• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini Pada Masa Pandemi Covid 19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini Pada Masa Pandemi Covid 19"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini Pada Masa Pandemi Covid 19

Yunita Akmalia Thopani

1*

, Yuni Uswatun Khasanah

2*

, Tita Restu Yuliasri

3*

1, 2, 3 Politeknik Kesehatan Ummi Khasanah, Yogyakarta, Indonesia

*yunitaakmaliathopani03@gmail.com, yunifindra@yahoo.co.id, tita_dheta@yahoo.co.id

ARTICLE INFO ABSTRAK Article history:

Received November 17,2021 Accepted December 15, 2021 Published January 25, 2022

Latar Belakang:Pernikahan dini merupakan permasalahan pada remaja, korban paling banyak pernikahan dini remaja perempuan. Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan dari pada perkotaan, terjadi pada keluarga miskin, berpendidikan rendah, dropout dari sekolah.

Masa pandemi angka perkawinan anak meroket, 400-500 anak usia 10-17 tahun beresiko menikah dini akibat Covid-19. Peningkatnya angka perkawinan anak pada masa pandemi tidak jauh berbeda dengan penyebab perkawinan anak pada kondisi normal. Metode:

Penelitian menggunakan metode desktiptif, tempat penelitian di KUA Sedayu Bantul, populasi 36 responden yang mengalami pernikahan dini, sampel sebanyak 21 responden.

Pengambilan sampel random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan checklist yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, valid sejumlah 5 pertanyaan.

Penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup analisis univariat. Hasil: Hasil penelitian responden di KUA Sedayu Bantul Yogyakarta mayoritas usia 19-20 sejumlah 14 (66,7%), mayoritas pendidikan responden SMA sejumlah 15 responden (71,4%), mayoritas penghasilan responden kurang sejumlah 17 (81,0%), mayoritas pendidikan orang tua SMA sejumlah 13 (61,9%), mayoritas pekerjaan responden sejumlah 7 (33,3%), mayoritas tingkat pengetahuan baik sejumlah 18 (85,7%). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa factor penyebab pernikahan dini yaitu tingkat pengetahuan responden usia 19-20 tahun dalam kategori kurang, pendidikan responden SMA pengetahuan kurang, penghasilan responden kurang dengan tingkat pengetahuan kurang, pekerjaan responden buruh dengan tingkat pengetahuan kurang

Kata Kunci:

Pernikahan Dini Pandemi Covid 19

ABSTRACT

Factors Causing Early Marriage During the Pandemic

Key words:

Early Mariage Covid 19 Pandemic

DOI:

https://10.48092/jik.v8i1.149

Background: Early marriage is not a new thing in Indonesia, is a problem for teenagers, the most victims of early marriage are teenage girls. Early marriage is more common in rural areas than in urban areas, occurs in poor families, low education, dropouts from school. During the pandemic, the number of child marriages skyrocketed, 400-500 children aged 10-17 years were at risk of getting married early due to Covid-19. The increasing number of child marriages during the pandemic is not much different from the causes of child marriage in normal conditions. Methods: The study used a descriptive method, the research site was at KUA Sedayu Bantul, a population of 36 respondents who experienced early marriage, a sample of 21 respondents. Sampling random sampling. The research instrument used a questionnaire and a checklist that had been tested for validity and reliability, 5 questions were valid. This study used a closed questionnaire with univariate analysis.Results: The majority of respondents in KUA Sedayu Bantul, Yogyakarta, aged 19-20, were 14 (66.7%), the majority of respondents were high school education, 15 respondents (71.4%), the majority of respondents' income was less than 17 (81.0%), the majority Parents' education in SMA is 13 (61.9%), the majority of respondents' occupations are 7 (33.3%), the majority of good knowledge levels are 18 (85.7%).

Conclusion: The level of knowledge of respondents aged 19-20 years is in the poor category, respondents' education in high school has less knowledge, respondents' income is less with less knowledge, the respondent's occupation is laborers with less knowledge.

ThisopenaccessarticleisundertheCC–BY-SAlicense.

