• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL. Oleh. PARADA APRIZAL /MKn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL. Oleh. PARADA APRIZAL /MKn"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

AGUNG NO. 167.K/PDT.SUS-HKI/2017)

JURNAL

Oleh

PARADA APRIZAL 167011033/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KRITERIA UNSUR KEBARUAN PADA PATEN SEDERHANA SEBAGAI DASAR GUGATAN PENGHAPUSAN

HAK ATAS PATEN SEDERHANA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 167.K/PDT.SUS-HKI/2017)

PARADA APRIZAL

Abstract

Simple patent rights are exclusive rights granted by the Office of the Patent Directorate to patent holders to realize new inventions, whether in the form of products or a particular process. Law No. 13 of 2016 concerning Patents has determined that inventions that can be given to simple patents are only inventions that contain elements of novelty or which contain elements of progress. The type of research used in this research is normative legal research. The nature of this research is analytical descriptive. The results of the discussion of the problems that arise in this research invention is a new technology that has never existed before, the invention can be applied as a technology in a product, invention is an improvement of the invention that has been found previously that is applied into a product. Located or if the defendant is outside the territory of Indonesia, the claim is submitted to the Commercial Court in the Central Jakarta District Court.

that a simple patent belonging to the defendant contains elements of novelty which is an improvement of the invention that has been the plaintiff's previous patented property in terms of refinement of the plaintiff's invention, so that the invention that has been patented by the defendant does not contain elements of equality or does not imitate the plaintiff's patented invention.

Keywords: Simple Patents, Elements of Novelty and Simple Patent Removal

I. Pendahuluan

Kemajuan teknologi informasi dan industri yang sangat pesat telah mendorong adanya globalisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Barang atau jasa yang hari ini diproduksi oleh suatu negara, saat berikutnya dapat dihadirkan oleh negara lain. Kehadiran barang dan jasa yang selama prosesnya menggunakan HKI, maka memerlukan perlindungan HKI atau barang yang bersangkutan. 1

Perlindungan HKI pada awalnya merupakan bentuk perlindungan yang dibeirkan oleh negara atas ide atau hasil karya warga negaranya, oleh karena itu HKI pada pokoknya bersifat teritorial kenegaraan. Karena bersifat teritorial kenegaraan, maka menjadi jelas mengapa melindungi HKI menjadi hak penting bagi negara di dunia saat ini termasuk Indonesia.

Di dalam sektor industri yang terkait dengan teknologi yang merupakan suatu produk budaya, dimana budaya itu sendiri adalah hasil karya manusia dalam adaptasinya dengan lingkungan masyarakat disekitarnya. Dengan demikian dapat

1 Gunawan Widjaya, Lisensi (Seri Hukum Bisnis), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 11

(3)

dikatakan teknologi tergantung pada manusia dan lingkungannya, karena itu teknologi bukanlah sesuatu yang universal, berlaku di semua tempat, apalagi sepanjang waktu. Teknologi itu, geography depenednt dan time dependent”. 2

Sedangkan pengertian teknologi menurut Kamus Hukum adalah cara atau metode proses atau yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan bergai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan kehidupan, kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia. 3

Di Indonesia pengaturan tentang paten diatur di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. Pada awalnya perlindungan paten dimulai dengan terbitnya Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.

6 Tahun 1989 tentang Paten. Selanjutnya Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 diubah dengan terbitnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 dan Undang- Undang No. 14 Tahun 2001 diubah terakhir kali oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagai ketentuan peraturan perundang-undangan terbaru yang mengatur tentang paten di Indonesia.4

Paten berkaitan dengan pemberian hak dari Kantor Direktorat Paten yang memberikan hak eksklusif kepada pemegang paten untuk merealisir invensi barunya, baik berupa produk maupun suatu proses tertentu. Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten telah menentukan bahwa invensi yang dapat diberikan paten hanyalah invensi baru. Sebab apabila yang diajukan oleh inventor untuk dimintakan paten bukan invensi baru, maka inventor tersebut dianggap telah mengambil atau meniru suatu produk atau proses yang sebenarnya telah diketahui masyarakat, untuk itu permohonan patennya tidak akan disetujui.

