• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI HUBUNGAN GETARAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PEKERJA KONVEKSI DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI HUBUNGAN GETARAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PEKERJA KONVEKSI DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PEKERJA KONVEKSI DI KOTA MAKASSAR

HALAMAN SAMPUL

MUHAMMAD FANDI AHMAD K11114310

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)
(3)
(4)

ii

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Makassar, Mei 2018 MUHAMMAD FANDI AHMAD

“HUBUNGAN GETARAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PEKERJA KONVEKSI DI KOTA MAKASSAR”

(xi + 86 Halaman + 12 Tabel + 13 Gambar + 7 Lampiran)

Produktivitas kerja merupakan hal yang sangat penting dan merupakan alat ukur keberhasilan dalam menjalankan usaha bagi perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan getaran, keluhan carpal tunnel syndrome dan produktivitas di bagian produksi konveksi di Kota Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional study.

Penelitian dilakukan pada 3 perusahaan konveksi di kota Makassar dengan populasi sebanyak 41 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Exhaustic Sampling. Pengumpulan data ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui data tentang keluhan carpal tunnel syndrome pada pekerja. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan software SPSS menggunakan uji chi-square dan analisis jalur yang disajikan dalam table disertai narasi.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara intensitas getaran dan keluhan carpal tunnel syndrome (p=0,000), carpal tunnel syndrome dan produktivitas (p=0,000), intensitas getaran dan produktivitas (p=0,001) dan terdapat hubungan tidak langsung yang terjadi antara intensitas getaran, keluhan carpal tunnel syndrome dan produktivitas pada pekerja konveksi di Kota Makassar.

Penelitian ini dapat disimpulkan terdapat hubungan antara intensitas getaran dan keluhan carpal tunnel syndrome, carpal tunnel syndrome dan produktivitas, intensitas getaran dan produktivitas dan terdapat hubungan tidak langsung yang terjadi antara intensitas getaran, keluhan carpal tunnel syndrome dan produktivitas pada pekerja konveksi di Kota Makassar. Berdasarkan hasil tersebut disarankan pada manajemen agar memberikan kebijakan target pekerja yang sesuai dengan kapasitasnya dan melaksanakan metode pengendalian bahaya pada mesin jahit serta kepada pekerja agar menggunakan waktu istirahat sebaik mungkin saat diluar jam kerja.

Kata kunci : Getaran, Carpal Tunnel Syndrome, Konveksi, Produktivitas Daftar pustaka : 55 (1982-2017)

(5)

iii

Occupational Safety and Health Makassar, May 2018 MUHAMMAD FANDI AHMAD

“RELATION OF VIBRATION TO PRODUCTIVITY WITH CARPAL

TUNNEL SYNDROME AS INTERVENING VARIABLE ON

CONVECTION WORKERS IN MAKASSAR CITY 2018”

(xi + 86 Pages + 12 Table + 13 Pictures + 7 Attachment)

Work productivity is very important and is a measuring tool of success in business for the company. The purpose of this experiment is to know the relation between vibration, carpal tunnel syndrome complaint, and productivity in production section at convection Makassar. Analytic observational research is used in this research with cross sectional study design in 3 convections Makassar with 41 people as samples taken. Exhaustic sampling is used to collected sample. This data collection uses a questionnaire to find out the data about carpal tunnel syndrome complaint in workers. The data is analyzed with SPSS software using chi- square test and path analysis served in table with narrative explanation.

The result showed there is an association between vibration intensity and carpal tunnel syndrome disturbance and anxiety (p = 0.000), carpal tunnel syndrome and productivity (p = 0.000), vibration intensity and productivity (p = 0.001) and there is an indirect relation that occurs between the vibrations, responding to the carpal tunnel syndrome and productivity in convection workers in Makassar City.

The conclusion of this research is there is a relations between vibration intensity and carpal tunnel syndrome complaints, carpal tunnel syndrome and productivity, vibration intensity and productivity in convection workers in Makassar city. This research suggest the management to give target policy that fit with workers capacity, execute hazard control method on sewing machine, and remind workers to maximize rest time.

Number of references : 55 (1982-2017)

Keywords : Carpal tunnel syndrome, convection, productivity

(6)

iv

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, syukur yang tak akan pernah terhingga penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Getaran Terhadap Produktivitas dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome sebagai Variabel Intervening Pada Pekerja Konveksi di Kota Makassar Tahun 2018” dapat terselesaikan dengan baik.

Teriring salam serta sholawat kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beserta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa kita ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Proses penyusunan skripsi ini tentunya tidak luput dari peran orang-orang tercinta maka pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada orang tua saya tercinta, Ayahanda Ahmad Farumbian dan Ibunda Rosmiati yang jasa-jasanya tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh apapun, kepada Saudaraku tersayang Fahrum, Fauziah dan Fifi yang tak henti-hentinya mendoakan penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. drg. Zulkifli, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, atas ijin penelitian yang telah diberikan.

(7)

v

memberikan bimbingan, arahan, saran, dan tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada peneliti untuk tetap berjuang dan semangat dalam mengejar target penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Penguji, Bapak Awaluddin, SKM., M.Kes,, Ibu Indra Fajarwati Ibnu, SKM., MA., dan Bapak Yusri Abadi, SKM., M.Kes., yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan, serta motivasi sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Mayarakat atas bekal ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama di bangku kuliah.

6. Bapak Muhammad Aras, S.Pd., MM. Selaku pemilik dari ketiga konveksi tempat penelitian ini yang telah bersedia dengan ikhlas mengizinkan penulis melaksanakan penelitian ini. Semoga kita semua diberikan Keselamatan dan Kesehatan dalam setiap aktivitas kita.

7. Saudara-saudaraku di LD Al-‘Aafiyah FKM Unhas yang selalu mendoakan kebaikan kepada penulis.

8. Keluarga besar OHSS FKM Unhas yang senantiasa memberikan bantuan dan motivasi serta ilmu yang bermanfaat dalam memasuki dunia K3.

9. Sahabat-sahabatku sekaligus teman seperjuanganku Dicky, Farhan, Arfandi, dan Cakra yang selalu menemani dan memberi semangat kepada penulis disaat kejenuhan mulai terasa.

(8)

vi

Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, segala puji bagi Allah dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Mei 2018

Penulis

(9)

vii

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Tinjauan Umum Tentang Getaran ... 11

B. Tinjauan Umum Tentang Carpal Tunnel Syndrome ... 22

C. Tinjauan Umum Tentang Produktivitas Kerja ... 35

D. Tinjauan Umum Tentang Umur ... 42

E. Tinjauan Umum Tentang Lama Paparan ... 44

F. Kerangka Teori ... 46

BAB III KERANGKA KONSEP ... 47

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ... 47

B. Kerangka Konsep ... 47

(10)

viii

A. Jenis Penelitian ... 53

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 53

C. Populasi dan Sampel... 53

D. Pengumpulan Data... 54

E. Pengolahan dan Penyajian Data ... 55

F. Analisis Data ... 56

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

BAB VI PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

ix

Tabel 2. Standar Mesin Small Machines Up To 15 KW... 20

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Pendidikan Terakhir ... 60

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Getaran ... 62

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan CTS ... 63

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Produktivitas Kerja ... 64

Tabel 7. Hubungan Antara Getaran dengan Keluhan CTS ... 65

Tabel 8. Hubungan Antara Keluhan Carpal Tunnel Syndrome dengan Produktivitas ... 66