(2)

PENDAHULUAN

Remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara ini, menurut The Health Resources and services Administrations Guideline Amerika serikat. Tentang usia remaja adalah 11-21 tahun tahun dan remaja akhir 18-21 tahun (Kusmiran, 2014).

Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 ayat (1) menyatakan bahwa pernikahan dilakukan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita 16 tahun dengan ketentuan harus ada izin dari orang tua.

Pada tahun 2014 Badan Kependudukan Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) menetapkan usia minimum pernikahan 21 tahun pada wanita dan 25 tahun pada laki- laki. (Kusmiran, 2014).

Kasus pernikahan usia dini bukan hal yang baru di Indonesia. Pernikahan dini merupakan permasalahan sosial yang terjadi pada remaja, korban paling banyak dari pernikahan dini adalah remaja perempuan. Secara umum kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di pedesaan dari pada daerah perkotaan, dan sering terjadi pada keluarga miskin, berpendidikan rendah dan dropout dari sekolah (Arivia et al., 2016). Mulai dekade 1990an menurut United Nations Children Fund (UNICEF) kejadian pernikahan usia dini mulai bergeser ke daerah perkotaan, hal ini ditandai dengan peningkatan kasus pernikahan usia dini di perkotaan dari 2% pada tahun 2015 menjadi 37% pada tahun 2016 (Arivia et al., 2016).

Jadi artinya kasus pernikahan usia dini dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, untuk itu orang tua dan lingkungan harus membatu anak menikah pada usia yang tepat.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak 2020 telah mengubah pola hidup masyarakat.

Untuk memperlambat penularan virus, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan aktivitas masyarakat kondisi tersebut tidak hanya memengaruhi orang dewasa, tapi juga anak-anak, terutama karena penutupan sekolah yang merupakan aktivitas utama mereka. Akibatnya, saat sekolah tutup banyak orang tua yang kelabakan untuk mengelola pembelajaran anak di rumah. Keluarga yang selama ini minim peran dalam melakukan proses belajar mengajar menjadi bingung, stress, bahkan kesal, dan menuduh sekolah melepaskan tanggung jawab (Listyarti, 2021).

Di masa pandemi ini angka perkawinan anak tetap meroket, menurut Kemen PPN/Bappenas, 400-500 anak

perempuan usia 10-17 tahun beresiko menikah dini akibat Covid-19. Penyebab peningkatnya angka perkawinan anak pada masa pandemi tidak jauh berbeda dengan penyebab perkawinan anak pada kondisi normal. Perkawinan anak tetap dilakukan oleh kelompok miskin dan kurang berpendidikan.

Kondisi kesejahteraan yang harus menurun ini telah memaksa orang tua membiarkan anaknya menikah. Penutupan sekolah ketika situasi ekonomi memburuk juga membuat banyak anak dianggap sebagai beban keluarga yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi. Terbukti dengan adanya 34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan kepada pengadilan Agama pada Januari hingga Juni 2020, yang 97%- nya dikabulkan (Katadata, 2020).

Angka ini meningkat dari tahun 2019 yaitu sebanyak 23.126 perkara dispensasi kawin. Kementrian PPPA mencatat hingga Juni 2020 anka perkawinan anak meningkat 24.000 saat pandemic (suara.com, 2020). Perkawinan anak menambah risiko yang harus dihadapi anak selama pandemi, selain peningkatan kekerasan dan permasalahan mental pada anak.

Di Provinsi D.I. Yogyakarta, selama tahun 2020 dari 700 dispensasi kawin yang dikabulkan di pengadilan agama, 80% nya disebabkan karena kehamilan diluar nikah (kumparan, 2021). Hakim memilih mengabulkan karena jika tidak dinikahkan dapat menimbulkan problema baru misalnya permusuhan antar keluarga. Sebanyak 89% hakim mengatakan, pengabulan permohonan dilakukan untuk menanggapi kekhawatiran orang tua akan rasa takut dan malu karena anaknya sudah hamil tapi tidak dinikahi. Oleh karena itu, banyak pendapat bahwa dispensasi nikah terkesah