Tahun 1994, Indonesia juga telah meratifikasi persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia (The World Trade Organization) yang salah satu kesepakatannya adalah Persetujuan TRIPs. Konsekuensinya adalah peraturan perundang-undangan di bidang HKI yang dibuat harus sesuai dengan Persetujuan TRIPs, salah satunya adalah

2Zudan Arif Fahrulloh dan Hadi Warya, Hukum Ekonomi, Karya Abadi Tama, Surabaya, 2009, hal. 8

3 M. Marwan dan Jimmy P. Kamus Hukum Dictionary of Law Complete edition, Cet 1, Reality Publisher, Surabaya, 2009, hal. 593

4 Racmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Alumni, bandung, 2003, hal. 2

(4)

regulasi paten. Persetujuan TRIPs memuat ketentuan standar minimum yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang meratifikasi Persetujuan TRIPs.

Tanggal 7 Mei 1997, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Paris dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, dengan mencabut persyaratan (reservasi) terhadap Pasal 1 sampai dengan Pasal 12. Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus memperhatikan ketentuan yang bersifat substantif yang menjadi dasar bagi pengaturan dalam peraturan perundang-undangan di bidang paten, disamping merek maupun desain Industri.10 Sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30) selanjutnya disebut Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten lama dan sebagai gantinya adalah Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten Nomor 13 Tahun 2016(UU Paten). Setelah berlaku selama 15 tahun maka Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten diubah dengan Undang- Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten5.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten menyebutkan bahwa, “Yang dimaksud paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, untuk jangka waktu tertentu, melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya”. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten, pihak yang menerima hak atas paten tersebut dari pemilik paten,

5 Chairul Anwar, Hukum Paten dan Perundang-Undangan Paten Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2009, hal. 18

(5)

atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak atas paten tersebut yang terdaftar dalam daftar umum paten. 6

Salah satu jenis Paten diantaranya adalah Paten Sederhana, yaitu penemuan (yang selanjutnya disebut invensi) yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible). Adapun invensi yang sifatnya tidak kasat mata (tangible) seperti metode atau proses, penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by process tidak dapat diberikan perlindungan sebagai paten sederhana. Meski demikian, sifat baru dalam paten sederhana sama dengan paten biasa yang bersifat universal.

Paten sederhana merupakan invensi dibidang teknologi yang bersifat sederhana dan penerapannya dilaksanakan terhadap produk-produk elektronik yang banyak digunakan oleh masyarakat luas. Penerapan paten sederhana pada umumnya mengakibatkan timbulnya kemudahan dalam menggunakan produk- produk elektronik yang banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga lebih praktis dan lebih mudah cara mengoperasikannya. Penerapan paten sederhana terutama diterapkan terhadap produk-produk yang dikenal luas di masyarakat seperti kompor gas, televisi, radio dan alat-alat elektronik yang dikenal luas penggunaanya di masyarakat.

Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 yang mengatur tentang Paten tidak memberikan rumusan secara eksplisif tentang apa yang dimaksud dengan paten sederhana (utility model) namun hanya memberikan batasan ruang lingkup paten sederhana (utility model). Namun demikian di dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten disebutkan invensi yang dapat diberikan paten adalah

1. Invensi dianggap baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.

2. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, penggunaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:

6 T. Mulya Lubis, Undang- Undang Paten, PT. Gramedia, Jakarta, 2005, hal. 38

(6)

a. Tanggal Penerimaan; atau

b. tanggal prioritas dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

3. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen Permohonan lain yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan susbtantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan.

