ANALISIS KESTABILAN LERENG HIGH WALL BLOK 1-3 PIT LISAT DI PT. TCI, MELAK,
KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Oleh :
MOCH CANDRA ALVIAN 112080029
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2012
ii
ANALISIS KESTABILAN LERENG HIGH WALL BLOK 1-3 PIT LISAT DI PT. TCI, MELAK,
KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Oleh :
MOCH CANDRA ALVIAN 112080029
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2012
iii
ANALISIS KESTABILAN LERENG HIGH WALL BLOK 1-3 PIT LISAT DI PT. TCI, MELAK,
KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR
Oleh :
MOCH CANDRA ALVIAN 112080029
Disetujui untuk
Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Tanggal : ………..
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Bagus Wiyono, MT Dra. Indun Titisariwati, MT
iv
RINGKASAN
PT. Thiess Contractors Indonesia menggunakan sistem tambang terbuka dalam penambangannya, yaitu dengan metode strip mine. Kondisi penambangan terkini pada High Wall blok 1-3 telah mencapai elevasi -45 m dan rencana penambangan terdalam hingga mencapai kedalaman -60 m. Analisis geoteknik dibutuhkan untuk mengetahui kestabilan lereng High Wall blok 1-3, sehingga dapat menentukan geometri lereng yang tepat diterapkan untuk penambangan elevasi selanjutnya pada High Wall blok 1-3.
Permasalahan yang ada pada PT. Thiess Contractors Indonesia adalah telah terjadinya longsor pada High Wall blok 2-3 dan kegiatan penambangan masih akan berlanjut yaitu sampai elevasi -60 m. Kegiatan penambangan sementara terhenti pada elevasi -45 m. Penambangan sampai elevasi -60 m bertujuan untuk mendapatkan batubara seam 1.
Penyelesaian masalah ini adalah dengan melakukan perancangan ulang geometri lereng dan diawali dengan analisis balik untuk mendapatkan parameter kekuatan geser batuan (kohesi (c) dan sudut gesek dalam ( )) dengan metode bishop serta tipe keruntuhan Mohr-Coulomb pada geometri lereng sebelum runtuh. Alasan utama dilakukan analisis balik adalah adanya asumsi bahwa kemungkinan parameter kekuatan geser massa batuan yang digunakan untuk perancangan sebelumnya tidak sesuai dengan kondisi terkini. Hasil analisis balik menunjukkan bahwa batuan pada saat longsor memiliki nilai kohesi untuk batupasir 109,65-139,4 kPa, batulempung 92,65-111,35 kPa dan batulanau 102- 132,6 kPa. Sudut gesek dalam ( ) hasil analisis balik yaitu batupasir 270-280, batulempung 220-240 dan batulanau 250-270. Parameter geser massa batuan ini digunakan sebagai data masukan untuk merancang kembali geometri lereng yang aman dengan kondisi lereng sesuai data piezometer 08 dan faktor kegempaan 0,03g. Upaya perbaikan geometri lereng dilakukan dengan merubah kemiringan lereng tunggal yaitu 400, 350, 300, 250. Geometri lereng yang aman sesuai dengan standar FK minimum yaitu ≥ 1,3 adalah kemiringan tunggal 250, tinggi 15 m dan lebar 6 m.
Geometri lereng keseluruhan yang aman diterapkan pada penambangan sampai elevasi -60 m yaitu, untuk High Wall blok 1 tinggi 100 m dan kemiringan 220, High Wall blok 2 tinggi 110 m dan kemiringan 200, High Wall blok 3 tinggi 120 m dan kemiringan 210. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan pada High Wall blok 1-3 diantaranya yaitu geometri lereng penambangan, tinggi muka air tanah dan faktor kegempaan.
Untuk itu sebagai tindakan penunjang kestabilan antara lain yaitu perbaikan geometri lereng, pembuatan horizontal drain hole yang bertujuan mengendalikan air tanah dan pemantauan menggunakan survey optik secara berkala.
v ABSTRACT
Thiess Contractors Indonesia used surface mining system which is using the strip mine method. The condition of mining activity at High Wall of block 1-3 has reached to elevation of -45 m and the depth of mine planning reached to elevation of -60 m. Geotechnical analysis is needed to detect the stability at High Wall of block 1-3, and determine the geometry of slope that can be applied for continuing mining elevation at High Wall of block 1-3.
The problem at Thiess Contractors Indonesia has occured a failure at High Wall of block 2-3 and the mining activity will be continued to elevation of -60 m.
The mining activity has stopped for a while at elevation of -45 m. The aim of mining activity to elevation of -60 m can be found a coal seam 1.
To solve this problem is redesign of slope geometry and doing by back analysis to found the shear strength of parameters ( cohesion (c) and friction angle ( ) ) which is Bishop method and the criteria of rock failure is a Mohr- Coulomb at slope geometry before it failures. The main of reason doing back analysis is there assumption that shear strength of parameters for slope design are not appropriate with the recent condition. The result of back analysis is showing that cohesion of sandstone 109.65-139.4 kPa, claystone 92.65-111.35 kPa, and siltstone 102-132.6 kPa. The friction angle of sandstone 270-280, claystone 220- 240 and siltstone 250-270. The parameters of back analysis are used as input data to redesign the slope geometry which is stable with a slope condition that suitables on piezometer 08 data and 0.03g of coefficient seismic. The eforts of redesign the slope geometry did by changing the single slope angle, there are 400, 350, 300, and 250. The stable of slope geometry is appropriate by minimum standard of SF ≥ 1,3 which are slope angle is 250, height of slope is 15 m, and width of berm is 6 m.
The overall of slope geometries which are stable for applied at High Wall of block 1-3 of mining activity to elevation -60 m are High Wall of block 1 (100 m of height and 220 of slope angle), High Wall of block 2 (110 m of height and 200 of slope angle), and High Wall block 3 (120 m of height and 210 of slope angle). Based on the analysis result, the factors affecting slope stability at High Wall of block 1-3 are slope geometry, height of ground water, and coefficient seismic. Because that reason, the stabilization of rock slope are redesign of slope geometry, making horizontal drain hole to control ground water and monitoring by optic survey periodically.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“ANALISIS KESTABILAN LERENG HIGH WALL BLOK 1-3 PIT LISAT DI PT. TCI, MELAK, KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR”. Penyusunan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 29 April – 15 Juni 2012 di PT. Thiess Contractors Indonesia, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bpk Prof. Dr. Didit Welly Udjianto, M.S, Rektor UPN “Veteran” Yogyakarta 2. Bpk Dr. Ir. S. Koesnaryo, M.Sc, IPM, Dekan Fakultas Teknologi Mineral,
UPN “Veteran” Yogyakarta
3. Bpk Ir. Anton Sudiyanto, MT, Ketua Program Studi Teknik Pertambangan,FTM, UPN “Veteran” Yogyakarta
4. Bpk Ir. Bagus Wiyono, MT, Dosen Pembimbing I 5. Ibu Dra. Indun Titisariwati, MT, Dosen Pembimbing II 6. Bpk Dr. Ir. S. Koesnaryo, M.Sc, IPM, Dosen Pembahas I 7. Bpk Tedy Agung C, ST, MT, Dosen Pembahas II
8. Bpk M. Safrudin Sulaiman, Superintendent Engineer PT. TCI
9. Bpk Ilham Nurdiansyah dan Irvan Noviantoro,Geotechnical Engineer PT.TCI 10. Bpk Abdurrochman Chabibie Munawar, Geologist Engineer PT. TCI
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perusahaan dan pemerhati pertambangan.
