BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keripik Buah
Keripik buah merupakan produk hasil pertanian yang diolah menjadi makanan ringan yang dibuat .dari irisan .buah-buahan .dan digoreng. Keripik buah mempunyai sifat yang kering, memiliki tekstur yang renyah, mudah disimpan, dibawa dan dapat dinikmati kapan saja [12]. Keripik buah merupakan salah satu alternatif pengolahan untuk memperpanjang umur simpan serta memberikan nilai .tambah buah. Keripik buah lebih tahan disimpan dibandingkan buah segarnya karena kadar airnya rendah dan tidak lagi terjadi proses fisiologis seperti buah segar [13].
Pembuatan keripik memiliki tahapan yang merupakan satu rangkaian penting mulai dari persiapan bahan, pemotongan atau pengirisan bahan, perendaman, dan penggorengan. Selain bahan baku utama sebagai bahan dasar keripik, biasanya ada bahan .tambahan pangan .yang dimasukkan, dengan .tujuan untuk .menambah rasa, memperbaiki tekstur, dan .mempertahankan penampakan produk yang digoreng.
Salah satu cara pengolahan keripik buah yang cukup efektif yaitu dengan menggunakan mesin penggoreng vacuum frying [14]. Penggunaan vacuum frying dapat berguna untuk memperoleh hasil keripik yang sehat tanpa mengubah bentuk aslinya, berkualitas, dan tetap mempertahankan zat gizi pada keripik buah agar zat gizi tidak terbuang. Beberapa jenis buah yang digunakan sebagai bahan baku keripik pada penelitian ini .yaitu buah nangka, nanas, dan pisang.
2.2 Keripik Nangka
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) merupakan buah popular di daerah tropis dapat hampir di seluruh wilayah Indonesia dan memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan [15]. Buah nangka mudah rusak dan .tidak dapat .disimpan .untuk waktu yang lama sehingga diperlukan .penanganan pascapanen yang tepat untuk memperpanjang .umur simpan. Pengolahan nangka menjadi keripik adalah salah satu upaya untuk meningkatkan umur simpan nangka .sehingga masih .layak .untuk dikonsumsi dan memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran [16].
Pengolahan buah menjadi keripik dapat dilakukan dengan .penggorengan .secara langsung menggunakan .wajan dan minyak .goreng pada .suhu tinggi. Akan tetapi cara ini umumnya menyebabkan minyak mengalami proses oksidasi dan polimerisasi yang berakibat pada kualitas mutu dan nilai gizi keripik, yang meliputi warna dan tampilan yang kurang menarik, perubahan cita rasa, dan kerusakan sebagian vitamin dan nutrisi yang dikandung baik dalam minyak maupun bahan pangan itu sendiri [17]. Salah satu cara .untuk .menghasilkan .keripik .tanpa mengubah bentuk aslinya adalah .dengan .menggunakan .teknologi vacuum frying.
Kelebihan penggorengan vakum dibandingkan dengan penggorengan konvensional adalah warna bahan pangan relatif tidak berubah, lebih renyah, tampilan lebih menarik, lebih tahan lama dan rasa yang lebih enak. Gambar keripik nangka dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Keripik buah nangka IKM Darsa
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Proses pengolahan nangka menjadi keripik melalui .tahapan yaitu .pemilihan .buah nangka yang masih fresh dan matang, .dikupas .dan dibuang .bijinya, dicuci, diiris serta direndam dengan larutan kapur sirih dengan tujuan untuk memperoleh mutu keripik nangka yang renyah dan menahan terjadinya reaksi oksidasi enzimatis yang menyebabkan keripik nangka mengalami pencoklatan [18].
Proses pembuatan keripik nangka pada penelitian ini menggunakan vacuum frying.
Perlakuan buah nangka sebelum dilakukan penggorengan dengan menggunakan vacuum frying yaitu setelah dilakukan proses perendaman dengan kapur sirih dibekukan ke dalam freezer kemudian dilakukan proses penggorengan dalam
keadaan beku. Prinsipnya yaitu kristal-kristal es. yang terbentuk .selama tahap pembekuan, menyublim jika. dipanaskan pada tekanan .vakum .yaitu berubah secara langsung dari es menjadi uap air tanpa melewati fase thawing (pelelehan es). Efek kejut (socking) menggoreng bahan yang beku dapat menyebabkan perubahan mendadak butiran es menjadi uap. Proses penggorengan keripik yang dihasilkan lebih crunchy (renyah) [19]. Diagram proses pembuatan keripik nangka dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2. 2 Diagram alir pembuatan keripik buah nangka 2.3 Keripik Nanas
Keripik nanas adalah makanan yang dibuat dari daging buah nanas (Ananas comosus) masak, dipotong/disayat, dan digoreng. Keripik nanas diolah dari buah nanas yang dipilih dari buah nanas yang. tidak terlalu .matang ataupun .tidak terlalu mentah [20]. Proses pembuatan keripik nanas dapat dilakukan dengan penggorengan secara langsung menggunakan wajan dan minyak goreng pada suhu tinggi, cara ini umumnya menyebabkan keripik .nanas mudah .gosong .sebelum kadar
airnya habis .yang disebabkan .dari kandungan .kadar gula yang .cukup tinggi pada buah nanas [21].