Di dalam ketentuan hukum pelaksanaan paten sederhana semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentnag Paten berlaku secara mutatis mutandis untuk paten sederhana kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7 dan apabila ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan tentang paten ini. Perbedaan antara paten dengan paten sederhana adalah dari segi invensi teknologi dan dari segi penerapan invensi teknologi tersebut ke dalam produk.

Didalam kasus sengketa invensi dari inventor terhadap teknologi yang yang digunakan di dalam suatu produk yang digolongkan sebagai paten sederhana dalam putusan Mahkamah Agung No. 167.K/PDT.SUS-HKI/2017 antara IM sebagai Penggugat yang juga merupakan inventor yang menghasilkan invensi pada teknologi kompor gas yaitu alat untuk mengantisipasi kebocoran gas LPG pada kompor gas yang merupakan paten sederhana dan telah terdaftar di Direktorat Paten dengan No. lDS000001072, dengan Judul Alat Regulator LPG yang disempurnakan.

Produk Alat Regulator LPG untuk mengatasi kebocoran gas LPG pada kompor gas tersebut telah diproduksi sejak tanggal 12 April 2010. Namun produk yang sama yaitu produk alat regulator LPG untuk mengatasi kebocoran gas LPG pada kompor gas milik SK sebagai Tergugat juga telah didaftarkan oleh Tergugat di Direktorat Paten, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Kementerian Hukum dan Hak Asasi R.I. pada tanggal 1 Maret 2016, dengan No IDS 000001445.

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang pada intinya menerima eksepsi tergugat dan pada pokok perkara menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima serta menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 1.116.000,00 (satu juta seratus enam belas ribu rupiah)

(7)

maka putusan tersebut pada dasarnya adalah kurang tepat. Hal ini disebabkan karena paten sederhana milik penggugat Indra Mustakim telah terdaftar terlebih dahulu dan paten sederhana milik tergugat Sukianto tidak memiliki unsur kebaruan dan unsur kemajuan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Undang- Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagai syarat untuk dapat didaftarkannya suatu paten sederhana. Oleh karena itu seharusnya Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada putusannya menerima gugatan penggugat Indra Mustakim dan membatalkan pendaftaran paten sederhana milik tergugat Sukianto. Hal ini didasarkan kepada prinsip perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten dalam hal paten sederhana yang lebih dahulu terdaftar wajib dilindungi (first to file) dan juga prinsip perlindungan hukum apabila ada pihak lain yang mengajukan pendaftaran paten sederhana yang tidak mengandung unsur kebaruan maupun unsur kemajuan dan cenderung menyerupai paten sederhana yang telah terdaftar terlebih dahulu tersebut maka permohonan pendaftaran paten sederhana milik pihak lain tersebut wajib ditolak oleh Direktorat Paten.

Jika diteliti oleh ahli teknik dibidangnya, maka penemuan Paten Sederhana atas nama SK selaku Tergugat dengan No IDS 000001445, maka terdapat fakta bahwa alat regulator milik tergugat SK tersebut dianggap tidak baru. Karena pada dasarnya teknologi yang digunakan di dalam Paten sederhana milik tergugat SK dengan No. IDS 000001445, adalah sama dengan teknologi Paten sederhana milik Penggugat IM dengan No. IDS 000001072, yang tidak memiliki unsur kebaruan sebagaimana persyaratan yang telah ditentukan di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang- Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten tersebut. Oleh karena itu penggugat IM yang telah dirugikan dengan adanya pendaftaran paten sederhana dalam produk yang sama yaitu Regulator Alat LPG untuk mencegah terjadinya kebocoran pada kompor gas LPG tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan dan Mahkamah Agung dalam putusannya No. 167.K/PDT.SUS-HKI/2017 telah mengeluarkan amar putusan sebagai berikut :

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi IM tersebut;

(8)