Tabel 9. Hubungan Antara Intensitas Getaran dengan Produktivitas ... 67

Tabel 10. Hasil Analisis Jalur Hubungan Intensitas Getaran dengan Keluhan CTS ... 69

Tabel 11. Hasil Analisis Jalur Hubungan Keluhan CTS dengan Produktivitas ... 71

Tabel 12. Hasil Analisis Hubungan Intensitas Getaran dengan Produktivitas... 72

(12)

x

Gambar 2. Vibration Analyzer ... 17

Gambar 3. Shock Pulse Meter ... 18

Gambar 4 . Osiloskop ... 19

Gambar 5. Penekanan pada Nervus Medianus ... 26

Gambar 6. Tes Phallen ... 32

Gambar 7. Tes Tinnel ... 32

Gambar 8. Bagan Kerangka Teori ... 46

Gambar 9. Kerangka Konsep ... 47

Gambar 10. Analisis Jalur ... 68

Gambar 11. Model Analisis Jalur Hubungan Intensitas getaran (X1) dengan Keluhan CTS (Y1) ... 69

Gambar 12. Model Analisis Jalur CTS (X2) dengan Produktivitas (Y2) ... 70

Gambar 13. Model Analisis Jalur Hubungan Intensitas Getaran (X3) dengan Produktivitas (Y3) ... 71

(13)

xi Lampiran 3. Master Tabel

Lampiran 4. Output Hasil

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan industri yang terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman saat ini tentu membutuhkan tenaga kerja sebagai unsur dominan dalam pengelolaan bahan baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan di tempat kerja, guna menghasilkan produk yang berkualitas.

Sumber daya manusia yaitu tenaga kerja perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan maupun kesehatan kerjanya. Kesehatan adalah faktor sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula. (Suma’mur, 2009).

Produktivitas kerja merupakan hal yang sangat penting dan merupakan alat ukur keberhasilan dalam menjalankan usaha bagi perusahaan. Perusahaan yang memiliki produktivitas yang rendah merupakan cerminan dari pemborosan sumber daya yang mereka miliki, sehingga menyebabkan perusahaan atau industri tersebut kehilangan daya saing serta penurunan skala aktivitas usaha pada akhirnya. Bahkan dampaknya adalah terjadinya penurunan pertumbuhan industri dan ekonomi suatu bangsa secara menyeluruh (Budiastuti, 2011).

Tingkat produktivitas yang tinggi dari pekerja merupakan hal yang selalu diinginkan oleh setiap perusahaan. Pekerja sebagai segmen populasi penting yang berhubungan dengan produktivitas suatu industri, akan membuat para pemilik industri untuk terus berusaha untuk meningkatkan produktivitas pekerja.

(15)

Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 mencatat peningkatan jumlah pekerja di sektor industri yakni pada bulan Februari sebanyak 14,2 juta orang dan pada bulan Agustus meningkat menjadi 15,3 juta orang. Peningkatan yang terjadi ini sayangnya belum diimbangi dengan kesehatan kerja di industri, yang berisiko menimbulkan kelelahan fisik dan mempengaruhi kualitas produktivitas kerja (International Labour Organization, 2004).

Peningkatan tren produktivitas tenaga kerja terjadi dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Pada tahun 2013, dari hasil produktivitas kerjanya rata-rata per tenaga kerja menyumbang Rp. 24,6 juta terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Produktivitas tertinggi berada pada tenaga kerja sektor pertambangan dan penggalian dibandingkan dengan sektor lainnya, yakni sebesar Rp. 137, 2 juta. Adapun sektor yang memiliki produktivitas paling rendah yaitu tenaga kerja di sektor pertanian dan jasa yakni sekitar Rp. 8,7 juta dan Rp. 14 juta (Haryani, 2015).

Produktivitas kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, sehingga perusahaan harus berusaha menjamin agar faktor yang berkaitan dengan produktivitas dapat dipenuhi secara maksimal. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga untuk memperoleh produktivitas kerja yang maksimal maka kenyamanan lingkungan kerja karyawan dibutuhkan untuk memicu karyawan agar bekerja lebih baik sehingga (Mukaromah, 2009).

Salah satu ancaman yang dapat mengganggu proses produksi yang ditekankan dalam hal ini adalah masalah getaran, yaitu jumlah getaran yang

(16)

terpapar pada pekerja dalam proses produksi. Getaran adalah suatu gerak bolak- balik di sekitar keseimbangan. Keseimbangan di sini maksudnya adalah keadaan di mana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut (Rusdi Yusuf, 2007).

Getaran diukur dengan menentukan besarnya energi mekanik yang dihantarkan per satuan permukaan selama periode waktu tertentu, energi mekanis ini adalah fungsi dari frekuensi dan intensitas gerakan osilasi yang menghasilkan getaran. Besar energi yang di absorbsi adalah fungsi dari frekuensi, intensitas dan lamanya getaran. Tenaga kerja yang memiliki usia di atas 29 tahun rentan terhadap pengaruh getaran. Efek getaran yang merugikan dipertinggi dengan adanya disfungsi otonom, penyakit pembuluh, dan saraf perifer, sengatan dingin sebelumnya pada tangan (Rusdi Yusuf, 2007).

Efek merugikan bagi kesehatan dapat ditimbulkan oleh adanya getaran yang dihasilkan oleh mesin apabila terpapar pada manusia atau pekerja, antara lain: Angioneurosis jari jari tangan, gangguan tulang, sendi dan otot, Carpal Tunnel Syndrome dan Neuropati. Pekerjaan yang menghasilkan getaran dari mesin yang digunakan dengan bantuan tangan untuk mengoperasikan dapat menyebabkan penyakit Carpal Tunnel Syndrome yakni gangguan pada syaraf yang disebabkan karena terperangkapnya nervus medianus dan atau karena adanya penekanan pada nervus medianus yang melewati terowongan karpal, gangguan pada syaraf ini berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai paparan getaran dalam jangka waktu panjang secara berulang (J.F. Gabriel, 1996).

(17)

Getaran akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada manusia/pekerja dan akan mengurangi produktivitas kerja serta gangguan pada tubuh manusia mulai dari gejala ringan sampai dengan berat. Oleh karena itu, kita dapat mengetahui dan melakukan pengukuran terhadap sumber getaran yang terjadi pada tenaga kerja sehingga dapat mengetahui penanggulangan dampak dari getaran tersebut.

Hand Arm Vibration (HAV) merupakan dampak dari getaran mekanis terhadap pekerja yang menggunakan motor penggerak, yang terdiri dari dua kondisi yaitu Vibration White Finger (VWF) dan Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat Nervus Medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan, sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan. CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan-badan statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri.

Permasalahan ini dalam dunia okupansi merupakan masalah besar karena tingginya angka prevalensi yang diikuti tingginya biaya yang harus dikeluarkan.

Gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu serta postur kerja yang tidak ergonomik merupakan beberapa faktor risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja.

Carpal Tunnel Syndrome adalah salah satu gangguan saraf yang umum terjadi. Sebuah survei di California memperkirakan 515 dari 10.000 pasien mencari perhatian medis untuk carpal tunne syndrome pada tahun 1988.

Prevalensi di Belanda dilaporkan sebanyak 220 per 100.000 orang.

(18)

Setiap 1000 orang pekerja di Amerika Serikat diperkirakan terdapat sekitar 1-3 kasus kejadian Carpal Tunnel Syndrome setiap tahunnya dengan revalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki.

CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral.

Perkembangan CTS berhubungan dengan usia. Phalen melaporkan jumlah kasus meningkat untuk setiap dekade usia 59 tahun, setelah itu, jumlah kasus di setiap dekade menurun. Atroshi et al mengamati serupa distribusi usia dengan prevalensi tertinggi CTS pada pria dari 45-54 tahun dan wanita usia 55-64.

Lunak dan Rudolfer menemukan bahwa kasus CTS memiliki distribusi usia dengan puncak pada usia 50-54.

Kejadian serupa juga diungkapkan oleh Hamida dalam koran Tempo hari senin tanggal 14 Februari 2005 bahwa jumlah pasien CTS semakin bertambah, salah satunya kejadian di Amerika Serikat yakni setiap 10 ribu pekerja pabrik yang berusia 25-34 tahun terdapat 17 penderita CTS. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2001, khususnya di Klinik Neurologi RSCM Jakarta terdapat 238 pasien CTS, dan sempat mengalami penurunan di tahun 2002 menjadi 149

(19)

pasien. Dari 46 pasien yang diteliti Hamidah, diperoleh 36 penderita CTS yang dapat memenuhi kriteria penelitian setelah dilakukan proses tanya jawab, pemeriksaan laboratorium, dan kecepatan antar syaraf (EMG). Dari 36 pasien, 20 orang merasakan nyeri pada tangan kanan, 6 orang pada tangan kirinya, serta 10 orang pada kedua tangannya. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip antara keluhan dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan.

Tana et al menyimpulkan bahwa dapat jumlah tenaga kerja dengan CTS di beberapa perusahaan garmen di Jakarta sebanyak 20,3% responden dengan besar gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan pergelangan tangan kanan 74,1%, dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja perempuan dengan CTS lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan umur, pendidikan, masa kerja, jam kerja serta tekanan biomekanik berulang sesaat terhadap peningkatan terjadinya CTS.

Jagga et al meneliti bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami Carpal Tunnel Syndrome adalah pekerja yang terpapar getaran seperti pekerja perakitan, pengolahan makanan & buruh pabrik makanan beku, pekerja took, pekerja Industri,pengguna computer dan pekerja tekstil/penjahit.

Bisnis konveksi merupakan salah satu bisnis yang cukup populer dengan peluang usaha yang terus berkembang di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat di Indonesia telah meningkatkan permintaan akan barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu langkah yang diambil oleh

(20)

perusahaan konveksi untuk mampu meningkatkan produktivitas dan juga mengimbangi dengan peningkatan kualitas yaitu menggunakan mesin jahit.

Sering terpapar getaran mekanis alat kerja yang cukup tinggi yang dihasilkan dari mesin dan peralatan-peralatan kerja memungkinkan timbulnya keluhan nyeri dibagian tangan bila bekerja dalam waktu yang lama, yang kemudian memunculkan keluhan CTS dalam pekerjaan. Pekerja konveksi bagian penjahitan terutama, melakukan pekerjaannya dengan sikap kerja statis, yakni duduk di depan mesin jahit selama kurang lebih delapan jam (Atiqoh, 2014).

Beberapa industri konveksi di Makassar seperti CV Emerald Executive Taylor, CV Arise International Boutique & Taylor dan CV Hero Taylor &

Textile merupakan usaha yang bergerak di bidang jasa pembuatan pakaian jadi baik dalam partai kecil maupun besar. Ketiga konveksi ini menghasilkan keluaran atau produk yang bentuknya beragam yaitu seragam kemeja, kebaya, jas pria dan wanita.

Industri konveksi CV Emerald Executive Taylor, CV Arise International Boutique & Taylor dan CV Hero Taylor & Textile yang berada dalam naungan manajemen yang sama. Maka dari itu, pada observasi awal yang dilakukan pada ketiga konveksi tersebut ditemukan beberapa kesamaan, salah satunya pada alat yang digunakan.

Proses-proses pembuatan pakaian di ketiga konveksi tersebut terdiri dari proses pemilihan kain, pengukuran pada area badan untuk baju dan pengukuran pad area kaki untuk celana, pemotongan kain sesuai dengan pola, obras,

(21)

penjahitan, pembuatan serta pemasangan kancing, dan finishing atau packaging.

Pada ruangan produksi jahit dari ketiga tempat konveksi tersebut tidak terlepas dari paparan getaran yang berasal dari mesin jahit penjahit. Kegiatan kerja yang dilakukan mengakibatkan pekerja terpapar getaran dari mesin penjahit yang terus menerus selama proses produksi berlangsung.

Berdasarkan pengamatan awal, ketiga konveksi ini memiliki produktivitas kerja yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pesanan pakaian seragam dari pelanggan dan juga dilihat dari para karyawannya pun sudah berpengalaman serta memiliki keterampilan dalam hal menjahit. Namun, dari tingginya pesanan tersebut ditemukan beberapa hal yang dapat memicu timbulnya risiko keluhan carpal tunnel syndrome di tempat kerja seperti melakukan pekerjaannya dengan sikap kerja statis dan penggunaan mesin jahit yang terus menerus selama 12 jam yang diketahui bahwa telah melebihi batas lama kerja yang diperbolehkan yaitu 8 jam

Berdasarkan dari uraian tersebut maka peneliti merasa perlu untuk meneliti hubungan getaran terhadap produktivitas dengan keluhan carpal tunnel syndrome sebagai variabel intevening pada pekerja konveksi di Kota Makassar B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu apakah ada hubungan antara getaran, keluhan carpal tunnel syndrome dan produktivitas pekerja di bagian produksi konveksi di Kota Makassar.

(22)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan getaran, keluhan carpal tunnel syndrome dan produktivitas di bagian produksi konveksi di Kota Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan getaran dengan keluhan carpal tunnel syndrome

b. Untuk mengetahui hubungan keluhan carpal tunnel syndrome dengan Produktivitas

c. Untuk mengetahui hubungan getaran dengan produktivitas

d. Untuk mengetahui hubungan langsung dan tidak langsung antara intensitas getaran, keluhan carpal tunnel syndrome dan produktivitas.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi salah satu sumber kajian ilmiah, referensi, dan sarana bagi penelitian selanjutnya di bidang kesehatan masyarakat, khususnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian getaran ditempat kerja.

2. Manfaat Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau saran kepada pimpinan perusahaan mengenai hubungan getaran, keluhan carpal

(23)

tunnel syndrome dan produktivitas dalam upaya peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas perusahaan.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman yang sangat berharga dan menambah wawasan serta pengetahuan bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama proses perkuliahan.

(24)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Getaran

1. Definisi Getaran

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, getaran di definisikan sebagai gerakan bolak balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan. Sedangkan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia.

Dan menurut Permenakertans No. 13 Tahun 2011, getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya.

Vibrasi atau getaran adalah gerak bolak balik suatu benda terhadap posisi stationernya. Vibrasi dapat terjadi karena adanya massa, kekakuan, dan gaya yang berasal dari dalam (gaya yang dihasilkan oleh mesin tersebut), serta gaya yang berasal dari luar mesin. Pada suatu permesinan kapal, vibrasi yang berlebih disebabkan oleh gaya yang berubah baik besar maupun arahnya. Kondisi mesin dan masalah mekanikal yang terjadi pada mesin- mesin berputar dapat ditentukan dengan pengukuran karakteristik vibrasi (Arista dkk, 2012).

Gerakan setiap getaran tentu mempunyai kecepatan yang berbeda.

