BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keripik Buah
Keripik buah adalah produk pangan yang dibuat dari daging buah segar dengan atau tanpa penambahan bagian lain dari buah, biasanya dimakan utuh atau dipotong-potong, dan dikeringkan dengan cara digoreng atau proses pengeringan lainnya untuk menghasilkan produk jadi yang renyah dan siap konsumsi baik tanpa maupun ada penambahan bahan tambahan pangan lain disetujui. Keripik buah memiliki ciri utama yaitu tekstur yang renyah, syarat mutu mikrobiologis dari keripik buah yaitu memiliki batasan angka lempeng total sebesar 105 koloni/g, batasan cemaran maksimal Escherichia coli 102 koloni/g serta cemaran total kapang khamir sebesar 102 koloni/g [15]. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil kualitas keripik buah adalah kualitas dari bahan baku buah, kualitas bahan pembantu berupa minyak goreng, dan pengaruh suhu pengorengan yang digunakan [16].
Produk keripik buah yang digunakan sebagai sampel penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1Keripik Buah IKM Darsa Lampung Timur
Sumber: Data Primer Penelitian (2021).
2.2. Proses Pembuatan Keripik Buah
Sampel keripik buah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keripik buah pisang, nanas, dan nangka. Tahapan proses pembuatan keripik buah di IKM Darsa Lampung Timur dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini:
Kulit
Air Larutan Garam (NaCl atau CaCl2)
Air
Minyak
Minyak
Keripik Buah
Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Keripik Buah Buah Nangka,
Nanas, dan Pisang
Pengupasan
Pemotongan menjadi bentuk seragam
Pencucian
Perendaman buah (t= 30 menit)
Penirisan
Penggorengan (T = 80 oC, P = 76 cmHg, t = 1,5 jam)
Penirisan
Pengemasan
Proses pengolahan buah menjadi keripik buah di IKM Darsa Lampung Timur pada Gambar 2.2 melalui beberapa tahapan, yaitu terlebih dahulu buah dipisahkan dari kulitnya yang diambil hanya bagian buahnya saja.
Setelah itu, buah dipotong-potong menjadi bentuk yang kecil dan seragam, kemudian buah dilakukan pencucian hingga bersih, pada buah pisang dan nanas dilakukan proses perendaman dengan menggunakan NaCl atau CaCl2. Kegunaan dari perendaman dengan larutan garam ini bertujuan untuk mengawetkan bahan dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan buah nangka dilakukan perendaman dengan menggunakan kapur sirih yang bertujuan sebagai pemberi tekstur, pengeras, serta sebagai zat untuk mengurangi rasa pahit maupun getir.
Buah nangka sebelum dilakukan proses penggorengan, terlebih dahulu dilakukan pembekuan yang berfungsi untuk menghasilkan produk yang lebih keras, porous, sehingga keripik buah yang dihasilkan lebih renyah.
Proses penggorengan keripik buah IKM Darsa Lampung Timur dilakukan dengan menggunakan sistem vacuum frying pada suhu 80 oC dan waktu selama 1,5 jam. Keripik buah kemudian dilakukan penirisan minyak dengan menggunakan spiner setelah itu dilakukan proses pengemasan.
2.3. Standar Nasional Indonesia Keripik Buah
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang disusun oleh kementerian teknis atau lembaga pemerintah non kementerian dan disahkan oleh Badan Standar Nasional (BSN). Resolusi BSN No. 1 tahun 2011
“Pedoman Pelaksanaan Kewajiban SNI” memperjelas penggunaan SNI sukarela (sukarela) dan wajib (wajib) untuk memprediksi dampak pengembangan UKM dan kelancaran transaksi. SNI telah dibawa ke standar internasional negara-negara yang tergabung dalam Food and Agriculture Organization (FAO), World Health Organization (WHO) dan Codex Alimentarius Commission (CAC) [14].
SNI keripik buah dirancang untuk mengikuti perkembangan teknologi dan peraturan baru yang berlaku, khususnya peraturan terkait persyaratan mutu dan metode pengujian, menyelaraskan standar, melindungi kesehatan dan kepentingan konsumen, serta memastikan integritas dan akuntabilitas yang dibuat untuk mencapai suatu tujuan. Mendukung pengembangan diversifikasi perdagangan pangan dan produk olahan buah. Meskipun penerapan SNI dapat mempengaruhi efisiensi operasional, kualitas dan keamanan produk, serta nilai tambah ekonomi, organisasi tetap harus menunjukkan komitmen terhadap penerapan, konsistensi, dan kinerja yang baik serta unggul.