“Menggampangkan” proses perkawinan dengan lebih menekankan pada pemenuhan nafkah batin tanpa mempertimbangkan keharmonisan hidup keluarga kelak (Candra, 2018). Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama Sedayu Bantul pada tahun 2020 menunjukan bahwa ada 36 kasus (10,1%) pernikahan dini atau pernikahan dibawah usia 21 tahun.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode pendekatan yang digunakan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Sedayu, Jalan Wates KM 10 Dusun Karanglo, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu. Penelitian ini telah mendapat izin dari Dinas Kesehatan Bantul melalui surat izin permohonan dari Politeknik Kesehatan Ummi Khasanah Bantul Yogyakarta.

Populasi penelitian ini adalah semua pasangan yang menikah dibawah umur di KUA sedayu Bantul sejak Januari 2020-Desember 2020. Jumlah populasi 36 pasang pernikahan dini. Cara menentukan sampel dilakukan secara simple random sampling, didapatkan sampel sebanyak 21 responden.

(3)

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan data primer. Data primer berupa data faktor- faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada masa pandemi dengan teknik pengisian kuesioner. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian karakteristik responden diuraikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Karakteristik responden

Usia Responden F %

usia 16-18 7 33,3

usia 19-20 14 66,7

Total 21 100,0

Pendidikan Responden F %

SD 2 9,5

SMP 4 19,0

SMA 15 71,4

Total 21 100,0

Penghasilan Responden F %

Kurang 17 81,0

Cukup 3 14,3

Lebih 1 4,8

Total 21 100,0

Pendidikan Orang Tua Responden

F %

SD 3 14,3

SMP 4 19,0

SMA 13 61,9

DIII 1 4,8

Total 21 100,0

Pekerjaan Responden F %

IRT 7 33,3

Buruh 5 23,8

Wiraswasta 4 19,0

Karyawan 3 14,3

Petani 2 9,5

Total 21 100,0

a. Usia Pernikahan Responden di KUA Sedayu, Bantul, Yogyakarta 2021

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.1, didapatkan bahwa mayoritas usia pernikahan responden usia 20 tahun sebanyak 15 responden (66,7%). Pernikahan usia dini merupakan pernikahan pada remaja dibawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Rahmah, M dan Anwar, Z, 2015 (Anwar & Rahmah, 2016).

Menurut BKKBN (2016) menjelaskan usia normal untuk melakukan sebuah pernikahan pada laki-laki adalah 25 tahun dan perempuan 21 tahun. Akan tetapi saat ini muncul, salah satu masalah yang terjadi adalah pernikahan dini.

Menurut BKKBN (2016) pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan

ataupun salah satu pasangan nya dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia 21 tahun.

Rata-rata usia pernikahan adalah 25 tahun untuk wanita dan usia 27 tahun untuk pria. Usia ideal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penceraian pada pasangan menikah.

BKKBN mewanti-wanti agar anak Indonesia tidak menikah di usia muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah ideal untuk perempuan 21-35 tahun dan 25-40 tahun untuk pria. Pada umur 20 tahun keatas, organ reproduksi perempuan sudah siap mengandung dan melahirkan. Sedangkan pada usia 35 tahun sudah mulai terjadi proses regenerative. Secara psikologis, umur 20 tahun juga sudang matang, bisa mempertimbangkan secara emosional dan nalar. Sudah tahu menikah bertujuan untuk apa.

Kalau menikah diusia 12 tahun, pasti tidak tahu menikah itu bagaimana (Khaparistia, E dan Edward, 2015).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Eny Retna Ambarwati dengan judul penelitian Karakteristik Pernikahan Dini Survei di Kabupaten Seleman Yogyakarta dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagain besar responden berusia 19 tahun, berpendidikan sekolah menengah atas.

b. Pendidikan Responden di KUA Sedayu,Bantul,Yogyakarta 2021

Mayoritas pendidikan responden pada tabel 4.1 tamat SMA sebanyak 15 (71,4%).