Yogyakarta, Desember 2012 Penulis,
Moch Candra Alvian
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ……….………. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Rumusan Permasalahan ... 2
1.4. Batasan Masalah ... 2
1.5. Metodologi Penelitian ... 2
1.6. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN UMUM……… 5
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah ... 5
2.2. Iklim dan Curah Hujan ... 6
2.3. Kondisi Geologi Daerah Penelitian ... 6
2.3.1. Fisiografi ... 6
2.3.2. Stratigrafi ... 7
2.3.3. Struktur Geologi ... 8
2.4. Genesa Batubara ... 9
2.5. Karakteristik Batubara Daerah Penelitian ... 10
2.6. Cadangan Batubara ... 11
2.7. Kegiatan Penambangan ... 11
2.7.1. Pembersihan Lahan dan Pengupasan Tanah Penutup ... 12
2.7.2. Pembongkaran Overburden ... 12
2.7.3. Pemuatan... 13
2.7.4. Pengangkutan ... 13
2.7.5. Penimbunan Overburden ... 14
viii
2.7.6. Produksi Batubara ... 14
III. DASAR TEORI ………... 15
3.1. Massa Batuan ... 15
3.2. Klasifikasi Massa Batuan ... 16
3.2.1. Spasi Bidang Diskontinu ... 16
3.2.2. Kuat Tekan Batuan Utuh ... 17
3.2.3. Kondisi Bidang Diskontinu ... 17
3.2.4. Kondisi Air Tanah pada Bidang Diskontinu ... 18
3.2.5. Rock Quality Designation (RQD) ... 18
3.2.6. Orientasi Bidang Diskontinu ... 21
3.3. Analisis Kemantapan Lereng ... 21
3.3.1. Faktor Keamanan Lereng ... 21
3.3.2. Mekanisme Dasar Terjadinya Longsoran ... 22
3.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng ... 27
3.3.4. Klasifikasi Longsor ... 30
3.4. Metode Kesetimbangan Batas (Metode Bishop) ... 34
3.5. Analisis Balik Longsor ... 37
IV. HASIL PENELITIAN ... . 39
4.1. Lokasi Penelitian ... 39
4.2. Pemetaan Geoteknik ... 44
4.3. Analisis Stereografis ... 45
4.4. Metode Analisis Kestabilan Lereng yang Digunakan ... 48
4.5. Analisis Balik pada Longsor Blok 2-3 ... 49
4.5.1. Pemodelan Lereng ... 49
4.5.2. Merubah Nilai c dan sampai FK Mendekati 1 ... 50
4.6. Analisis Kestabilan Lereng Blok 1-3 ... 51
4.6.1. Penentuan Tinggi Muka Air Tanah ... 51
4.6.2. Gaya Luar ... 51
4.6.3. Analisis Lereng Aktual RL -45 ... 51
4.6.4. Analisis Lereng Desain Rencana RL -60 ... 53
4.7. Perbaikan Geometri Lereng Keseluruhan HW Blok 1-3 ... 55
4.7.1. Analisis Perbaikan Lereng High Wall Blok 1-3 RL -45 m ... 55
4.7.2. Analisis Perbaikan Lereng High Wall Blok 1-3 RL -60 m ... 57
V. PEMBAHASAN………... 60
5.1. Analisis Stereografis ... 60
5.1.1. Arah Umum Bidang Diskontinu dan Potensi Longsor ... 60
5.2. Analisis Balik Longsor High Wall Blok 2-3 ... 61
5.3. Analisis Kestabilan Lereng High Wall Blok 1-3 ... 62
5.4. Parameter yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng ... 64
5.4.1. Tinggi Muka Air Tanah ... 64
5.4.2. Gaya Luar ... 65
ix
5.5. Tindakan Penunjang Kestabilan Lereng ... 66
5.5.1. Pengendalian Air Tanah ... 66
5.5.2. Pemantauan ... 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1. Kesimpulan ... 70
6.2. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN ... 74
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. PETA SITUASI TAMBANG ...74 B. HASIL PEMETAAN GEOTEKNIK HIGH WALL BLOK 1 PIT LISAT ...75 C.I. DATA SIFAT FISIK DAN MEKANIK HIGH WALL GTL-01…………..79 C.II.DATA SIFAT FISIK DAN MEKANIK HIGH WALL GTL-05………80 D. DATA PIEZOMETER 08………...81 E.1. PERHITUNGAN KOEFISIEN SEISMIK……….83 E.2. PERHITUNGAN PENURUNAN PERSENTASE AIR TANAH
TERHADAP NILAI FKKOEFISIEN SEISMIK………85 F. ANALISIS BALIK HIGH WALL BLOK 2-3 MENGGUNAKAN
PROGRAM SLIDE V.6………...87 G. ANALISIS LERENG AKTUAL RL -45 m HIGH WALL BLOK 1-3
DENGAN KONDISI MUKA AIR TANAH RL +58,1 m……….88 H. ANALISIS LERENG AKTUAL RL -45 m HIGH WALL BLOK 1-3
DENGAN KONDISI MUKA AIR TANAH RL +42,2 m………..90 I. ANALISIS LERENG RENCANA RL -60 m HIGH WALL BLOK 1-3
DENGAN KONDISI MUKA AIR TANAH RL +58,1 m………..92 J. ANALISIS LERENG AKTUAL RL -60 m HIGH WALL BLOK 1-3
DENGAN KONDISI MUKA AIR TANAH RL +42,2 m………...94 K. PERBAIKAN LERENG RL -45 m HIGH WALL BLOK 1-3 DENGAN KEMIRINGAN TUNGGAL 250 (MUKA AIR TANAH RL +58,1 m)…….96 L. PERBAIKAN LERENG RL -45 m HIGH WALL BLOK 1-3 DENGAN
KEMIRINGAN TUNGGAL 250 (MUKA AIR TANAH RL +42,2 m)……..98 M. PERBAIKAN LERENG RL -60 m HIGH WALL BLOK 1-3 DENGAN
KEMIRINGAN TUNGGAL 250 (MUKA AIR TANAH RL +58,1 m)……100 N. PERBAIKAN LERENG RL -60 m HIGH WALL BLOK 1-3 DENGAN
KEMIRINGAN TUNGGAL 250 (MUKA AIR TANAH RL +42,2 m)……102
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1. Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian ... 5
2.2. Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai (Huffco,1972) ... 8
2.3. Peta Geologi Daerah Penelitian ... 9
2.4. Pengeboran Lubang Ledak dengan Terex tipe SKF-11 ... 12
2.5. Pemuatan Overburden dengan Excavator Hitachi tipe EX 2500 ... 13
2.6. Pengangkutan Overburden dengan Komatsu tipe HD 785-7 ... 14
2.7. Pemuatan Batubara dengan Excavator Komatsu PC 400 ... 14
3.1. Ilustrasi Pengertian Efek Skala Menurut Hoek dan Brown (1980) ... 15
3.2. Prosedur untuk Pengukuran dan Perhitungan RQD ... 19
3.3. Cara Pengukuran Orientasi Bidang Diskontinu ... 21
3.4. Hubungan antara Tegangan Geser dengan Tegangan Normal ... 23
3.5. Gambaran Lereng dengan Sudut Gelincir α ... 23
3.6. Komponen Gaya pada Suatu Benda di atas Bidang Miring ... 24
3.7. Gaya-gaya pada Bejana di atas Bidang Miring ... 25
3.8. Pengaruh Tekanan Air pada Rekahan Suatu Blok ... 26
3.9. Penampang Lereng Individu dan Lereng Keseluruhan ... 27
3.10. Analisis Kesetimbangan Batas Pseudostatik pada Beban Seismik ... 29
3.11. Bentuk Longsoran Bidang ... 30
3.12. Bentuk Longsor Baji ... 31
3.13. Bentuk Longsor Busur ... 32
3.14. Bentuk Longsor Guling ... 33
3.15. Metode Bishop untuk Analisis Longsor Busur ... 34
3.16. Perhitungan Momen-momen Gaya pada Irisan ... 35
