2.. Nilai rata-rata ± simpangan baku (menit) waktu induksi, lama anestesi, dan waktu pemulihan anestesi dengan ketamin dan propofol pada babi Bali

Perlakuan Anestesi

Waktu (menit)

Induksi Durasi Pemulihan

P1 (AX-K) 1,87 ± 0,41a 13,00 ± 2,55a 14,25 ± 3,77a

P2 (AX-P) 2,75 ± 0,56a 19,25 ± 3,77b 7,50 ± 1,80b β

P3(AX-KP) 2,25 ± 0,56a 25,50 ± 3,64c 8,50 ± 1,66b β

Keterangan : Atropin 0,02 mg/kg dan xilazin dosis 2 mg/kg bb secara intramuskuler, selanjutnya P1 (AX-K) : 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan ketamin (4 mg/kg BB).; P2 (AX-P) : 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan propofol (1,5 mg/kg BB); dan P3(AX-KP) : 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan campuran ketamin- propofol (Ketapol) (2 dan 0,75 mg/kg BB); Pada baris (waktu anestesi) yang sama, huruf (a,b,c) yang berlainan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf (,β, ) yang berlainan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Perlakuan anestesi dengan premedikasi atropin dan sedasi xilazin dan induksi dengan ketamin (P1) pada babi bali menunjukkan waktu induksi sekitar 1,87 ± 0,41 menit, durasi anestesi 13,00 ± 2,55 menit, dan waktu pemulihan 14,25 ± 3,77 menit. Perlakuan P2 (Propofol) menunjukkan waktu induksi 2,75 ± 0,56 menit, durasi anestesi 19,25 ± 3,77 menit, dan waktu pemulihan yang sangat nyata lebih cepat dibandingkan perlakuan P1 tetapi tidak berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P3 (Ketapol) menunjukkan waktu induksi 2,25 ± 0,56 menit tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2, durasi anestesi 25,50 ± 3,64 menit berbeda nyata dengan P1 dan P2, dan waktu pemulihan sangat nyata lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan P1 tetapi tidak berbeda nyata dengan P2.

Perlakuan 1, 2, dan 3 menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan anestesi dengan kombinasi xilasin-propofol (ketapol)(P3) sangat nyata menunjukkan waktu pemulihan anestesi yang lebih pendek dibandingkan perlakuan P1, yaitu 8,50 ± 1,66 menit tetapi tidak berbeda nyata dengan P2 yaitu 7,50±1,80 menit.

Lama kerja anestesi (durasi anestesi) pada perlakuan P3 yaitu 25,50±3,64 nyata lebih lama dibandingkan dengan perlakuan P1 yaitu 13,00± 2,55 dan P2 yaitu 19,25±3,77 menit.

Ketiga perlakuan anestesi yaitu ketamin, propofol dan ketapol menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda nyata, hasil yang sama diperoleh pada penelitian sapi Bali sebelumnya hal ini karena premedikasi yang digunakan sama yaitu premedikasi xilasine HCl. Sedangkan durasi anestesi pada ketiga perlakuan menunjukkan ada perbedaan yang

(22)

12

nyata, dimana durasi anestesi dengan ketapol nyata lebih lama dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya. Hal ini berarti status teranestesi dengan menggunakan kombinasi ketamine-propofol (ketapol) menunjukkan hasil yang sangat baik untuk pembiusan pada babi Bali seperti juga halnya pada sapi Bal. Selama babi teranestesi pada ketiga perlakuan tidak ditemukan adanya tanda tanda kelainan seperti hipersalivasi, bloat pada pencernaan, kejang atau kelainan lainnya. Berbeda dengan anestesi pada sapi bali ditemukan adanya bloat dan hipersalivasi pada beberapa sapi yang diduga akibat puasa yang kurang bagus disamping karena sapi adalah hewan ruminansia dimana proses fermentasi pada rumen bisa terjadi beberapa hari sehingga sangat menyulitkan dalam mengosongkan rumennya sebelum dilakukan pembedahan.