Angka yang menyatakan banyaknya getaran dalam setiap detik disebut frekuensi. Jadi, frekuensi suatu getaran adalah banyaknya getaran yang

(25)

dilakukan oleh suatu benda dalam setiap detik (sekon) atau dapat dikatakan satuan dari frekuensi adalah herzt (Hz) (Nurcahyani, 2011).

Banyak pengertian tentang getaran yang dikemukakan oleh para ahli, pendapat pendapat tersebut antara lain (Nastiti, 2014) :

a. Menurut J.M Harrington, getaran adalah gerakan ossilasi disekitar sebuah titik

b. Menurut J.F Gabriel, vibrasi adalah getaran, yang dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis, misalnya mesin atau alat alat mekanis lainnya.

2. Sumber Getaran

Perkakas yang bergetar secara luas dipergunakan dalam industri logam, peraakitan kapal, dan otomotif juga dipertambangan, kehutanan, dan pekerjaan konstruksi. Perkakas yang paling banyak digunakan adalah bor pneumatik, alat alat ini menghasilkan getaran mekanik dengan ciri fisik dan efeknya merugikan yang berbeda (Wijaya, 1995).

3. Jenis Getaran

Suma’mur (2009) membedakan getaran ke dalam dua bagian berdasarkan aspek fisik yang terpapar getaran, yaitu:

a. Getaran Seluruh Tubuh (Whole Body Vibration)

Getaran seluruh tubuh terutama terjadi pada alat angkutan. Getaran seluruh tubuh terutama di tempat kerja dihasilkan pada truk atau alat angkut yang digunakan dalam kegiatan industri, traktor pertanian dan perlengkapannya untuk mengerjakan tanah. Selain seluruh badan bergetar

(26)

oleh alat angkut tersebut, seluruh badan ikut bergetar oleh beroperasinya alat-alat berat yang memindahkan getaran mekanis dari alat berat keseluruh tubuh pekerja melalui getaran lantai sebagai tempat berpijaknya kaki.

Tubuh manusia merupakan suatu susunan elastis yang kompleks dengan tulang sebagai penopang otot dan urat serta merupakan landasan bagi kekuatan otot bekerja. Kerangka, organ tubuh, urat dan otot secara bersama-sama menentukan elastisitas tubuh dan kelambanan sebagai reaksi menahan gaya mekanis bekerja padanya. Sifat susunan tubuh dapat menjadi massa peredam getaran mekanis, namun sebaliknya dapat pula menjadi penghantar getaran mekanis.

b. Getaran Sebagian Tubuh (Segmental Vibration)

Alat manual yang pada waktu operasinya bergetar dan mengakibatkan getaran mekanis pada tangan dan lengan banyak terdapat dan digunakan di perusahaan. Selama pekerjaan dengan alat manual demikian sifatnya hanya sekali atau kadang-kadang saja atau jarang, sedangkan getarannya tidak seberapa, peralatan seperti itu boleh dikatakan tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan ataupun kecelakaan. Tetapi berbagai pekerjaan dalam industri manufaktur, perkebunan, kehutanan, konstruksi dan pertambangan secara terusmenerus menggunakan mesin ataupun peralatan bergetar.

Pada beberapa sektor perindustrian, mesin-mesin yang digunakan menghasilkan getaran mekanis yang terpapar pada bagian tangan dan

(27)

lengan. Sektor pertambangan menggunakan alat pengebor, pabrik baja dan pengecoran logam menggunakan mesin gerinda dan pada pekerjaan kehutanan digunakan mesin chainsaw atau gergaji mesin dalam proses pemotongan kayu.

c. Getaran Lengan Tangan (Hand Arm Vibration)

Getaran yang merambat melalui tangan melalui akibat pemakaian peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20500 Hz.

Frekuensi yang paling berbahaya adalah pada 128 Hz, karena tubuh manusia sangat peka pada frekuensi ini. Getaran ini berbahaya pada pekerjaan seperti supir bajaj, operator gergaji rantai, tukang potong rambut, gerinda, penempa palu.

d. Getaran di Tempat Kerja

Getaran di tempat kerja yang dihasilkan oleh mesin penggerak akan beresonansi ke tubuh pekerja. Getaran mekanis meningkatkan tonus otot dengan frekuensi di bawah 20 Hz menjadi penyebab kelelahan.

Sebaliknya, frekuensi getaran mekanis di atas 20 Hz menyebabkan mengendurnya tonus otot. Getaran mekanis yang terdiri atas campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus secara serta merta. Kedua efek yang berlawanan inilah yang menyebabkan kelelahan.

Maka peredam getaran mekanis sangat diperlukan untuk melindungi tenaga kerja dari proses kelelahan dengan media peredam yang jauh lebih rendah di bawah frekuensi media getaran. Oleh karena itu, frekuensi peredam getaran harus sekitar 1 Hz. Peredam getaran ini dipasang di

(28)

tempat duduk untuk posisi duduk dan alas kaki bagi posisi berdiri.

Kemampuan meredam bergantung pada material yang digunakan, bentuk dan ketebalannya sangat mempengaruhi kualitas fungsi perlindungannya terhadap getaran.

4. Karakteristik Getaran

Kondisi suatu mesin dan masalah-masalah mekanik yang terjadi dapat diketahui dengan mengukur karakteristik getaran pada mesin tersebut.

Karakteristik-karakteristik getaran yang penting antara lain (Okti, 2012):

a. frekuensi getaran,

b. perpindahan getaran (vibration displacement), c. kecepatan getaran (vibration velocity),

d. percepatan getaran (vibration acceleration), e. phase getaran.

5. Alat Ukur Getaran

Dalam pengambilan data suatu getaran agar supaya informasi mengenai data getaran tersebut mempunyai arti, maka kita harus mengenal dengan baik alat yang digunakan. Ada beberapa alat standard yang biasanya digunakan dalam suatu pengukuran getaran antara lain vibration meter, vibration analyzer, shock pulse meter, dan osiloskop (Tarwaka, 2010).

a. Vibration Meter

Vibration meter biasanya berbentuk kecil dan ringan sehingga mudah dibawa dan dioperasikan dengan battery serta dapat mengambil data getaran pada suatu mesin dengan cepat. Pada umumnya terdiri dari

(29)

sebuah probe, kabel dan meter untuk menampilkan harga getaran. Alat ini dilengkapi dengan switch selector untuk memilih parameter getaran yang akan diukur. Vibration meter hanya membaca harga overall (besarnya level getaran) tanpa memberikan informasi mengenai frekuensi dari getaran tersebut.

Gambar 1. Vibration Meter (Source: www.janggatehnik.com)

b. Vibration Analyzer

Vibration analyzer mempunyai kemampuan untuk mengukur amplitudo dan frekuensi getaran yang akan dianalisa. Karena biasanya sebuah mesin mempunyai lebih dari satu frekuensi getaran yang ditimbulkan, frekuensi getaran yang timbul tersebut akan sesuai dengan kerusakan yang tedadi pada mesin tersebut. Biasanya dilengkapi dengan meter untuk membaca amplitudo getaran yang biasanya juga menyediakan beberapa pilihan skala. Dan juga memberikan informasi mengenai data

(30)

spektrum dari getaran yang terjadi, yaitu data amplitudo terhadap frekuensinya, data ini sangat berguna untuk analisa kerusakan suatu mesin.