3.17. Diagram Alir Analisis Balik... 38
4.1. Lokasi Penampang Melintang High Wall Blok 1-3 ... 40 Halaman
xii
4.2. Penampang Melintang A-A’ ... 41
4.3. Penampang Melintang B-B’ ... 42
4.4. Penampang Melintang C-C’ ... 43
4.5. Pemetaan Geoteknik di High Wall Blok 1 ... 44
4.6. Analisis Longsor Baji dengan Proyeksi Stereografis ... 46
4.7. Analisis Longsor Bidang dengan Proyeksi Stereografis ... 47
4.8. Analisis Longsor Toppling dengan Proyeksi Stereografis ... 48
4.9. Pemodelan Lereng pada Analisis Balik Longsor Blok 2 ... 49
4.10. Pemodelan Lereng pada Analisis Balik Longsor Blok 3 ... 50
4.11. Pemodelan Lereng Aktual Rl -45 m High Wall Blok 1-3 ... 52
4.12. Pemodelan Lereng Desain Rencana RL -60 m High Wall Blok 1 ... 53
4.13. Pemodelan Lereng Desain Rencana RL -60 m High Wall Blok 2-3 ... 54
4.14. Contoh Analisis pada High Wall Blok 1 ... 55
4.15. Pemodelan Perbaikan Geometri Lereng RL -45 m dengan Kemiringan Lereng Tunggal 250 ... 56
4.16. Pemodelan Perbaikan Geometri Lereng RL -60 m dengan Kemiringan Lereng Tunggal 250 ... 58
5.1. Hubungan Antara Kemiringan Lereng Keseluruhan RL -45 m terhadap FK .. 63
5.2. Hubungan Antara Kemiringan Lereng Keseluruhan RL -60 m terhadap FK .. 63
5.3. Hubungan Antara Penurunan Tinggi Muka Air Tanah terhadap FK ... 64
5.4. Penanganan Air Tanah ... 67
5.5. Pemantauan Pergerakan Menggunakan Survey Optik ... 68
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Data Curah Hujan Periode 2003-2006 ... 6
2.2. Hasil Analisis Kualitas Batubara PT. TSA ... 11
3.1. Klasifikasi Spasi Antar Kekar ... 16
3.2. Klasifikasi Kekuatan Batuan Utuh ... 17
3.3. Pembobotan Kondisi Bidang Diskontinu ... 17
3.4. Hubungan Antara RQD dan Kualitas Massa Batuan ... 19
3.5. Parameter Klasifikasi dan Pembobotan dalam Sistem ... 20
3.6. Kelas Massa Batuan dari Pembobotan Total ... 20
4.1. Koordinat Setiap Penampang Lokasi Penelitian ... 40
4.2. Hasil Pemetaan Geoteknik ... 45
4.3. Parameter Sifat Fisik dan Mekanik GTL-01 Hasil Analisis Balik ... 50
4.4. Parameter Sifat Fisik dan Mekanik GTL-05 Hasil Analisis Balik ... 51
4.5. Nilai Faktor Keamanan Lereng Aktual RL -45 m ... 53
4.6. Nilai Faktor Keamanan Lereng Rencana RL -60 m... 54
4.7. Perbaikan Geometri Lereng High Wall blok 1-3 pada RL -45 m ... 57
4.8. Perbaikan Geometri Lereng High Wall blok 1-3 pada RL -60 m ... 59
5.1. Pengaruh Koefisien Kegempaan 0,03 g terhadap Faktor Keamanan ... 65
5.2. Klasifikasi Longsor Menurut Kecepatan Pergerakan Massa Runtuh ... 69
5.3. Kemungkinan Kerusakan yang ditimbulkan oleh Longsor ... 69 Halaman
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Thiess Contractors Indonesia (PT TCI) merupakan perusahaan yang bergerak dalam beragam jasa dan kontruksi antara lain jasa pertambangan,
kontruksi pertambangan, serta beberapa bangunan di Indonesia. Perusahaan tersebut telah menangani berbagai skala proyek pertambangan di Indonesia, salah satunya adalah dari Bayan Group yaitu PT. Teguh Sinar Abadi (TSA) dan PT.
Firman Ketaun Perkasa (FKP) yang berlokasi di Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Produksi batubara yang ditargetkan PT. TCI ± 330.000 ton/bulan dengan luas area pertambangan + 2.404 Ha. PT. TCI membagi area pertambangan menjadi tiga Pit yang melintang dari TimurLaut ke BaratDaya, yaitu Pit Melamuk, Pit Lisat, Pit Kinong. Aktivitas penambangan dilakukan dengan sistem tambang terbuka dengan metode stripmine. Kondisi batubara Pit Lisat yaitu multiple seam dan ketebalan batubara 0,03-4,65 m. Kondisi penambangan Pit Lisat terkini telah mencapai pada elevasi -45 m dan akan direncanakan sampai elevasi -60 m untuk penambangan batubara seam 1.
Kegiatan penambangan ini terhenti karena terjadinya longsor pada High Wall blok 2-3. Longsor tersebut diperkirakan karena faktor massa batuan yang lemah dengan adanya pelapukan oleh air permukaan serta struktur geologi yang ada. Untuk merancang kembali perbaikan lereng yang aman maka perlu diketahui kondisi parameter kuat geser massa batuan pada saat longsor. Parameter kuat geser massa batuan di lapangan dapat diketahui dengan melakukan análisis balik terhadap parameter kuat geser massa batuan pada lereng sebelum longsor.
Analisis balik merupakan suatu metode untuk mengevaluasi kembali pekerjaan yang telah atau sedang berlangsung serta dapat memperkirakan parameter kuat geser in situ berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan.
2
Hasil análisis balik digunakan sebagai parameter masukan dalam análisis kestabilan lereng aktual High Wall blok 1-3 dan merancang kembali perbaikan lereng yang aman.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :
1) Mengetahui potensi longsor yang terjadi pada High Wall blok 1.
2) Menganalisis kestabilan lereng penambangan yang sudah terbentuk.
3) Mendapatkan geometri jenjang baru dengan FK yang aman.
4) Tindakan penunjang kestabilan lereng.
1.3. Rumusan Permasalahan
Berapa desain geometri tinggi dan kemiringan lereng yang aman untuk penambangan sampai elevasi -60 ?
1.4. Batasan Masalah
Pada penelitian ini akan dibuat batasan masalah sebagai berikut :
a. Lokasi penelitian pada konsesi PT. TSA yang mencangkup satu area, yaitu High Wall (HW) blok 1-3 Pit Lisat.
b. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 29 April sampai 15 Juni 2012.
c. Analisis yang dilakukan terhadap penampang melintang lereng penambangan blok 1-3 menggunakan metode kesetimbangan batas dengan bantuan program Slide versi 6.
d. Karakteristik material yang digunakan sebagai input permodelan didapat dari pengujian conto di laboratorium dengan menggunakan data lubang bor yang sudah ada yaitu boring point GTL-01 dan GTL-05 dari PT. TSA.