Denyut Jantung

Nilai rata-rata frekuensi denyut jantung babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan anestesi ketamin, propofol, dan kombinasinya dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Perubahan nilai rata-rata denyut jantung saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Perlakuan anestesi dengan kombinasi atropin-xilazin-ketamin, atropin-xilazin-propofol, dan kombinasi atropin-xilazin-ketamin-propofol kecenderungan menunjukkan pola perubahan denyut jantung yang hampir sama. Pada perlakuan 2 induksi dengan propofol menunjukkan pola denyut jantung yang menurun lebih tajam, selama teranestesi semua perlakuan terjadi penurunan nilai rata-rata denyut jantung dibandingkan dengan saat teranestesi (menit ke-0). Perlakuan dengan ketamin dan

40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

0 10 20 30 40 50

Denyut Jantung (X/menit)

X-K X-P X-KP

Waktu (menit)

(23)

13

kombinasi ketamin-propofol menunjukkan pola penurunan denyut jantung sampai menit ke-10, dan pada menit 20 mulai naik menuju stabil sampai akhir perlakuan anestesi.

Sedangkan perlakuan dengan induksi propofol menunjukkann pola denyut jantung menurun sampai menit ke-30 kemudian meningkat. Ini disebabkan karena propofol mempunyai efek penekanan terhadap jantung yang lebih berat dibandingkan dengan ketamin (Dzikiti et al. 2007).

Respirasi

Nilai rata-rata frekuensi respirasi babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan anestesi ketamin, propofol dan ketapol dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Perubahan nilai rata-rata respirasi saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan Ketamin, propofol dan ketapol pada babi bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Sama halnya dengan denyut jantung, semua perlakuan anestesi menunjukkan pola perubahan nilai respirasi yang sama. Selama teranestesi, terjadi penurunan nilai rata-rata respirasi dibandingkan dengan saat teanestesi (menit ke-0). Penurunan nilai respirasi yang tajam terjadi pada perlakuan xilasin-propofol dan xilasin-ketamin-propofol pada menit ke-10 sampai menit ke-30, selanjutnya meningkat kembali menuju nilai normal sampai akhir perlakuan anestesi. Sedangkan perlakuan xilazin-ketamin menunjukkan nilai respirasi yang lebih stabil dan tidak terjadi penurunan respirasi yang tajam. Hal ini disebabkan karena propofol mempunyai efek depresi pada system respirasi dan kardiovaskuler yang lebih dalam dibandingkan dengan anestesi ketamin (Dzikiti et al.

2007).

5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25

0 10 20 30 40 50

Respirasi (X/menit)

Waktu (menit)

X-K X-P X-KP

(24)

14 Suhu Rektal

Nilai rata-rata suhu rektal babi Bali saat teranestresi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol, dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Perubahan nilai rata-rata suhu rektal saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Penurunan suhu rektal terjadi pada perlakuan induksi dengan ketamin sampai menit ke-10 dan kembali menuju kenormal, sedangkan dengan propofol penurunan suhu yang lebih tajam terus terjadi sampai menit ke-20 dan kembali menuju kenormal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan teranestesi laju metabolisme tubuh akan menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun.

Xilazin menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot dan tertekannya susunan syaraf pusat serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Pada perlakuan dengan ketamin-propofol (ketapol) fluktuasi suhu rektal cenderung lebih stabil sampai menit ke-50 bahkan terjadi peningkatan suhu tubuh mulai menit ke-20 walaupun tidak signifikan,

Saturasi Oksigen (SpO2)

Nilai rata-rata saturasi oksigen babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol dapat dilihat pada Gambar 4.4.

35.00 36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 41.00

0 10 20 30 40 50

Suhu (°C)

Waktu (menit)

X-K X-P X-KP

(25)

15

Gambar 4.4. Perubahan nilai rata-rata saturasi oksigen saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali. X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Pola perubahan nilai saturasi oksigen respirasi (SpO2) selama babi dalam keadaan teranestesi tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata, begitu pula antara jenis perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena selama teranestesi dengan 3 perlakuan tersebut belum mengakibatkan perubahan terhadap volume tidal dan nilai O2 respirasinya pada babi Bali.