Gambar 2. 3 Keripik buah nanas IKM Darsa
Sumber: Dokumentasi . Pribadi
Tahapan proses pembuatan .keripik nanas .pada penelitian ini yaitu, buah nanas diperoleh dari bahan baku nanas lokal varietas madu, buah nanas dibersihkan, mata nanas dibuang, diiris, dan dilanjutkan dengan .terdapat treatment khusus yaitu perendaman dengan menggunakan campuran garam dapur dan garam kalsium pada nanas segar. Perendaman berfungsi untuk bahan pengeras yang digunakan dalam memperkuat tekstur buah sehingga terasa lebih renyah [22].
Garam .kalsium .mempunyai sifat yang mudah larut dalam air, sehingga .dengan CaCl2 dalam .larutan maka ion Ca2+ .akan membentuk ikatan .dengan .karbonil dari asam galakturonat sehingga .akan menjadi .ikatan .menyilang di antara gugus karbonil tersebut. Jumlah ikatan menyilang yang banyak menjadikan pektin yang terbentuk menjadi sukar larut .sehingga tekstur .menjadi lebih keras [23]. Diagram alir tahapan pembuatan keripik nanas dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Diagram alir tahapan pembuatan keripik nanas 2.4 Keripik Pisang
Salah satu komoditi tanaman pangan yang mampu mendukung berdirinya beberapa industri adalah buah pisang. Pisang mempunyai .daya guna yang .luas karena .selain sebagai bahan baku industri. pangan dan non .pangan. juga sebagai konsumsi rumah tangga. Pendayagunaan pisang tidak hanya sebagai .makanan .untuk buah-buahan, tetapi juga sebagai .produk olahan. Pengolahan buah pisang menjadi keripik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan umur simpan dari buah pisang [24].
Gambar 2. 5 Keripik buah pisang IKM Darsa
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Keripik pisang merupakan produk yang dihasilkan melalui tahapan pengupasan, pengirisan, dan penggorengan. Proses penggorengan keripik pisang secara umum yang banyak dilakukan adalah cara .konvensional dan cara vakum .(vacuum frying).
Pengolahan dengan cara konvensional yaitu dengan menggunakan kuali penggoreng .dimana kondisi. bahan. pangan yang digoreng terbuka dengan udara.
Umumnya alat yang digunakan berupa wajan yang berisi minyak goreng, lalu dipanaskan dengan kompor atau tungku pemanas [14]. Sedangkan .pengolahan dengan cara vacuum frying .merupakan penggorengan .yang dilakukan di .dalam kondisi ruang tertutup dan dengan .tekanan rendah, pada suhu 80 ºC sampai 100 ºC, tekanan vakum 70 cmHg dengan lama penggorengan 60 sampai 150 menit [25].
Proses pengolahan keripik pisang pada penelitian ini diawali dengan cara sortasi buah, pengupasan, pengecilan ukuran, perendaman dengan menggunakan garam dapur, dan garam kalsium dengan perbandingan 1:1 dan penggorengan dengan cara vacuum frying. Buah pisang memiliki kandungan gula. cukup tinggi .yaitu sebesar 21-26%, hal ini yang .menyebabkan .tekstur pisang .kurang renyah bila diolah menjadi keripik sehingga perlu dilakukan perlakuan perendaman dengan garam untuk mempertahankan kerenyahan keripik [26]. Diagram alir tahapan pembuatan keripik pisang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Diagram alir pembuatan keripik buah pisang 2.5 Teknologi Pengolahan Keripik Vacuum Frying
Mesin penggoreng hampa (vacuum .frying) .adalah mesin .produksi untuk menggoreng berbagai macam buah dengan cara .penggorengan vakum.
Penggorengan vakum merupakan cara .pengolahan yang .tepat untuk .menghasilkan keripik .buah .dengan .mutu tinggi dimana potensi kehilangan nilai gizi, cita rasa, aroma, dan kerusakan bahan menjadi lebih kecil [27].