1.5. Metodologi Penelitian
Adapun metodologi penelitian dibagi menjadi 2, yaitu cara penelitian dan prosedur. Kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah studi literatur, penyelidikan lapangan, pengolahan data, serta pembuatan laporan.
3 1.5.1. Cara Penelitian
Cara penelitian yaitu membuat penampang melintang lereng penambangan blok 1-3, kemudian menganalisis menggunakan pendekatan metode kesetimbangan batas dengan bantuan program Slide versi 6 untuk mendapatkan nilai faktor keamanan.
1.5.2. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan, meliputi:
1. Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian dari buku-buku dan laporan penelitian yang telah ada.
2. Pengambilan Data a). Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil pengamatan di lapangan. Data primer yang didapatkan saat penelitian adalah :
1) Geometri, arah dan kemiringan lereng.
2) Orientasi bidang diskontinu.
3) Kondisi bidang diskontinu.
4) Titik lokasi daerah penelitian.
5) Data yang berkaitan dengan kondisi dari daerah penelitian.
b). Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dapat menyalin atau mengutip dari data yang sudah ada.
Data sekunder yang didapatkan pada saat penelitian adalah :
1) Data geologi yaitu berupa peta topografi, geologi regional, geologi lokal, litologi dan stratigrafi.
2) Data sifat mekanik batuan berdasarkan hasil log bor Geoteknik PT. TSA.
3) Data pemantauan air tanah di lokasi penelitian, yaitu data piezometer 08.
4) Joint set dari pengukuran sebelumnya.
3. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dimaksudkan adalah untuk memperoleh data primer.
4
Data primer yang didapatkan dari lokasi penelitian selanjutnya akan diolah dan dianalisis. Adapun pengolahan dan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menentukan arah umum dari setiap famili bidang diskontinu dengan proyeksi stereografis menggunakan alat bantu program Dips versi 5.1 untuk didapatkan potensi longsor yang terjadi pada High Wall blok 1.
b. Melakukan análisis balik dengan cara merubah parameter kuat geser material pada kondisi lereng utuh untuk mendapatkan nilai FK < 1 menggunakan alat bantu program Slide versi 6.
c. Merancang ulang kembali geometri lereng yang aman sebagai perbaikan.
4. Pembuatan Laporan
Laporan berupa hasil dari penelitian beserta pembahasan.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain geometri lereng keseluruhan untuk penambangan batubara seam 1.
5
BAB II
TINJAUAN UMUM
PT. Thiess Contractors Indonesia (PT. TCI) Melak Mine Project berproduksi di dua konsesi perusahaan yang berbeda sebagai pemiliknya, yaitu PT. Teguh Sinar Abadi dan PT. Firman Ketaun Perkasa. Kedua perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari PT. Gunung Bayan Resources, penelitian ini dilakukan pada daerah konsesi dari PT. Teguh Sinar Abadi pada Pit Lisat sebagai batasan dari penelitian.
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi penambangan Pit Lisat secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Muarapahu, Muaralawa, Damai dan Melak, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi Kalimantan Timur. Luas daerah izin usaha pertambangan saat ini adalah + 2.404 Ha. Peta lokasi kesampaian daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.
`
(Sumber : Departemen Geologi PT.TCI Melak)
Gambar 2.1.
Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian
6
Lokasi penelitian dari Balikpapan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat melalui jalan aspal (jalan propinsi) sampai Loa Janan sejauh kurang lebih 90 km. Kemudian dari Loa Janan dilanjutkan melalui jalan Kabupaten sampai di Kotabangun sejauh kurang lebih 110 km. Dari Kotabangun menuju lokasi daerah penyelidikan (Muaralawa) sejauh kurang lebih 175 km dapat ditempuh dengan perahu motor (ces) selama 8 jam atau dapat ditempuh dengan speedboat selama kurang lebih 4 jam dengan melalui sungai Mahakam dan sungai Kedangpahu.
2.2. Iklim dan Curah Hujan
Iklim di daerah penelitian adalah tropis dengan dua musim pertahun yaitu, musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan data curah hujan dari PT. TCI dari tahun 2003-2006, diperoleh curah hujan rata-rata sebesar 1857 mm/tahun, jumlah rata-rata hari hujan pertahun sebesar 130 hari per tahun. Sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (lihat Tabel 2.1).
Tabel 2.1.
Data Curah Hujan Periode 2003-2006
(Sumber : Departemen Environment PT.TCI Melak)
2.3. Kondisi Geologi Daerah Penelitian 2.3.1. Fisiografi
PT. Teguh Sinar Abadi, kira-kira sekitar 20 km dari Melak, dan terletak di antara sungai Mahakam dan tambang batubara Banpu Trubaindo. Lokasi pelabuhan PT. TSA berada di pinggir sungai Mahakam. Daerah penelitian termasuk dalam cekungan Kutai yang merupakan bagian tengah dari pengendapan
7
tersier di Kalimantan bagian Timur yang secara fisiografi mempunyai iklim tropis basah dengan perbedaan suhu antara siang dan malam cukup besar. Kondisi batuan mempunyai tingkat pelapukan sangat tinggi, dimana dijumpai tebal soil lebih dari 5 m, keadaan batuan agak lapuk, walaupun dibeberapa tempat masih dijumpai singkapan batuan yang masih segar. Daerah penyelidikan terdiri dari daerah dataran, perbukitan bergelombang lemah sampai sedang dengan perbedaan elevasi dari 20 m sampai dengan 225 m.
2.3.2. Stratigrafi
Sedimen-sedimen tersier yang diendapkan di cekungan Kutai bagian Timur adalah sangat tebal dengan fasies pengendapan yang berbeda-beda.
Keseluruhan lapisan sedimen memperlihatkan siklus genanglaut-susutlaut (transgresi-regresi) seperti halnya cekungan lain di Indonesia bagian barat (Schlumberger, 1986).
Akibatnya banyak ditemukan nama formasi yang berbeda satu sama lainnya.
Daerah rencana peningkatan produksi termasuk dalam cekungan Kutai yang terdiri dari 4 (empat) formasi yaitu formasi Pulaubalang, formasi Meragoh, formasi Balikpapan, formasi Kampungbaru yang berumur oligosen-pliosen dan pada beberapa tempat terdapat lapisan penutup resen yang terdiri dari batuan tidak terkonsolidasikan. Variasi litologi dari masing-masing formasi sebagai berikut :
Formasi Pulaubalang
Terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan sisipan batugamping, tuff dan batubara dengan ketebalan formasi kurang lebih 2500 m, diperkirakan berumur miosen tengah dan lingkungan pengendapannya darat–laut dangkal.
Satuan ini ditindih selaras oleh formasi Balikpapan.
Formasi Meragoh
Terdiri dari lava, diabas, tuff, breksi gunungapi dan aglomerat, umurnya diperkirakan miosen awal sampai miosen tengah, namun mungkin berumur oligosen. Batuan ini diduga berasal dari hasil kegiatan gunung api yang berpusat di G. Meragoh.
8 Formasi Balikpapan
Terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan batulanau, serpih dan batugamping. Berumur miosen tengah–akhir dengan ketebalan kurang lebih 1800 m dengan lingkungan pengendapan lithoral sampai laut dangkal. Satuan ini mengalasi tidak selaras dengan formasi Kampungbaru.
Formasi Kampungbaru
Terdiri dari batupasir kuarsa bersisipan batulempung, batulanau, gambut, konglomerat, aneka bahan, lignit dan oksida besi, ketebalan 250-800 m serta lingkungan pengendapannya sungai sampai darat. Formasi ini diduga berumur pliosen.