2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Dari Putusan MA tersebut maka dapat dikatakan bahwa unsur kebaruan sebagai dasar didaftarkannya paten sederhana ke Direktorat Paten memiliki pandangan yang berbeda antara satu aparat penegak hukum dengan aparat penegak hukum yang lain. Oleh karena itu perlu adanya kesamaan pandangan tentang apa yang dimaksud dengan unsur kebaruan dalam paten sederhana sebagai syarat untuk dapat didaftarkannya paten sederhana tersebut ke Direktorat Paten dan juga sebagai syarat untuk diajukannya penghapusan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya pendaftaran paten sederhana yang ternyata tidak memiliki unsur kebaruan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini akan membahas lebih lanjut secara mendetail dan mendalam tentang unsur kebaruan dalam paten sederhana yang dapat dijadikan dasar hukum pendaftaran paten sederhana ke Direktorat paten dan juga sebagai dasar gugatan dari pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan penghapusan paten sederhana yang tidak memiliki unsur kebaruan tersebut, sehingga hak inventor dan invensi yang telah ada sebelumnya dapat terlindungi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang hak paten dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Pengertian kebaruan (invelty) dalam suatu paten sederhana yang diterapkan di dalam suatu peralatan industri harus jelas diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang paten sederhana, sehingga tidak ada pihak yang melakukan peniruan terhadap paten yang telah terdaftar terlebih dahulu, dengan menyatakan bahwa paten sederhana yang didaftarkannya tersebut mengandung unsur kebaruan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam hal melakukan perlindungan terhadap pemegang paten sederhana yang telah terdaftar lebih dulu haknya di Direktorat Paten dalam penerapan paten sederhana di suatu peralatan industri.

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena akan memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat luas khususnya di bidang paten tentang perlindungan hukum terhadap pemilik/pemegang paten sederhana dari tindakan /

(9)

perbuatan pihak lain yang mendaftarkan patennya dengan itikad tidak baik ke Direktorat Paten namun pada dasarnya paten sederhana yang didaftarkannya tersebut tidak mengandung unsur kebaruan (invelty). Hal ini jelas merugikan pihak pemilik/pemegang hak paten sederhana yang telah terdaftar terlebih dahulu karena perbuatan tersebut yang dapat digolongkan sebagai perbuatan meniru paten sederhana yang telah terdaftar dan telah diterapkan terlebih dahulu dibidang industri tersebut.

Perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penjabaran tentang kriteria unsur kebaruan dalam paten sederhana sebagai dasar inventor untuk melakukan pendaftaran hak atas paten?

2. Bagaimana mekanisme perolehan dan penghapusan hak atas paten sederhana menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2016?

3. Bagaimana analisis yuridis Putusan MA No. 167.K/Pdt.Sus-HKI/2017 dalam perkara sengketa penghapusan paten sederhana dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dan keadilan bagi pemilik pemegang hak paten sederhana yang telah terdaftar dan telah diterapkan dalam bidang industri?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penjabaran tentang kriteria unsur kebaruan dalam paten sederhana sebagai dasar inventor untuk melakukan pendaftaran hak atas paten

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme perolehan dan penghapusan hak atas paten sederhana menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2016

3. Untuk mengetahui dan menganalisis analisis yuridis Putusan MA No.

167.K/Pdt.Sus-HKI/2017 dalam perkara sengketa penghapusan paten sederhana dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dan keadilan bagi pemilik pemegang hak paten sederhana yang telah terdaftar dan telah diterapkan dalam bidang industri

(10)

II. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat adalah deskriptif analitis. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak paten yaitu Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 41/Pdt.Sus/Paten/2016/PN Niaga Jkt. Pst dan juga Putusan Mahkamah Agung No. 167.K/PDT.SUS- HKI/2017.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah tentang hukum kenotariatan.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan : metode penelitian kepustakaan (library research). Untuk lebih mengembangkan data penelitian ini, dilakukan analisis secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman analisis yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