Prinsip kerja teknik penggorengan ini dengan .mengatur .keseimbangan suhu dan tekanan pada kondisi .vakum dengan .menghisap kadar air dalam buah dengan
kecepatan tinggi agar pori - pori daging buah tidak cepat menutup, sehingga kadar air dalam buah dapat diserap dengan sempurna [17]. Penggorengan vakum ini menggunakan prinsip Bernoulli yang menyatakan bahwa di mana kecepatan aliran fluida tinggi, tekanan. fluida tersebut menjadi rendah. Sebaliknya jika kecepatan aliran fluida rendah, tekanannya menjadi tinggi. Bernoulli yaitu konsep dasar aliran fluida atau zat cair dan gas, semburan air dari pompa yang dilalui pipa menghasilkan efek venturi atau sedotan (vakum) [28].
Cara kerja mesin penggorengan vakum pertama adalah mempersiapkan bahan, jika bahan atau buah yang akan .diproses sudah siap, .langkah selanjutnya .adalah buah digoreng pada mesin vacuum frying, dengan .medium minyak goreng. Mesin vacuum frying di setting pada suhu rendah dengan menggunakan bahan bakar LPG sebagai pemanas mesin. Mesin Vacuum frying menggunakan pompa khusus, dengan tenaga listrik. Suhu penggorengan terkontrol otomatis berkisar antara suhu 60oC – 80oC, suhu yang terjaga rendah ini menjadikan produk tidak gosong sehingga warna sesuai aslinya [18].
Skema alat penggorengan vakum ditunjukkan pada Gambar 2.7. Bagian-bagian dari alat penggorengan vakum sebagai berikut:
.
Gambar 2.7 Bagian-bagian mesin .vacuum .frying [29].
Tabel 2.1 Bagian mesin vacuum frying beserta fungsinya
No Bagian mesin Fungsi
1. Pompa Vacuum Water Jet Sebagai alat penghisap udara dalam ruang penggorengan, dan mengakibatkan tekanan udara menjadi rendah, kemudian bagian ini juga berfungsi sebagai penghisap uap air yang ada ketika proses penggorengan.
2. Tabung Penggorengan Sebagai wadah atau tempat penggorengan, tabung ini disediakan keranjang penggorengan yang berfungsi untuk tempat buah.
3. Kondensor Untuk melakukan proses pengembunan uap air selama terjadi proses penggorengan, dan juga berfungsi sebagai pendingin mesin.
4. Unit Pemanas Sebagai bahan pemanas untuk mengatur suhu, dengan menggunakan gas sebagai bahan bakar.
5. Unit Pengendalian Operasi Sebagai alat pengaktifan mesin vacuum dan alat pemanas
6. Pengaduk Penggorengan Untuk mengaduk buah yang digoreng, sehingga buah matang merata di dalam alat vacuum frying
7. Spiner Untuk meniriskan kandungan minyak pada buah yang digoreng.
Sumber :[17]
2.6 Perubahan Kerenyahan Keripik
Keripik buah merupakan produk yang renyah, tekstur merupakan mutu yang ditentukan oleh .kemudahan terpecah nya partikel-partikel penyusun nya bila produk .tersebut dikunyah .terutama kadar air. Banyak menentukan kerenyahan produk. Semakin rendah kadar air maka produk akan semakin renyah [16].
Keripik buah merupakan produk makanan .hasil .penggorengan, .selama proses penggorengan terjadi .penguapan air sehingga produk keripik mempunyai kadar air relatif .rendah. Makanan kering seperti keripik mengalami .kehilangan .kerenyahan dengan tekstur yang .tidak .diterima pada aw (aktivitas air) .antara 0,35-0,50 [30].
Saat aw meningkat, maka. akan terjadi re kristalisasi .(pembebasan air) khususnya pada makanan yang .mengandung gula atau .karbohidrat. Keadaan ini mempengaruhi tekstur dan mutu secara nyata karena kadar air dan nilai aw yang rendah memberikan karakteristik keripik yang renyah. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat pada matriks karbohidrat [31].
Kandungan minyak dan .kadar air dalam .keripik .sangat .menentukan .mutunya dimana faktor utama yang menyebabkan .penurunan mutu produk pangan kering seperti keripik adalah perubahan kadar air produk tersebut yang menyebabkan kehilangan kerenyahan [18]. Selain itu, produk pangan kering yang memiliki kadar air dan aw rendah umumnya akan mengalami kerusakan apabila menyerap uap air secara berlebihan, sehingga dapat menyebabkan. timbulnya berbagai reaksi .seperti reaksi pencoklatan non-enzimatis, .perubahan .organoleptik, .kehilangan vitamin, oksidasi lipid, reaksi pembentukan off flavor, dsb. Bagi konsumen, tingkat kerenyahan yang tinggi bukan hanya mengindikasikan kualitas suatu produk yang baik, tapi juga menunjukkan kualitas produk pangan tersebut [32].