(Stratigrafi cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 2.2).
Gambar 2.2.
Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai (Huffco, 1972)
2.3.3. Struktur Geologi
Geologi wilayah daerah penelitian terletak pada pinggiran barat dari cekungan Kutai dan secara struktur geologi, berada di bagian BaratLaut dari sinklin, yang mempunyai sumbu ke arah NE/SW dan menunjam NE. Formasi
9
pembawa batubara daerah ini adalah formasi Pulaubalang yang berumur miosen awal. Pengaruh struktur regional, formasi pembawa batubara daerah ini miring ke arah Tenggara untuk seluruh deposit.
Kemiringan lapisan bervariasi mulai dari 200-250 di bagian BaratDaya (blok Kinong) sampai sekitar 450 di bagian TimurLaut (blok Lisat dan Melamuk).
Geologi blok Melamuk sama dengan geologi blok lain, karena merupakan kelanjutannya. Jalur subcrop seam utama batubara menerus mulai dari BaratDaya ke blok Melamuk di TimurLaut. Model geologi seluruh wilayah telah dapat dibuat dari hasil penyelidikan geologi dan pengeboran. Peta geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.3.
(Sumber : Departemen Geologi PT. TSA)
Gambar 2.3.
Peta Geologi Daerah Penelitian
Formasi batuan di blok Melamuk adalah kemenerusan ke arah strike dari formasi Palaubalang yang ditemukan di blok Lisat. Endapan batubara terdiri dari 32 seam utama dengan ketebalan vertikal bervariasi mulai dari 0,2 m - 5 m.
Lapisan pembawa batubara area antara blok Melamuk dan blok Lisat adalah ketidak selarasan di tutupi oleh ± 25 m pasir lepas dari formasi Kampung Baru.
2.4. Genesa Batubara
Secara sederhana batubara terbentuk dari tumbuhan rawa yang mengalami proses penghancuran akibat adanya aktifitas bakteri, hasil dari proses ini
10
berbentuk agar-agar. Agar-agar yang terbentuk dari aktifitas bakteri tersebut mengalami pengendapan, penumpukan, serta pemadatan, dan dengan adanya proses geologi sehingga temperatur dan tekanan pada daerah pemadatan agar-agar tersebut naik maka terbentuklah batubara. Berdasarkan tempat terbentuknya, pembentukan batubara terbentuk dalam dua teori, yaitu teori insitu dan teori drift.
Teori in situ menjelaskan bahwa batubara yang terbentuk pada suatu tempat dihasilkan dari tanaman yang berada di tempat itu juga, memiliki ciri penyebaran yang luas dan merata, dan kualitas yang baik. Teori drift menjelaskan bahwa tumbuhan sebagai bahan pembentuk batubara berasal dari tempat lain atau bukan berasal dari tempat dimana endapan batubara tersebut berada, karena batubara sudah mengalami transportasi, memiliki ciri penyebaran tidak luas namun terdapat dibeberapa lokasi, serta memiliki kadar abu yang tinggi.
Berdasarkan tahap pembentukannya, pembentukan batubara terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia dan geokimia. Tahap biokimia adalah tahap penghancuran tumbuhan rawa oleh aktifitas bakteri anaerob sehingga terjadi degradasi komposisi kimia, hasilnya berupa agar-agar. Tahap geokimia adalah tahap naiknya tekanan dan temperatur akibat dari proses geologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan batubara antara lain adalah flora (tumbuhan), iklim, keasaman air, paleografi dan tektonik.
2.5. Karakteristik Batubara Daerah Penelitian
Pola singkapan batubara di daerah tambang PT. TCI secara umum mempunyai jurus lapisan (strike) antara N11°E - N118°E dan N192°E - N243°E dengan kemiringan lapisan (dip) berkisar antara 17°- 61°. Endapan batubara umumnya terdapat pada formasi Pulaubalang, diketemukan lebih dari 20 lapisan batubara dengan ketebalan yang bervariasi yaitu dari 0,03 m - 4,53 m.
Analisis kualitas batubara telah dilakukan terhadap conto batubara yang diambil dari singkapan batubara yang dijumpai saat pemetaan geologi dan conto inti bor. Parameter yang diukur antara lain adalah total moisture, proximate analysis, total sulfur, hardgrove grindability index, ultimate analysis, ash fusion temperature. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Teguh Sinar Abadi, kondisi parameter kualitas batubara dapat dilihat pada Tabel 2.2.
11 Tabel 2.2
Hasil Analisis Kualitas Batubara PT. TSA
(Sumber : Quality Control Coal Departmen PT. TSA)
2.6. Cadangan Batubara
Total cadangan batubara PT. TCI Melak Mine Project pada Pit Lisat terhitung pada bulan Mei 2012 adalah 12.888.036 ton, dengan total OB yang harus dibongkar sebesar 162.355.954 BCM.
2.7. Kegiatan Penambangan
PT. TCI memiliki luas daerah penambangan pada Pit Lisat sebesar 306 Ha dengan target produksi OB tahun 2012 sebesar 131.000 BCM/hari, dan target produksi batubara sebesar 10.000 ton/hari. Penambangan dilakukan dengan sistem tambang terbuka dengan metode strip mine. Geometri lereng tunggal tinggi 15 m
No Analisis Batubara ADB
1 A. Analisis Proksimat
% Inherent Moisture
% abu
% zat terbang
% karbon tertambat B. Analisis Ultimat
% C
% H % N
% S
6,8 10,3 41,8 41,1 63,8 4,47 1,31 2,52
2 Nilai Kandungan Panas 6322 kkal/kg
3 Nilai HGI ( Hardgrove Grindability Index) 45
4
Titik Leleh Abu
- Suhu permulaan terjadinya perubahan - Suhu mulai melunak
- Suhu terbentuknya setengah bola - Suhu mulai meleleh
11600C 13200C 13600C 13900C 5 Analisis Kimia Abu
- SiO2
- Al2O3
- TiO2
- MnO2
- Fe2O3
- Na2O
- MgO
- CaO
- K2O
- SO3
- P2O5
44,87 % 27,19 % 0,84%
0,06%
20,88%
3,06 % 1,42%
0,79 % 1,10%
1,14%
0,60%
12
dan lebar 6 m. Kegiatan penambangan PT. TCI meliputi pembersihan lahan dan pengupasan lapisan tanah penutup, pembongkaran overburden (OB), serta produksi batubara. Kegiatan penambangan dilakukan dalam dua shift per hari dan 12 jam per shift selama 7 hari seminggu.
2.7.1. Pembersihan Lahan dan Pengupasan Tanah Penutup
Sebelum dilakukan kegiatan pada tahap pembongkaran OB, area yang masih banyak ditumbuhi pohon dan semak belukar terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan bulldozer merk Caterpillar tipe D8R dibantu dengan gergaji mesin untuk menebang pohon yang berukuran besar. Kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup dilakukan oleh excavator merk Hitachi tipe EX 2500, kemudian diangkut oleh dump truck merk Komatsu tipe HD 785-7 ke lokasi penimbunan.
2.7.2. Pembongkaran Overburden
Kegiatan pembongkaran OB dilakukan dengan menggunakan pengeboran dan peledakan sebagai berikut:
a. Pengeboran
Kegiatan pengeboran dilakukan menggunakan alat bor merk Terex tipe SKF-11 sebanyak 2 unit. Pola pengeboran selang-seling dengan diameter lubang ledak sebesar 7 7/8 inchi (200 mm), spasi berkisar 8,5-9 m dan burden yang diterapkan 9,5-10 m. Kegiatan pengeboran lubang ledak menggunakan alat bor merk Terex tipe SKF-11 dapat dilihat pada Gambar 2.4.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2.4.