Gambar 2 Vibration Analyzer (Source: www.rjmsales.com) c. Shock Pulse Meter

Shock pulse meter adalah alat yang khusus untuk memonitoring kondisi antifriction bearing yang biasanya sulit dideteksi dengan metode analisa getaran yang konvensional. Prinsip kerja dari shock pulse meter ini adalah mengukur gelombang kejut akibat terjadi gaya impact pada suatu benda, intensitas gelombang kejut itulah yang mengindikasikan besarnya kerusakan dari bearing tersebut. Pada sistem SPM ini biasanya memakai tranduser piezoelectric yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai frekuensi resonansi sekitar 32 KHz.

Dengan menggunakan probe tersebut maka SPM ini dapat mengurangi pengaruh getaran terhadap pengukuran besarnya impact yang terjadi. Pemilihan titik ukur pada rumah bearing adalah sangat penting karena gelombang kejut ditransmisikan dari bearing ke tranduser melalui dinding dari rumah bearing, sehingga sinyal tersebut bisa berkurang karena terjadi pelemahan pada saat perjalanan sinyal tersebut.

(31)

Gambar 3 Shock Pulse Meter (Source: www. Maintenanceworld.com)

d. Osiloskop

Osiloskop adalah salah satu peralatan yang berguna untuk melengkapi data getaran yang akan dianalisa. Sebuah osiloskop dapat memberikan sebuah informasi mengenai bentuk gelombang dari getaran suatu mesin. Beberapa kerusakan mesin dapat diidentifikasi dengan melihat bentuk gelombang getaran yang dihasilkan, sebagai contoh, kerusakan akibat unbalance atau misalignment akan menghasilkan bentuk gelombang yang spesifik, begitu juga apabila terjadi kelonggaran mekanis (mechanical looseness), oil whirl atau kerusakan pada anti friction bearing dapat menghasilkan gelombang dengan bentuk-bentuk tertentu.

Osiloskop juga dapat memberikan informasi tambahan yaitu : untuk mengevaluasi data yang diperoleh dari tranduser non-contact (proximitor). Data ini dapat memberikan informasi pada kita mengenai posisi dan getaran shaft relatif terhadap rumah bearing, ini biasanya digunakan pada mesin mesin yang besar dan menggunakan sleeve bearing

(32)

(bantalan luncur) Disamping itu dengan menggunakan dual osciloscop (yang memberikan fasilitas pembacaan vertikal maupun horizontal), dan minimal dua tranduser non-contact pada posisi vertikal dan horizontal maka kita dapat menganalisa kerusakan suatu mesin ditinjau dari bentuk orbitnya.

Gambar 4 Osiloskop (Source: www.elektropazar.com)

6. Cara Mengukur Getaran

Getaran diukur dengan menggunakan alat vibration meter. Dengan pengukuran menggunakan vibration meter maka akan mendapatkan hasil yang akan dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.13/MEN/X/2011.

Teknik pengukuran ini dilakukan dengan mengambil data data mengenai data data tingkat paparan getaran lengan tangan khususnya pada supir angkot.

7. Nilai Ambang Batas (NAB) Getaran

Untuk mengetahui pengaruh getaran terhadap kesehatan kerja, maka perlu diketahui nilai ambang batas dari getaran ini. Cara untuk mengetahui nilai ambang batas dilakukan dengan mengukur getaran yang ada kemudian

(33)

dibandingkan dengan NAB yang diijinkan. Berikut ini NAB getaran berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011.

Tabel 1

Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan

Jumlah Waktu Pemajanan per Hari Kerja

Nilai Percepatan Pada Frekuensi Dominan m/det2 Gravitasi (1 grav = 9,81

m/s2)

4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,4

2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61

1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81

Kurang dari 1 jam 12 1,22

Sumber: PER.13/MEN/X/2011

Tabel 2

Standar Mesin Small Machines, Espesially Production Electrical Motors Up To 15 KW

Good 0 to 0.71 mm/s

Acceptable 0.72 to 1.80 mm/s Still Permissible 1.81 to 4.5 mm/s

Dangerous >4.5 mm/s

Sumber: ISO 2372 and VDI 2056 8. Pengendalian Dampak Getaran

Lasmaria (2011) menuliskan, pengendalian getaran di tempat kerja sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak yang dapat merugikan bagi pekerja itu sendiri maupun perusahaan tempat ia bekerja. Pengendalian dimulai dari pekerjaan yang memiliki risiko tinggi, sedang dan kemudian risiko rendah.

(34)

Pengendalian yang dapat dilakukan mengacu pada Hirarki Pengendalian, yaitu:

a. Subtitusi

Penggantian alat-alat yang sudah berumur, yang dapat menghasilkan getaran tinggi, dengan alat-alat yang baru yang mengahasilkan getaran yang rendah. Dapat juga dengan mengganti metode kerja yang selama ini digunakan.

b. Enginering control

Memasang peredam getaran di ruangan yang menggunakan mesin ataupun alat-alat yang dapat menghasilkan getaran yang tinggi guna mereduksi getaran yang ditimbulkan oleh mesin dan alat-alat tersebut.

c. Administrative control

Pengaturan jam kerja atau menerapkan shift kerja bagi pekerja di ruangan mesin yang mengahsilkan getaran yang tinggi untuk mengurangi paparan terhadap pekerja tersebut.

d. Maintenance

Melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap mesin ataupun alat- alat yang berpotensi menghasilkan vibrasi sedang menuju tinggi untuk mengetahui jumlah getaran yang dihasilkan.

e. Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri bergantung pada jenis getaran yang dihasilkan oleh mesin atau alat-alat kerja.Untuk getaran seluruh tubuh disarankan untuk menggunakan full body protector yang terbuat dari karet

(35)

ataupun kulit yang dapat meredam getaran yang ditimbulkan oleh sumber getaran tersebut. Selain untuk meredam getaran, pelindung tersebut juga berfungsi untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat untuk mengurangi resiko vibration white finger. Sedangkan alat pelindung untuk getaran setempat atau hand arm vibration disarankan untuk menggunakan sarung tangan yang berbahan baku karet maupun kulit.

B. Tinjauan Umum Tentang Carpal Tunnel Syndrome 1. Definisi Carpal Tunnel Syndrome

Menurut Priguna Sidharta (1999:181) yang dikutip oleh Arif Budiono (2005: 21), bahwa Carpal Tunnel Syndrome merupakan salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia yang mengatapi terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medinus dipergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang disertai nyeri pada daerah distribusi nervus medianus.

Carpal Tunnel Syndrome adalah gangguan pada syaraf yang disebabkan karena terperangkapnya nervus medianus dan atau karena adanya penekanan pada nervus medinus yang melewati terowongan karpal, gangguan pada syaraf ini berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai paparan getaran dalam jangka waktu panjang secara berulang (Pakasi,2007).

(36)

2. Etiologi Carpal Tunnel Syndrome

Kawasan sensorik N.Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N.Medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat. Di terowongan karpal N.Medianus sering terjepit. N.Medianus adalahsaraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari N.Medianus sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga dan disebut parestesia atau hipestesia dari “Carpal Tunnel Syndrome”

Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensimeningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasukkehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal, kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu sepertihipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan, penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di beberapapekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar.

(37)

Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal tunnel syndrome antara lain:

- Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

- Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan.Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

- Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal tunnel syndrome.

- Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

- Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalanligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.

- Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroid, kehamilan.

- Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

- Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

- Degeneratif: osteoartritis.

(38)

- Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

- Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.

3. Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome

Menurut Habes D.J (1996) yang dikutip Arief Budiono mengatakan bahwa patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome adalah ischemia (sumbatan pada suplai darah) dan atau demyelination (kerusakan pada mukosa syaraf) akibat trauma mekanik. Cedera seperti ini dapat terjadi jika nervus medianus mengalami penekanan dan melakukan gerakan secara berulang-ulang yang terjadi pada tangan, pergelangan tangan, dan siku yang sering digunakan dalam melakukan pekerjaannya.

Pembekakan pada tendon dan mukosa karena melakukan pekerjaan yang berat sehingga menyebabkan adanya penekanan pada nervus medianus, tekanan terhadap nervus medianus akan berlanjut jika tekanan tersebut terjadi secara berulang, melakukan gerakan yang membutuhkan kekuatan penuh yang dapat menyebabkan penyempitan terowongan karpal (pada gerakan siku dan arthritis), melebarnya nervus medianus (trauma yang menyebabkan pembengkakan) atau pembesaran struktur terowongan yang lain (tendinitis atau tenosinovitis)

(39)

Gambar.5 Penekanan pada Nervus Medianus (Sumber :www.medicastore.com)

4. Faktor Resiko Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome

Carpal Tunnel Syndrom dapat terjadi akibat adanya penyakit lain yang memicunya. Berbagai penyakit degeneratif dapat menyebabkan munculnya carpal tunnel syndrom sebagai salah satu bentuk komplikasi. Kondisi-kondisi medis penyebab carpal tunnel syndrom diantaranya : diabetus militus, arthritis reumatoid, hipertensi, cedera seperti dislokasi dan fraktur (Pakasi,2007).

a. Arthritis Reumatoid

Gejala di terowongan carpal ini juga umum terjadi pada lansia penderita rematik. Dalam hal ini, saraf terjepit bukan akibat pembesaran otot melainkan sendi di pergelangan tangan berubah bentuk. Rematik juga menimbulkan kesemutan atau rasa baal, biasanya gejala terjadi pada pagi hari dan menghilang pada siang hari. Gejala kesemutan karena rematik hilang sendiri bila rematiknya sembuh.

(40)

b. Fraktur/ Dislokasi

Keadaan lokal lainnya seperti inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada tenosinivitis), fraktur tulang carpal, dan cedera termal pada tangan atau lengan bawah bisa berhubungan dengan carpal tunnel syndrome (Syaiful, 2009).

c. Diabetes Militus

Carpal tunnel syndrom ini juga sering terjadi berkaitan dengan kelainan yang menimbulkan diemielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti diabetes militus (Syaiful, 2009). Timbulnya neuropati pada penderita diabetes tidak tergantung pada kadar gula darah, tetapi pada lamanya si penderita mengidap diabetes. Semakin lama menderita diabetes maka semakin tinggi pula rasa kesemutan itu muncul. Jadi bisa saja seorang penderita merasakan kesemutan meskipun diabetesnya sendiri terkontrol dengan baik.yang dirasakan biasanya kesemutan pada ujung jari terus-menerus, kemudian disertai rasa nyeri yang menikam seperti tertusuk-tusuk diujung telapak kaki atau tangan terutama pada malam hari (Lily Wibisono, Pakasi, 2007).

d. Hipertensi

Carpal tunnel syndrom juga dapat terjadi akibat penyakit lain sebagai salah satu bentuk komplikasi. Orang yang tidak teratur olahraga juga terancam penyakit ini karena tubuh yang kurang terlatih menyebabkan sirkulasi darah dan otot kurang bisa bertoleransi dengan stres, serta kebiasaan merokok dan mengkonsumsi kopi memicu timbulnya

(41)

hipertensi sebagai faktor resiko terjadinya penyakit carpal tunnel syndrome (Daryono Soemitro).

e. Tumor

Semua lessi masa didalam terowongan karpal mungkin mengganggu saraf median seperti neurofibroma, sista ganglion, dan tumor jinak lainnya. Ada pula kesemutan yang tidak bisa hilang sendiri, gejala awal yaitu kesemutan di telapak kaki, lambat laun telapak kaki terasa tebal. Rasa tebal itu manjalar ke betis lalu ke lutut. Setelah beberapa waktu kaki yang terasa terganggu mulai lemah dan sukar berjalan. Gejala di perparah dengan sakit kepala yang hebat dan saat batuk dan mengedan pun kepalanya terasa sakit. Lambat laun, kedua kakainya terasa lumpuh dan penglihatan jadi kabur. Ternyata hal tersebut di karenakan ada tumor pada bagian kepala depan otak.

Sebuah penyakit serius dengan gejala awal sepele (Lily Wibisono).

5. Gambaran Klinis/Gejala Carpal Tunnel Syndrome

Gambaran klinis yang paling menonjol adalah nyeri dan paresthesia yang terutama timbul pada malam hari malam hari (noctural). Menurut Darmanto Djojodibroto (1999:138) menyebutkan bahwa kriteria diagnosik adalah sebagai berikut:

(42)

a. Karakteristik parastesia, nyeri, lemah pada jari-jari menurut distribusi Nervus Medianus distal.

b. Gejala tadi memburuk pada malam hari ataupun sesudah fleksi yang lama, misalnya pengemudi mobil.

c. Hilangnya rasa raba permukaan tangan sebelah medial Kelemahan tenar/atrofi

d. Hubungan dengan kerja dinilai secara hati-hati, penggunaan tangan, posisi tangan, dan sering atau beratnya kekuatan atau tekanan pada pergelangan tangan atau vibrasi.

e. Gejala berkurang setelah istirahat kerja.

Kehilangan sensorik melibatkan sisi tenar telapak tangan, yang mencakup setengah jari manis dan ujung dorsal ketiga jari pertama dan setengah jari keempat. Kehilangan sensorik jari yang disebabkan lesi pada nervus medianus pada pergelangan tangan tidak meluas ke atas pergelangan tangan, banyak penderita carpal tunnel syndrome mengeluh kehilangan sensorik yang meliputi keseluruhan tangan, tetapi melalui tes obyektif ditunjukan bahwa kehingan sensorik dalam area jauh lebih kecil yang hanya terbatas pada area persyarafan nervus medianus.

Menurut Siti Badriah (2001:12) menyebutkan gejala-gejaka carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut :

(43)

a. Gemetar dan kaku pada tangan.

b. Sakit seperti tertusuk/nyeri yang menjalar dari pergelangan tangan sampai ke lengan terutama terjadi pada malam hari.

c. Kelemahan pada satu atau dua tangan.

d. Nyeri pada telapak tangan.

e. Pergerakan jari tidak terkoordinasi dengan baik.

f. Lemah pegangan.

g. Sulit membawa ibu jari menyeberangi empat jari lainnya.

h. Sensasi terbakar pada jari-jari.

i. Kekakuan/kram pada tangan di pagi hari.

j. Ibu jari terasa lemas.

k. Sulit menggengam atau ketidak mampuan mengepalkan tangan.

l. Kulit tangan kering dan mengkilap.

m. Gangguan ini dapat terjadi pada pria/wanita pada usia 29-62 tahun.

6. Pemeriksaan Klinis Carpal Tunnel Syndrome

Pada pemeriksaan tangan oleh dokter biasannya hanya menggunakan tes phllen dan tes tinnel karena sudah dapat mendeteksi keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien pada daerah telapak tangan.

Berikut ini adalah penjelasan tentang tes-tes obyektif carpal tunnel syndrom :

a. Tes fungsi tangan yakni untuk menguji kekuatan menggenggam.