2.7 Aktivitas air
Aktivitas air (aw) digunakan untuk menggambarkan kondisi air dalam bahan pangan. Istilah ini menunjukkan jumlah air yang tidak terikat. atau bebas dalam sistem dan .dapat menunjang .reaksi biologis atau kimiawi. Aktivitas air merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis, dan reaksi kimia lainnya [33]. Aktivitas air merupakan faktor penting yang mempengaruhi kestabilan makanan kering selama penyimpanan. Secara umum, semakin tinggi nilai aw suatu bahan pangan, semakin. tinggi .pula tingkat ketersediaan air, baik .untuk keperluan .pertumbuhan .mikroba .maupun untuk aneka reaksi kimia pada bahan pangan tersebut [30].
Kadar air dalam bahan pangan berkaitan erat dengan umur simpan produk.
Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan lain bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan kimiawi maupun mikrobiologi [33].
Secara umum dapat dikatakan. bahwa kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam penentuan umur simpan suatu produk pangan karena faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik, sifat fisiko-kimia, .perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis, dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah. Sifat-sifat yang dimaksud di atas diantaranya, kekerasan, kekeringan, dan pencoklatan non-enzimatis [31].
Secara matematis, aktivitas air (aw) dari suatu bahan pangan dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap air pada bahan pangan .(Pf) dengan .tekanan uap air murni (Po) pada suhu yang sama. Persamaannya adalah sebagai berikut:
a
w=
PfPo
(
2.1) Dalam keadaan setimbang, aktivitas air sering dihubungkan dengan kelembaban relatif keseimbangan. (equilibrium relative humidity = ERH) dari lingkungan, yaitu kelembaban udara saat terjadinya kadar air kesetimbangan sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:a
w=
ERH100
(2.2) Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Dengan kata lain, peranan air dalam pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan .dalam .kelembaban. relatif dan kelembaban mutlak. Bertambah atau berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat tergantung pada ERH lingkungannya [31].
Produk pangan yang aktivitas air dan kadar airnya rendah disebut produk pangan kering yaitu memiliki aw< 0,55. Jika aktivitas airnya berada dalam. kisaran 0,55 – 0,75 disebut pangan semi .basah dan jika aw> 0,75 .disebut pangan basah [34].
Keripik buah yang diproduksi oleh IKM Darsa dapat diklasifikasikan sebagai produk pangan kering karena memiliki kadar air = 0,406. Terdapat hubungan antara aktivitas air .dan mutu makanan yang dikemas. Aktivitas air 0,35 – 0,5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahan nya [10].
2.8 Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium)
Kadar air .kesetimbangan .merupakan kadar air .bahan pangan .ketika tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya atau tidak mengalami perubahan atau pengurangan bobot produk [31], pengertian ini sejalan dengan literatur bahwa kadar air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar air bahan
tersebut saat tekanan uap air bahan dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya [33]. Sedangkan .kelembaban relatif .pada saat terjadinya .kadar air .kesetimbangan dinyatakan sebagai .kelembaban .relatif .kesetimbangan .(equilibrium relative humidity). Kadar air kesetimbangan penting untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan pada kondisi suhu tertentu [35].
Prinsip penentuan kadar air .kesetimbangan .yaitu untuk .menentukan dan menggambarkan kurva .isotermi sorpsi air produk. Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses adsorpsi dan desorpsi [30]. Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi .dibandingkan .kelembaban relatif .bahan pangan maka bahan tersebut akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya jika kelembaban .relatif udara lebih rendah dari kelembaban relatif .bahan maka bahan akan menguapkan air yang dikandungnya (desorpsi) [31].
Kadar air kesetimbangan sangat penting untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air produk pangan pada kondisi tertentu serta untuk mendapatkan kurva ISA suatu produk pangan. Penentuan kadar air .kesetimbangan. pada penelitian ini dilakukan dengan .cara meletakan .bahan .pangan. pada tempat dengan RH dan
.suhu yang terkontrol. Selama penyimpanan RH yang diperoleh dari penyimpanan pada larutan garam jenuh akan terjadi interaksi antara produk dengan lingkungannya [35]. Uap air akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya sampai terjadi kondisi kesetimbangan kadar air kesetimbangan tercapai yang ditandai dengan konstan nya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan. konstan bila selisih bobot .antara tiga .kali penimbangan .berturut-turut tidak .lebih dari 2 mg/g untuk kondisi. RH≤90% dan .tidak lebih dari 10 g untuk RH>90% [36].
2.9 Isotermi Sorpsi Air (ISA)
Kurva isotermi sorpsi air (ISA) merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara .aktivitas air atau kelembaban relatif .kesetimbangan .pada ruang penyimpanan (ERH) .dengan kandungan .air per gram suatu bahan pangan. Selain mengindikasi nilai aktivitas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan. yang erat dengan stabilitas bahan pangan, sehingga dapat menggambarkan. kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan relatif tempat penyimpanan [31].
