• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 5 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 5 YOGYAKARTA."

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS

NEGERI 5 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Leni Indriani NIM 12104241027

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Sesunguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). dan hanya kepada Tuhan-mu lah hendaknya kamu berharap”.

(Terjemahan Q.S Al-Insyirah: 6-8)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar (Umar Bin Khattab)

Jangan mudah mengeluh, karena lelahmu tak sebanding dengan pengorbanan orang tuamu

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur, karya kecil yang sederhana ini kupersembahkan untuk:

 Kedua orangtuaku tercinta bapak Sularso dan Ibu Giyarti yang lebih

pantas menyandang gelar ini.

 Kak tercintaku Ika Susilowati yang selalu memberikan semangat.

 Para sahabatku tercinta Aida, Ayu, Laili, Leha, Lupi, Mei, Meita, Noviana,

Rifa, Tara, Vyta yang senantiasa ada baik suka maupun duka.

 Teman-teman seperjuangan Bimbingan dan Konseling 2012 khususnya

(7)

vii

PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS

NEGERI 5 YOGYAKARTA

Oleh Leni Indriani NIM 12104241027

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kecerdasan emosi, dan penyesuaian diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta, serta aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah expostfacto dengan jenis penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 256 siswa kelas XI. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 170 siswa ditentukan dengan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan skala kecerdasan emosi dan skala penyesuaian diri dengan empat pilihan jawaban. Uji validitas instrumen menggunakan expert judgement dan uji reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan koefisien

alpha cronbach. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan nilai F hitung sebesar 189,314 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi pula penyesuaian diri siswa. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi siswa, maka semakin rendah pula penyesuaian diri siswa. Sumbangan efektif variabel kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri sebesar 53%, sedangkan 47% berasal dari faktor lain. Aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian diri yaitu aspek membina hubungan (15,8%), memotivasi diri (14,2%), dan empati (3,2%).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta” ini dengan baik. Keberhasilan

penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan ulur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta 2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

yang telah memberikan izin penelitian.

3. Bapak Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan izin penelitian.

4. Bapak Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, kritik, saran, motivasi, dan arahan dengan begitu sabarnya yang sangat berarti terhadap penelitian ini.

5. Ibu Dra. Sri Iswanti, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu selama proses perkuliahan.

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kecerdasan Emosi ... 13

1. Pengertian Kecerdasan Emosi ... 13

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ... 14

3. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosi ... 18

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ... 20

B. Kajian Penyesuaian Diri ... 22

(11)

xi

2. Penyesuaian Diri di Sekolah ... 23

3. Penyesuaian Diri yang Positif ... 25

4. Penyesuaian Diri yang Negatif ... 27

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 28

C. Tahapan Perkembangan Siswa ... 36

1. Pengertian Siswa pada Masa Remaja... 36

2. Karakteristik Remaja ... 38

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 40

D. Penelitian yang Relevan ... 41

E. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling ... 43

F. Kerangka Berpikir ... 45

G. Paradigma Penelitian ... 50

H. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

D. Definisi Operasional ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Instrumen Penelitian ... 55

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 58

H. Hasil Uji Coba Instrumen ... 60

I. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBASAHAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Deskripsi Waktu, Lokasi dan Subyek Penelitian ... 67

2. Deskripsi Hasil Data Penelitian ... 67

3. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 82

4. Hasil Uji Hipotesis ... 84

(12)

xii

C. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Aspek Kecerdasan Emosi ... 17

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta ... 52

Tabel 3. Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosi ... 62

Tabel 4. Kisi-Kisi Skala Penyesuaian Diri ... 63

Tabel 5. Jumlah Subyek Penelitian ... 67

Tabel 6. Deskripsi Data Kecerdasan Emosi ... 68

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kecerdasan Emosi ... 69

Tabel 8. Deskripsi Data Aspek Mengenali Emosi Diri ... 70

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Mengenali Emosi Diri 71 Tabel 10. Deskripsi Data Aspek Mengelola Emosi ... 72

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Mengelola Emosi ... 73

Tabel 12. Deskripsi Data Aspek Memotivasi Diri ... 74

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Memotivasi Diri ... 75

Tabel 14. Deskripsi Data Aspek Empati ... 76

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Empati ... 77

Tabel 16. Deskripsi Data Aspek Membina Hubungan ... 78

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Membina Hubungan ... 79

Tabel 18. Deskripsi Data Penyesuaian Diri ... 80

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri ... 81

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas ... 83

Tabel 21. Hasil Uji Linearitas ... 84

Tabel 22. Uji Statistik F ... 85

Tabel 23. Uji Regresi ... 85

Tabel 24. Uji Statistik t ... 86

Tabel 25. Nilai Fhitung Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah ... 87

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Paradigma Penelitian ... 50 Gambar 2. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kecerdasan Emosi 70 Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kesadaran Diri ... 72 Gambar 4. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Mengelola Emosi.. 74 Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Memotivasi Diri ... 76 Gambar 6. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Empati ... 78 Gambar 7. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Expert Judgement Variabel Kecerdasan Emosi ... 111

Lampiran 2. Expert Judgement Variabel Penyesuaian Diri ... 113

Lampiran 3. Pernyataan Skala Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri Sebelum Uji Expert ... 114

Lampiran 4. Daftar Pernyataan Skala Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri Sebelum Uji Expert ... 116

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi Setelah Item Gugur dihapus ... 123

Lampiran 6. Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosi setelah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 125

Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri setelah Item Gugur dihapus ... 126

Lampiran 8. Kisi-Kisi Skala Penyesuaian Diri setelah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 128

Lampiran 9. Skala Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri setelah Uji Expert dan Uji Reliabilitas ... 129

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas dan Linearitas ... 136

Lampiran 11. Hasil Uji Hipotesis ... 137

Lampiran 12. Hasil Uji Analisis Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ... 138

Lampiran 13. Rumus Kategorisasian Kecerdasan Emosi, Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri ... 139

Lampiran 14. Rekapitulasi Pengkategorisasian Hasil Penelitian pada Variabel Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri ... 143

Lampiran 15. Data Variabel Kecerdasan Emosi ... 147

Lampiran 16. Data Variabel Penyesuaian Diri ... 160

Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian ... 174

(16)
(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling tergantung dan membutuhkan satu sama lain dalam kehidupannya. Manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, karena ia tidak dapat hidup sendiri. Manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain sejak ia dilahirkan hingga melewati berbagai fase perkembangan dalam hidupnya, seperti masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua.