Standar keripik buah lulus uji telaah opini mulai 1 September 2017 hingga 30 Oktober 2017, menggunakan hasil akhir Rancangan Akhir Standar Nasional Indonesia (RASNI). SNI Keripik Buah dirumuskan oleh Panitia Teknis Makanan dan Minuman 67-04, yang dibahas pada pertemuan rapat teknis yang terdiri dari perwakilan konsumen, produsen, pemerintah, pakar, forum pengujian dan organisasi terkait dan disepakati secara mufakat di Jakarta pada tanggal 4 September 2015 [15].
2.4. Vacuum Frying
Mesin penggoreng dengan teknologi hampa (vacuum fryer) mampu mengolah komoditas buah menjadi produk olahan berupa keripik (chips), seperti keripik pisang, nangka, dan nanas. Sistem penggorengan vakum menghasilkan produk yang berkualitas baik dari segi penampilan, aroma dan rasa. Keripik buah diolah pada tekanan dibawah atmosfer, penurunan tekanan tersebut yang dapat menurunkan tekanan atmosfer untuk menjaga suhu penggorengan relatif rendah, sehingga menurunkan titik didih air dalam bahan. Penggunaan vakum menurunkan titik didih air, memungkinkan suhu penggorengan hingga 70-90 °C [7].
Keadaan yang baik untuk penggorengan buah secara vakum yaitu dengan menggunakan suhu 80-90 oC dan tekanan 0.7 cmHg dengan waktu penggorengan selama 1 jam [17]. Vacuum fryer yang digunakaan oleh IKM
Darsa Lampung Timur untuk memproduksi keripik buah, pada suhu 80 oC selama 1-2 jam pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Vacuum frying Sumber: Data Primer Penelitian (2021).
Keripik buah penggorengan konvensional dan vacuum frying akan memiliki perbedaan hasil, Tabel 2.1 menjelaskan perbandingan hasil perbedaan dari sistem penggorengan tesebut.
Tabel 2.1 Perbandingan Sistem Penggorengan
No Penggorengan Konvensional Penggorengan Vakum
1. Suhu penggorengan dilakukan di atas 100 oC serta suhu tidak mampu untuk dikontrol.
Penggorengan dengan menggunakan teknologi tabung hampa udara dan suhu penggorengan mampu untuk dikontrol lebih rendah menjadi suhu 80-90 oC.
2. Minyak yang dihasilkan dari penggorengan keripik cepat rusak, terjadi perubahan cita rasa pada keripik yang dihasilkan dan tampilan hasil keripik yang gosong.
Minyak hasil penggorengan tidak cepat rusak, hasil keripik tidak mengalami perubahan cita rasa dan tampilan hasil keripik buah tidak gosong.
No Penggorengan Konvensional Penggorengan Vakum
3. Produk keripik buah relatif tidak tahan lama karena kandungan minyak tinggi.
Keripik buah relatif tahan lama karena kandungan minyak yang lebih rendah.
4. Hasil penggorengan dalam hal kualitas tampilan dan cita rasa kurang homogen.
Hasil penggorengan keripik buah lebih homogen dalam hal kualitas tampilan serta cita rasa.
5. Produksi memiliki kapasitas yang lebih kecil.
Kapasitas produksi yang lebih besar.
Sumber: [18].
Sistem penggorengan vacuum frying memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan sistem penggorengan deep fat frying, Tabel 2.2 merupakan hasil perbandingan kelebihan vacuum frying dan kekurangan deep fat frying.
Tabel 2.2 Perbandingan Deep Fat Frying Dan Vacuum Frying
No Kekurangan Deep Fat Frying Kelebihan Vacuum Frying
1. Proses penggorengan lebih lama karena titik didih minyak sebagai media penggoreng dan titik didih pada buah tinggi.
Mempercepat dalam proses penggorengan karena dapat menurunkan titik didih dari minyak sebagai media penggoreng.
2. Rentan untuk memicu terjadinya oksidasi dan kurang mampu mempertahankan warna karena ekspos terhadap oksigen selama penggorengan tinggi.
Mencegah oksidasi dan mempertahankan warna karena ekspos terhadap oksigen selama proses penggorengan rendah.
No Kekurangan Deep Fat Frying Kelebihan Vacuum Frying
3. Kandungan nutrisi (vitamin, mineral, dan fitokimia) serta serat menurun dan banyak yang hilang.
Kandungan nutrisi (vitamin, mineral, dan fitokimia) tidak banyak yang hilang.