Perubahan air .mempengaruhi .mutu produk .pangan, .maka dengan mengetahui pola
.penyerapan .airnya dan .menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat
.ditentukan [37]. Kurva isotermi sorpsi air menghubungkan antara. nilai aktivitas air pada sumbu x dengan kadar air .kesetimbangan pada sumbu y seperti terlihat pada Gambar 2.8 yang memperlihatkan bahwa semakin meningkat aktivitas air pangan, maka kadar air kesetimbangan pun semakin besar.
Kurva isotermi sorpsi air (ISA) dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung keadaan air di dalam bahan pangan. daerah 1 menyatakan .adsorpsi .bersifat .satu lapis molekul .air (monolayer), sedangkan daerah 2 menyatakan terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan pada daerah 3 kondensasi air pada pori-pori bahan (kondensasi kapiler) mulai terjadi [38]. Secara umum, kurva isotermi sorpsi air dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Kurva .isotermi. sorpsi air (adsorpsi .dan desorpsi) [35].
Isotermi sorpsi air banyak dipakai dalam penelitian bahan pangan kering seperti umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa. dengan keripik yaitu tentang, keripik. apel .bebas lemak [39], tentang keripik singkong-udang [40], tentang keripik wortel [41] dan tentang keripik tortilla [42].
Kurva isotermi sorpsi air pada penelitian ini digunakan untuk .memperoleh nilai nilai kemiringan kurva slope b yang .diperoleh dari .persamaan linier dari hubungan kadar air .keseimbangan dan RH penyimpanan.
Gambar 2.9 juga memperlihatkan bahwa kurva isotermi sorpsi air dapat dibagi menjadi tiga daerah (1, 2 dan 3), berdasarkan jenis air dalam pangan (tipe1, tipe 2 dan tipe 3). Tipe air yang berada pada daerah 1 umumnya adalah air terikat kuat secara kimia (tipe 1) dan air adsorpsi untuk. Bahan berbentuk kristalin, misalnya gula murni. Bahan tersebut hanya sedikit menyerap air sampai aw nya mencapai 0,7-0,8. Hal ini karena pengikatan air melalui ikatan ikatan hidrogen hanya terjadi pada gugus hidroksil bebas yang terdapat pada permukaan kristal. Sedangkan pada (tipe 2) merupakan tipe air sebagian besar bahan makanan kering yang mudah menyerap air. Penyerapan air bahan jenis .ini dipengaruhi secara kumulatif oleh efek-efek fisika kimia yaitu .pada aw sekitar 0,2-0,4 dan aw 0,6-0,7. Sedangkan pada daerah 3 adalah air bebas (tipe 3) merupakan bentuk khas dari kelompok senyawa anti kempal yang mampu menyerap banyak air. Tipe-tipe kurva isotermi sorpsi air bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kurva Isotermi Sorpsi Air berdasarkan tipe [43].
2.10 Kemasan
Kemasan merupakan suatu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap bahan di dalamnya. Adanya kemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran [44].
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan, keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada bubuk, dan pelunakan pada produk kering [43].
Salah satu bahan yang umum digunakan sebagai. Kemasan pangan yaitu plastik.
Plastik digunakan sebagai kemasan pangan karena bobotnya yang ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan atau tembus pandang, mudah diberi label, dapat dibuat dalam berbagai warna, dapat diproduksi secara masal, harganya yang relatif murah, terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik serta bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bahan pangan yang dikemas [45]. Namun penggunaan plastik sebagai kemasan pangan berpotensi melepaskan bahan berbahaya yang .berasal dari .sisa .monomer. plastik dan bermigrasi dari kemasan ke dalam pangan. Selain itu, plastik juga bersifat tidak tahan panas serta berpotensi menjadi sumber pencemaran lingkungan karena tidak mudah didegradasi. Beberapa plastik yang umum digunakan sebagai kemasan pangan yaitu HDPE (High Density Polyethylene), LDPE .(Low Density Polyethylene), .PP (polypropylene), PE (polyethylene), PS (polystyrene), PC .(polycarbonate), dan .PVC (polyvinyl chloride). Plastik-plastik tersebut memiliki banyak kesamaan sehingga disebut sebagai polyolefin [44].
Kemampuan bahan pengemas dalam mempertahankan mutu produk dan memperpanjang umur simpan suatu produk pangan dipengaruhi oleh permeabilitas nya terhadap gas dan uap air. Permeabilitas uap air kemasan pangan ini berbanding terbalik terhadap umur simpan suatu produk pangan. Berdasarkan persamaan Labuza dalam perhitungan umur simpan produk pangan, nilai permeabilitas uap air kemasan berbanding terbalik dengan umur simpan produk. Hal ini dikarenakan nilai permeabilitas uap air kemasan yang tinggi menunjukkan jumlah uap air yang mampu melewati kemasan juga tinggi sehingga umur simpan produk pangan akan semakin singkat [32].