Capillary Refill Time (CRT)

Nilai rata-rata CRT babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol, dapat dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5. Perubahan nilai rata-rata CRT (Capillary Refill Time) saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofo

Pola perubahan CRT babi Bali selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol menunjukkan pola perubahan yang sama. Selama teranestesi, terjadi peningkatan

60 65 70 75 80 85 90 95 100

0 10 20 30 40 50

Saturasi O2 (%)

Waktu (menit)

X-K X-P X-KP

1.50 1.70 1.90 2.10 2.30 2.50 2.70 2.90 3.10

0 10 20 30 40 50

CRT (detik)

Waktu (menit)

X-K X-P X-KP

(26)

16

nilai CRT mulai menit ke 10, dan setelah menit ke 40 terjadi penurunan sampai menit ke 50. Selanjutnya nilai CRT untuk semua perlakuan menunjukkan nilai yang stabil sampai akhir periode anestesi. Perubahan nilai rata-rata CRT sejalan dengan denyut jantung yaitu terjadi peningkatan mulai menit ke 10 sampai sekitar menit ke 40, selanjutnya stabil sampai akhir perlakuan anestesi.

Perlakuan anestesi dengan premedikasi atropine-xilazin dan kombinasi ketamin-propofol (ketapol) menunjukkan pola perubahan denyut jantung, respirasi, dan saturasi oksigen pada babi Bali yang lebih stabil dibandingkan dengan perlakuan dengan atropin-xilazin dan ketamin. Hal ini membuktikan bahwa propofol dengan dosis 0,75 mg/kg BB menimbulkan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung (Mohamadnia et al. 2008). Belo et al. (1994), menyatakan bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung.

Terjadinya penurunan denyut jantung, respirasi, dan saturasi oksigen adalah akibat pengaruah premedikasi xilazin. Xilazin tergolong muscle relaxant yang menyebabkan terjadi relaksasi otot-otot diantara tulang iga dan perut yang dapat mengembang-kempiskan rongga dada sewaktu terjadi respirasi (Adams 2001; Bishop 1996). Xilazin termasuk golongan 2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan ketamin menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003).

Perubahan suhu pada perlakuan dengan propofol menunjukkan pengaruh penurunan yang lebih tajam dibandingkan ketamin atau ketamin-propofol. Penurunan suhu terjadi pada semua perlakuan, karena pada keadaan teranestesi laju metabolisme tubuh akan menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun. Penggunaan xilasin menyebabkan penurunan suhu rektal yang sangat nyata, karena xilasin menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot dan tertekannya susunan syaraf pusat serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003).

Tidak ada kematian pada babi babi yang digunakan pada semua perlakuan baik dengan xylazin-ketamin, xylazin propofol atau xilazin-ketapol pascaanestesi. Hal ini menunjukkan bahwa babi bali sangat toleran terhadap perlakuan baik dengan ketamin, propofol maupun kombinasi ketamin dan propofol (ketapol). Pembedahan pada babi Bali dengan anestesi umum sangat jarang dilakukan mengingat dari segi pertimbangan ekonomis, disamping perawatan pascabedah sangat sulit dan membutuhkan perawatan yang sangat extra terutama pada babi dewasa. Pembiusan pada babi Bali mungkin bisa

(27)

17

dilakukan untuk penanganan pada kasus-kasus traumatik pada kaki pada waktu penangkapan, menaikan ke truk atau saat penurunan dari truk yang sering terjadi luksasi atau fraktur pada kaki yang membutuhkan penanganan bedah karena babi Bali adalah salah satu plasma nutfah yang ada yang harus dijaga kelestariannya. Pembiusan pada babi Bali sering juga dilakukan sebagai hewan model pembedahan pada manusia seperti pembedahan pengangkatan kantong empedu yang tidak mungkin menggunakan manusia sebagai percobaan.