Menurut Djumali dkk (2014:1) Pendidikan adalah untuk memeprsiapkan manusia dalam memecahkan problem kehidupan di masa kini maupun di masa yang akan datang. Sekolah merupakan jaringan pengaman bagi banyak orang. Terutama anak perempuan (BBC., 2020).

Anak yang tidak sekolah dianggap menjadi beban ketika dikombinasikan dengan penurunan penghasilan keluarga. Oleh karena itu, orang tua menikahkan anaknya dengan tujuan memindahkan beban tersebut kepada orang lain.

Ternyata aktivitas belajar di rumah mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar (Kasih, 2020) termasuk untuk pacaran. Keluarga takut jika anak-anak berpacaran melewati batas maka memilih untuk segera menikahkan. Pada keluarga yang lemah pengawasan orang tua terhadap anak berdampak terjadinya pergaulan

(4)

bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Tri Indah Septianah, Teti Solehati, Efri Widianti (2019) dengan judul penelitian Hubungan Pengetahuan, Tingkat Pendidikan, Sumber Informasi, dan Pola Asuh dengan Pernikahan Dini Pada Wanita dengan hasil penelitian ada hubungan antara pengatahuan, tingkat pendidikan, sumber informasi, dan pola asuh dengan pernikahan dini pada wanita di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang.

c. Penghasilan Responden di KUA Sedayu, Bantul, Yogyakarta 2021

Berdasarkan hasil ananlisis pada tabel 4.1 mayoritas penghasilan responden kurang sejumlah 17 (81,0%). Menurut Kartikahadi, dkk (2012), penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Sedangkan menurut Sodikin dan Riyono (2014), penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama periode pelaporan dalam bentuk arus masuk atau peningkatan asset, atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenue) dan keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa dan dikenal sebutan yang berbeda seperti penjualan, imbalan, bunga, dividen, royaliti dan sewa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Abdi Fauji Hadiono dengan judul penelitian Pernikahan Dini Dalam Prespektif Psikologi Komunikasi dengan hasil penelitian faktor pendidikan, faktor ekonomi, dan faktor pergaulan bebas.

d. Pendidikan Orang Tua Responden di KUA Sedayu, Bantul, Yogyakarta 2021

Mayoritas pendidikan orang tua responden pada tabel 4.1 tamat SMA sebanyak 13 (61,9%). Menurut Kurniawan (2017), pendidikan adalah mengalihkan nilai-nilai,

pengatahuan, pengalaman dan keterampilan kepada generasi muda sebagai usaha generasi tua dalam menyampaikan fungsi hidup generasi selanjutnya, baik jasmanai maupun rohani.

Pengetahuan orang tua tentang usia pernikahan berperan penting dalam memutus mata rantai kasus pernikahan usia dini, untuk itu orang tua harus paham kapan usia menikah yang baik. Menurut Undang-Undang perkawinan tahun 1974 pasal 6 dan 7 yang masih digunakan pada saat sekarang menetapkan usia pernikahan yang tepat untuk laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun, namun pada 2014 badan kependudukan keluarga bencana nasional (BKKBN) menetapkan usia minimum pernikahan 21 tahun pada wanita dan 25 tahun pada laki-laki. Kurang nya pemahaman orang tua tentang usia yang layak untuk menikah menyebabkan kasus pernikahan dini banyak terjadi tidak hanya di Indonesia namun beberapa penelitian melaporkan kasus ini juga terjadi di Negara lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan Juliana Lubis dengan judul Pengaruh Pendidkan Orang Tua Terhadap Orang Tua Menikahkan Anak Pada Usia Muda Di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Pendidikan dengan hasil penelitian vahwa pendidikan orang tua memiliki pengaruh terhadap pernikahan anak pada usia muda.

e. Pekerjaan Responden di KUA Sedayu, Bantul, Yogyakarta 2021

Berdasarkan hasil ananlisispada tabel 4.1, mayoritas responden bekerja sebanyak 14 (66,7%). Secara sederhana bekerja dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi tujuan tertentu.Tujuan tersebut dapat berupa pemenuhan kebutuhan makan, tempat tinggal, atau kebutuhan hidup lainnya.Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Franz Von Magnis (dalam Anogara, 2012) yang mengatakan bahwa kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan serta pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