Produk pangan yang sensitif terhadap penyerapan uap air dapat menyerap uap air selama penyimpanan dalam jangka waktu yang lama, terutama apabila menggunakan kemasan yang memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap uap air [46]. Produk kering seperti keripik yang bersifat higroskopis harus dilindungi terhadap masuknya uap air dan oksigen karena kerusakan mutu produk kering terutama dihubungkan dengan permeabilitas uap air karena penyerapan uap air selama penyimpanan dapat menurunkan mutu produk pangan kering tersebut, misalnya menurunnya tingkat kerenyahan produk [21]. Kadar air dapat digunakan sebagai data yang penting dalam menentukan mutu produk yang terdegradasi oleh uap air. Permeabilitas uap air kemasan merupakan salah satu kriteria yang penting dalam menduga kecepatan penyerapan uap air oleh produk pangan. Kemasan pangan yang terbuat dari plastik dengan polimer yang berbeda memiliki nilai permeabilitas uap air yang berbeda pula [47].
Jenis kemasan yang sering digunakan untuk mengemas keripik adalah plastik.
Plastik yang sering digunakan untuk mengemas keripik diantaranya adalah plastik polypropylene (PP), plastik HDPE, nilon, aluminium dan kemasan metalized plastic [48]. Nilai permeabilitas uap air kemasan yang digunakan untuk mengemas keripik pada penelitian ini yaitu diketahui berdasarkan nilai WVTR (water vapor transmission rate). Laju transmisi uap air (WVTR) .adalah jumlah .uap air yang melewati satu unit permukaan .luas dari suatu bahan selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan RH yang relatif konstan [49]. Nilai WVTR dapat di analisis dengan menggunakan metode ASTM-E96 atau metode dry cup yang pada prinsipnya mengukur besarnya uap air yang mampu menembus kemasan dengan cara menghitung pertambahan berat pada bahan penyerap uap air (desikan) yang menyerap uap air dari sisi luar kemasan [50]. Sebuah cawan diisi dengan sejumlah desikan atau air kemudian ditutup menggunakan bahan permeabel seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10 Perbedaan konsentrasi uap air di antara bahan permeabel akan mengakibatkan perpindahan uap air sehingga bobot cawan berubah. Perubahan bobot tersebut kemudian dihitung untuk mengetahui nilai WVTR kemasan.
Gambar 2.10 Metode ASTM E96 metode dry cup [49].
Nilai WVTR pada metode desikan dianalisis perubahan bobot kemudian dibuat dalam bentuk regresi linier. Nilai WVTR dihitung dengan rumus:
WVTR = 𝐺
t.A
=
G/tA
(2.9)
Keterangan:
WVTR : Water vapor transmission rate (g/m2 hari) G : Perubahan bobot (g)
t : waktu (hari) G/t : slope (g/hari)
A : luas permukaan (m2)
Nilai permeabilitas kemasan menggunakan persamaan dengan membagi nilai WVTR terhadap nilai perbedaan tekanan uap air di lingkungan di kali dengan kelembaban relatif [51]. Nilai permeabilitas uap air kemasan dapat dihitung berdasarkan rumus:
k/x = WVTR
Po×RH
(2.10) Keterangan :
k/x : konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2 hari mmHg) Po : Tekanan uap air murni (mmHg)
RH : Kelembaban relatif
WVTR : water vapor transmission rate (g/m2 /24 jam)
Nilai permeabilitas kemasan yang tinggi dapat mempercepat kemunduran mutu suatu produk. Semakin tinggi permeabilitas suatu kemasan maka uap air atau gas
akan semakin mudah masuk dan keluar dari kemasan sehingga memerlukan energi aktivasi yang semakin sedikit untuk terjadinya penurunan mutu [52].
2.11 Model Persamaan Isotermi Sorpsi Air
Model matematika untuk persamaan isotermi sorpsi air telah banyak dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis, maupun empiris. namun tidak ada satu pun model yang mampu menggambarkan dengan baik untuk seluruh produk pangan dengan kisaran RH dan suhu yang luas [53].
Ketepatan setiap model tergantung pada kisaran nilai aw dan jenis bahan penyusun produk pangan tersebut. Ada beberapa model matematika yang umumnya digunakan untuk menentukan kurva sorpsi isotermi bahan pangan, yaitu model GAB, Caurie, Oswin, Clayton, dan Hasley [37].