4. Kemungkinan gosong pada hasil penggorengan dan terjadi pembentukan akrilamida akibat reaksi mailard lebih tinggi serta bersifat karsinogenik.
Hasil pegorengan homogen dan lebih baik dalam hal kualitas tampilan dan cita rasa.
5. Kandungan minyak pada produk lebih tinggi sehingga akan mudah tengik dan membutuhkan pengawet.
Degradasi lemak lebih sedikit sehingga asam lemak bebas yang dihasilkan akan lebih sedikit.
Sumber: [19].
2.5. Angka Lempeng Total
Angka lempeng total merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan jumlah mikroorganisme yang ada dalam sampel makanan. Pengujian bakteri aerobik mesofilik (bakteri yang membutuhkan oksigen tetapi dapat hidup tanpa oksigen) dengan menggunakan media padat, dan hasil akhirnya berupa koloni bakteri yang dapat diamati secara visual dan dapat dihitung sebagai koloni/gram. Prinsip pengujian adalah dengan menginokulasikan sampel pada media plate agar, menggunakan media plate count agar (PCA) sebagai media padat dan menggunakan buffered peptone water (BPW) sebagai pengencer serta menginkubasi pada suhu yang sesuai [20].
2.6. Kapang
Kapang (mold) termasuk ke dalam kingdom fungi yang memiliki filamen yang bersifat multiseluler, tubuh kapang terdiri dari bagian-bagian thallus yang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu spora dan miselium.
Miselium adalah kumpulan dari beberapa filamen yang disebut hifa.
Bagian dari hifa terdiri dari 2 jenis, hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut sebagai hifa udara (aerialhypha) atau hifa reproduksi, karena penunjangannya mencapai bagian atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan sedangkan hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi yaitu disebut sebagai hifa vegetatif [21]. Sifat-sifat fisiologi dari kapang antara lain sebagai berikut:
1. Kebutuhan Air
Kapang dalam proses pertumbuhannya membutuhkan air yang minimal dibandingkan dengan khamir dan bakteri. Ketersediaan air pada suatu substrat apabila rendah, maka nilai Aw juga akan semakin rendah. Kapang berdasarkan nilai Aw yang dibutuhkan untuk hidup terdiri dari tiga golongan, yaitu kapang xerofilik, mesofilik, dan halofilik. Kapang xerofilik dapat hidup dengan nilai Aw 0,6 atau bahkan lebih rendah, kapang mesofilik dapat hidup pada nilai Aw 0,98-0,85, sedangkan kapang halofilik dapat hidup pada nilai Aw 0,80-0,75.
2. Suhu Pertumbuhan
Kapang pada umumnya tumbuh optimum di suhu ruang sekitar 25-30 oC, tetapi ada beberapa jenis kapang, mampu tumbuh pada suhu 35-37 oC atau lebih yang memiliki sifat termofilik, yakni mampu tumbuh pada suhu tinggi.
Beberapa kapang juga bersifat psikotrofik, yang artinya dapat tumbuh dengan baik pada suhu rendah serta beberapa dapat tumbuh lambat bahkan pada suhu di bawah suhu pembekuan seperti 5 -10 oC [22]. Pertumbuhan kapang terjadi karena pembentukan koloni berfilamen multiseluler. Koloni yang tumbuh ini terdiri dari tabung silinder bercabang yang dikenal sebagai hifa dengan diameter hingga 210 m. Kapang secara morfologis terdiri dari
hifa. Pertumbuhan mula-mula diawali dengan warna putih dan ketika kapang menghasilkan spora, membentuk warna yang berbeda-beda tergantung pada jenis kapang yang tumbuh. Dinding sel hifa berbentuk tabung, dikelilingi oleh membran sitoplasma, dan biasanya dipisahkan oleh septum. Di ujung batang miselium terdapat spora aseksual yang disebut konidia. Konidia yang menempel pada ujung hifa berbentuk serbuk dan dapat menyebar ke tanah dengan bantuan angin [23].
Kapang secara morfologi tersusun atas hifa. Dinding sel hifa berbentuk tabung yang dikelilingi oleh membran sitoplasma dan biasanya berseptat.
Ujung batang hifa mengandung spora aseksual yang disebut konidia.
Konidia yang menempel pada ujung hifa seperti serbuk dan dapat menyebar ke tanah dengan bantuan angin [24]. Bentuk dari konidia bervariasi, dapat berbentuk bulat, semi bulat, oval, silindris, elips, seperti benang (scolecospora), seperti bulan sabit (lunata), seperti ginjal (reniform), seperti bintang (staurospora), atau berbentuk menggulung (helicospora) [25].