Pengeboran Lubang Ledak dengan Terex tipe SKF-11
13 b. Peledakan
Peledakan di PT. TCI Melak Mine Project dilakukan oleh sub-contructor yaitu African Explosives Limited (AEL) Indonesia, dimana pengisian, perangkaian dan penembakan lubang ledak dilakukan sepenuhnya oleh AEL. PT. TCI hanya menyediakan lubang ledak dan desain peledakan. Metode peledakan yang digunakan adalah metode peledakan non elektrik dan peledakan elektronik. Pola peledakan yang diterapkan adalah boxcut untuk area yang memiliki lebih dari satu freeface (bidang bebas). Apabila hanya memiliki satu buah freeface (bidang bebas) yaitu arah ke atas, maka arah lemparan batuan dibuat mengumpul ditengah dengan peledakan beruntun antar lubang ledak.
2.7.3. Pemuatan
Alat muat yang digunakan untuk memuat material OB yang telah diledakan adalah excavator merk Hitachi tipe EX 2500 dengan kapasitas bucket munjung sebesar 16,5 m3 sebanyak 10 unit, dan excavator merk Komatsu tipe PC 1250 dengan kapasitas bucket munjung sebesar 6,7 m3 sebanyak 6 unit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.5.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2.5.
Pemuatan Overburden dengan Excavator Hitachi tipe EX 2500 2.7.4. Pengangkutan
Alat angkut yang digunakan untuk mengangkut material over burden yang telah dibongkar adalah dump truck merk Komatsu tipe HD 785-7 dengan kapasitas munjung 120 ton sebanyak 65 unit, dan merk Caterpillar tipe 777
14
dengan kapasitas munjung 120 ton sebanyak 6 unit. Pengangkutan overburden dapat dilihat pada Gambar 2.6.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2.6.
Pengangkutan Overburden dengan Komatsu tipe HD 785-7 2.7.5. Penimbunan Overburden
Timbunan dibuat di dekat tambang dengan sistem Terrace Dump, material diratakan dengan menggunakan bulldozer merk Caterpillar tipe D10T. kegiatan penimbunan ini dilaksanakan hingga mencapai ketinggian 100 mdpl.
2.7.6. Produksi Batubara
Kegiatan produksi batubara dilakukan dengan menggunakan excavator merk Komatsu PC 400 sebanyak 7 unit dan merk Hitachi tipe EX 330 sebanyak 8 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.7.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2.7.
Pemuatan Batubara dengan Excavator Komatsu PC 400
15
BAB III DASAR TEORI
3.1. Massa Batuan
Massa batuan adalah batuan di alam yang mempunyai kecacatan struktural berupa bidang diskontinuitas yaitu bidang atau celah yang menyebabkan batuan bersifat tidak menerus antara lain berupa perlapisan, kekar, dan sesar. Jarak kerapatan kekar dipengaruhi oleh luasan yang mempengaruhinya, pada batuan di alam untuk luasan yang kecil jarang terdapat adanya kekar sehingga batuan tersebut tidak mempunyai kerapatan kekar dan disebut dengan batuan utuh. Akan tetapi bila cakupannya diperluas lagi maka dalam batuan tersebut mulai didapati adanya kekar, dari yang kerapatan kekarnya jauh hingga kerapatan kekar yang sangat dekat. Struktur ini terdapat pada batuan yang dekat dengan permukaan maupun pada tempat yang dalam (lihat Gambar 3.1).
(Sumber : Duncan & Christopher, 2004)
Gambar 3.1.
Ilustrasi Pengertian Efek Skala Menurut Hoek dan Brown (1980)
16
Kondisi suatu massa batuan yang terdapat di alam dapat diketahui dan dikelompokkan kedalam kelas-kelas massa batuan dari lemah hingga sangat kuat.
Kondisi pada massa batuan tersebut dipengaruhi oleh faktor berikut : 1. Orientasi dan jarak kerapatan bidang diskontinu
2. Kondisi bidang diskontinu seperti ; - Kemenerusan (persistence)
- Lebar isian pada bidang diskontinu
- Kegelombangan atau kekasaran (roughness) - Pelapukan pada batuan (weathering)
Kelas massa batuan tersebut didapatkan dari hasil pengklasifikasian massa batuan dengan beberapa metode klasifikasi seperti RMR dan GSI.
3.2. Klasifikasi Massa Batuan
Dalam rekayasa batuan salah satu metode untuk menguji stabilitas suatu struktur penggalian dengan metode rancangan berdasarkan analisis data, yaitu melalui pendekatan empirik. Pendekatan empirik yang paling banyak baik ialah klasifikasi massa batuan, contohnya adalah klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) yang dibuat pertama kali oleh Bieniawski pada tahun 1973. Sistem klasifikasi ini telah dimodifikasi beberapa kali, terakhir pada tahun 1989. Parameter pengukuran Rock Mass Rating menggunakan parameter sebagai berikut :
3.2.1. Spasi Bidang Diskontinu
Spasi bidang diskontinu adalah jarak antara bidang-bidang lemah seperti kekar, sesar, dan bidang perlapisan dalam massa batuan. Klasifikasi spasi antar kekar berdasarkan ISRM, 1981 terlihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Klasifikasi Spasi Antar Kekar
Intervals (cm) Term
> 200 Very Wide
60 – 200 Wide
20 – 60 Moderate
6 – 20 Close
< 6 Very Close
(Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
17 3.2.2. Kuat Tekan Batuan Utuh (σc)
Untuk mendapatkan hasil dari parameter kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh melalui indeks kekuatan point load atau kuat tekan batuan utuh.
Kekuatan batuan utuh sangat berpengaruh terhadap massa batuan yang akan diklasifikasikan. Klasifikasi kekuatan massa batuan menurut Bieniawski 1973 yang terlihat pada Tabel 3.1 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Klasifikasi Kekuatan Batuan Utuh
Uniaxial Compressive Strength (MPa)
Various Strength Classifications for intact
Rock
> 200 Very High Strength
100 – 200 High Strength
50 – 100 Medium Strength
25 – 50 Low Strength
1 – 25 Very Low Strength
(Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
3.2.3. Kondisi Bidang Diskontinu
Pengamatan kondisi bidang diskontinu meliputi lima hal yang terdiri dari kekasaran bidang diskontinu (roughness), lebar bukaan (aperture), tebal bahan pengisi celah (width filled/gouge), pelapukan (weathered), serta kemenerusan kekar (persistence). Pembobotan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Pembobotan Kondisi Bidang Diskontinu
Parameter Rattings
Persistence (persistence/extension)
< 1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m
> 20 m
6 4 2 1 0
Separation (aperture) None < 0,1 mm
0,1-1 mm 1-5 mm >5 mm
6 5 4 1 0
Infilling (gouge) Hard filling Soft filling
None < 5 mm > 5 mm < 5 mm
> 5 mm
6 4 2 2 0
Roughness Very rough Rough Slightly rough
Smooth Slickensided
6 5 3 1 0
Weathering Unweathered Slightly Moderately Highly Decomposed
6 5 3 1 0
(Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
18
Berdasarkan ISRM (1981) tingkat pelapukan dibedakan menjadi lima kelas :
a. Kelas I (tidak lapuk/unweathered) : Tidak ada tanda-tanda pelapukan, warna tidak berubah, batuan segar, kristalnya terang.