Salah satu model yang diakui secara internasional adalah model GAB (Guggenheim, Anderson, dan de Boer). Persamaan (GAB) .memberikan .pemodelan terbaik untuk lebih dari 50% .buah-buahan, daging .dan sayuran dari pada model dengan dua parameter setelah mengevaluasi 163 .bahan makanan termasuk buah- buahan, sayuran, rempah-rempah dan makanan pati [10]. Model ini bisa menggambarkan sorpsi isotermi bahan pangan pada kisaran aw yang lebih luas, yaitu 0.05 < aw < 0.9 [54]. Persamaan GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan sorpsi isotermi pada sebagian besar produk pangan. Model sorpsi isotermi GAB dinyatakan sebagai berikut:
Me 𝑋𝑚 𝐶.𝐾.𝑎𝑤
(1−𝐾.𝑎𝑤)(1−𝐾.𝑎𝑤+𝐶.𝐾.𝑎𝑤) (2.3) Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan sebuah model yang dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0.0 sampai 0.85. Berikut model persamaan Caurie:
Ln Me =ln P1-P2 × aw (2.4)
Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan pangan dengan aw 0,1 sampai 0,81. Berikut ini adalah model persamaan Hasley.
aw = exp[−𝑃(1)
(𝑀𝑒)𝑃2] (2.5) Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0,00 sampai 0,85 dan cocok untuk kurva isotermi berbentuk S (sigmoid). Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti dibawah ini.
Me= P1[ 𝑎𝑤
(1−𝑎𝑤)]P2 (2.6) Chen Clayon juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan pangan pada semua kisaran nilai aw. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut.
aw = exp[ −𝑃1
exp(𝑃2× Me)] (2.7) Keterangan :
M = kadar air (basis kering) aw = aktivitas air
Xm= kadar air monolayer (%) K dan n = konstanta
C= konstanta energi
Me : Kadar air kesetimbangan P1 dan P2 : Konstanta
Penentuan kurva isotermi sorpsi air pada penelitian ini dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw) dan dimasukkan dalam model persamaan sorpsi isotermi. Model yang digunakan dalam penelitian ada 5 yaitu, model Guggenheim- Anderson-de Boer (GAB), dan Caurie, Oswin, Chen Clayon dan model Hasley selanjutnya model isotemis sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut:
MRD = 100
𝑛 ∑ |𝑚𝑖−𝑚𝑝𝑖
𝑚𝑖 𝑛
𝑖=1
| (2.8) Keterangan :
mi : kadar air hasil percobaan mpi : kadar air hasil perhitungan n : jumlah data
MRD <5 : model tepat
5<MRD<10 : model agak tepat
MRD > 10 : model tidak tepat.
2.12 Umur Simpan
Umur simpan menurut National Food Processor. Association didefinisikan sebagai suatu produk dianggap. berada di kisaran umur simpan nya jika produk tersebut masih dapat diterima oleh konsumen beserta dengan bahan pengemas yang masih layak. Oleh sebab itu produsen pangan perlu memberi perhatian besar terhadap penentuan umur simpan [55].
Tabel 2.2 Beberapa definisi tentang umur simpan dan batas kadaluarsa
Definisi Pustaka
Keterangan kadaluarsa merupakan batas akhir suatu. pangan. olahan dijamin .mutunya .sepanjang penyimpanannya .mengikuti .petunjuk yang diberikan
[44]
Batas kadaluarsa adalah keterangan batas waktu obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan layak untuk dikonsumsi dalam bentuk tanggal, bulan, dan tahun, atau bulan dan tahun.
[56]
Umur Simpan adalah periode waktu dihitung sejak produk keluar dari pabrik sampai dikonsumsi konsumen paling akhir dimana produk tersebut masih layak sesuai dengan spesifikasi atau daya gunanya, baik dari aspek organoleptik, morfologi maupun karakteristik kimia/fisik lainnya dan terutama dari aspek keamanan
[57]
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi umur simpan suatu bahan pangan antara lain:
1. Karakteristik produk
Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk yang mengandung lemak .berpotensi mengalami .rancidity, sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna coklat).
2. Karakteristik dari bahan pengemas
Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen).
3. Kondisi Lingkungan
Suhu lingkungan, lama penyimpanan berpengaruh terhadap nilai kadar air keripik dan akan menyebabkan perpindahan kadar air dari lingkungan ke dalam produk yang menyebabkan produk kehilangan kerenyahan.
Penentuan umur simpan suatu produk pangan merupakan suatu jaminan mutu pada industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang didistribusikan kepada konsumen. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui umur simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizi nya meskipun penampakan nya masih bagus [46]. Saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun pada kondisi penyimpanan atau distribusi, karena faktor kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh, dan kepercayaan konsumen.
Enam faktor utama penyebab penurunan mutu atau kerusakan produk pangan, dan menjadi acuan menentukan titik-titik kritis umur simpan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, bahan kimia toksik atau off flavor [58].