Menurut Talley, dkk, 1994 yang dikutip Arief Budiono menyebutkan Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk

(44)

menggenggam kunci diantara bagian volar ibu jari tangan dan jari telunjuk (posisi key grip). Mintalah pasien untuk menggenggam kunci itu dengan kuat, kemudian pemeriksa berusaha membuka jari-jari tangan pasien.

b. Tes Allen

Menurut Burnsider-mcGlynn (1995:181) yang dikutip Arief Budiono menyebutkan Tes ini dilakukan dengan meminta pasien mengepalkan tinjunya sementara kita menekan arteri ulnaris dan radialis pada pergelangan tangan. Mintalah pasien membuka kepalan tinjunya dan lepaskan tekanan pada satu arteri saja, darah harus segera mengisi kembali kapiler seluruh jari dan telapak tangan. Tidak adanya atau kelambanan pengisian darah tersebut penunjang adanya obstruksi. Penyebaran warna merah normal hanya akan terjadi pada setengah tangan bila arteri palmaris tersumbat. Mintalah pasien mengosongkan kembali pembuluh darah permukaan dengan mengepalkan tinjunya dan memperhatikan penekanan arteri lainnya ketika anda mengulangi urutan yang sama dan perhatikan pengisian pembuluh darah tersebut.

c. Tes Phalen

Menurut Scherokman, dkk (1996) yang dikutip Arief Budiono, Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan fleksi dan hiperfleksi pergelangan tangan menetap berlawanan satu sama lain selama 30 detik. Tes ini dikatakan baik jika punggung telapak tangan satu dengan yang lain saling menempel dan adanya penekanan dari kedua tangan dengan keadaan horisontal. Tes phallen dilakukan oleh dokter hiperkes.

(45)

Gambar. 6 Tes Phallen (Sumber : www.medicastore.com) d. Tes Tinnel

Menurut Scherokman, dkk (1996) dalam Rusdi (2007) menyebutkan Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan, kemudian pemeriksa akan mengikuti perjalanan syaraf dan selanjutnya pemeriksa akan mengetuk dengan jari tangan. Pada saat jari tangan pemeriksa mengetuk pada syaraf yang rusak,pasien akan mengalami paresthesia pada tangan yakni pada tiga jari pertama.

Gambar. 7 Tes Tinnel (Sumber : www.medicastore.com)

(46)

7. Pencegahan Carpal Tunnel Syndrome

Menurut siti badriah (2001:15) menerangkan cara pencegahan carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.

b. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.

c. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

d. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.

e. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini carpal tunnel syndrome sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala carpal tunnel syndrome lebih dini.

8. Faktor yang Mempengaruhi Carpal Tunnel Syndrome a. Umur

Pertambahan usia dapat memperbesar resiko terjadinya carpal tunnel syndrome, dimana usia terjadinya penyakit ini berkisar antara 29- 60 tahun (Pakasi,2007). Dengan bertambahnya umur dapat dipastikan bahwa paparan dengan alat kerja tangan makin lama pula karena penggunaan tiap hari pada waktu kerja dan kemampuan elastisitas tulang, otot ataupun urat semakin berkurang sebagai peredam dari getaran yang dirambatkan ke tubuh.

(47)

b. Masa kerja

Gangguan yang disebabkan oleh getaran dapat muncul dalam waktu yang berbeda-beda sejak pertama terpapar, tetapi kadangkadang gejala ini timbul dalam beberapa bulan setelah paparan berat. Perubahan rangka biasanya timbul tidak lebih awal dari 10 tahun atau lebih (C. Wijaya, 1995:177). Dengan masa kerja yang lama maka paparan yang sampai ke tubuh makin sering pula. Hal itu akan mempermudah pekerja terkena carpal tunnel syndrome dimana efek yang ditimbulkan getaran dalam jangka waktu lama.

c. Riwayat Pekerjaan

Penyakit carpal tunnel syndrome erat kaitannya dengan getaran yang dirambatkan ke tubuh pekerja. Apabila sebelum bekerja pada perhutani telah terpapar getaran alat tangan oleh alat kerja diluar, maka kemungkinan besar pekerja akan dengan mudah terkena carpal tunnel syndrome karena makin sering tangan terkena getaran alat kerja.

d. Aktifitas Fisik selain Pekerjaan

Untuk paparan 8 jam kerja maka nilai ambang batas yang ditetapkan menurut KEP.51/MEN/1999 yaitu 4 m/det2. Apabila jam kerja pada perusahaan sudah 8 jam kerja dan pada saat pulang ditambah dengan aktivitas yang dapat menimbulkan getaran yang merambat ketubuh dapat dipastikan akan ada penambahan waktu kerja lebih besar dari 8 jam kerja.

Hal tersebut akan memperbesar resiko terkena penyakit carpal tunnel syndrome.

(48)

e. Pemakaian APD

Untuk melindungi pekerja dari penyakit dan kecelakaan kerja pada umumnya perusahaan menggunakan alat pelindung diri. Dengan adanya alat pelindung diri diharapkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat diminimalkan. Alat pelindung diri yang cocok untuk getaran yang dirambatkan melalui alat kerja tangan adalah sarung tangan dengan bahan busa dan pemberian damping atau peredam dari karet pada alat yang berhubungan langsung dengan tangan pekerja, dengan demikian getaran yang merambat ketangan dapat dikurangi hingga dibawah nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu 4 m/det2.

C. Tinjauan Umum Tentang Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencangkup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator dari pada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi (Muizzudin, 2013).

(49)

Produktivitas kerja juga ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja jam manusia (man hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut (Muizuddin, 2013). Produktivitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya dengan sistem produksi yaitu sistem dimana faktor-faktor semacam:

a. Tenaga kerja (direct atau indirect labor).

b. Modal/kapital berupa mesin, peralatan kerja, bahan baku, bangunan pabrik dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2008).

Menurut L. Greenberg, produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil serta perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satuan (unit) umum (Muizuddin, 2013).

Produktivitas bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja yang sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas kerja juga penting diperhatikan. Produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya atau produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau kinerjanya (Padmanaba, 2006).

Ketidaknyamanan dalam bekerja dapat mempengaruhi kondisi psikologis pekerja. Oleh karena itu kenyamanan dalam bekerja sangat

(50)

diperlukan supaya efektivitas dan produktivitas terus meningkat dan psikologis pekerja pun sehat (Mi’raj, 2014).

Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja. Apabila tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis maka akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan. Pada dasarnya produktivitas dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu beban kerja, kapasitas kerja dan beban tambahan akibat lingkungan kerja. Beban kerja biasanya berhubungan dengan beban fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi tenaga kerja. Sedangkan kapasitas kerja berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan pada waktu tertentu dan beban tambahan akibat lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia dan faktor pada tenaga kerja sendiri yang meliputi faktor biologi, fisiologis dan psikologis (Depkes RI, 1990).

Selain itu, produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya yaitu faktor kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana dan lingkungan kerja yang merupakan faktor dominan bagi penurunan atau rendahnya produktivitas kerja pada tenaga kerja (Budiono, 2003 dalam Muizzudin, 2013).

Produktivitas dikatakan meningkat apabila:

(51)

a. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa menambah jumlah masukan.

b. Volume atau kuantitas keluaran tidak bertambah, akan tetapi masukannya berkurang.

c. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar sedangkan masukannya berkurang.