(5)

Selain tujuan pokok bekerja tersebut, dalam dunia kerja (work-life), bekerja memiliki tujuan tersendiri dalam mewujudkan rasa kemanusiannya.Tujuan tersebut adalah makna kerja.Makna kerja adalah sekumpulan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, sikap dan harapan yang orang-orang miliki dalam hubungan dengan kerja (Siti, 2013).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Eka Yuli Handayani (2014) dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini Pada Remaja Putri Di Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pengetahuan, lingkungan, pendidikan remaja dan pekerjaan reponden dengan pernikahan usia dini.

2. Tingkat pengetahuan responden di KUA Sedayu, Bantul, Yogyakarta 2021

Hasil penelitian tingkat pengetahuan responden diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.2 Tingkat Pengetahuan Responden

Tingkat Pengetahuan F %

Kurang 1 4,8

Cukup 2 9,5

Baik 18 85,7

Total 21 100,0

Mayoritas tingkat pengetahuan responden dalam kategori baik sejumlah 18 (85,7%).

Pengetahuan adalah salah satu faktor predisposing terbentuknya perilaku pada remaja, yaitu faktor yang memotivasi (Notoatmodjo, 2010) Faktor ini berasal dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda secara garis besar dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan yaitu tahu (Know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analisys), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).Tingkat pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pada tingkatan tahu (Know) artinya responden hanya mengingat sesuatu yang pernah ia ketahui.

Menurut Arikunto (2016) penentuan tingkat pengetahuan responden dibagi dalam 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Aditya Risky Dwinanda, Anisa Catur Wijayanti, & Kusuma Estu Werdani (2015) dengan judul penelitian Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dan Pengetahuan Responden Dengan Pernikahan Usia Dini dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian pernikahan usia dini di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan Jawa Timur Tahun 2015.

3. Tingkat pengetahuan dengan karakteristik responden

Hasil penelitian pengetahuan dengan karakteristik responden diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.3 Tabulasi Silang Pengetahuan Dengan Karakteristik Responden

Karakteristik Tingkat Pengetahuan Total

Baik Cukup Kurang

F % F % F %

Usia 16-18 1 4,8% 1 4,8% 5 23,8% 7 100%

Usia 19-20 0 0,0% 1 4,8% 13 61,9% 14 100%

Tamat SD 0 0,0% 0 0,0% 2 9,5% 2

100%

Tamat SMP 0 0,0% 0 0,0% 4 19,0% 4 100%

Tamat SMA 1 4,8% 2 9,5% 12 66,7% 15 100%

Pengasilan (kurang)

1 4,8% 2 9,5% 14 66,7% 17 100%

Penghasilan (cukup)

0 0,0% 0 0,0% 3 14,3% 3

100%

Penghasilan (lebih)

0 0,0%

0

0,0% 1 4,8% 1

100%

Pendidikan Orang Tua

Tamat SD 0 0,0% 0 0,0% 3 14,3% 3

100%

Tamat SMP 0 0,0% 2 9,5% 2 9,5% 4

100%

Tamat SMA 1 4,8% 0 0,0% 12 57,1% 13 100%

Tamat DIII 0 0,0% 0 0,0% 1 4,8% 1 100%

Pekerjaan Responden

IRT 1 4,8% 2 9,5% 4 19,0%

7 100%

Buruh 0 0,0% 0 0,0% 5 23,8% 5

100%

Wiraswasta 0 0,0% 0 0,0% 4 19,0% 4 100%

Karyawan 0 0,0% 0 0,0% 3 14,3% 3

100%

Petani 0 0,0% 0 0,0% 2 9,5% 2

(6)