III. Hasil dan Pembahasan

Putusan Mahkamah Agung No. 167 K/Pdt.Sus-HKI/2017 yang pada dasarnya memutuskan menolak gugatan penggugat /pemohon kasasi dengan alasan bahwa gugatan kurang pihak karena tidak menempatkan Direktorat Paten sebagai pihak turut tergugat dalam gugatan yang diajukan pada dasarnya adalah kurang tepat. Dalam perkara hak atas kekayaan Intelektual (HKI) pada umumnya maupun dalam perkara sengketa paten sederhana pada khususnya, yang terpenting adalah bukti-bukti autentik yang diajukan baik oleh penggugat maupun tergugat

(11)

untuk memperkuat gugatan atau untuk melakukan eksepsi atas gugatan penggugat.7

Di dalam Putusan Mahkamah Agung No. 167 K/Pdt.Sus-HKI/2017 penggugat /pemohon kasasi telah menyampaikan bukti-bukti autentik berupa sertipikat paten sederhana dengan No. lDS000001072,yang dikeluarkan oleh Direktorat Paten pada tanggal 8 Maret 2011. Sedangkan sertipikat paten sederhana yang diajukan oleh tergugat/pemohon kasasi No. IDS 000001445 pada tanggal 1 Maret 2016. Dari bukti sertipikat paten sederhana yang diajukan oleh penggugat maupun tergugat, jelas terbukti bahwa sertipikat paten sederhana milik penggugat lebih dulu terdaftar daripada sertipikat paten sederhana milik tergugat.

Oleh karena itu berdasarkan prinsip perlindungan hukum yang dianut oleh ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten maka paten sederhana yang lebih dulu terdaftar yang wajib dilindungi dari gangguan pihak ketiga. Hal ini disebabkan karena Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten menganut asas first to file yaitu pihak yang lebih dulu mendaftarkan hak patennya ke Direktorat Paten yang harus dilindungi secara hukum oleh Undang- Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten. 8

Berkaitan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung yang menyatakan gugatan penggugat /pemohon kasasi Sukianto kurang pihak karena tidak melibatkan Direktorat Paten sebagai turut tergugat secara fakta persidangan pertimbangan hukum tersebut kurang tepat. Hal ini disebabkan karena tanpa ditempatkannya Direktorat Paten sebagai turut tergugat dalam perkara sengketa paten sederhana tersebut telah terbukti di persidangan bahwa direktorat paten telah melakukan kekeliruan dengan menerima pendaftaran paten sederhana milik tergugat /termohon kasasi yaitu Indra Mustakim.

Pada dasarnya kekeliruan yang dilakukan oleh Direktorat paten adalah dengan menerima pendaftaran paten sederhana milik tergugat/termohon kasasi Indra Mustakim yang pada dasarnya memiliki persamaan teknologi dengan paten sederhana milik penggugat/pemohon kasasi Sukianto. Oleh karena itu secara hukum berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat dihadapan majelis

7 Iswi Hariyanti, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hal.32

8Ignatius Haryanto, Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, Membongkar Akar- akar Pemikiran Konsep Hak Kekayaan Intelektual, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2014, hal.21

(12)

hakim dana fakta-fakta persidangan yang terjadi di pengadilan maka terjadinya kasus sengketa paten sederhana ini telah terbukti karena adanya pemberian sertipikat paten oleh Direktorat Paten kepada tergugat Indra Mustakim, yang ternyata paten sederhana milik Indra Mustakim tersebut tidak memiliki unsur kebaruan namun memiliki unsur persamaan dengan paten sederhana milik penggugat Sukianto. Oleh karena itu Direktorat Merek tidak perlu diikutkan dalam gugatan penggugat sebagai turut tergugat, karena permasalahan yang terjadi dalam sengketa paten sederhana tersebut adalah karena adanya unsur kesamaan yang ada pada hak paten sederhana milik penggugata Sukianto dengan milik tergugat Indra Mustakim, sehingga Sukianto sebagai pemilik paten sederhana yang telah terdaftar terlebih dahulu merasa dirugikan dengan pendaftaran paten sederhana yang tidak mengandung unsur kebaruan milik tergugat Indra Mustakim.