b. Kelas II (sedikit lapuk/slightly weathered) : Warna sedikit berubah, memperlihatkan sedikit perubahan pada kekuatan batuan, ketidak menerusan ternoda atau luntur dan dapat terisi oleh isian tipis hasil dari iterasi material. Lunturan tadi dapat meluas dari permukaan ketidakmenerusan sampai kedalam batuan dengan jarak sampai 20 % dari pada spasi ketidakmenerusan.
c. Kelas III (lapuk sedang/moderately weathered) : Kelunturan meluas dari bidang ketidakmenerusan lebih besar 20% daripada spasi ketidakmenerusan. Ketidakmenerusan dapat terisi oleh hasil iterasi material. Mungkin dapat ditemukan batas butiran yang terbuka. Kekuatan batuan telah terubah oleh pelapukan.
d. Kelas IV (sangat lapuk/highly weathered) : Batuan terlapukan meluas dan memiliki sifat soil (material batuan yang gembur). Tekstur asli batuan tetap terjaga, tetapi didapatkan pemisahan batuan.
e. Kelas V (lapuk sempurna/completely weathered) : batuan luntur dan dekomposisi seluruhnya, dan dalam kondisi gembur. Kenampakan luar adalah tanah (soil)
3.2.4. Kondisi Air Tanah pada Bidang Diskontinu
Pengamatan kondisi air tanah pada bidang diskontinu dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pilihan diantaranya sebagai berikut :
a. Aliran air tiap 10 m panjang scanline.
b. Nisbah tekanan air pada kekar dengan tegangan utama maksimum.
c. Kondisi umum yaitu : kering, basah, lembab, menetes, dan mengalir.
3.2.5. Rock Quality Designation (RQD)
Indeks RQD digunakan sebagai salah satu parameter untuk mendeskripsi massa batuan. Untuk menentukan RQD, ISRM menyarankan ukuran inti paling tidak berdiameter NX (54,7 mm), yang dibor dengan menggunakan “double-tube
19
core barrels”. Adapun hubungan antara RQD dengan kualitas batuan yang dikemukakan oleh Deere (1968) dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Hubungan Antara RQD dan Kualitas Batuan
RQD (%) Rock Quality
< 25 Very Poor
25-50 Poor
50-75 Fair
75-90 Good
90-100 Excellent
(Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
Hal yang perlu diperhatikan bahwa persentase RQD hanya terdiri potongan inti yang utuh dengan panjang 100 mm yang atau lebih, kemudian dibagi dengan panjang pemboran inti (core), untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.2. RQD dapat juga dihitung berdasarkan frekuensi kekar (diskontinuitas) dengan yang dirumuskan oleh Priest and Hudson (1976) ke dalam persamaan sebagai berikut :
RQD = 100 . e-0.1λ . (0,1λ + 1) Keterangan :
λ = rasio perbandingan jumlah kekar dengan panjang scanline (kekar/m).
(Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
Gambar 3.2.
Prosedur untuk Pengukuran dan Perhitungan RQD
20
Pembombotan secara keseluruhan parameter Rock Mass Rating dapat dilihat pada Tabel 3.5 sedangkan Tabel 3.5 merupakan pembagian kelas massa batuan dari pembobotan total.
Tabel 3.5
Parameter Klasifikasi dan Pembobotan dalam Sistem RMR
Parameter Range of Value
1
Srength of intact material
Point Load Strength Index (MPa)
>10 4-10 2-4 1-2
For this low range, Uniaxial compressive test is
prefferd
UCS (MPa) >250 100-250 50-100 25-50 5-25 1-5 <1
Rating 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 <25
Rating 20 17 13 8 3
3
Spacing of
Discontinuities > 2 m 0.6-2 m 200-600 mm 60-200mm < 60 mm
Rating 20 15 10 8 5
4
Condition of Discontinuities
Very Rough surface, Not continuous, No separation Unweathered wall rock
Slightly Rough Surface, Separation
<1mm, Slightly weathered
wall
Slightly Rough Surface, Separation
<1mm, Hightly weathered wall
Slickenside surface or Gouge <5mm
thick, Or Separation
1-5 mm, continuous
Soft gouge, tebal >5 mm, or Separation
1-5 mm, continuous
Rating 30 25 20 10 0
5 Ground
water
Inflow per 10 m tunnel length (l/m)
None <10 10-25 25-125 >125
Joint water pressure/
Major principal
stress
0 <0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 >0,5
General Condition
Completely
dry Damp Wet Dripping Flowing
Rating 15 10 7 4 0
(Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
Tabel 3.6
Kelas Massa Batuan Dari Pembobotan Total
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 <20
Class No I II III IV V
Description Very Good Rock Good Rock Fair Rock Poor Rock Very Poor Rock (Sumber : Z.T Bieniawski, 1989)
21 3.2.6. Orientasi Bidang Diskontinu
Bidang diskontinu pada massa batuan yang dianggap sebagai bidang lemah dapat berupa bidang perlapisan, sesar, dan kekar yang dapat ditentukan dengan menggunakan kompas geologi. Untuk menyatakan kedudukan bidang diskontinu tersebut maka harus dilakukan pengukuran jurus (strike), kemiringan (dip) dan arah kemiringan (dip direction) terhadap bidang diskontinu tersebut yang dapat dinyatakan dengan strike/dip atau dip/dip direction. Srike/jurus : arah garis horizontal pada bidang diskontinu yang diukur, dimana besarnya strike/jurus diukur dari arah utara.
Dip/kemiringan : sudut antara garis vertikal ke arah kemiringan bidang diskontinu dengan bidang horizontal. Dip diukur tegak lurus terhadap strike/jurus.
Dip direction/arah kemiringan : arah tegak lurus strike/jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dari arah utara. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Keterangan :
a. Pengukuran strike/jurus.
b. Pengukuran dip/kemiringan.
c. Pengukuran dip direction/arah kemiringan.
(Sumber : Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur, 2009)
Gambar 3.3.
Cara Pengukuran Orientasi Bidang Diskontinu 3.3. Analisis Kemantapan Lereng
3.3.1. Faktor Keamanan Lereng
Semua persamaan kestabilan lereng telah dituliskan untuk kondisi kesetimbangan batas, artinya gaya penggerak dan gaya penahan longsor pada keadaan setimbang. Lereng merupakan suatu permukaan tanah atau batuan yang
22
miring dan memiliki suatu sudut tertentu terhadap bidang horizontal. Secara prinsip, pada suatu lereng sebenarnya berlaku dua macam gaya, yaitu gaya penahan dan gaya penggerak.
Gaya penahan, yaitu gaya yang menahan massa dari pergerakan sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan massa bergerak. Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar dari gaya penahan. Secara matematis kemantapan suatu lereng dinyatakan dalam bentuk Faktor Keamanan (FK), sebagai berikut:
Penggerak Gaya
Penahan
FK Gaya ... (3.1 )
Nilai faktor keamanan secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut :
FK < 1 berarti lereng tersebut tidak stabil
FK = 1 berarti lereng tersebut seimbang
FK > 1 berarti lereng tersebut stabil
3.3.2. Mekanisme Dasar Terjadinya Longsor
Sifat- sifat yang relevan dengan masalah kestabilan lereng adalah sudut gesek dalam,kohesi dan bobot isi. Pengertian sudut gesek dalam dan kohesi akan dijelaskan pada Gambar 3.4. Gambar 3.4 tersebut menjelaskan secara sederhana mengenai perconto batuan yang terdapat bidang diskontinu dan kemudian bekerja tegangan geser dan tegangan normal, sehingga akan menyebabkan batuan tersebut retak pada bidang diskontinu dan mengalami pergeseran.