Kapang dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan struktur hifa, yaitu hifa bersekat (septat) dan hifa tidak bersekat (nonseptat). Hifa bersekat akan membagi hifa menjadi bagian-bagian, dimana setiap bagian tersebut memiliki inti (nukleus) satu atau lebih. Kapang yang bersekat antara lain kelas Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Sedangkan kapang yang tidak bersekat yaitu kelas Phycomycetes (Zygomycetes dan Oomycetes). Kapang yang tidak memiliki septat maka inti sel tersebar di sepanjang hifa. Dinding penyekat pada kapang disebut dengan septum yang tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma masih dapat bebas bergerak dari satu ruang ke ruang yang lainnya. Sifat-sifat kapang baik penampakan secara makroskopis ataupun mikroskopis digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi kapang [21].
2.5.1 Kapang Xerofilik
Kapang xerofilik merupakan kelompok kapang yang dapat hidup pada Aw rendah (kondisi kering). Kapang dapat tumbuh pada Aw < 0,95, tidak demikian halnya dengan bakteri yang tidak mampu tumbuh . Pengaruh kapang xerofilik bagi kesehatan dari beberapa spesiesnya yaitu dapat menghasilkan mikotoksin yang dapat menyebabkan mikotoksikosis pada manusia maupun hewan. Beberapa kapang xerofilik mampu menghasilkan mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit yang berbahaya bagi kesehatan bahkan hingga dapat menyebabkan kematian [23].
Kontaminasi kapang pada produk pangan dapat diakibatkan oleh cemaran kapang yang terjadi sejak bahan pertanian ada di ladang, selama pasca panen dan penyimpanan. Terbentuknya mikotoksin sangat dipengaruhi oleh iklim, lingkungan (RH dan suhu), serangan serangga maupun insekta.
Aspergilus candidus, Eurotium chevalieri, Eurotium cristatum, Eurotium repens, Eurotium rubrum, Polypaecilum pisca, dan Xeromyces bisporus termasuk ke dalam kapang xerofilik [24]. Penghasil mikotoksin yang utama berasal dari genus Aspergilus, Penicilium dan Fusarium. Mikotoksin merupakan senyawa toksik, sebagai metabolit sekunder dari kapang yang dapat mengganggu kesehatan manusia berupa mikotoksikosis dalam berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis yang ditandai dengan gejala sakit perut, muntah, kejang, paru-paru bengkak, koma, serta pada kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan sampai kematian. Konsumsi cemaran mikotoksin secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan kesehatan, seperti penurunan daya tahan tubuh, mudah terserang penyakit, pertumbuhan yang lambat pada anak-anak, kerusakan hati, munculnya penyakit kanker, bahkan menyebabkan kematian [26].
2.7. Khamir
Khamir merupakan fungi bersifat uniseluler mikroskopis dan tidak membentuk percabangan permanen. Khamir sebagian besar termasuk dalam kelas Ascomycetes, sebagian kecil termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes
dan fungi Imperfecti. Khamir yang termasuk kelas pertama dan kelas kedua berkembang biak dengan tunas (budding), pembelahan sel, spora aseksual, dan spora seskual. Kelas ketiga hanya dapat berkembang biak secara aseksual yaitu dengan tunas, pembelahan sel, dan spora aseksual [25].
Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 nm sampai 20-50 mm dan lebar 1-10 mm. Pada umumnya, khamir berkembang biak dengan tunas. Khamir memiliki berbagai macam bentuk seperti bulat, oval, slinder, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung runcing, segituga melengkung (triangular), berbentuk botol, bentuk apikulat atau lemon, bentuk pseudomisellium dan sebagainya [27].
Struktur pertumbuhan khamir secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini:
Gambar 2.4 Khamir makroskopis (A) Mikroskopis (B)
Sumber: [25].
A
B
2.8.Angka Kapang Khamir
Kapang merupakan mikroba bersel tunggal berupa benang-benang halus yang disebut hifa, kumpulan hifa disebut sebagai miselium. Kapang berkembang biak melalui spora dengan cara membelah diri. Khamir, juga disebut sebagai ragi, adalah mikroba bersel tunggal yang berbentuk oval dan berkembang biak sendiri melalui pembentukan tunas atau askospora, tetapi tidak membentuk benang miselium. Kapang dan khamir umumnya bersifat aerob, dapat tumbuh pada pH 2-9 dengan kisaran suhu 10 oC-35 oC. Kapang dan khamir dapat menyebabkan berbagai tingkat pembusukan pangan, menyerang dan tumbuh di hampir setiap jenis pangan [13].
