• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu Anestesi

Nilai rata-rata waktu induksi, lama anestesi, dan waktu pemulihan anestesi ketamin dan propofol pada babi bali, disajikan pada Tabel 2

Tabel 2.. Nilai rata-rata ± simpangan baku (menit) waktu induksi, lama anestesi, dan waktu pemulihan anestesi dengan ketamin dan propofol pada babi Bali

Perlakuan Anestesi

Waktu (menit)

Induksi Durasi Pemulihan

P1 (AX-K) 1,87 ± 0,41a 13,00 ± 2,55a 14,25 ± 3,77a

P2 (AX-P) 2,75 ± 0,56a 19,25 ± 3,77b 7,50 ± 1,80b β

P3(AX-KP) 2,25 ± 0,56a 25,50 ± 3,64c 8,50 ± 1,66b β

Keterangan : Atropin 0,02 mg/kg dan xilazin dosis 2 mg/kg bb secara intramuskuler, selanjutnya P1 (AX-K) : 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan ketamin (4 mg/kg BB).; P2 (AX-P) : 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan propofol (1,5 mg/kg BB); dan P3(AX-KP) : 20 menit kemudian diinduksi secara intravena dengan campuran ketamin- propofol (Ketapol) (2 dan 0,75 mg/kg BB); Pada baris (waktu anestesi) yang sama, huruf (a,b,c) yang berlainan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf (,β, ) yang berlainan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Perlakuan anestesi dengan premedikasi atropin dan sedasi xilazin dan induksi dengan ketamin (P1) pada babi bali menunjukkan waktu induksi sekitar 1,87 ± 0,41 menit, durasi anestesi 13,00 ± 2,55 menit, dan waktu pemulihan 14,25 ± 3,77 menit. Perlakuan P2 (Propofol) menunjukkan waktu induksi 2,75 ± 0,56 menit, durasi anestesi 19,25 ± 3,77 menit, dan waktu pemulihan yang sangat nyata lebih cepat dibandingkan perlakuan P1 tetapi tidak berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P3 (Ketapol) menunjukkan waktu induksi 2,25 ± 0,56 menit tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2, durasi anestesi 25,50 ± 3,64 menit berbeda nyata dengan P1 dan P2, dan waktu pemulihan sangat nyata lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan P1 tetapi tidak berbeda nyata dengan P2.

Perlakuan 1, 2, dan 3 menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan anestesi dengan kombinasi xilasin-propofol (ketapol)(P3) sangat nyata menunjukkan waktu pemulihan anestesi yang lebih pendek dibandingkan perlakuan P1, yaitu 8,50 ± 1,66 menit tetapi tidak berbeda nyata dengan P2 yaitu 7,50±1,80 menit.

Lama kerja anestesi (durasi anestesi) pada perlakuan P3 yaitu 25,50±3,64 nyata lebih lama dibandingkan dengan perlakuan P1 yaitu 13,00± 2,55 dan P2 yaitu 19,25±3,77 menit.

Ketiga perlakuan anestesi yaitu ketamin, propofol dan ketapol menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda nyata, hasil yang sama diperoleh pada penelitian sapi Bali sebelumnya hal ini karena premedikasi yang digunakan sama yaitu premedikasi xilasine HCl. Sedangkan durasi anestesi pada ketiga perlakuan menunjukkan ada perbedaan yang

12

nyata, dimana durasi anestesi dengan ketapol nyata lebih lama dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya. Hal ini berarti status teranestesi dengan menggunakan kombinasi ketamine-propofol (ketapol) menunjukkan hasil yang sangat baik untuk pembiusan pada babi Bali seperti juga halnya pada sapi Bal. Selama babi teranestesi pada ketiga perlakuan tidak ditemukan adanya tanda tanda kelainan seperti hipersalivasi, bloat pada pencernaan, kejang atau kelainan lainnya. Berbeda dengan anestesi pada sapi bali ditemukan adanya bloat dan hipersalivasi pada beberapa sapi yang diduga akibat puasa yang kurang bagus disamping karena sapi adalah hewan ruminansia dimana proses fermentasi pada rumen bisa terjadi beberapa hari sehingga sangat menyulitkan dalam mengosongkan rumennya sebelum dilakukan pembedahan.