Jumlah masukan bertambah, asalkan volume atau kuantitas keluaran bertambah berlipat ganda (Padmanaba, 2006).

Di dalam proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar utama yaitu kuantitas (quality), kualitas (quality) dan keselamatan (safety).

Produktivitas hanya dapat dicapai jika ketiga unsur produktivitas di atas berjalan secara seimbang (Sari, 2012).

Menurut Lasmiani (2013) efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang sebenarnya. Apabila input yang sebenarnya semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil input yang dihemat semakin rendah tingkat efisiensinya.

Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas, walau terjadi peningkatan efisiensi, belum tentu efektivitasnya meningkat. Semakin kecil pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai target dikatakan sebagai kegiatan yang produktif, sebaliknya semakin tinggi input yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu dikatakan kurang produktif.

(52)

2. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Sumber daya yang digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa terdiri dari beragai faktor seperti tenaga kerja, tanah, modal dan skill. Namun, dari semua faktor produksi tersebut, faktor produksi sumber daya manusia memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas (Wartana, 2011).

Menurut Wartana (2011) secara terperinci ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan

Tenaga kerja yang berpendidikan lebih mudah mengerti tentang hal- hal diperintahkan untuk mengerjakan, cepat tanggap, cepat menerima pendapat dan pandangan orang lain atau dari pimpinan.

b. Disiplin

Tenaga kerja yang bersikap mental disiplin itu karena ia selalu taat kepada segala aturan tertulis maupun lisan yanga ada, sangat mudah diterbitkan dan bekerja dengan sungguh-sungguh.

c. Sikap mental dan etika kerja

Tenaga kerja yang memiliki sikap mental dan beretika kerja, pada umumnya mempunyai rasa tanggung jawab dan bekerja keras serta bersungguh-sungguh ada setiap tugas yang diberikan atau dibebankan.

d. Motivasi

Tenaga kerja perlu dirangsang atau didorong untuk dapat lebih bergairah dan antusias dalam melaksanakan pekerjaan itu.

(53)

e. Gizi dan kesehatan

Gizi dan kesehatan sangat dipentingkan untuk kekuatan fisik tenaga kerja itu, sehingga dirasa segar selalu dalam menunaikan pekerjaan itu.

f. Lingkungan dan iklim kerja

Lingkungan kerja dan iklim kerja cukup berperan agar tenaga kerja dapat bekerja tenang dan aman tanpa sesuatu gangguan yang dirasakan dalam kerjanya.

g. Hubungan industrial pancasila

Hubungan produksi sangat penting untuk bekerjanya tenaga kerja akan dapat menjaga hubungan baik antara tenaga kerja.

h. Sarana produksi

Baik buruknya manajemen dalam suatu organisasi sangat pula menentukan betah tidaknya atau tenang tidaknya karyawan itu.

3. Pengukuran Produktivitas Kerja

Adapun alat ukur produktivitas yang digunakan adalah mengacu pada teori Hameed & Amjad tahun 2009. Menurutnya faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi:

(54)

a. Kuantitas kerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan jumlah perbandingan standar yang ada atau ditetapkan oleh perusahaan.

b. Kualitas kerja merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan karyawan. Dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannnya secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

c. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan di awal waktu sampai menjadi output (Sari, 2012).

Umumnya keluaran dari suatu industri sulit diukur secara kuantitatif.

Dalam pengukuran produktivitas biasanya selalu dihubungkan dengan keluaran secara fisik, yaitu produk akhir yang dihasilkan. Produk disini bisa terdiri dari bermacam-macam tipe dan ukuran, teristimewa dijumpai dalam suatu industri yang bersifat job order. Demikian pula proses yang dipakai dalam industri umumnya terdiri dari bermacam-macam proses produksi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Suatu produk mungkin memerlukan lebih dari satu proses pengerjaan dan umumnya akan dijumpai suatu industri yang membuat lebih dari satu macam produk (Wignjosoebroto, 2008).

Adanya macam, ukuran dan tahapan proses yang berbeda akan mendatangkan kesulitan dalam menetapkan keluaran yang bisa dihasilkan

(55)

dalam suatu proses produksi. Hal ini pula menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan produktivitas kerja manusianya. Untuk mengukur produktivitas kerja dari tenaga kerja manusia, operator mesin, misalnya, maka formulasi berikut bisa dipakai untuk maksud ini, yaitu:

Sumber: Muhardin, 2011

Produktivitas dari tenaga kerja ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang jam manusia (man- hours) yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Seseorang telah bekerja dengan produktif jikalau ia telah menunjukkan output kerja yang paling tidak telah mencapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang layak pula. Dari uraian ini, maka dapat disimpulkan bahwa disini ada dua unsur yang bisa dimasukkan sebagai kriteria produktivitas, yaitu:

a. Besar/kecilnya keluaran yang dihasilkan

b. Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu (Wignjosoebroto, 2008).

D. Tinjauan Umum Tentang Umur

Umur adalah individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat pematangan dan

Produktivitas Tenaga Kerja =Total Keluaran Yang Dihasilkan 𝑚𝑎𝑛 − 𝑑𝑎𝑦𝑠

(56)

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam dalam Rudianto, 2011).

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Pada umumnya usia yang telah lanjut, kemampuan fisiknya juga menurun. Proses menjadi tua akan disertai dengan kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan- perubahan pada fungsi-fungsi tubuh, sistem kardiovaskuler dan hormonal.

Dari umur dapat diketahui ada beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi menurun sesudah usia 40 tahun. Makin tua usia, makin sulit bagi seseorang untuk beradaptasi dan makin cepat menjadi lelah. Demikian pula makin pendek waktu tidurnya dan makin sulit untuk tidur (Suma’mur, 1996).

Umur merupakan salah satu sifat atau karakteristik tentang individu yang tergolong penting, karena umur mempunyai hubungan yang erat dengan keterpaparan. Umur mempunyai hubungan dengan besarnya risiko terhadap penyakit-penyakit tertentu (Mardiyah, 2010).

Semakin tua umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun. Hal ini diikuti dengan kemampuan kerja otot yang semakin menurun terutama pada pekerja berat. Fungsi-fungsi utama tubuh seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi cenderung menurun ketika

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang Carpal Tunnel Syndrome telah banyak dilakukan karena banyak penyebab terjadinya CTS terdapat dilingkungan kerja dan diketahui bahwa enam faktor utama

Pada penelitian ini terdapat 29 responden (36,25%) yang termasuk dalam kategori masa kerja tidak berisiko namun mengalami Carpal Tunnel Syndrome, hal ini mungkin saja

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui tukang ojek yang mengalami keluhan Carpal Tunnel Syndrome sebanyak 72 responden (75%).. Faktor yang dominan menyebabkan

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah kumpulan gejala akibat penekanan pada nervus medianus, ketika melalui terowongan carpal (Carpal Tunnel), umunya berhubungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama kerja, gerakan repetitif dan postur janggal pada tangan dengan keluhan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada

Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang cukup kuat antara getaran mekanis mesin gerinda dengan keluhan CTS pada pekerja bengkel las di Kota Denpasar..

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa 100% responden mengalami keluhan carpal tunnel syndrome dengan skor keparahan keluhan antara 1,3 sampai dengan 3,6 dengan hasil analisa

Prosedur operasi Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk carpal tunnel syndrome disebut "carpal tunnel release" Ada dua teknik bedah yang berbeda untuk melakukan ini, tetapi tujuan