Di dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten disebutkan bahwa :

1. Invensi dianggap baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.

2. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, penggunaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:

a. Tanggal Penerimaan; atau

b. tanggal prioritas dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

3. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen Permohonan lain yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan susbtantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan.

(13)

Ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten tersebut di atas menjelaskan tentang bagaimana kriteria yang dimaksud dengan penemuan baru dalam paten pada umumnya dan paten sederhana pada khususnya.

Di dalam pelaksanaan pendaftaran paten tersebut maka pihak pendaftar yaitu inventor atau kuasanya mengajukan pendaftaran paten yang mengandung unsur kebaruan yang belum pernah ditemukan di dalam penggunaan paten sebelumnya.

Teknologi yang diterapkan di dalam paten yang akan digunakan adalah benar- benar baru dan bukan merupakan penyempurnaan dari paten sebelumnya. 9

Ketentuan tentang syarat dan tata cara permohonan paten termuat di dalam ketentuan Pasal 24 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten yang menyebutkan bahwa :

1. Paten diberikan berdasarkan permohonan

2. Permohonan sebagaimana pada ayat (1) diajukan oleh Pemohon atau kuasanya kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya

3. Setiap permohonan diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi yang saling berkaitan

4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan baik secara elektronik maupun non-elektronik

5. Selanjutnya pada ketentuan Pasal 25 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten disebutkan bahwa :

6. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, paling sedikit memuat a. Tanggal, bulan dan tahun surat permohonan

b. Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan inventor

c. Nama, alamat lengkapdan kewarganegaraan pemohon dalam hal pemohon adalah bukan badan hukum

d. Nama, dan alamat lengkap pemohon dalam hal pemohon adalah badan hukum

e. Nama, dan alamat lengkap kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa

9 Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Perspektif Kajian Filosofi Hak Kekayaan Intelektual Kolektif-Komunal, Setara Press, Malang, 2014, hal.21

(14)

f. Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

7. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri persyaratan a. Judul invensi

b. Deskripsi tentang invensi

c. Klaim atau beberapa klaim invensi d. Abstrak invensi

e. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi, jika permohonan dilampiri dengan gambar

f. Surat kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa g. Surat pernyataan kepemilikan invensi oleh inventor

h. Surat pengalihan hak kepemilikan invensi dalam hal permohonan diajukan oleh pemohon bukan inventor

i. Surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal permohonan terkait dengan jasad renik

8. Deskripsi tentang invensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus mengungkapkan secara jelas dan lengkap tentang bagaimana invensi tersebut dapat dilaksanakan oleh orang yang ahli di bidangnya.

9. Klaim atau beberapa klaim invensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus mengungkapkan secara jelas dan konsisten atas inti invensi, dan didukung oleh deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Dalam pemeriksaan administratif terhadap pendaftaran paten disebutkan di dalam ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan tentang pemeriksaan administratif dalam pelaksanaan pendaftaran paten yaitu

(1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum diberikan tanggal penerimaan dan dicatat oleh Menteri

(2) Persyaratan minimum sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) meliputi a. Data permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)

b. Data permohonan sebagaimana dimaksud dalamPasal 25 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e, dan

c. bukti pembayaran biaya Permohonan

(15)

(3) Dalam hal deskripsi tentang invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b ditulis dalam bahasa asing,deskripsi wajib dilengkapi terjemahan dalam bahasa Indonesia dan harus disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(4) Apabila deskripsi tentang invensi yang ditulis dalam bahasa asing tidak dilengkapi dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan dimaksud dianggap ditarik kembali.