2.9. Media Dichloran-glycerol (DG18)
Kapang khamir membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi untuk proses pertumbuhan serta reproduksi dan kondisi lingkungan tertentu. Nutrisi dan kondisi yang optimal adalah kondisi yang harus dipenuhi untuk menghasilkan komponen seluler baru sehingga dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk proses kehidupan seluler. DG18 adalah media yang umum digunakan untuk mendeteksi keberadaan kapang dan khamir yang tumbuh dan berkembang pada substrat dengan kelembapan rendah seperti biji-bijian, kedelai, tepung, dan rempah-rempah. Sebagian besar spesies Aspergillus dapat tumbuh dengan baik dalam media dichloran-glycerol [28].
Media DG18 digunakan untuk isolasi dan menghitung angka kapang xerofilik pada makanan kering maupun setengah kering, seperti makanan yang dimaniskan atau diasinkan, buah yang dikeringkan sereal kue, tepung, daging dan ikan. Media DG18 mengandung glukosa, pepton, monnopotasium fosfat, magnesium sulfat, chlortetracycline, dichloran, dan chloramphenicol. Penicillium serta Aspergillus, dua genus yang mudah ditemukan pada produk kering yang disimpan. Pertumbuhan Aspergillus dan Penicillium dapat mengakibatkan berbau apek, susut berat, pelunturan warna pada produk serta dapat memproduksi mikotoksin [29].
Pada Gambar 2.5 terlihat struktur pertumbuhan kapang di media DG18 baik secara mikroskopis maupun makroskopis.
Gambar 2.5 Aspergillus (A), Penicillium (B)
Sumber: : [30], [31]
2.9 Escherichia coli
Escherichia coli termasuk dalam bakteri gram negative, yang berbentuk batang pendek (kokobasil), berukuran 0,4 μm – 0,7 μm x 1,4 μm, dan beberapa strain memiliki kapsul. Spesies Escherichia coli termasuk dalam familia Enterobacteriaceae ordo Enterobacteriales, berbentuk batang dengan kebutuhan nutrisi yang sederhana. Sel nya dapat tunggal, rantai pendek maupun berpasangan seperti pada Gambar 2.6 Escherichia coli dapat hidup soliter ataupun berkelompok, bersifat fakultatif anaerob dan tidak membentuk spora [32].
B
A
Gambar 2.6 Escherichia coli
Sumber: [33]
Keberadaan Escherichia coli di lingkungan biasanya digunakan sebagai indikator kontaminasi. Strain patogenitas Escherichia coli diakibatkan karena adanya satu atau lebih faktor virulensi termasuk faktor invasi misalnya tingkat kemudahan untuk infeksi, enterotoksin yang stabil pada suhu panas, verotoksin dan faktor kolonisasi. Bakteri E. coli patogen dikelompokkan menjadi 6 yaitu enterotoksigenik E. coli (ETEC), enteropatogenik E. coli (EPEC), eneteroinvasif E. coli (EIEC), enteroagregatif E. coli (EAggEC), Difusely adhering E. coli (DAEC) dan enterohemoragik E. coli (EHEC) termasuk juga shigatoksigenik E. coli ETEC termasuk strain bakteri E coli yang mampu memproduksi dua tipe enterotoksin yang menyebabkan diare [34]. E coli merupakan bakteri dengan penyebarannya yang mudah yakni dengan mencemari air serta pencemaran melalui bahan serta alat yang tersentuh secara langsung [35].
2.9.1 Media Tryptone-bile-glucuronic
Media Tryptone-bile-glucuronic (TBX) adalah media selektif yang berfungsi dalam mengidentifikasi Escherichia coli. Media TBX mengandung enzim X-β-D glucoronic acid yang berfungsi untuk membedakan antara bakteri coliform lain dengan bakteri Escherichia coli.
Enzim X-β-D glucoronic acid pada bakteri Escherichia coli tersebut merupakan enzim khas yang dimiliki bakteri Escherichia coli.
Kandungan enzim X- β-D glucoronic acid dari media TBX dan bakteri Escherichia coli akan berikatan sehingga dapat merubah warna koloni bakteri Escherichia coli menjadi warna biru atau hijau kebiruan [36].
Pertumbuhan positif Escherichia coli pada media TBX seperti pada Gambar 2.7 di bawah ini.
Gambar 2.7 Media TBX Positif Escherichia coli
Sumber: [37]