Tegangan geser yang dibutuhkan sehingga batuan tersebut retak dan bergeser akan bertambah sesuai dengan pertambahan tegangan normal. Pada Gambar 3.4 hubungan secara linear membentuk garis dimana sudut yang terbentuk sebesar terhadap horizontal, sudut inilah yang dinamakan sudut gesek dalam. Apabila tegangan normal dibuat nol dan kemudian batuan diberikan tegangan geser sampai batuan tersebut mulai retak, maka harga tegangan geser yang dibutuhkan pada saat akan mulai retak adalah merupakan besar nilai kohesi ( c ) dari batuan tersebut. Hubungan tegangan geser ( τ ) dengan tegangan normal ( σn ) dapat dinyatakan sebagai berikut :
τ = c + σn Tan ... ... (3.2)
23 (Sumber : Hoek & Bray, 1981 )
Gambar 3.4.
Hubungan antara Tegangan Geser dengan Tegangan Normal
(Sumber: Abramson Lee, dkk, 2002)
Gambar 3.5.
Gambaran Lereng dengan Sudut Gelincir
Dalam memahami mekanisme terjadinya longsor suatu lereng yang dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan untuk memudahkan dalam memahaminya maka
digambarkan menjadi suatu blok yang berada pada bidang miring (lihat Gambar 3.6), bidang miring mewakili bidang gelincir dari lereng tersebut.
Gambar 3.6. memperlihatkan gaya-gaya yang bekerja pada suatu blok yang berada pada suatu bidang miring.
24 (Sumber : Hoek & Bray, 1981 )
Gambar 3.6.
Komponen Gaya pada Suatu Benda di atas Bidang Miring
Massa dari blok seberat W yang berada dalam keadaan setimbang di atas suatu bidang yang membentuk sudut terhadap horizontal. Gaya berat yang mempunyai arah vertikal dapat diuraikan pada arah sejajar dan tegak lurus bidang miring. Komponen gaya berat yang sejajar bidang miring dan yang cenderung menyebabkan benda menggelincir adalah W sin .
Komponen gaya yang tegak lurus bidang dan merupakan gaya yang menahan benda untuk menggelincir adalah W cos atau gaya normal. Kemudian tegangan normal dapat diberikan sebagai berikut :
σn =
A W cos
... ( 3.3 ) Keterangan : A = Luas Dasar Blok (m2)
= Kemiringan Bidang (...0 ) W = Gaya Berat Balok (kN) maka : = c +
A W cos
tan ... ( 3.4 ) Adapun gaya geser (R) yang bekerja untuk menahan geseran pada dasar blok dinotasikan sebagai ( R = τ A ), sehingga diperoleh persamaan :
R = c A + W cos α Tan ... ( 3.5 ) Pada kondisi kesetimbangan gaya penggerak yang bekerja pada suatu bidang akan sama dengan gaya yang menahan, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan:
25
W sin α = c A + W cos α Tan ... ( 3.6 ) Pengaruh keberadaan air pada massa batuan terhadap kestabilan lereng dapat diandaikan sebuah kaleng yang terisi air pada suatu bidang basah dengan sudut kemiringan sebesar . Gaya yang bekerja dapat dilihat pada Gambar 3.7.
(Sumber : Hoek & Bray, 1981 )
Gambar 3.7.
Gaya – Gaya pada Bejana di atas Bidang Miring
Apabila diandaikan berat perunit volume dari kaleng ditambah air dinotasikan sebagai t sementara berat per unit volume air adalah w maka w = t h A dan nilai kohesi = 0, maka air ini akan dapat menimbulkan tekanan ke atas sebesar U, sehingga dapat memperkecil tegangan normal yang bekerja pada bidang luncur ( n = W cos / A ), maka persamaan 3.4 dapat dijabarkan sebagai :
R = c A + W cos tan , sehingga ;
R = ( W cos - U ) tan ………..……. ( 3.7 ) Besarnya nilai U tergantung tinggi air dalam kaleng. Pada Gambar 3.7 akan terlihat bahwa hw = h cos , h dan hw merupakan tinggi kaleng dan air, maka :
U = w h (cos ) A
t wW U .cos
U = ( w / t) W cos …..………....(3.8) Kemudian subsitusikan persamaan (3.7) ke persamaan (3.8) maka akan diperoleh persamaan gaya geser (R) adalah sebagai berikut :
26
R = ( W cos - ( w / t ) . W cos ) tan
R = W cos ( 1 - w / t ) tan …..………...……..….… ( 3.9 ) Apabila kaleng pada keadaan kritis, dan mempunyai nilai kohesi = 0, serta terdapat air pada bidang luncur maka berdasarkan persamaan keseimbangan, hubungan antara sudut geser dalam dengan sudut kemiringan bidang dapat ditulis sebagai berikut :
W sin = W cos ( 1 - w / t ) tan
tan = ( 1 - w / t ) tan ….……… ( 3.10 ) Kehadiran air tanah pada tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi kestabilan lereng. Perhatikan suatu kasus dari blok pada keadaan setimbang yang terletak pada bidang miring, hal ini dianggap bahwa blok terpisah oleh suatu retakan tarik yang terisi oleh air (Lihat Gambar 3.8.).
(Sumber : Hoek & Bray, 1981 )
Gambar 3.8.
Pengaruh Tekanan Air pada Rekahan Suatu Blok
Tekanan air pada retakan tarik bertambah secara linier dengan kedalaman dan gaya total V, karena bekerjanya tekanan air ini pada muka samping dari blok yang bekerja turun terhadap bidang miring. Hasil distribusi tekanan air dalam bentuk gaya angkat U mengurangi gaya normal yang berkerja tegak lurus permukaan tersebut.
Kondisi keseimbangan batas terhadap blok yang terkena gaya air V dan U, sebagai tambahan dari beratnya sendiri, ditentukan oleh:
W sin +V = cA + (Wcos – U) Tan ...(3.11)
27
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa gaya penggerak cenderung menyebabkan longsor ke bawah bidang bertambah dan gaya geser penahan longsor berkurang, oleh karena itu U dan V keduanya menyebabkan berkurangnya kestabilan lereng.
3.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng 3.3.3.1. Kekuatan Massa Batuan
Kekuatan massa batuan yang sangat berperan dalam analisis kestabilan lereng terdiri atas sifat fisik dan mekanik batuan / tanah tersebut. Sifat fisik batuan / tanah yang digunakan dalam analisis kestabilan lereng adalah bobot isi, sedangkan sifat mekaniknya adalah kuat geser batuan yang dinyatakan dengan parameter kohesi (c), dan sudut gesek ( ). Kekuatan geser batuan ini adalah kekuatan yang berfungsi sebagai gaya penahan pada lereng.
3.3.3.2. Geometri Lereng
Geometri lereng adalah tinggi (H) dan kemiringan lereng ( ), baik itu secara individu (single slope) maupun secara keseluruhan (overall slope). Suatu lereng disebut lereng individu apabila dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut keseluruhan apabila dibentuk oleh beberapa jenjang. Kemiringan lereng keseluruhan diperoleh dengan menarik garis dari batas bawah (toe) sampai ke batas atas (crest) jenjang teratas (lihat Gambar 3.9).
(Sumber: Jonny Sjoberg, 1996)
Gambar 3.9.
Penampang Lereng Individu dan Lereng Keseluruhan