Mayoritas tingkat penegatahuan responden usia 16-18 tahun dalam kategori kurang 5 (23,8%) dan pada usia 19-20 tahun mayoritas dalam kategori kurang 13 (61,9%), pendidikan responden mayoritas SD 2 (9,5%) tamat SMP mayoritas 4 (19,0%) tamat SMA mayoritas penegtahuan kurang 12 (66,7%), myaoritas penghasilan rtesponden kurang 14 (66,7%) dan penghasilan cukup mayoritas dengan tingkat pengetahuan kurang 3 (14,3%) dan penghasilan lebih mayoritas dengan tingkat pengetahuan kurang 1 (4,8%), pendidikan orang tua responden SD mayoritas tingkat penegtahuan dalam kategori kurang 3 (14,3%) tamat SMP mayoritas tingkat pengetahuan cukup 2 (9,5%) tamat SMA mayoritas tingkat penegtahuan kurang 12 (57,1%) tamat DIII mayoritas tingkat pengetahuan kurang 1 (4,8%), pekerjaan responden sebagai mayoritas sebagai IRT dalam pengetahuan kategori kurang 4 (19,0%) sebagai buruh mayoritas tingkat penegetahuan kurang 5 (23,8%) sebagai wiraswasta mayoritasa tingkat penegtahuan kurang 4 (19,0%) sebagai karyawan mayoritas tingkat pengetahuan kurang sebanyak 3 (14,3%) sebagai petani mayoritas tingkat pengetahuan dalam kategori kurang 2 (9,5%).

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Mayoritas responden pernikahan dini yaitu berusia 19-20 tahun, mayoritas pendidikan responden pernikahan dini yaitu SMA, mayoritas penghasilan responden pernikahan dini yaitu kurang, mayoritas pendidikan orang tua responden yaitu SMA sejumlah 13, mayoritas pekerjaan responden yaitu IRT, dan mayoritas pengetahuan responden yaitu baik. Saran bagi ibu nifas agar hasil penelitian ini dijadikan pengalaman tentang manfaat pijat endorphin agar dapat diterapkan pada kelahiran berikutnya. Sarannya agar menambah pengetahuan tentang faktor penyebab, akibat dari pernikahan dini bagi remaja atau pasangan yang melakukan pernikahan dini.

REFERENSI

Anwar, .., & Rahmah, ,. (2016). Psikoedukasi tentang Resiko Perkawinan Usia Muda untuk Menurunkan Intensi Pernikahan dini pada Remaja. Psikologi, Vol.1, No.1, , 3-4.

BKKBN. (2016). Kebijakan Program Kependudukan , Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga. Jakarta: BKKBN.

Candra, M. (2021). Aspek Perlindungan Anak Indonesia Analisis Tentang Perkawinan Di Bawah Umur.

Jakarta: Kencana.

Kasih, A. (Angka Pernikahan Dini Melonjak Selama Pandemi). Bandung: Pakar UNPAD.

Khaparistia, .., & Edward. (2015). Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda. Ilmu Kesejahteraan Sosial , 8.

kusmiran, e. (2014). kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. jakarta: Salemba Medika.

listyarti, R. (2021). Hasil pengawasan KPAI dalam pelaksanaan PJJ dan PIM di masa pandemi covid-19. Jakarta: RDPU.

Notoatmodjo, ,. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, ,. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik responden
Tabel 4.2 Tingkat Pengetahuan Responden

Referensi

Dokumen terkait

Lanjutan Tabel 4.3 Alur Sistem Program Departemen Bahan Baku, Production Planning Inventory Control, Gudang Barang Jadi dan Produksi.. Departemen

[r]

Peneliti akan memfokuskan Asep Tantan Triatna, 2013 Peranan Ekstra Kulikuler Paskibra Dalm Meningkatkan Nasionalisme Siswa Studi Deskriptif Analisis Terhadap Ekstrakulikuler

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

Menurut Permendiknas tersebut, pengawas sekolah adalah guru yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk

(11) Apabila setelah surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dicabut, orang

KESIMPULAN DAN SARAN Selama proses pembelajaran berlangsung yang menggunakan pendekatan brain based learning mengalami peningkatan dari pertemuan pertama sampai

Pada permulaan Kala II, ibu biasanya berkeinginan untuk mengejan pada tiap kontraksi. Gabungan tekanan abdomen ini bersama-sama dengan kekuatan kontraksi rahim