Ketentuan Pasal 24, 25 tentang prosedur pemeriksaan paten dan Pasal 34 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten yang mengatur tentang pemeriksaan administrasi permohonan paten yang diajukan oleh inventor dapat dikatakan bahwa Direktorat Paten harus mempedomani prosedur dan tata cara pemeriksaan permohonan paten yang diajukan oleh inventor termasuk pemeriksaan data administratif yang menyertai permohonan paten tersebut. Oleh karena itu apabila terjadi kekeliruan terhadap pendaftaran paten sederhana yang pada dasarnya memiliki persamaan dengan paten sederhana yang telah terlebih dahulu maka Direktorat Paten patut diduga tidak mempedomani ketentuan hukumsebagaimana termuat di dalam Pasal 24, 25 dan 34 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten tersebut yang mengakibatkan terjadinya pendaftaran paten sederhana yang telah memiliki persamaan secara teknologi dengan paten yang telah terdaftar terlebih dahulu. 10

IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

1. Kriteria unsur kebaruan dalam paten sederhana sebagai dasar inventor untuk melakukan pendaftaran hak atas paten adalah invensi merupakan suatu teknologi baru yang belum pernah ada sebelumnya, invensi dapat diterapkan sebagai suatu teknologi dalam suatu produk, invensi merupakan penyempurnaan dari invensi yang telah ditemukan sebelumnya yang diterapkan kedalam suatu produk. Invensi menjadikan teknologi yang

10 Ibid,hal. 21

(16)

digunakan dalam produk yang pernah ada menjadi lebih sempurna lebih mudah dan aman untuk digunakan dari produk sebelumnya yang menggunakan paten sederhana tersebut. Bila dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dan teori kepastian hukum yang digunakan dalam penelitian ini maka syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang yaitu suatu pengajuan pendaftaran paten sederhana harus mengandung unsur kebaruan dan unsur kemajuan agar dapat didaftarkan sebagai hak paten sederhana ke Direktorat Paten. Apabila pengajuan permohonan pendaftaran paten sederhana tersebut tidak mengandung unsur kebaruan maupun unsur kemajuan maka Direktorat Merek wajib menolak pengajuan permohonan pendaftaran paten sederhana tersebut.

2. Mekanisme penghapusan hak paten sederhana dan implikasi hukumnya adalah mengajukan gugatan ke pengadilan niaga pada pengadilan negeri tempat dimana domisili tempat tergugat berada atau apabila tergugat berada di luar wilayah Indonesia maka gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berkaitan dengan sengketa paten sederhana tersebut yang amar putusannya menyatakan menghapus paten sederhana tersebut karena mengandung unsur perbuatan melawan hukum, maka Direktorat Paten telah menerima salinan putusan tersebut wajib melaksanakan amar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dengan menghapus paten sederhana sesuai dengan amar putusannya pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.

3. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara sengketa penghapusan paten sederhana berdasarkan Putusan MA No. 167.K/Pdt.Sus- HKI/2017 dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dan keadilan hukum bagi pemilik/pemegang hak paten sederhana yang telah terdaftar dan telah diterapkan dalam bidang industri adalah bahwa paten sederhana milik tergugat mengandung unsur kebaruan yaitu penyempurnaan dari invensi yang telah dipatenkan sebelumnya milik penggugat dalam hal penyempurnaan dari invensi milik penggugat tersebut, sehingga invensi yang telah dipatenkan milik tergugat tidak mengandung unsur persamaan atau tidak meniru invensi

(17)

yang telah dipatenkan milik penggugat. Oleh karena itu pengadilan niaga maupun mahkamah agung dalam amar putusannya menolak gugatan penggugat dan menyatakan invensi yang telah dipatenkan milik tergugat tetap sah dan tidak dapat dihapus dari daftar umum pemegang paten karena tidak mengandung unsur perbuatan melawan hukum. Bila dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dan teori kepastian hukum dalam penelitian ini maka putusan Pengadilan Niaga maupun putusan Mahkamah Agung dalam perkara sengketa paten sederhana tersebut belum mencerminkan suatu perlindungan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan juga menimbulkan penafsiran hukum yang berbeda dari ketentuan perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten khususnya dalam hal first to file serta perlindungan hukum terhadap paten yang telah terdaftar terlebih dahulu dari pengajuan permohonan pendaftaran paten sederhana milik pihak lain yang mengandung unsur persamaan dan tidak mengandung unsur kebaruan maupun unsur kemajuan yang menjadi syarat dari diterimanya permohonan pendaftaran paten sederhana tersebut.