Denyut Jantung

Nilai rata-rata frekuensi denyut jantung babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan anestesi ketamin, propofol, dan kombinasinya dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Perubahan nilai rata-rata denyut jantung saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Perlakuan anestesi dengan kombinasi atropin-xilazin-ketamin, atropin-xilazin-propofol, dan kombinasi atropin-xilazin-ketamin-propofol kecenderungan menunjukkan pola perubahan denyut jantung yang hampir sama. Pada perlakuan 2 induksi dengan propofol menunjukkan pola denyut jantung yang menurun lebih tajam, selama teranestesi semua perlakuan terjadi penurunan nilai rata-rata denyut jantung dibandingkan dengan saat teranestesi (menit ke-0). Perlakuan dengan ketamin dan

40

13

kombinasi ketamin-propofol menunjukkan pola penurunan denyut jantung sampai menit ke-10, dan pada menit 20 mulai naik menuju stabil sampai akhir perlakuan anestesi.

Sedangkan perlakuan dengan induksi propofol menunjukkann pola denyut jantung menurun sampai menit ke-30 kemudian meningkat. Ini disebabkan karena propofol mempunyai efek penekanan terhadap jantung yang lebih berat dibandingkan dengan ketamin (Dzikiti et al. 2007).

Respirasi

Nilai rata-rata frekuensi respirasi babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan anestesi ketamin, propofol dan ketapol dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Perubahan nilai rata-rata respirasi saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan Ketamin, propofol dan ketapol pada babi bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Sama halnya dengan denyut jantung, semua perlakuan anestesi menunjukkan pola perubahan nilai respirasi yang sama. Selama teranestesi, terjadi penurunan nilai rata-rata respirasi dibandingkan dengan saat teanestesi (menit ke-0). Penurunan nilai respirasi yang tajam terjadi pada perlakuan xilasin-propofol dan xilasin-ketamin-propofol pada menit ke-10 sampai menit ke-30, selanjutnya meningkat kembali menuju nilai normal sampai akhir perlakuan anestesi. Sedangkan perlakuan xilazin-ketamin menunjukkan nilai respirasi yang lebih stabil dan tidak terjadi penurunan respirasi yang tajam. Hal ini disebabkan karena propofol mempunyai efek depresi pada system respirasi dan kardiovaskuler yang lebih dalam dibandingkan dengan anestesi ketamin (Dzikiti et al.

2007).

14 Suhu Rektal

Nilai rata-rata suhu rektal babi Bali saat teranestresi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol, dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Perubahan nilai rata-rata suhu rektal saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Penurunan suhu rektal terjadi pada perlakuan induksi dengan ketamin sampai menit ke-10 dan kembali menuju kenormal, sedangkan dengan propofol penurunan suhu yang lebih tajam terus terjadi sampai menit ke-20 dan kembali menuju kenormal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan teranestesi laju metabolisme tubuh akan menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun.

Xilazin menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot dan tertekannya susunan syaraf pusat serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Pada perlakuan dengan ketamin-propofol (ketapol) fluktuasi suhu rektal cenderung lebih stabil sampai menit ke-50 bahkan terjadi peningkatan suhu tubuh mulai menit ke-20 walaupun tidak signifikan,

Saturasi Oksigen (SpO2)

Nilai rata-rata saturasi oksigen babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol dapat dilihat pada Gambar 4.4.

35.00

15

Gambar 4.4. Perubahan nilai rata-rata saturasi oksigen saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali. X= xilazin, K= ketamine, P= propofol

Pola perubahan nilai saturasi oksigen respirasi (SpO2) selama babi dalam keadaan teranestesi tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata, begitu pula antara jenis perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena selama teranestesi dengan 3 perlakuan tersebut belum mengakibatkan perubahan terhadap volume tidal dan nilai O2 respirasinya pada babi Bali.

Capillary Refill Time (CRT)

Nilai rata-rata CRT babi Bali saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol, dapat dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5. Perubahan nilai rata-rata CRT (Capillary Refill Time) saat teranestesi (menit ke-0) dan selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol pada babi Bali.

X= xilazin, K= ketamine, P= propofo

Pola perubahan CRT babi Bali selama teranestesi dengan ketamin, propofol dan ketapol menunjukkan pola perubahan yang sama. Selama teranestesi, terjadi peningkatan

60

16

nilai CRT mulai menit ke 10, dan setelah menit ke 40 terjadi penurunan sampai menit ke 50. Selanjutnya nilai CRT untuk semua perlakuan menunjukkan nilai yang stabil sampai akhir periode anestesi. Perubahan nilai rata-rata CRT sejalan dengan denyut jantung yaitu terjadi peningkatan mulai menit ke 10 sampai sekitar menit ke 40, selanjutnya stabil sampai akhir perlakuan anestesi.

Perlakuan anestesi dengan premedikasi atropine-xilazin dan kombinasi ketamin-propofol (ketapol) menunjukkan pola perubahan denyut jantung, respirasi, dan saturasi oksigen pada babi Bali yang lebih stabil dibandingkan dengan perlakuan dengan atropin-xilazin dan ketamin. Hal ini membuktikan bahwa propofol dengan dosis 0,75 mg/kg BB menimbulkan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung (Mohamadnia et al. 2008). Belo et al. (1994), menyatakan bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung.

Terjadinya penurunan denyut jantung, respirasi, dan saturasi oksigen adalah akibat pengaruah premedikasi xilazin. Xilazin tergolong muscle relaxant yang menyebabkan terjadi relaksasi otot-otot diantara tulang iga dan perut yang dapat mengembang-kempiskan rongga dada sewaktu terjadi respirasi (Adams 2001; Bishop 1996). Xilazin termasuk golongan 2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan ketamin menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003).

Perubahan suhu pada perlakuan dengan propofol menunjukkan pengaruh penurunan yang lebih tajam dibandingkan ketamin atau ketamin-propofol. Penurunan suhu terjadi pada semua perlakuan, karena pada keadaan teranestesi laju metabolisme tubuh akan menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun. Penggunaan xilasin menyebabkan penurunan suhu rektal yang sangat nyata, karena xilasin menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot dan tertekannya susunan syaraf pusat serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003).

Tidak ada kematian pada babi babi yang digunakan pada semua perlakuan baik dengan xylazin-ketamin, xylazin propofol atau xilazin-ketapol pascaanestesi. Hal ini menunjukkan bahwa babi bali sangat toleran terhadap perlakuan baik dengan ketamin, propofol maupun kombinasi ketamin dan propofol (ketapol). Pembedahan pada babi Bali dengan anestesi umum sangat jarang dilakukan mengingat dari segi pertimbangan ekonomis, disamping perawatan pascabedah sangat sulit dan membutuhkan perawatan yang sangat extra terutama pada babi dewasa. Pembiusan pada babi Bali mungkin bisa

17

dilakukan untuk penanganan pada kasus-kasus traumatik pada kaki pada waktu penangkapan, menaikan ke truk atau saat penurunan dari truk yang sering terjadi luksasi atau fraktur pada kaki yang membutuhkan penanganan bedah karena babi Bali adalah salah satu plasma nutfah yang ada yang harus dijaga kelestariannya. Pembiusan pada babi Bali sering juga dilakukan sebagai hewan model pembedahan pada manusia seperti pembedahan pengangkatan kantong empedu yang tidak mungkin menggunakan manusia sebagai percobaan.

18

Dokumen terkait