(28)

18

BAB V. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana tahapan berikutnya bila diberikan dana dari Fakultas melalui dana LPPM Unud ingin meneliti untuk mengetahui bagaimana respon fisiologis yang ditimbulkan dari ketamin, propofol dan kombinasi ketamin dan propofol yang diberikan dalam waktu yang cukup lama dengan menggunakan metode gravimetrik melalui tetes infus sebagai alternatif anestesi umum inhalasi pada babi Bali. Mengingat anestesi inhalasi pada babi disamping harganya mahal, tidak praktis untuk dilakukan pembiusan di lapangan juga mengalami kendala dalam intubasi trakhea karena bentuk anatomi laring yang sangat mudah mengalami laringospasmus (Geovanini et al., 2008). Babi juga sulit untuk dikekang sehingga sangat menyulitkan dalam pemberian anestesi inhalasi sehingga penyuntikan kombinasi intramuskuler dan intravena yang cepat merupakan salah satu solusi pembiusan pada babi (Gunanti et al., 2011).

(29)

19

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Anestesi kombinasi ketamin dosis 2 mg/kg BB dan propofol dosis 0,75 mg/kg BB aman digunakan sebagai agen induksi anestesi pada babi Bali karena menghasilkan induksi yang cepat, durasi anestesi yang nyata lebih lebih lama dan waktu pemulihan yang sangat nyata lebih singkat dan tidak menimbulkan perubahan yang ekstrim terhadap respon fisiologis tubuh babi selama teranestesi.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui respon fisiologis tubuh pada babi Bali bila kombinasi ketamin dan propofol diberikan melalui tetes infus (metode gravimetrik) dalam waktu yang lama sebagai alternatif anestesi umum inhalasi terutama bila pembedahan dilakukan dilapangan.

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Adams HR. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ed ke-8. United States of America: Iowa State Press. 1201 hlm.

Amadasun FE, Edomwonyi NP. 2005. Evaluation of the gravimetric method of propofol infusion with intermittent ketamine injections for total intravenous anaesthesia (TIVA). JMBR. 4:65-70.

Bishop YM. 1996. The Veterinary Formulary. Ed ke-3. London : The Pharmaceutical Press. 513 hlm.

Brander GC, Pugh DM, Water RJB, Jenkins WL. 1991. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. Ed ke-5. London: Bailliere Tindal.

Cullen LK. 1997. Lecture Notes on Veterinary Anesthesia. Australia : Murdoch University.

Ernawati MDW. 2006. Pengaruh paparan udara halotan dengan dosis subanestesi terhadap gangguan hati mencit. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 11:71-75.

Franks NP. 2008. General anaesthesia: from molecular targets to neuronal athways of sleep and arousal. Nature Reviews Neuroscience. 9: 370-386.

www.nature.com/reviews/neuro. [24 Juli 2009].

Fossum TW. 1997. Small Animal Surgery. United States of America: Mosby-Year Book.

Gunanti, Riki Siswandi, Raden Harry Soehartono, Mokhamad Fakhrul Ulum, I Gusti Ngurah Sudisma. 2011. Pembiusan Sapi Bali Model Laparoskopi untuk Manusia dengan Zoletyl, Ketamin dan Xylazin. Jurnal Veteriner 12 (4): 247-253.

Intelisano TR, Kitahara FR, Otsuki DA, Fantoni DT, Auler JOC, Cortopassi SRG. 2008.

Total intravenous anaesthesia with propofol-racemic ketamine and propofol-S-ketamine: a comparative study and haemodynamic evaluation in dogs undergoing ovariohysterectomy. Pesquisa Veterinaria Brasileira. 28:216-222 Kul M, Koc Y, Alkan F, Ogurtan Z. 2001. The effects of xilasine-ketamine and

diazepam-ketamine on arterial blood pressure and blood gases in dog. OJVR 4:124-132.

Lumb WV, Jones EW. 1996. Veterinary Anesthesia. Ed ke-3. Philadelphia: Lea and Febiger.

Mashour GA. 2006. Integrating the science of consciousness and anesthesia. Anesth Analg. 103:975-982.

McKelvey D, Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia. Ed ke-3.

United States of America: Mosby. 448 hlm.