(18)

2

itu remaja harus mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan baru tersebut agar dapat menyesuaikan diri.

Penyesuaian diri menurut Nur Ghufron & Rini Risnawati (2014: 49) diartikan sebagai kemampuan individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga terdapat keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan dan tercipta keselarasan antara individu dengan realitas. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa remaja yang mampu menyesuaikan diri adalah remaja yang mampu memenuhi kebutuhannya secara seimbang dengan tuntutannya baik dari dalam diri maupun lingkungannya, sehingga tercipta keselarasan antara dirinya dengan realitas di lingkungannya.

Usia remaja di Indonesia umumnya tengah menempuh pendidikan di jenjang sekolah menengah atas (SMA), karena siswa SMA rata-rata berusia 16-18 tahun. Hal ini sejalan dengan syarat calon peserta didik baru kelas X SMA/MA menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 051/U/2002 tentang penerimaan siswa pada taman kanak-kanak dan sekolah, yaitu:

“... berusia setinggi-tingginya 21 (dua puluh satu) tahun pada awal tahun pelajaran baru” (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2007: 91).

(19)

3

dilewatkan di sekolah. Banyaknya waktu yang dihabiskan siswa di sekolah mengharuskan siswa untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolah baik teman sebaya, guru, maupun staff yang ada di sekolah, sehingga siswa harus mampu menyesuaikan diri ketika di sekolah. Penyesuaian diri di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mencapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan baik dari dalam diri maupun lingkungan sekolah. Kebutuhan dan tuntutan siswa yang dimaksud mencakup aspek-aspek penyesuaian diri di sekolah menurut Schneider (dalam Sulisworo Kusdiyati, dkk., 2011: 187). Aspek-aspek penyesuaian diri tersebut mencakup mau menerima dan menghormati otoritas sekolah, berminat dan berpartisipasi pada aktifitas sekolah, membina relasi yang baik dengan teman sekolah, guru dan unsur-unsur sekolah, mau menerima tanggung jawab, serta membantu sekolah dalam mewujudkan tujuan. Siswa yang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutannya selama di sekolah, berarti siswa tersebut mampu menyesuaikan diri di sekolah.

(20)

4

pada masa selanjutnya, sebaliknya remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik maka akan kesulitan menyesuaikan diri di masa selanjutnya.

Remaja yang memiliki kemampuan penyesuaian diri baik akan memberikan respon-respon positif yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya, hal ini sejalan dengan Mohammad Ali & Mohammad Asrori (2006: 176) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia mampu melakukan respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sedangkan remaja yang memiliki penyesuaian diri rendah akan mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sunarto & Hartono (2002: 90-100) mengungkapkan bahwa kegagalan yang dialami remaja ini akan mengakibatkan remaja melakukan penyesuaian yang salah. Remaja yang memiliki kemampuan penyesuaian diri rendah akan bertingkah laku emosional, tidak terarah dan tidak realistik ketika mengatasi masalah yang dihadapinya. Remaja menjadi mudah tersinggung, cenderung menarik diri dari lingkungan keluarga dan temannya, lebih suka menyendiri, tampak tidak bahagia, dan lain-lain.Respon negatif yang diberikan remaja terjadi karena remaja yang tidak dapat mengelola serta mengontrol emosinya dengan baik, sehingga remaja memberikan respon yang tidak sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

(21)

5

dan penyakit; perkembangan dan kematangan; penentu psikologis mencakup pengalaman, belajar, determinasi, dan konflik; kondisi lingkungan mencakup keluarga, masyarakat, dan sekolah; dan penentu kultural yang mencakup budaya dan agama.

Perbedaan tingkat penyesuaian diri juga dialami oleh siswa SMA. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti, diketahui terdapat berbagai permasalahan mengenai kecerdasan emosi dan penyesuaian diri di sekolah. Permasalahan yang sering terjadi di SMA N 5 Yogyakarta salah satunya adalah terlambat datang sekolah, hampir setiap hari terdapat siswa yang terlambat datang sekolah terutama pada siswa kelas XI dan XII yang mengikuti pendalaman materi (PM). PM merupakan jam tambahan bagi siswa kelas XI dan XII yang dimulai pukul 06.25 WIB, yang diadakan pihak sekolah untuk mempertahankan serta meningkatkan prestasi siswa. Beberapa siswa beralasan terlambat datang ke sekolah karena bangun kesiangan, dan tidak ada yang mengantar ke sekolah. Guru BK dalam wawancara mengatakan bahwa sekolah bertindak tegas pada siswa yang terlambat datang ke sekolah dengan memberikan peringatan, sedangkan untuk siswa yang sering terlambat datang sekolah akan diberikan poin pelanggaran serta dilakukan kunjungan rumah (home visit) oleh guru BK atau dengan memanggil orang tua datang ke sekolah untuk mengetahui penyebab pasti siswa terlambat datang sekolah.

(22)

6

itu dijumpai beberapa siswa yang memakai sepatu berwarna, tidak memakai pakaian adat ketika hari Kamis Pahing dimana semua siswa di wilayah Kota Yogyakarta harus memakai pakaian adat. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum mampu menyesuaikan diri dengan otoritas atau tata tertib sekolah, hal ini karena tidak adanya aspek kesadaran diri pada siswa.