Secara umum, terdapat lima prinsip yang dapat digunakan untuk melakukan pendugaan batas kadaluarsa. Namun demikian, pada praktiknya, penentuan umur simpan dan batas kadaluarsa sering dilakukan dengan menggunakan kelima pendekatan tersebut secara simultan di mana dugaan dan informasi dari pendekatan yang satu digunakan untuk melengkapi atau memperbaiki dugaan dari pendekatan yang lain.
1. Nilai pustaka (literature value) penentuan. batas kadaluarsa suatu produk dengan cara membandingkan dengan produk-produk sejenis .yang telah dipublikasikan sebelumnya.
2. Pertimbangan tentang distribution turnover, penentuan umur simpan dengan menggunakan informasi mengenai waktu (periode) yang diperlukan oleh
produk mulai dari pabrik ke .penyimpanan, distribusi dan akhirnya sampai dikonsumsi konsumen.
3. Distribution abuse test, cara penentuan umur simpan produk berdasarkan Dengan pengumpulan produk sejenis dari berbagai pasar atau supermarket, lalu dilakukan penyimpanan di laboratorium dengan kondisi penyimpanan mirip dengan kondisi penyimpanan mirip dengan penyimpanan di tingkat konsumen.
4. Consumer complaints, produsen menghitung umur simpan berdasarkan komplain atas produk yang didistribusikan.
5. Accelerated shelf life testing, penentuan umur simpan dengan prinsip mempelajari mutu produk, faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan nya, serta kondisi mutu dimana produk dianggap ditolak oleh konsumen atau telah mencapai batas kadaluarsa. Dengan diketahuinya faktor- faktor itu, maka dapat dilakukan rancangan percobaan untuk mempercepat proses kerusakan mutu sampai mutu .akhirnya dan .kemudian. dihitung berapa lama umur simpan .produk tersebut jika proses kerusakannya terjadi secara normal pada kondisi penyimpanan yang normal [30].
2.13 Metode Akselerasi
Metode akselerasi .diterapkan. pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, dan intensitas cahaya baik secara individu maupun gabungan. Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi [10].
Umur simpan produk pangan ditetapkan waktu kadaluarsa nya dengan menggunakan dua konsep metode dari studi penyimpanan produk pangan yaitu:
1. Metode Konvensional
Sistem penentuan umur simpan konvensional yaitu dengan .menggunakan Extended Storage Studies (ESS) penentuan umur. simpan menggunakan metode konvensional membutuhkan waktu yang relatif lama karena dilakukan dengan cara menyimpan produk pangan pada kondisi normal sehari-hari kemudian
dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutu dari produk pangan tersebut [34].
2. Metode Akselerasi
Untuk mempercepat penentuan. umur simpan dapat menggunakan metode Accelerated shelf Life Testing (ASLT) .atau metode akselerasi. Metode akselerasi diterapkan pada produk pada produk pangan dengan cara memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH) suhu atau intensitas cahaya baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan. Keuntungan dari metode ini yaitu waktu yang diperlukan relatif singkat akan tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi [58].
Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan atau kerusakan vitamin C. Sedangkan model kadar air kritis umumnya digunakan. untuk menentukan produk yang mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air yaitu dengan .membuat kondisi. lingkungan .yang .ekstrim .atau memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai [34].
Penelitian ini menggunakan metode Accelerated shelf Life Test model kadar air kritis yang didasarkan dalam literatur bahwa produk pangan yang umur simpan nya dapat ditentukan dengan model kadar air kritis antara lain biskuit, wafer, makanan ringan, keripik dan produk instan (powder) [59].
Umur simpan keripik buah pada penelitian ini dihitung berdasarkan persamaan Labuza karena persamaan Labuza dapat mengintegrasikan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap umur simpan produk seperti kadar air awal, kadar air kritis, permeabilitas uap air dari kemasan, luas kemasan yang kontak langsung dengan produk, kemiringan (slope) kurva isotermi sorpsi air (ISA), dan kadar air kesetimbangan [10]. Persamaan Labuza ini dapat digunakan untuk menentukan
umur simpan produk pada suhu dan kondisi .RH tertentu. Persamaan tersebut adalah:
𝑡 =
ln(𝑀𝑒−𝑀𝑖 𝑀𝑒−𝑀𝑐) (𝑘
𝑥)(𝐴 𝑊𝑠)(𝑃𝑜
𝑏)
(2.11) Keterangan :
t : Umur simpan (hari)
Me : Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid) Mi : Kadar air awal (g H2O/g solid)
Mc : Kadar air kritis (g H2O/g solid)
Ws : Berat padatan produk dalam kemasan (g) A : Luas permukaan kemasan (m2)
k/x : Permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) Po : Tekanan uap air jenuh (mmHg)
b : Slope kemiringan kurva isotermi sorpsi air