Miller RD. 2010. Miller’s Anesthesia. Ed ke-7. United States of America: Churchill Livingston Elsevier.

(31)

21

Muir WW, Hubbell JAE, Skarda RT, Bednarski RM. 2000. Veterinary anesthesia. Ed ke-3. United States of America: Mosby.

Pathak SC, Migan JM, Peshin PK, Singh AP. 1982. Anesthetic and Hemodynamic Effecs of Ketamine Hydrochloride in Buffalo Calves. Am.J.Vet 5:875-877.

Plumb DC. 1991. Veterinary Drug Handbook. Pharma vet publishing. Minnesota. Hlm.

56-98.

Pretto EA. 2002. Pursuing the holy grail of anesthesia. Anesthesiology News. 1: 1-9.

LAMPIRAN

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

Biaya/ Anggaran Penelitian

1. Bahan/obat-obatan dan peralatan : Rp

16.100.000,-

2. Sewa babi Bali 12 ekor : Rp

2.400.000,-

3. Transportasi selama penelitian : Rp 4.200.000,-

4. Fotokopi dan cetak laporan : Rp 300.000,-

Total keseluruhan Rp

23.000.000,-

(Dua puluh tiga juta rupiah)

JADWAL PENELITIAN :

Jenis Kegiatan

Penelitian (bulan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Persiapan dan pengadaan hewan coba

Penelitian Laporan Seminar

4.3 DUKUNGAN TERHADAP PELAKSANAAN PENELITIAN

Hingga saat ini tidak ada dukungan dana dari pihak lain untuk rencana penelitian yang diajukan ini.

(32)

22 LAMPIRAN 1. ANGGARAN PENELITIAN:

1. Bahan/obat-obatan dan alat-alat untuk pnelitian

Terbilang : Enam belas juta seratus ribu rupiah

2. Sewa Babi selama penelitian

Sewa 12 ekor babi bali Rp 2.400.000,-

Terbilang : Dua juta empat ratus ribu rupiah

No Nama bahan/banyaknya Kegunaan Harga (Rp)

1. 2 Ketamin 100mg/ml, vol. 50ml 5 vial Induksi anestesi dan maintenance 3.000.000 2. 3 Xylazin 20mg/ml, vol.50ml 5 vial Premedikasi anestesi 2.400.000 3. 5 Propofol 30 ampul Induksi anestesi dan maintenance 6.000.000 4. 7 Spuit 1 ml OM Injeksi obat 90.000

5. 8 Spuit 5 ml 100 biji Injeksi obat 100.000

6. 9 Spuit 3 ml 100 biji Injeksi obat 250.000

7. 1 0

Spuit 10 ml 100 biji Injeksi obat 200.000

8. 1 1

2 buah thermometer digital Mengukur suhu 400.000

9. 1 2

2 buah stetoskup Littman II SE Mengukur pulsus, jantung, respirasi 1.800.000 10. 1

3

Alcohol 70 % 2 lt Desinfektan 110.000

11. 1 4

Obat cacing Pengobatan awal Sapi Bali 100.000

12. 1 5

4 box Glove tanagan 4 box Pelindung taangan 400.000

13. 1 6

2 box Masker mulut 2 box Pelindung mulut 150.000

14. 1 7

Infus set 10 biji Memasukan cairan infus 100.000

15. Na Cl infus 10 botol Cairan infus 300.000

Subtotal 16.100.000

(33)

23

3. Transportasi

Biaya transportasi selama penelitian (bulan Juni dan Juli 2021) Rp 4.200.000,- Terbilang : Empat juta dua ratus ribu rupiah

4. Fotokopi dan penjilidan laporan

Jenis pengeluaran Keperluan Biaya (Rp)

1. Fotokopi 1000 eksp Proposal, laporan kemajuan dan laporan akhir

250.000

2. Penjilidan laporan Laporan kemajuan dan akhir 50.000

Subtotal 300.000

Terbilang : Tiga ratus ribu rupiah

Jumlah anggaran keseluruhan: Rp 23.000.000,- (Dua puluh tiga juta rupiah)

(34)

24

Referensi

Dokumen terkait