(23)

7

Observasi selanjutnya dilakukan ketika mengerjakan tugas kelompok. Beberapa siswa laki-laki tidak setuju jika berkelompok dengan siswa perempuan, sehingga mereka lebih memilih untuk membagi kelompok dengan memilih sendiri anggotanya dibandingkan pembagian secara acak. Selanjutnya, ketika jam istirahat berlangsung, beberapa siswa memilih untuk tidak bergabung dengan teman-temannya yang lain. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa merasa dirinya mudah merasa malu dengan kawan lawan jenis, selain itu siswa juga merasa lebih suka menyendiri dibandingkan bergabung dengan teman-temannya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang mampu menguasai aspek membina hubungan dengan teman sebaya, sehingga siswa kurang mampu menyesuaikan diri dengan teman sebayanya. Pada saat tugas kelompok berlangsung, ditemukan beberapa siswa yang memaksakan pendapatnya agar diterima oleh teman-temannya,namun siswa tersebut tidak mau menerima pendapat teman-temannya yang tidak sependapat dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang mampu menerima sudut pandang orang lain, yang berarti bahwa siswa tersebut tidak menguasai aspek mengenali emosi orag lain atau empati.

(24)

8

Perlunya kecerdasan emosi bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral. Semakin banyak bukti bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari kemampuan emosional yang melandasinya(Agus Efendi 2005: 191).Baik buruknya emosi yang dimiliki siswa, akan menentukan tindakan dan perilaku yang akan dilakukan siswa dalam mencapai tujuan. Emosi remaja yang tidak stabil memungkinkan remaja melakukan penyesuaian diri yang salah, sehingga siswa SMA sebagai remaja memerlukan kematangan emosi yang baik dalam menyelesaikan permasalahan. Seseorang yang matang secara emosi berarti mampu menerapkan aspek-aspek kecerdasan emosi dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa diharapkan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi agar dapat menyelesaikan masalah penyesuaian diri, sehingga siswa dapat menentukan tindakan dan perilaku yang dilakukan dalam mencapai tujuannya.

Kesuksesan seseorang tidak hanya ditetapkan oleh kecerdasan intelektual saja, melainkan juga membutuhkan kecerdasan emosi. Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman (2004: 44) yang menyebutkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% berasal dari faktor lain, diantaranya adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan intelektual tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kecerdasan emosi. Keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi merupakan kunci keberhasilan siswa dalam menyesuaikan diri di sekolah.

(25)

9

kecerdasan emosi saling berkaitan satu sama lain. Fernandez & Berrocal (dalam Lusiawati, 2013: 174) mengungkapkan bahwa remaja yang mampu mengelola emosi akan lebih mampu dalam mengatasi kehidupan sehari-hari, memfasilitasi penyesuaian diri yang lebih baik sehingga dapat mengatasi rasa ketidaknyamanan yang dialami. Siswa diharapkan memiliki aspek-aspek kecerdasan emosi yang tinggi agar kecerdasan emosi yang dimiliki tinggi.Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi pula penyesuaian diri yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosi siswa, maka semakin rendah pula penyesuaian dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, kecerdasan emosi secara keseluruhan diduga berpengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta. Aspek-aspek kecerdasan emosi diduga juga memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah. Namun besarnya peranan kecerdasan emosi secara keseluruhan serta aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakartabelum diteliti. Maka dipandang perlu dilakukan penelitian untuk menguji pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah serta aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

(26)

10

1. Terdapat siswa SMA N 5 Yogyakarta yang masih menunjukkan penyesuaian diri di sekolah kurang, ditandai dengan adanya sejumlah siswa yang kurang menguasai kemampuan membina relasi yang baik dengan guru ketika pelajaran berlangsung.

2. Terdapat siswa yang menunjukkan penyesuaian diri kurang, ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam menerima dan menghormati otoritas sekolah.

3. Terdapat siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang kurang, ditandai dengan adanya sejumlah siswa yang belum menguasai kemampuan mengenali emosi diri atau kesadaran diri.

4. Terdapat siswa yang memiliki kecerdasan emosi kurang, ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam menerima sudut pandang orang lain. 5. Diduga kurangnya penyesuaian diri di sekolah pada siswa dipengaruhi oleh

kecerdasan emosi yang dimiliki siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, batasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu pengaruh kecerdasan emosi serta aspek-aspeknya terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

(27)

11

XI di SMA N 5 Yogyakarta dan aspek-aspek kecerdasan emosi mana saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah, serta aspek-aspek kecerdasan emosimana yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Bimbingan dan Konseling, terutama dalam bidang BK Pribadi dan BK Sosial.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan: a. Bagi Siswa Kelas XI

(28)

12

b. Bagi guru Bimbingan dan Konseling SMA N 5 Yogyakarta

Dapat memberikan masukan berupa gambaran tentang kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri di sekolah yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta, sehingga guru dapat memberikan layanan bimbingan yang tepat bagi siswa.

c. Peneliti selanjutnya

(29)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Setiap individu memiliki kecerdasan dalam dirinya, baik kecerdasan intelektual, maupun kecerdasan emosional. Dimana kecerdasan tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda.Kecerdasan intelektual tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan kecerdasan emosi. Goleman (2004: 45) memberikan pandangan bahwa “kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati; dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa”.

(30)

14

Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1998: 8) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan”.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengenali emosi yang dialaminya, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Cooper dan Sawaf (dalam Casmini 2007: 21-22) membagi aspek-aspek kecerdasan emosi menjadi empat aspek, yaitu:

a. Kesadaran emosi (emotional literacy)

Kesadaran emosi bertujuan untuk membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan emosi yang dialami dan kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain serta kemampuan untuk mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi reaksi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.

b. Kebugaran emosi (emotional fitness)

(31)

15

kemampuan untuk mempercayai orang lain serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.

c. Kedalaman emosi (emotional depth)

Kedalaman emosi mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dan kerja dengan potensi serta bakat unit yang dimiliki. Komitmen ini berupa tanggung jawab yang memiliki potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.

d. Alkimia emosi (emotional alchemy)

Alkimia emosi merupakan kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih bersembunyi dan peluang yang masih terbuka untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan mempertahankan masa depan.

Goleman(2004: 57) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi memiliki lima kecakapan dasar, yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Berikut penjelasan lima aspek kecerdasan emosi tersebut:

1. Mengenali emosi diri (kesadaran diri)

(32)

16

pertimbangan yang matang, serta memiliki tolak ukur yang realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang dalam menangani perasaannya dengan tepat, mencakup menghibur diri sendiri untuk menangani perasaan negatif, mengendalikan emosi, serta melepaskan kecemasan dan kemurungan sehingga dapat bangkit dari perasaan yang menekan atau dengan kata lain tidak larut dalam emosi.

3. Memotivasi diri sendiri

Memotivasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan fokus pada tujuan yang akan dicapai, optimis dengan apa yang dilakukan, bertindak produktif dan efektif dalam hal apapun yang dikerjakan, serta mampu bangkit dari kegagalan yang dialaminya.

4. Mengenali emosi orang lain / Empati

Empati merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali atau memahami orang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan empati akan mampu menerima sudut pandang orang lain, memahami perasaan orang lain atau peka terhadap perasaan orang lain, dan mau mendengarkan orang lain. 5. Membina hubungan

(33)

17

Menurut Syamsu Yusuf (2007, 113-114) menyebutkan aspek-aspek kecerdasan emosi berdasarkan pendapat Goleman yang telah dikembangkan ke dalam beberapa indikator dari berbagai tindakan seseorang dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Aspek Kecerdasan Emosi

No Aspek Indikator

1. Kesadaran diri a. Mengenal dan merasakan emosi sendiri

b. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan

2. Mengelola emosi a. Bersikap toleran terhadap

Frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik

b. Mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa harus berkelahi

c. Dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain

d. Memiliki perasaan yang positif tentang diri sendiri, sekolah, dan keluarga

e. Memiliki kemampuan untuk mengatasi ketegangan jiwa (stres)

3 Memanfaatkan emosi secara

produktif

a. Memiliki rasa tanggung jawab

b. Mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan

4 Empati a. Mampu menerima sudut pandang/saran

orang lain

b. Peka terhadap perasaan orang lain dan suka menolong

5 Membina hubungan a. Dapat menyelesaikan konflik dengan orang

lain

b. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain

c. Memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya

d. Bersikap senang berbagi rasa dan bekerjasama

Sumber: Syamsu Yusuf (2007: 113-114)

(34)

18

mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

3. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang berbeda-beda, tinggi rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang dapat dilihat kemampuan individu dalam menghadapi suatu permasalahan. Menurut Goleman (2004: 60-61) karakteristik individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan rendah sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan dalam menghadapi frustasi.

Seorang individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu memotivasi diri untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan serta mampu bertahan ketika menghadapi frustasi ketika mengalami suatu masalah.

b. Dapat mengendalikan dorongan-dorongan hati sehingga tidak melebih-lebihkan suatu kesenangan.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu mengendalikan dorongan hati ketika mengalami emosi dan tidak melebih-lebihkan ketika ia mengalami kesenangan

c. Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir seseorang.

(35)

19

kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi stress. Individu yang memiliki kecerdasan emosi akan menjaga kemampuan berfikirnya dengan baik sehingga mampu menghadapi masalah yang dialaminya dengan mudah. d. Mampu untuk berempati terhadap orang lain dan tidak lupa berdoa.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu berempati pada orang lain, karena ia mampu menempatkan diri pada kondisi orang lain yang sedang mengalami msalah atau tertimpa musibah. Individu yang memiliki kecerdasan emosi senantiasa berdoa dalam hidupnya.

Menurut Dapsari (dalam Casmini, 2007: 24) ciri-ciri kecerdasan emosi yang tinggi, yaitu:

a. Optimal dan selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya, seperti saat menangani peristiwa dalam hidupnya dan menangani tekanan masalah-masalah pribadi yang dihadapi.

b. Terampil dalam membina emosinya, dimana orang tersebut terampil di dalam mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, juga kesadaran emosi terhadap orang lain.

c. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi,meliputi kecakapan internasionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan antar-pribadi, dan ketidakpuasan konstruktif.

d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.

e. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship quotient dan kinerja optimal.

(36)

20

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi secara umum mampu memotivasi diri dan dapat bertahan mengatasi frustasi, mampu mengendalikan dorongan hati serta tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya, mampu berempati terhadap orang lain, optimal dalam menangani situasi dalam hidupnya, serta terampil dalam membina emosinya.Sedangkan individu yang mempunyai kecerdasan emosi rendah cenderung pemarah, mudah putus asa, bersifat egois, gelisah.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki individu berbeda-beda, hal ini di sebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Goleman (dalam Casmini, 2007: 23)terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Merupakan faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbic, lobus prefrontal dan hal lain yang ada pada otak emosional.

b. Faktor eksternal

(37)

21

tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media masa maupun media elektronik.

LeDoux (dalam Goleman, 2004: 14-35) menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

a. Fisik

Bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak dibagi menjadi dua yaitu neokorteks (atau yang sering disebut korteks) yang digunakan untuk berfikir dan system limbic yang mengurusi emosi. Kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang. Neokorteks merupakan tempat untuk memproses penginderaan, disana sinyal-sinyal yang masuk ke talamus akan disusun menjadi benda-benda yang kita pahami, selanjutnya dari neokorteks dikirim ke otak limbik. Dari proses tersebut respons yang cocok direfleksikan melalui otak dan bagian tubuh lainnya. b. Psikis

Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.

(38)

22

merupakan faktor yang berasal dari luar individu seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

B. Kajian Penyesuaian Diri

1. Pengertian penyesuaian diri

Sofyan S. Willis (2005: 55) menjelaskan penyesuaian diri merupakan kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungan. Sejalan dengan Sofyan Willis, Sunarto & Hartono (2002: 222) menjelaskan penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Individu sebagai makhluk sosial yang tinggal di lingkungan masyarakat, dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian diri agar tercipta keharmonisan dan keseimbangan antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.

(39)

berbeda-23

beda dalam menghadapi masalah yang dapat terjadi kapan saja, dimana individu menghadapi keadaan baru dengan belajar dari perubahan dalam tindakan atau sikapnya.

Schneider (dalam Desmita, 2014: 193) juga menjelaskan penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal.Usaha individu tersebut dilakukan untuk mencapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam dirinya dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai penyesuaian diri, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan secara seimbang sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan dari dalam diri dengan lingkungan sekitar.

2. Penyesuaian Diri di Sekolah

(40)

24

penyesuaian sosial. Schneider (dalam Sulisworo Kusdiyati, dkk., 2011:187) membagi aspek-aspek penyesuaian diri di sekolah menjadi lima aspek antara lain sebagai berikut:

a. Mau menerima dan menghormati otoritas sekolah.

Siswa mampu menerima dan menghormati kebijakan dan tata tertib sekolah, dengan mematuhi tata tertib yang ada di sekolah.

b. Berminat dan berpartisipasi pada aktifitas sekolah.

Siswa mampu berpartisipasi dalam kegiatan non akademik untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam hal ini, siswa diwajibkan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat untuk mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya.

c. Membina relasi yang baik dengan teman sekolah, guru dan unsur-unsur sekolah.

Siswa mampu menjalin hubungan sosial dengan baik dengan kepala sekolah, guru, karyawan dan karyawati, teman sebaya maupun warga sekolah lainnya.

d. Mau menerima tanggung jawab.

Siswa mampu mengikuti kegiatan akademik secara aktif, dengan tidak meninggalkan sekolah pada saat kegiatan jam belajar mengajar berlangsung kecuali ada urusan yang mendesak, tidak membolos, dan mengumpulkan tugas-tugas dengan tepat waktu.

(41)

25

Siswa mampu mengembangkan bakat, minat dan kemampuan dibidang akademik maupun non akademik untuk ketercapaian visi dan misi sekolah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri di sekolah merupakan kemampuan yang dilakukan individu atau siswa untuk mencapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan baik dari dalam diri maupun lingkungan sekolah yang mencakup mau menerima dan menghormati otoritas sekolah, berminat dan berpartisipasi pada aktifitas sekolah, membina relasi yang baik dengan teman sekolah,guru, dan unsur-unsur sekolah, mau menerima tanggung jawab, serta membantu sekolah dalam mewujudkan tujuan.

3. Penyesuaian Diri yang Positif

Menurut Mohammad Ali & Asrori (2014: 176) seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik apabila ia mampu melakukan respons-respons yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien apabila ia mampu melakukan respons dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin, dan dikatakan sehat apabila respons-respons yang dilakukannya sesuai dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok antar individu, dan hubungan antara individu dengan penciptanya.

Sunarto & Hartono (2002: 224-225) menjelaskan bahwa seseorang yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

(42)

26

Individu mampu bersikap tenang, emosi tetap stabil dan terkendali, serta tidak panik ketika menghadapi suatu masalah. Hal ini membuat individu mampu mengambil solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

b. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis

Individu dikatakan mampu menyesuaikan diri dengan positif apabila ia mampu menyelesaikan masalah dengan baik tanpa menggunakan mekanisme psikologis seperti defence reaction (reaksi bertahan), dan escape reaction

(reaksi melarikan diri).

c. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi ketika menghadapi suatu masalah. Individu mampu menghadapi masalahnya dengan tenang tanpa merasa terbebani dengan permasalahan yang ada.

d. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri

Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia mampu mempertimbangkan secara rasional keputusan yang akan diambilnya dalam menghadapi masalah, selain itu ia juga mampu mengarahkan diri kearah yang positif agar tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

e. Mampu dalam belajar

(43)

27

pengetahuan dan keterampilan individu, sehingga membantu individu dalam menyesuaikan diri.

f. Menghargai pengalaman

Adanya permasalahan yang dialami individu atau orang lain akan menambah pengalaman individu dalam menghadapi suatu masalah. Pengalaman setiap individu berbeda-beda dalam menghadapi suatu masalah. Individu dapat belajar dari pengalaman orang lain ketika menghadapi suatu masalah.

g. Bersikap realistik dan objektif

Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia mampu bersikap realistik dan objektif terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam menghadapi suatu masalah.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang positif ditandai dengan tidak adanya ketegangan emosional, tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis, tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu belajar, menghargai pengalaman, bersikap realistik dan objektif, serta mampu bereaksi terhadap dirinya maupun lingkungannya dengan cara yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat.

4. Penyesuaian Diri yang Negatif

(44)

28

yang salah ditandai dengan adanya bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif dan sebagainya. Bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah antara lain yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, serta reaksi melarikan diri.

a. Reaksi bertahan

Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang salah apabila ia berusaha untuk mempertahankan dirinya bahwa ia tidak pernah mengalami kegagalan, dimana yang sebenarnya ia mengalami kegagalan.

b. Reaksi menyerang

Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang salah apabila ia menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalan yang dialaminya.

c. Reaksi melarikan diri

Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya.

Berdasarkan perndapat dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri negatif memiliki tiga bentuk reaksi yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri Remaja

(45)

29

yang mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja ada lima, yaitu: kondisi fisik, kepribadian, proses belajar, lingkungan, agama serta budaya.

a. Kondisi fisik, kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja. Aspek kondisi fisik yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut:

1) Hereditas dan konstitusi fisik

Hereditas dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik. Semakin dekat kapasitas pribadi, sifat, atau kecenderungan berkaitan dengan kontitusi fisik maka semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Kecenderungan ke arah malasuai (maladjusment) diturunkan secara genetis, khususnya melalui media temperamen. Faktor lain yang berkaitan konstitusi tubuh yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah intelegensi dan imajinasi.

2) Sistem utama tubuh

Sistem utama tubuh yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar, dan otot. Sistem syaraf merupakan kondisi umum yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik, sistem syaraf yang berkembang normal dan sehat akan berpengaruh baik pada penyesuaian diri dan sebaliknya penyimpangan pada sistem syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental yang penyesuaian dirinya kurang baik.

3) Kesehatan fisik

(46)

30

diri, percaya diri, dan harga diri yang akan menguntungkan bagi proses penyesuaian diri. Kondisi fisik yang tidak sehat akan menimbulkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri, bahkan menyalahkan diri sehingga berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku, sikap, dan karakteristik lainnya. Oleh karena itu, semakin kaku dan tidak ada kemauan serta kemampuan untuk merespons lingkungan, semakin besar kemungkinannya untuk mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian diri. Kualitas kemampuan untuk berubah akan berkurang atau menurun disebabkan oleh sikap dan kebiasaan yang kaku, kecemasan yang sering dialami, frustasi yang sering muncul.

2) Pengaturan diri

Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri dapat mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

(47)

31

Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa.

4) Intelegensi

Kemampuan pengaturan diri muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam penyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi. Baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektual atau intelegensinya. Intelegensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip, dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri.

c. Edukasi/Pendidikan

Unsur-unsur edukasi/pendidikan yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

1) Belajar

(48)

32

dalam atau disposisi terhadap respons. Perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari yang normal sampai dengan malasuai dipengaruhi oleh belajar dan kematangan.

2) Pengalaman

Pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap proses penyesuaian diri ada dua jenis, yaitu pengalaman yang menyehatkan

(salutary experiences) dan pengalaman traumatik (traumatic

experiences). Pengalaman yang menyehatkan adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang mengenakkan, mengasyikkan dan bahkan dirasa ingin mengulangnya kembali. Pengalaman traumatik adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakkan, menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan sehingga individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa tersebut terulang kembali. 3) Latihan

Penyesuaian diri memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik. Seseorang yang sebelumnya memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, akan memiliki penyesuaian diri yang bagus di lingkungan barunya jika melakukan latihan dengan sungguh-sungguh.

4) Determinasi diri

(49)

33

yang sangat kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri secara tuntas, atau bahkan merusak diri sendiri.

d. Lingkungan

Variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri meliputi:

1) Lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting bagi penyesuaian diri individu.

2) Lingkungan sekolah. sekolah dipandang sebagai media yang sangat berguna untuk memengaruhi kehidupan dan perkemabangan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap, dan moral siswa. Proses sosialisasi yang dilakukan melalui iklim kehidupan sekolah yang diciptakan oleh guru dalam interaksi edukatifnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri anak.

3) Lingkungan masyarakat. Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan penyesuaian dirinya.

e. Agama dan Budaya

(50)

34

adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Sedangkan menurut Sunarto & Hartono (2002: 229-236) faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu:

a. Kondisi fisik

Kondisi fisik meliputi bentuk tubuh, kesehatan, penyakit, dan sebagainya. Struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku karena sistem saraf, kelenjar, dan otot-otot adalah faktor penting dalam penyesuaian diri. Kondisi jasmaniah yang baik akan mempengaruhi penyesuaian diri, oleh karena itu penyesuaian diri yang baik dapat dicapai dengan kondisi jasmaniah yang baik.

b. Perkembangan dan kematangan

Tingkat kematangan yang dicapai antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri juga berbeda-beda. Individu yang semakin bertambah usianya, menjadi semakin matang untuk melakukan respon yang menentukan pola penyesuaian dirinya. Kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seseorang yang mencakup emosi, sosial, moral, dan intelektual.

c. Penentu psikologis 1) Pengalaman

(51)

35

diri yang baik, serta pengalaman traumatik yaitu pengalaman yang cenderung mengakibatkan kegagalan dalam suatu penyesuaian sosial. 2) Belajar

Belajar adalah faktor dasar pada penyesuaian diri. Melalui belajar, akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian. 3) Determinasi

Determinasi diri merupakan suatu faktor kekuatan yang mendorong individu untuk dapat mencapai sesuatu yang baik maupun sesuatu yang buruk, yang bertujuan untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi atau yang dapat merusak diri. Determinasi berperan penting dalam penyesuaian diri karena memiliki peranan dalam pengendalian pola dan arah pada penyesuaian diri.

4) Konflik

Setiap individu memiliki cara tersendiri dalam mengatasi konflik yang dihadapinya, sehingga individu yang satu dengan yang lain berbeda dalam mengatasi konflik. Namun intinya berupaya untuk meningkatkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara sosial. Individu yang mudah melakukan penyesuaian diri yang baik adalah individu yang mampu mengatasi konflik yang dialaminya.

d. Kondisi lingkungan

(52)

36

untuk melakukan interaksi sosial, yang kemudian dikembangkan di masyarakat. Masyarakat berpengaruh besar pada pola hidup anggotanya. Keadaan lingkungan masyarakat akan menentukan proses penyesuaian diri anggotanya.

e. Penentu kultural

Penentu kultural mencakup budaya dan agama. Lingkungan budaya dimana individu berada dan berinteraksi dapat menentukan pola penyesuaian diri. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik-konflik yang terjadi, frustasi, dan bentuk ketegangan lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain kondisi fisik yang meliputi hereditas, sistem utama tubuh, kesehatan fisik; perkembangan dan kematangan, kepribadian yang meliputi kemauan dan kemampuan untuk berubah, pengaturan diri, realisasi diri, intelegensi; penentu psikologis yang meliputi, pengalaman, belajar, latihan, konflik, determinasi diri; lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat; serta agama dan budaya.

C. Tahapan Perkembangan Siswa

1. Pengertian Siswa pada Masa Remaja

(53)

37

belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun. Lebih lanjut Hurlock menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami banyak perubahan baik fisik maupun non fisik. Agoes Dariyo (2004: 13-14) mendefinisikan remaja (adolescence) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial.

Pengertian remaja menurut Organisasi Kesehatan Sedunia atau WHO (World Health Organization) (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 9) adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematagan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 10) juga menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda. Di Indonesia, batasan remaja mendekati batasan yang ditetapkan PBB, yaitu 14-24 tahun dimana pada usia ini remaja tengah menempuh pendidikan sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas.

(54)

38

berlangsung di sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan masa remaja akhir (late adolescene) yang terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan.

Berdasarkanpendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang terjadi pada usia 10-20 tahun yang ditandai dengan adanya perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu masa remaja awal yang terjadi pada usia 13 tahun sampai enam belas tahun dan masa remaja akhir yang dimulai dari usia 16 tahun sampai 18 tahun.

2. Karakteristik Remaja

Masa transisi yang dialami remaja menyebabkan perubahan-perubahan yang dialami remaja, baik secara fisik maupun non fisik. Masa remaja memiliki ciri khusus yang membedakan dengan masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1980: 206-209) menyebutkan ciri-ciri yang dimiliki remaja, sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting, perkembangan fisik yang cepat dan penting di sertai dengan cepatnya perkembangan mental, menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

(55)

39

sekarang atau tahap berikutnya dan akan mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang yang baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, tingkat perubahan sikap dan perilaku masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Terdapat 4 macam perubahan, yaitu meningginya emosi; perubahan tubuh, minat, dan peran; perubahan minat dan pola perilaku; serta sikap ambivalen remaja terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, remaja mengalami kesulitan dalam mengatasi masalahnya baik anak laki-laki maupun perempuan, hal ini disebabkan oleh dua alasan, yaitu: remaja tidak memiliki pengalaman dalam menyelesaikan masalahnya, karena remaja yang terbiasa dibantu orang lain dalam mengatasi masalahnya; serta remaja yang merasa dirinya mandiri, sehingga ingin mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, salah satu cara untuk mencoba

mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dengan menarik perhatian pada diri sendiri. individu akan menggunakan simbol tersebut untuk mempertahankan identitasnya terhadap kelompok sebaya.

(56)

40

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, artinya remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya, sehingga menyebabkan emosi remaja meningkat. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, artinya untuk memberikan kesan bahwa remaja sudah hampir dewasa, mereka mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yang mereka anggap dapat memberikan citra yang mereka inginkan.

3. Tugas perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan remaja yang harus dilalui dalam masa itu, menurut Havighurst (dalam Rita Eka Izzaty, 2008: 126), adalah sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab. e. Mempersiapkan karier ekonomi.

f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Selain itu, menurut William Kay (dalam Yudrik Jahja, 2011: 238) mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja, sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

(57)

41

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atau dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup.(Weltranschauung)

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

D. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu dapat digunakan untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian lain dan membantu memahami variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosi dan penyesuaian diri.

(58)

42

yaitumenggunakan variabel penyesuaian diri sebagai variabel terikat dan kecerdasan emosi sebagai variabel bebas. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel penyesuaian diri yang digunakan yaitu penyesuaian diri di sekolah. Penelitian ini membantu dalam memahami variabel kecerdasan emosi dan penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh N.M.W.I. Artha & Supriyadi (2013) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0,632 dan sig (0,000). Artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi pula penyesuaian diri remaja awal, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah pula penyesuaian diri remaja awal. Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, maka remaja awal yang memiliki kecerdasan emosi dan penyesuaian diri yang tinggi diharapkan mampu mempertahankan dan membagikan pengalaman-pengalamannnya terhadap remaja lain.

(59)

43

E. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri dalam Layanan

Bimbingan dan Konseling

Menurut Uman Suherman (2007: 10) bimbingan merupakan proses bantuan kepada individu (konseli) sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli (konselor) agar individu mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Sedangkan menurut Shertzer dan Stone (dalam Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2009: 6) bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan oleh konselor kepada individu (konseli) agar individu dapat memahami diri dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.

Konseling menurut Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2009: 9) diartikan sebagai proses helping atau bantuan dari konselor (helper) kepada konseli, baik melalui tatap muka maupun media (cetak maupun elektronik, internet atau telepon), agar klien dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalahnya, sehingga berkembang menjadi seorang pribadi yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri, maupun orang lain, dalam rangka mencapai kebahagiaan bersama.

(60)

44

mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin sesuai dengan tuntutan lingkungannya.

Bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan mencakup empat bidang layanan, yaitu bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Bimbingan dan konseling pribadi merupakan suatu proses pemberian bantuan dari konselor atau guru bimbingan dan konseling kepada peserta didik/konseli untuk memahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab terhadap aspek pribadinya. Sehingga individu dapat mencapai perkembangan aspek pribadinya secara optimal dan mencapai kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan dalam kehidupannya (Permendikbud, 2014: 12).

Bimbingan dan konseling bidang sosial merupakan proses pemberian bantuan untuk memahami lingkungannya dan dapat melakukan interaksi sosail,mampu mengatasi masalah-masalah sosial yang dialaminya, mampu menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan dengan lingkungan sosialnya sehingga mencapau kebahagiaan dan kebermaknaan dalam kehidupannya (Permendikbud, 2014: 13).

(61)

45

yang tepat yang dapat diterapkan kepada siswa yang memiliki permasalahan kecerdasan emosi dan penyesuaian diri di sekolah.

F. Kerangka Berpikir

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling tergantung dan membutuhkan orang lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri, sehingga ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan secara seimbang, sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan dari dalam diri dengan lingkungan sekitar.Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang positif,maka ia akan memberikan respon yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat.Penyesuaian diri sangat diperlukan seseorang dalam menjalani kehidupan, hal ini agar tercipta keselarasan antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Keselarasan dapat tercipta apabila seseorang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari dalam diri dan lingkungan sekitarnya.

(62)

46

dalam mewujudkan tujuan. Siswa yang memiliki penyesuaian diri yang baik,maka ia mampu memberikan respon dalam memenuhi kebutuhan serta tuntutannya sebagai seorang siswa di sekolah.

1. Pengaruh Kecerdasan Emosi (Keseluruhan) terhadap Penyesuaian Diri

di Sekolah pada Siswa Kelas XI SMA N 5 Yogyakarta

Penyesuaian diri dapat tercapai apabila siswa memiliki kematangan dalam dirinya, baik kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional. Kematangan emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Tingkat kematangan setiap individu berbeda-beda, semakin bertambah usia maka semakin matang individu. Begitu pula dengan kematangan emosi, individu yang memiliki kematangan emosi akan semakin matang dalam melakukan respon yang menentukan pola penyesuaian dirinya.

Kematangan emosi merupakan yang terpenting dalam penyesuaian diri, karena kematangan emosi dapat membantu siswa dalam menghadapi masalah atau konflik dengan tepat. Individu yang matang secara emosi akan menggunakan emosinya dengan tepat ketika menghadapi orang lain. Menggunakan emosi dengan tepat berarti menerapkan aspek-aspek kecerdasan emosi dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup mengenali emosi diri atau kesadaran diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain atau empati, dan membina hubungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang yang matang secara emosi berarti memiliki aspek-aspek kecerdasan emosi dalam dirinya.

(63)

47

berhasil apabila siswa memiliki kecerdasan emosi, karena keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, melainkan juga ditentukan oleh kecerdasan emosi. Oleh karena itu, siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka akan memiliki penyesuaian diri yang tinggi. Sedangkan siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah maka akan memiliki penyesuaian diri yang rendah pula.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi yang mempengaruhi Penyesuaian Diri

di Sekolah

Aspek-aspek kecerdasan emosi diprediksi turut mempengaruhi penyesuaian diri di sekolah. Oleh karena itu, siswa harus memiliki aspek-aspek kecerdasan emosi yang baik. Berikut ini adalah pengaruh aspek-aspek kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah

a) Pengaruh Aspek Mengenali Emosi Diri atau Kesadaran Diri terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah

(64)

48

b) Pengaruh Aspek Mengelola Emosi terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah Kemampuan siswa dalam mengelola emosi bergantung pada kesadaran diri siswa. Apabila siswa memiliki kesadaran diri yang baik, maka siswa dapat mengelola emosinya dengan baik. Mengelola emosi dapat membantu siswa dalam menyesuaikan diri di sekolah. Siswa yang mampu mengelola emosinya dengan baik, akan mengelola emosinya sesuai dengan lingkungannya berada. Siswa akan menangani emosinya dengan tepat dimanapun dirinya berada, tanpa ada kecemasan dan kemurungan, dan tidak larut dalam emosi. Kemampuan ini akan berdampak pada kemampuan siswa dalam memotivasi diri.

(65)

49

d) Pengaruh Aspek Mengenali Emosi Orang Lain atau Empati terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah

Kemampuan mengenali emosi orang lain atau empati akan berdampak pada kemampuan siswa dalam membina hubungan dengan orang lain. Apabila siswa mampu mengenali emosi orang lain, maka siswa tersebut lebih mudah membina hubungan dengan orang lain. Adanya empati akan memudahkan siswa dalam menyesuaikan diri di sekolah, dimanasiswa yang memiliki empati akan lebih memahami orang lain.Siswa akan lebih peka terhadap perasaan orang lain, mampu menerima sudut pandang orang lain, serta mau mendengarkan orang lain. Siswa akan menyesuaikan diri ketika dihadapkan dengan orang lain, sehingga siswa akan mudah menyesuaikan diri di sekolah.

e) Pengaruh Aspek Membina hubungan terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah Membina hubungan dengan orang lain dapat membantu keberhasilan siswa dalam menyesuaikan diri di sekolah. Siswa yang mampu membina hubungan dengan orang lainberarti ia mampu menangani emosi ketika berhubungan dengan orang lain, memiliki keterampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu bekerjasama dengan orang lain. Hal ini akan memudahkan siswa untuk menyesuaikan diri di sekolah.

Gambar

Tabel 1. Aspek Kecerdasan Emosi
Gambar 1. Paradigma Penelitian
Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta
Tabel 3. Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini, yaitu 1) tahap pengembangan multimedia pembelajaran berbasis komputer melalui lima tahap pengembangan, meliputi: (a) analisis, menganalisis siswa,

Anak dalam keluarga orang tua tunggal melakukan semua hal dengan baik, tetapi cenderung tidak lancar dalam urusan sosial dan pendidikan dibanding kelompoknya yang tinggal dengan

Aktifitas lalu lintas sendiri berarti suatu kegiatan dari sistem yang meliputi lalu lintas, jaringan lalu lintas dan angkutan.. jalan, prasarana lalu lintas dan

menggunakan nilai t hitung yang dibandingkan dengan t tabel, pengujian hipotesis juga dapat ditunjukkan melalui tingkat signifikansi dari nilai rata – rata produktivitas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat motivasi petani mengusahakan tanaman hortikultura di lahan kering termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai skor 56 dari skor

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan penulis mengenai “Pengaruh Testimonial Review Beauty Vlogger Terhadap Keputusan Pembelian Di

unit
 20
 1.100.000.000
 APBD
Kabupaten
 Dinas
PU
 Kabupaten
 Gorontalo
.