B. Saran

1. Hendaknya Direktorat Merek sebagai instansi yang bertugas untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak paten secara preventif harus benar-benar melaksanakan fungsinya sebagai penyaring dalam pelaksanaan pendaftaran paten sehingga dapat dicegah terjadinya pendaftaran hak paten yang mengandung unsur persamaan atau meniru invensi pemegang paten yang telah terdaftar terlebih dahulu sehingga tidak tidak terjadi sengketa di pengadilan dan tidak merugikan hak dan kepentingan hukum dari pihak pemegang paten yang telah terdaftar terlebih dahulu.

2. Hendaknya para pihak yang bersengketa sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan niaga melakukan negosiasi atau pendekatan persuasif, untuk mencapai suatu mufakat dalam menyelesaikan permasalahan sengketa paten sederhana diantara kedua belah pihak. Apabila negosiasi dan pendekatan secara

(18)

persuasif tersebut tidak mencapai hasil sebagaimana yang diinginkan maka cara terakhir akan ditempuh pengajuan gugatan ke pengadilan niaga.

3. Hendaknya majelis hakim pengadilan dalam memeriksa dan memutus perkara sengketa hak paten melibatkan ahli yang berkompeten di bidang invensi yang disengketan tersebut sehingga dapat didengar kesaksiannya sesuai keahliannya, untuk kemudian dapat dipedomani dalam mengambil suatu putusan sehingga putusan yang diambil oleh pengadilan dapat mencerminkan suatu perlindungan hukum yang adil bagi para pihak yang bersengketa dalam paten sederhana tersebut

V. Daftar Pustaka

Anwar, Chairul, Hukum Paten dan Perundang-Undangan Paten Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2009

Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Perspektif Kajian Filosofi Hak Kekayaan Intelektual Kolektif-Komunal, Setara Press, Malang, 2014

Fahrulloh, Zudan Arif dan Hadi Warya, Hukum Ekonomi, Karya Abadi Tama, Surabaya, 2009

Hariyanti, Iswi, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010

Haryanto, Ignatius, Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, Membongkar Akar- akar Pemikiran Konsep Hak Kekayaan Intelektual, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2014

Lubis, T. Mulya, Undang- Undang Paten, PT. Gramedia, Jakarta, 2005

Marwan, M. dan Jimmy P. Kamus Hukum Dictionary of Law Complete edition, Cet 1, Reality Publisher, Surabaya, 2009

Usman, Racmadi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003

Widjaya, Gunawan, Lisensi (Seri Hukum Bisnis), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Referensi

Dokumen terkait

Jika seseorang pelaku telah memenuhi syarat untuk dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, dan dalam hal ini adalah terkait dengan kesengajaannya untuk

[r]

Dengan semangat ijtihad dan dinamika yang di- milikinya sebagaimana terlihat pada peralihan fatwa> Ima>m Sha>fi’i> dari qawl qadi > m ke qawl jadi > d

Dalam penelitian ini, persamaan regresi untuk pengujian hipotesis, selain menggunakan variabel bebas good corporate governance yang diwakili oleh komisaris independen,

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Indikator mutu buah yang diamati di antaranya kadar vitamin C, keberadaan kapang serta susut berat buah tomat varietas Servo pasca panen.. Jenis penelitian ini eksperimen

Tonggak sejarah pengembangan refrigerasi adalah pada tahun 1834 ketika Jacob Perkins, berkebangsaan Amerika, mendapatkan paten nomer 6662 dari Inggris untuk mesin

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Tingkat Pemanfaatan Facebook sebagai Media Informasi Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar