• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI BANDUNG TAHUN 1901-1942.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI BANDUNG TAHUN 1901-1942."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI

BANDUNG TAHUN 1901-1942

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh

EEN YULIANI

0605746

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI BANDUNG TAHUN 1901-1942

Een Yuliani (0605746)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

PEMBIMBING I

Dr.Erlina Wiyanarti, M.Pd NIP. 19620718 198601 2 001

PEMBIMBING II

Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum NIP. 19710101 19903 1 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Pendidikan Indonesia

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M. Pd

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini yang berjudul PERKEMBANGAN

PENDIDIKAN ISLAM DI BANDUNG TAHUN 1901-1942 ini beserta seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya. Apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2013

Yang membuat pernyataan

(4)

ABSTRAK

(5)

ABSTRACT

This thesis entitled "The development of Islamic education in Bandung in 1901-1942 " . In general, this thesis is driven by the desire of the author to do a deeper study of the Islamic education in London , especially in the Dutch colonial period . This study outlines wanted to answer the question " how the development of Islamic education in Bandung in 1901-1942 ? " . To focus the study , the authors make the following four questions : ( 1 ) How does the development of Islamic Education in London in the late 19th century ? ; ( 2 ) How does the development of Islamic Education in London in the year 1901 to 1942 ? ; ( 3 ) Factors

influence the development of Islamic education in London in 1901-1942 ? ; ( 4 ) what are the constraints faced in the development of Islamic education in London in 1901-1942 . To address these problems , the researchers conducted a study using the historical method , which involves collecting both oral and written sources , source criticism , interpretation , and historiography . While the techniques of research conducted by using a literature study and interviews . Researchers in this study focuses more on literature study in order to obtain an overview of Islamic education , especially in Bandung from written sources . From the results of the study indicated that in the period 1901-1942 , Islamic education in London has

developed . The development is related to the launching of the Ethical Policy in 1901 and the efforts made by Muslim intellectuals and scholars and the desire of the public to obtain Bandung Islamic education . The Muslim scholars do not know surrender and continued to fight fiercely Islamic education , despite having to go through various obstacles ,

impediments , and obstacles . Advancement of education can not be separated from the role of Islamic clerics and other figures as well as people who always took part in the fight against colonial policies that are not in favor of Islamic education in Indonesia . Islamic education in the Dutch colonial era experienced a serious obstacle . This is because in addition to colonize the Dutch colonists also spread their religion , which is Christian - Protestant . Islamic

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR PETA ...viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...7

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ...7

1.4 Metodologi dan Teknik Penelitian ...9

1.4.1 Metode Penelitian ...8

1.4.2 Teknik Penelitian ...9

1.5 Sistematika Penulisan ...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Sekolah di Bandung...11

2.2 Perkembangan Sekolah-Sekolah Islam di Bandung tahun 1901-1942...16

2.3 Kajian Tentang Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia...18

2.3.1 Kajian Tentang Madrasah...18

2.3.2 Kajian tentang Pesantren di Indonesia...19

2.4 Kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia...26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Teknik Pengumpulan Data...32

3.2 Persiapan Penelitian...34

3.3 Pelaksanaan Penelitian...36

3.4 Penulisan Hasil penelitian (Historiografi)...41

BAB IV KONDISI PENDIDIKAN ISLAM DI BANDUNG PADA TAHUN 1901-1942 4.1 Bandung Pada Awal Abad Ke 20...43

4.1.1 Kondisi Geografis Dan Penduduk Wilayah Bandung...43

(7)

4.2 Gambaran umum Pendidikan Islam di Bandung menjelang abad ke 20..46

4.2.1 Penyelenggaraan pendidikan di wilayah Bandung tahun 1900-

1942...46

4.2.2 Penyelenggaraan pendidikan Islam di wilayah Bandung tahun

1900-1942...50

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan Islam di

Bandung pada tahun 1901-1942...67

4.4 Kendala-Kendala Dalam Perkembangan Pendidikan Islam Di Bandung 69

BAB V KESIMPULAN ...77

DAFTAR PUSTAKA...78

LAMPIRAN

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka

pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana manusia dapat berpikir

secara obyektif yang akan memberinya kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan

masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan zaman atau tidak (Soekanto, 1999: 363).

Tak bisa dipungkiri pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan seseorang yang pada awalnya tidak

mengetahui apa-apa menjadi mengetahui segala hal. Dari yang tidak bisa menulis dan

membaca menjadi terampil menulis dan membaca. Dari seseorang yang tidak berkemampuan

apapun menjadi seseorang yang pandai dan berkemampuan IPTEK. Dalam Islam hal ini

tercantum dalam surat Al-Alaq, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang

menciptakan.” Dengan demikian jelaslah manusia memiliki kewajiban dalam mencari ilmu terutama dengan memperoleh pendidikan yang layak.

Di Indonesia kita mengenal ada 3 jenis pendidikan, yaitu pendidikan nonformal,

formal, dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus

negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. Sedangkan pendidikan non formal adalah

jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan

berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program

pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk

oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,

pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,

pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket

B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan

peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga

pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan

lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan informal

(9)

mandiri. Ketiga jenis pendidikan itu sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk

menciptakan sumber daya manusia yang handal, berkemampuan IPTEK tinggi, dan berakhlak

mulia.

Pendidikan yang baik tidak hanya membentuk seseorang menjadi cerdas semata.

Kecerdasan yang tinggi tanpa disertai akhlak yang mulia akan menjadi sia-sia belaka. Di

sinilah peran guru sebagai pendidik diperlukan, sebab guru tidak hanya berperan sebagai

pengajar dalam artian “transfer ilmu”. Guru harus mampu mendidik anak didiknya agar

berakhlak mulia serta berguna bagi nusa dan bangsa.

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia yang berlimpah kekayaan alam tidak bisa

meniknati, karena hampir seluruh kekayaan alamnya diangkut ke negeri Belanda sebagai

negara penjajah. Keadaan ini membuat kecemasan kaum importir Belanda yang membawa

barang hasil industri dari Eropa ke Indonesia, karena mereka tidak dapat menjual barang

dagangannya karena daya beli masyarakat yang rendah, sedangkan industri di negeri

Belanda sedang pesat. Semakin banyaknya kemunculan kaum liberalis di Belanda, yang salah

seorang tokohnya adalah Van Deventer, yang memunculkan gagasan perlunya Belanda

memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan pendidikan Bangsa Indonesia. Pemikiran Van

Deventer itu terkuak dalam tulisan yang kemudian dikenal sebagai “ hutang kehormatan”

yang ditulis dalam sebuah artrikel dalam majalah De Gids yang terbit pada tahun 1899.

Dalam sumber yang sama dijelaskan bahwa, Van Deventer berusaha meyakinkan masyarakat

Belanda bahwa keuntungan yang diperoleh dari Indonesia selama ini hendaknya dibayar

kembali dari perbendaharaan negara. Peristiwa dapat dipandang sebagai ekspresi ide yang

baru kemudian dikenal dengan “Politik Etika”.

Van Deventer menganjurkan program itu untuk memajukan kesejahteraan rakyat dan

memperbaiki irigasi agar meningkatkan produksi pertanian, menganjurkan transmigrasi dan

perbaikan dalam lapangan pendidikan. Sejak dilaksanakannya politik etika tampak sekali

kemajuan dalam pendidika dengan diperbanyaknya sekolah rendah, sekolah yang berorientasi

barat untuk orang Cina dan Indonesia yang didirikan. Demikian juga pendidikan

dikembangkan secara vertikal dengan didirikannya MULO dan AMS yang terbuka bagi anak

Indonesia untuk melanjutkan ke tingkat Universitas. Selama periode ini akhirnya sistem

pendidikan mencapai kelengkapannya. Dalam rangka memperbaiki pengajaran rendah bagi

kaum bumi putera, maka pada tahun 1907 diambil dua tindakan penting, yaitu memberi corak

dan sifat ke Belanda-Belandaan pada kelas I (Hollands Inlandse School) dan mendirikan

(10)

Konsekuensi Politik Etis ini, pada gilirannya sangat mempengaruhi perkembangan

sistem pendidikan pribumi khususnya pendidikan bercorak Islam (Islam). Sistem pendidikan

Islam mulai terancam karena sistem pendidikan yang dijalankan oleh Belanda terbuka luas

bagi rakyat, dan disadari pula bahwa, melalui pendidikan, Belanda melakukan proses

“pembaratan” rakyat pribumi yang pada gilirannya akan melapangkan jalan bagi politik

kolonial sendiri.

Kebijaksanaan pendidikan Belanda di Indonesia didasarkan pada pandangan bahwa

pendidikan Islam (tradisional) dianggap sebagai kekuatan laten yang dapat mengancam

kekuatan pemerintah. Oleh karena itu harus ada usaha untuk melemahkan potensi Islam

melalui kebijakan pendidikan ini. Pada tahun 1905 pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan

Goeroe Ordonantie ”, yakni undang-undang yang mewajibkan para pendidik di sekolah-sekolah diluar kontrol pemerintah, memperoleh izin dari instansi yang ditentukan (Saidi,

1984: 126).

Situasi sosial dan politik di Hindia-Belanda pada awal abad ke dua puluh, telah

berimplikasi terhadap pendidikan Islam. Belanda memiliki persepsi bahwa pendidikan Islam

dan politik adalah sesuatu yang sukar untuk dipisahkan. Tidak heran bila sistem pendidikan

Islam sering dijadikan bulan-bulanan dan harus berhadapan dengan kebijakan-kebijakan

pemerintahan jajahan yang tidak menguntungkan. Keadaan inilah yang telah memicu

meningkatnya kesadaran rakyat pribumi, terutama kalangan ulama, untuk semakin

memberikan prioritas dalam bidang pendidikan. Para ulama mendirikan

organisasi-organisasi sosial keagamaan yang sekaligus bergerak dalam lapangan pendidikan dan bahkan

politik.

Pendidikan Islam kurang mendapat perhatian dari pemerintah Belanda walaupun pada

dasarnya tidak membedabedakan pendidikan, namun pada kenyataanya pendidikan Islam

tidak mendapat perhatian. Dalam banyak hal langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah

Belanda untuk mengawasi gerakan pembaharuan itu umumnya diarahkan kepada gerakan

nasional dan tidak terbatas pada gerakan-gerakan pembaharuan Islam saja.

Banyak dikalangan Islam yang mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan, bukan

hanya dari kalangan Kristen saja tetapi juga dari pihak nasionalis yang netral agama.

Meskipun sudah diberlakukannya Politik Etis namun pendidikan Islam di Indonesia kurang

mendapat perhatian dari pemerintah Belanda. Walaupun Islam di Indonesia banyak tertutup

oleh lapisan kepercayaan lain seperti kepercayaan animisme dan Hindu, orang-orang Islam di

negeri ini pada waktu itu menganggap agama mereka sebagai alat pengikat yang kuat yang

(11)

asing”. Karena itu sebagian orang-orang Islam merasa asing terhadap Belanda hal itu membuktikan bahwa adanya jarak antara orang Belanda dengan orang Indonesia. Dalam

perkembangan selanjutnya pemerintah Belanda memberikan perhatian yang besar kepada

pendidikan dan pengajaran orang Islam. Cara ini diharapkan Belanda akan menumbuhkan

perhatian orang Indonesia untuk menerima kebudayaan Belanda, yaitu kebudayaan barat, dan

menumbuhkan pula pengertian yang lebih baik diantara mereka terhadap orang Belanda

(Noer, 1982: 181-183).

Dalam dua dasawarsa pertama setelah tahun 1900, pendidikan di Hindia-Belanda

(Indonesia) pada umumnya dan Jawa Barat sebagai pusat pemerintahan pada khususnya

mengalami banyak kemajuan pesat. Pemerintah berusaha untuk menciptakan suatu sistem

pendidikan yang umum bagi sekian banyak golongan penduduk yang beraneka ragam

coraknya. Secara umum penduduk menurut keturunan dan lapisan sosial yang ada dan

menurut golongan waktu itu. Dengan demikian pada tahun 1900 atau setelah adanya Politik

Etis terlihat adanya perkembangan pendidikan di Jawa Barat, hal tersebut dibuktikan dengan

didirikannya sekolah-sekolah di daerah Jawa Barat, termasuk di Bandung.

Pendidikan masyarakat Bandung pada umumnya sama seperti halnya dengan

pendidikan di daerah lainnya di Indonesia. Pendidikan barat pada awalnya diperuntukan

hanya bagi golongan bangsawan saja, terutama berlaku bagi para putera Bupati dan elit

Sunda lainnya dengan sistem pendidikan formal yang bersifat barat pada mulanya

dikhususkan untuk para putera bupati dan pejabat-pejabat orang Indonesia dalam bentuk

kursus di rumah-rumah pejabat tersebut (pemerintahan Kotamadya daerah Tingkat II

Bandung 1981:39). Pendidikan tersebut dilaksanakan dilingkungan keluarga secara

individual dan dilakukan oleh anggota keluarga lain terutama yang meliputi materi menulis,

membaca dan berhitung. Sedangkan untuk pendidikan agama disampaikan oleh kyai/ajengan

yang sengaja didatangkan oleh keluarga (Wiriaatmadja, 2002:58).

Seiring dengan didirikannya sekolah-sekolah dan diberlakukannya pendidikan di

Bandung. Muncul juga sekolah-sekolah yang bercorakan Islam, seperti Langgar, Madrasah

dan Pesantren yang didalamnya mempelajari lebih banyak mnengenai agama Islam lebih

dalam. Dalam pesantren ini para santri mendapatkan pengajaran pengajaran pengetahuan

tentang Islam seperti, Usuluddin (pokok-pokok ajaran keagamaan), Usul Fiqh, fiqh, Ilmu

Arobiyah (untuk mendalami agama dan bahasa) dan mata pelajaran lain. Adanya

sekolah-sekolah tersebut tidak terlepas dari peran serta tokoh-tokoh Islam yang membangun dan

mendirikan sekaligus sebagai guru yang ingin mengajarkan bukan hanya pendidikan dasar

(12)

harus dipelajari sedini mungkin supaya mengerti mengenai kewajiban sebagai seorang

Muslim.

Pendidikan Islam di Bandung berkembang dikarenakan banyaknya tokoh-tokoh Islam

yang mendirikan sekolah Islam seperti Pesantren dan Madrasah, Pesantren- Pesantren dan

Madrasah ini mereka kelola dan dikembangkan sehingga dapat menarik banyak perhatian

masyarakat awam hingga kaum intelektual. Pesantren telah banyak berperan dalam proses

penyebaran Islam di Indonesia terutama terletak di pundak para ulama. Paling tidak ada dua

cara yang dilakukan. Pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai

mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar dan

dapat di baca di berbagai tempat jauh, yang mencerminkan pemikiran dan ilmu-ilmu

keagamaan (Yatim, 2003:301).

Salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di Bandung pada saat itu adalah Persis.

Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok

tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad,

berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan

kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam,

persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman

Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali

(undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”. Serta sebuah

hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.

Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah.

Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan

pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah

(pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan

lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah (keseluruhan)

dalam segala aspek kehidupan. Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan

berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis

pada tanggal 4 Maret 1936.

Di Bandung tentu tidak hanya Persis yang menyelenggarakan pendidikan Islam.

Untuk itulah penelitian ini penelitian ini untuk melengkapi perkembangan pendidikan Islam

di Bandung secara lebih.

Menulusuri sejarah pendidikan terutama pendidikan Islam di Indonesia sejatinya sulit

(13)

perpustakaan tidak banyak memberikan rekomendasi yang kita butuhkan utamanya periode

penjajahan. Data, manuskrip, prasasti dan benda peninggalan sejarah kejayaan Nusantara

banyak diangkut ke luar negeri, hingga tiap penulusuran sejarah di Indonesia mengalami

kendala, karena itulah peneliti merasa tertantang untuk meneliti. Sejauh yang penulis ketahui

belum ada tulisan yang secara khusus menjelaskan pendidikan Islam di Bandung pada tahun

1901-1942, selain itu sebagai generasi muda dan mahasiswa pendidikan sejarah ingin

menambah khasanah tentang sejarah pendidikan Islam.

Berdasarkan hal di atas, penulis merasa tertarik untuk mencoba mengkaji sejauh mana

perkembangan pendidikan Islam di Bandung. Adapun kurun waktu 1901-1942 merupakan

periode sejak pemberlakuan politik etis sampai dengan berakhirnya kekuasaan pemerintah

Belanda di Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk skripsi dengan” Perkembangan Pendidikan Islam di Bandung 1901-1942”.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian tersebut di atas, peneliti membatasi

masalah melalui rumusan dan batasan masalah berikut ini dalam beberapa pertanyaan, antara

lain :

1. Bagaimana perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia sekitar akhir abad 19 ?

2. Bagaimana perkembangan Pendidikan Islam di Bandung antara tahun 1901-1942?

3. Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan pendidikan Islam di Bandung pada tahun

1901-1942?

4. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam perkembangan pendidikan Islam di

Bandung pada tahun 1901-1942

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

Sesuai dengan pokok pemikiran di atas, terdapat tujuan yang hendak dicapai oleh penulis

yaitu merupakan Jawaban dari masalah-masalah yang dirumuskan sebelumnya, antara lain:

1. Mendeskripsikan gambaran umun awal perkembangan Pendidikan Islam di Bandung

pada akhir abad 19.

2. Menjelaskan perkembangan Pendidikan Islam di Bandung pada tahun 1901-1942.

3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan Islam di

Bandung pada tahun 1901-1942.

4. Menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi dalam pendidikan Islam di Bandung

(14)

Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan diantaranya:

1. Memperkaya penulisan sejarah terutama mengenai sejarah pendidikan Islam

2. Untuk menambah informasi mengenai pendidikan Islam di Indonesia

1.4 Metodologi dan Teknik Penelitian

1.4.1 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh peneliti yaitu metode historis atau

metode sejarah. Sesuai dengan kepentingan dalam melakukan penulisan karya ilmiah ini,

menggunakan beberapa tahap dalam metode sejarah yang dilakukan antara lain:

1. Heuristik, yaitu kegiatan mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber

sejarah yang relevan baik itu sumber primer maupun sumber sekunder, atau juga sumber lisan

dan sumber tulisan sehingga dapat digunakan dalam menJawab permasalahan mengenai

Perkembangan Pendidikan Islam di Bandung (1901-1942).

2. Kritik sumber, merupakan tahapan penulisan dalam menyelidiki dan menilai secara kritis

apakah sumber-sumber yang berkaitan erat dengan Perkembangan Pendidikan Islam di

Bandung (1901-1942). Penulis melakukan dua hal dalam masalah kritik sumber baik itu

sumber tertulis ataupun sumber lisan. Pertama kritik eksternal yaitu cara pengujian tehadap

aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang dipergunakan. Kedua adalah kritik internal, yaitu

cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek dalam yang berupa isi dari sumber tersebut,

dengan demikian dapat diperoleh fakta tentang kondisi Perkembangan Pendidikan Islam di

Bandung (1901-1942).

3. Interpretasi, merupakan tahap untuk menafsirkan fakta-fakta yang terkumpul dengan

mengolah fakta yang telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung

permasalahan yang menjadi kajian penulis yaitu “Perkembangan Pendidikan Islam di

Bandung (1901-1942)”. Adapun pendekatan yang digunakan untuk menganalisis fakta yang diperoleh digunakan pendekatan interdisipliner, dengan menggunakan beberapa konsep

sosiologi-ekonomi yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji, seperti mobilitas dan

perubahan sosial dan hubungan sosial.

4. Historiografi, pada tahap ini sumber sejarah yang sudah terkumpul dianalisis dan

ditafsirkan, untuk selanjutnya ditulis menjadi suatu rangkaian cerita yang relevan atau ilmiah

dalam tulisan yang berbentuk skripsi dengan judul ” Perkembangan Pendidikan Islam di

(15)

1.4.2 Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam kepentingannya untuk mengkaji

dan menganalisis permasalahan adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (studi

literatur), yaitu dengan meneliti dan mempelajari sumber-sumber tertulis, baik berupa

buku-buku, majalah, artikel, dan jurnal atau juga dokumen-dokumen yang relevan dengan

permasalahan yang dikaji.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika dari hasil dari penelitian akan disusun kedalam lima bab yang terdiri dari :

BAB I Pendahuluan, dalam bab ini antara lain dijelaskan mengenai latar belakang

permasalahan penelitian, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode dan

teknik penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II Tinjauan pustaka, dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai literatur yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini berupa buku,

arsipmaupun koran dan majalah, Buku-buku tersebut adalah buku yang berkaitan dengan

perkembangan pendidikan Islam di Bandung.

BAB III Metodologi Dan Teknik Penelitian, bab ini dibahas langkah-langkah seperti metode

dan teknik penulisan yang dipergunakan oleh penulis dalam memperoleh sumber, pola

pengolahan sumber dengan melakukan kritik eksternal dan internal, interpretasi, yaitu

menganalisis dan melakukan sintesis terhadap fakta-fakta yang telah didapatkan dari kegiatan

sebelumnya. Historiografi merupakan hasil akhir dari penelitian dan dijadikan laporan sesuai

dengan pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di UPI.

BAB IV “ Kondisi Pendidikan Islam Di Bandung (1901-1942)”, pada bab ini berupaya

membahas uraian mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan selruh pembahasan yang

dilakukan oleh penulis seloama penelitian. Pembahasan tersebut di dalamnya terlebih dahulu

bagaimana Bandung awal adab ke-20 yang dapat dilihat dari xegi geografis, keadaan

penduduknya dan wilayah Bandung. Lebih lanjut akan dibahas tentang kondisi

sosial-ekonomi wilayah Bandung.pada bagian akhir dibahas mengenai perkembangan dari

lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti penjelasan-penjelasan tentang aspek-aspek yang

ditanyakan dalam rumusan masalah. Bab ini juga membahas mengenai kondisi pendidikan

(16)

BAB V Kesimpulan, dalam pembahasan bab ini menyajikan penafsiran secara terpadu

terhadap semua hasil penelitian yang diperoleh tentang ”Pendidikan Islam di Bandung di

Tengah Penjajahan Belanda”. Temuan hasil penelitian di lapangan yang telah dibahas pada bab IV dan hasil penjelasan pada bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan penulis lalu

(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Kajian yang penulis ambil dalam penelitian skripsi ini adalah mengenai “

Perkembangan Pendidikan Islam di Bandung Tahun 1901-1942”. Untuk membahas berbagi

aspek mengenai judul tersebut, penulis dalam pembahasannya menggunakan metode historis.

Menurut Gottschalk (1975:32) bahwa yang dimaksud dengan metode historis adalah proses

menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Kemudian

menurut Surakmad (1994:132) bahwa metode historis merupakan langkah yang di dalamnya

kita berusaha mencari penjelasan mengenai sesuatu gejala dalam masa lampau. Sedangkan

metode sejarah menurut Ismaun (2005: 35) adalah:

“Proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran rekaman dan peninggalan -peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data

yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya”.

Berdasarkan pendapat dari tokoh-tokoh tersebut maka terdapat adanya suatu kesamaan

pendapat bahwa dalam upaya penulisan sebuah peristiwa masa lampau seorang sejarahwan

harus berusaha menggunakan berbagai sumber sejarah yang relevan. Sumber sejarah tersebut

tidak sepenuhnya dipergunakan tetapi harus melalui berbagi pengujian dan analisa.

Pendapat lain yang membahas tentang metode dalam penulisan sejarah adalah

pendapat yang dikemukakan oleh Sjamsuddin (1996:3), menurutnya metode sejarah adalah

bagaimana menngetahui sejarah. Dalam metode historis tersebut kemudian penulis

menggunakan bebepapa langkah procedural yang ditujukan untuk dapat mengetahui dan

merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah. Langkah tersebut menurut penulis didasarkan atas

adanya sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran data peristiwa atau gagasan

yang timbul di masa lampau.

Secara ringkas Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89-90) mengemukakan ada enam

langkah dalam metode historis sebagai berikut:

1. Memilih topik yang sesuai.

Dalam penelitian ini, topik tentang perkembangan Pendidikan Islam di Bandung

dipilih peneliti karena peneliti tertarik untuk menelusuri Pendidikan Islam di

Bandung secara mendalam.

(18)

Mencari dan mengumpulkan data-data yang terkait dengan perkembangan

Pendidikan Islam di Bandung.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik

yang ditentukan ketika penelitian sedang berlangsung.

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (melakukan

kritik sumber). Kritik dilakukan terhadap semua sumber yang dihimpun peneliti

tentang perkembangan Pendidikan Islam di Bandung untuk memperoleh data yang

relevan.

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang

benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas

mungkin.

Adapun beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005), yaitu

heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pengertian dari beberapa langkah kegiatan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Heuristik, yaitu mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang

relevan dengan pembahasan. Pada tahap ini akan digunakan studi kepustakaan yaitu

memperoleh data berupa buku-buku sumber ataupun arsip yang dianggap relevan dengan

pembahasan mengenai perkembangan pendidikan, sejarah pendidikan Islam. Pada tahap

ini akan dilakukan pencarian sumber lisan melalui teknik wawancara orang-orang yang

mengetahui keadaan pendidikan Islam antara tahun 1901-1942

2. Kritik sumber, dilakukan terhadap sumber-sumber sejarah yang telah diperoleh dalam

langkah pertama, baik kritik terhadap sumber-sumber primer maupun sekunder. Dari sini

diharapkan akan diperoleh fakta-fakta historis yang otentik. Ada dua macam kritik yang

dilakukan pada tahap ini yaitu kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal yaitu

meneliti dari sumber yang diperoleh. Sedangkan kritik internal digunakan untuk

mengetahui keaslian dari aspek materi.

3. Interpretasi yaitu proses penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah serta penyusunan yang

menyangkut seleksi sejarah. Tahap ini diawali dengan dengan melakukan penafsiran

terhadap fakta yang berasal dari sumber tertulis maupun lisan yang telah melalui fase

(19)

diinterpretasikan oleh penulis. Penginterpretasian ini diharapkan dapat menJawab

permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Historiografi, merupakan tahapan terakhir dari metode ilmiah sejarah dalam penulisan

skripsi. Dalam historiografi ini, fakta-fakta yang telah melalui berbagai macam proses

kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah yang dituangkan dalam sebuah karya

tulis.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha menguraikan beberapa langkah yang

dipergunakan sampai terbentuk suatu penullisan sejarah yang sesuai dengan aturan yang

berlaku. Langkah tersebut terdiri dari persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian serta

laporan peneltian.

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan bahan untuk keperluan penelitian, penulis menggunakan

beberapa teknik pengumpulan. Teknik pengumpulan data yang dimaksud adalah cara-cara

atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah:

1. Studi literatur, merupakan cara mempelajari sumber-sumber yang terkumpul dalam

bentuk tulisan atau sumber tertulis lainnya yang berhubungan dan mendukung

permasalahan dari kajian ini. Setelah literatus terkumpul, serta fakta yang telah

ditemukan dianggap memadai untuk penulisan ini, maka akan lebih mempermudah

dalam proses penulisannya. Studi literatur juga merupakan teknik yang digunakan oleh

penulis dengan membaca berbagai sumber yang berhubungan, dengan mengkaji sumber

seperti dari buku yang membantu penulis dalam menentukan landasan teori dan

keterangan tentang permasalahan yang akan dikaji. Khususnya studi leteratur tentang

sosial-budaya karena penelitian ini dikaji dari sudut pandang sosial-budaya.

2. Wawancara adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan

informasi berkenaan dengan pendapat, aspirasi harapan, persepsi, keinginan dan lain-lain

dari individu atau responden dengan cara memberikan pertanyaan yang diajukan kepada

responden oleh peneliti. Pada tahap ini penulis mewawancarai beberapa narasumber

yang mengetahui keadaan seputar Pendidikan Islam di Bandung tahun 1901-1942

Wawancara atau interview dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan

tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka,

(20)

Sebelum seorang peneliti memulai wawancara, ada beberapa masalah yang harus

dipecahkan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara diantaranya, seleksi individu

untuk diwawancara, pendekatan orang yang telah diseleksi untuk diwawancara, dan

pengembangan suasana lancar dalam wawancara serta usaha untuk menimbulkan

pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancara.

3. Studi dokumentasi, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang

didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan atau lain-lain. Studi

dokumentasi ini mempunyai kelebihan, yaitu apabila terdapat kekeliruan, sumber

datanya masih tetap dan belum berubah. Hal tersebut menjadikan penulis lebih yakin

dalam melakukan penelitian karena di dukung dengan adanya bukti fisik dari studi

dokumentasi tersebut.

4. Setelan penulis memaparkan mengenai karakteristik metode historis dan teknik

pengumpulan data, selanjutnya penulis akan menguraikan mengenai pelaksanaan

penelitian yang dibagi dalam tiga tahap yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan

penelitian, dan penulisan hasil penelitian.

3.2 Persiapan Penelitian

Pada tahap ini terdapat adanya beberapa hal yang penulis lakukan yaitu memilih dan

menentukan topik penelitian. Proses pemilihan topik penelitian ini dilakukan setelah

sebelumnya penulis membaca beberapa literatur dan mengikuti perkuliahan-perkuliahan.

Kemudian akhirnya penulis memutuskan untuk memilih kajian sejarah pendidikan Islam

yang berjudul ” perkembangan Pendidikan islan di Bandung Tahun 1901-1942”. Tindakan selanjutnya yaitu menentukan metode dan tekhnik pengumpulan data. Tekhnik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, yaitu meneliti dan mempelajari buku,

arsip serta dokumen-dokumen peninggalan masa lampau yang relevan.

Studi tersebut digunakan oleh penulis sebagai usaha dalam mencari bahan yang

berfungsi sebagai sumber data. Tahap ini dilakukan oleh penulis didasarkan atas anggapan

bahwa bahan pustaka atau sumber tertulis merupakan hal yang umum dalam langkah

penelitian sejarah. Sumber tertulis itu diantaranya buku, arsip, artikel, dan wawancara atau

sejarah lisan. Untuk sejarah lisan penulis akan berusaha mencari pelaku-pelaku sejarah yang

pernah mengalami kejadian. Tetapi apabila terdapat pelaku sejarah terutama dari tangan

(21)

Pada tahap ini langkah yang dilakukan oleh penulis diantaranya:

1) Menyusun Rencana Penelitian

Rencana penelitian merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan oleh penulis.

Tahapan tersebut yaitu dengan mengajukan judul penelitian kepada TPPS (Tim Pertimbangan

Penulisan Skripsi). Hal ini dilakukan untuk mengkonsultasikan apabila judul yang akan

diambil dan dibahas belum ada yng meneliti atau sudah. Kemudian setelah judul disetujui

penulis diizinkan untuk menyusun proposal skripsi yang nantinya akan dipersiapkan dalam

seminar. Seminar sendiri dilaksanakan pada hari rabu tanggal 23 Juli 2010 pukul 08:00

sampai dengan selesai.

Tindakan selanjutnya , setelah disetujui dalam seminar maka diputuskan dalam

pengesahan surat ketua TPPS dan etua jurusan pendidikan sejarah FPIPS UPI nomer 057/

TPPS / JPS/ 2010 adapun sistematika usulan penelitian yang diajukan oleh penulis tersebut

terdiri dari:

a. Judul

b. Bab I Pendahuluan

c. Bab II Tinjauan Pustaka

d. Bab III Metodologi penelitian

e. Bab IV Pembahasan

f. Bab V Kesimpulan

Daftar pustaka

2) Mencari Sumber Informasi/Observasi Awal

Upaya yang dilakukan oleh penulis dalam tahapan ini yaitu melakukan kegiatan yang

berkaitan dengan pencarian dan pengumpulan sumber informasi. Pencarian tersebut

dilakukan pada lembaga-lembaga dan tempat-tempat yang menurut penulis terdapat di

dalamya sumber sejarah. Tempat tersebut diantaranya perpustakaan UPI (Universitas

Pendidikan Indonesia), Bapusda, Perpustakaan UNPAD (Universitas Padjajaran),

Perpustakaan ABRI, Perpustakaan dan Arsip Pemerintah Daerah Kodya Bandung,

Perpustakaan Gedung Sate, Musieum Sribaduga, Dinas Pendidikan Jawa Barat, Arsip

(22)

Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat, Toko Buku Gramedia,

Palasari serta tempat-tempat penjualan buku di Cikapundung dan Jl. Dewi Sartika.

3) Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan oleh penulis selama

penyusunan skripsi. Proses bimbingan ini dapat membantu penulis dalam menentukan

langkah yang tepat dari setiap kegiatan penelitian yang dilakukan. Pada proses ini, penulis

juga mendapat masukan dan arahan baik itu berupa komentar atau perbaikan dari

Pembimbing I dan Pembimbing II. Selama proses penyusunan skripsi penulis melakukan

proses bimbingan dengan Pembimbing I dan Pembimbing II sesuai dengan waktu dan teknik

bimbingan yang telah disepakati bersama sehingga bimbingan dapat berjalan lancar dan

diharapkan penyusunan skripsi dapat memberikan hasil sesuai ketentuan.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pada tahapan ini penulis berusaha untuk melakukan beberapa langkah penelitian,

antara lain:

1) Heuristik

Langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu pennulis mengumpulkan data dari

bernagai macam sumber sejarah yang ada kaitannya dan relevan dengan pokok

permasalahan dalam penelitian. Jenis sumber atau data yang dipakai dalam penelitian ini

adalah sumber tertulis (berupa buku, dokumen, surat kabar dan lain-lain). Menurut Helius

Sjamsuddin sumber sejarah (Historical Sources) merupakan segala sesuatu yang langung

atau tidak langsung menceritakan pada kita tentang suatu kenyataan atau kegiatan

manusia pada masa lampau (Past actually) (2007:73).

Proses pengumpulan sumber tersebut kemudian penulis lakukan dengan berupaya

mengunjungi tempat-tempat yang di dalamnya terdapat data yang diperlukan alam

penulisan skripsi ini. Selain itu juga, penulis berupaya untuk mendapatkan sumber dari

kesaksian orang-orang yang mengetahui mengenai keadaan pendidikan Islam di Bandung

tahun 1901-1942.

Penggunaan sumber sejarah tersebut membantu dalam upaya mengkaji dan

menguraikan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Hal tersebut dikarenakan

(23)

menceritakan kepada kita tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa

lampau.

2) Kritik sumber

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh penulis setelah melakukan langkah

heuristik adalah dengan berupaya menyusun sumber-sumber ada ke dalam kategori tertentu.

Kategori tersebut disusun berdasarkan atas:

1. Materi atau kajian yang terdapat di dalam sumber

2. Kurun waktu atau zaman

3. Karakteristik zaman

Selanjutnya yang dilakukan oleh penulis adalah melakukan upaya kritik terhadap

sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Hal tersebut dilakukan karena sumber-sumber yang

penulis dapatkan, disadari atau tidak memiliki kelemahan di dalamnya. Kelemahan ini dapat

diperkecil dengan cara membandingkannya dengan beberapa sumber lain.

Menurut Sjamsuddin (2007:109) kritik sumber merupakan proses penyaringan secara

kritis terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta-fakta yang menjadi pilihannya.

Langkah yang dapat terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi)

sumber. Pendapat lain dikemukakan oleh Nugroho Noto Susanto (dalam Mulyawarman,

2000:44-45) kritik sumber merupakan metode untuk menilai sumber-sumber yang kita

butuhkan guna mengadakan penulisan sejarah.

Kritik sumber dapat dilakukan terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan.

Informasi berupa data atau fakta dari sumber tertulis disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Sedangkan untuk sumber lisan kritik dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal seperti

faktor usia, perilaku dalam arti apakah narasumber mengatakan yang sebenarnya. Kemudian

penulis mengadakan kaji banding terhadap data lisan dari beberapa narasumber. Dalam

metode sejarah dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.

1. Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek

luar dari sumber sejarah yang di dalamnya mencakup aspek otensias yang dimiliki oleg

sumber. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sjamsuddin (2007 : 134) :

Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan

(24)

mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber

itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.

Penulis melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan.

Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis, penulis memperhatikan

aspek akademis dari penulis buku yaitu dengan melihat latar belakang penulis buku tersebut

untuk melihat keotentitasannya, memperhatikan aspek tahun penerbitan, serta tempat buku

diterbitkan. Berdasarkan hal tersebut, penulis berkesimpulan bahwa sumber literatur tersebut

merupakan sumber tertulis yang dapat digunakan dalam penelitian ini.

Penulis pun melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan yang dilakukan penulis

dengan cara mengidentifikasi narasumber. Kritik eksternal terhadap sumber lisan, penulis

lakukan dengan cara melihat usia narasumber, kedudukan, kondisi fisik dan perilaku,

pekerjaan, pendidikan, agama, dan keberadaanya pada kurun waktu 1901-1942. Narasumber

yang penulis kunjungi rata-rata memiliki usia yang tidak muda lagi dan mungkin ingatannya

juga sudah tidak bagus lagi, namun wawancara ini sangat penting sebagai sumber untuk

penulis melanjutkan tulisannya.

Menurut Sjamsuddin (2007:135) kritik eksternal melakukan verifikasi atau pengujian

terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Selain itu dijelaskan pula bahwa sebelum

sumber-sumber dapat digunakan dengan aman, setidaknya ada lima pertanyaan yang harus

diJawab, yaitu:

a. Siapa yang mengatakan itu?

b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?

c. Apa sebenarnya yang dimaksud orang itu melalui kesaksiannya tersebut?

d. Apakah yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang kompeten; apakah ia

mengetahui fakta itu?

e. Apakah orang tersebut memberikan informasi dengan sebenarnya?

Jadi pada dasarnya kritik eksternal merupakan upaya untuk menguji otentitas dan integritas

sumber sejarah.

2. Kritik Internal

Kritik internal menekankan kegiatannya dengan melakukan verifikasi atau pengujian

terhadap aspek-aspek dalam dari setiap sumber. Kritik internal dilakukan untuk mengetahui

isi sumber sejarah tersebut atau tingkat kredibilitas isi informasi dari narasumber. Menurut

(25)

dengan cara yaitu mengadakan penilaian intensif terhadap sumber yang diperoleh kemudian

membanding-bandingkan kesaksian daripada berbagai sumber. Dari pendapat tersebut

penulis dapat melakukan kritik internal yang dilakukan terhadap sumber tertulis dilakukan

dengan membandingkan antara sumber-sumber yang telah terkumpul dan menentukan

sumber relevan dan akurat dengan permasalahan yang dikaji.

Langkah yang dilakukan oleh penulis dalam hal ini yaitu berupaya melakukan pengujian

terhadap materi yang terdapat dalam sumber baik terhadap sumber primer maupun sekunder.

Sumber yang diperoleh kemudian penulis seleksi, terutama dalam hal informasi yang terdapat

di dalamnya. Hal tersebut dilakukan karena buku-buku yang menjadi sumber acuan, dan

penjabarannya terdapat materi yang berusaha memihak salah satu lembaga baik pemerintah

maupun masyarakat.

Proses kritik dan analisis terhadap sumber yang dilakukan oleh penulis tersebut

ditujukan agar dalam penelitian skripsi ini dapat memperoleh kebenaran. Sehingga, data-data

yang diperoleh dan nantinya akan digunakan dapat dipercaya.

Kritik internal untuk sumber lisan penulis melakukan kaji banding terhadap hasil

wawancara narasumber yang satu dengan yang lainnya karena tidak semua orang memiliki

pandangan yang sama terhadap suatu permasalahan. Contohnya hasil wawancara antara dua

orang tokoh yang merupakan alumni dari sekolah agama, penulis melakukan kaji banding

apakah terdapat perbedaan-perbedaan dari Jawaban yang dikemukakan oleh narasumber. Jika

kebanyakan isinya seragam, dengan demikian penulis dapat menyimpulkan apa yang

dikatakan narasumber adalah benar. Hal ini untuk mencari kecocokan diantara narasumber

dan untuk meminimalisir subjektivitas narasumber tersebut.

3. Penafsiran Sumber (Interpretasi)

Pada tahapan ini penulis melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta yang diperoleh

baik dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Fakta-fakta yang telah ditemukan dan

dikumpulkan tersebut kemudian untuk selanjutnya dihubungkan satu dengan lainnya,

sehingga setiap fakta tidak berdiri sendiri dan menjadi rangkaian peristiwa yang saling

berhubungan.

Penelitian dalam tahapan ini berusaha memilah dan menafsirkan setiap fakta yang

dianggap sesuai dengan bahasan dalam penelitian. Setiap fakta-fakta yang diperoleh penulis

dari sumber primer dibandingkan dan dihubungkan dengan fakta lain yang diperoleh baik

dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi sebagian

(26)

diterima dan dihubungakan dengan fakta lainnya maka rangkaian fakta tersebut diharapkan

dapat menjadi sebuah rekonstruksi yang menggambarkan kodisi pendidikan Islam

masyarakat Bandung pada tahun 1901-1942.

3.4 Penulisan Hasil penelitian (Historiografi)

Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari proses penelitian yang dilakukan oleh

penulis. Pada metodologi penelitian historis, tahap ini disebut dengan Historiografi.

Metodologi historis merupakan suatu bagian dalam penulisan sejarah yang di dalamnya

seorang sejarahwan menggunakan seluruh daya pikirannya. Usaha tersebut bukan saja

meliputi keterampilan teknik penggunaan kutipan, catatan-catatan tetapi juga penggunaan

pikiran kritis dan analisanya yang pada akhirnya menghasilkan suatu pemikiran sintesis dari

seluruh hasil penelitian dan penemuannya dalam suatu penulisan utuh

(Sjamsuddin,1996:153).

Langkah yang dilakukan oleh penulis dalam hal ini, yaitu berupaya menyususn

sebuah skripsi secara utuh. Skripsi ini disusun berdasarkan uraian bab yang terdapat

didalamnya, merupakan satu kesatuan yang berhubungan satu dengan yang lain. Bab satu

merupakan paparan dari penulis yang berisikan tentang langkah awal dari penelitian untuk

merencanakan materi atau kajian apa yang akan ditulis dalam skripsi. Bab dua, yaitu tinjauan

pustaka. Dalam bab ini, penulis berusaha memaparkan buku-buku sumber yang dijadikan

sebagai bahan dasar acuan, dalam menjelaskan bab empat atau pembahasan.

Dalam bab ini penulis berusaha memaparkan dimana letak kekurangan dan kelebihan

dari buku-buku yang digunakan sebagai sumber. Hal tersebut dilakukan agar kekurangan dala

buku yang satu dapat dilengkapi oleh bukku lain. Dalam proses tersebut, penulis berupaya

seobjektif mungkin sehingga tidak memihak kepada salah satu buku. Bab tiga yaitu

metodologi penelitian. Dalam bab tiga ini berisikan paparan metode yang digunakan dalam

penulisan skripsi.

Hal tersebut meliputi langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam

mengumpulkan sumber. Kemudian bagimana sumber tersebut diolah atau dianalisis oleh

penulis yang akhirnya dapat mendukung pembahasan dalam skripsi ini. Bab empat yaitu

pembahasan. Pada bab ini penulis berusaha menJawab permasalahan-permasalahan yang

terdapat dalam bab satu yaitu dalam perumusan masalah. Proses tersebut penulis lakukan

tentunya merupakan rangkaian dari penyusunan bab-bab sebelumnya. Tahap terakhir yaitu

bab lima. Dalam bab ini penulis berupaya untuk memberikan tanggapan-tanggapan dan

(27)

Laporan penelitian ini ditulis untuk kebutuhan akademis sebagai tugas akhir bagi

penulis yang akan menyelesaikan program studi pada jenjang strata satu. Selanjutnya,

susunan sistematika penulisan ini di bagi ke dalam lima bab yang terdiri dari:

Bab I Pendahuluan

Bab II Tinjauan pustaka, yang di dalamnya penulis berupaya menelaah beberapa buku yang

relevan dengan permasalahan

Bab III Metodologi penelitian, didalamnya menjelaskan bagaimana metodologi yang

diperunakan dalam penelitian

Bab IV Pembahasan, didalamnya menjelaskan permasalahan yang diambil sesuai dengan

judul

Bab V Kesimpulan, berisikan pandanngan-pandangan dan analisis dari penulis terhadap

judul.

Pada tahap historiografi ini penulis harus mengarahkan segala daya pikir dan

kekampuannya untuk menuangkan segala hal yang ada dalam penelitiannya sehingga dapat

menghasilkan sebuah tulisan yang memiliki standar mutu dan menjaga kebenaran sejarahnya.

Laporan hasil penelitian dituangkan dalam bentuk karya ilmiah yaitu skripsi dengan

(28)

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian skripsi yang berjudul perkembangan pendidikan Islam di

Bandung tahun 1901-1942, dapat disimpulkan mengenai beberapa hal:

pertama sebagaimana yang telah diketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di

bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi.

Oleh karena itu, semboyan yang terkenal dari penjajah Belanda adalah Glory (kemenangan

atau kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya sabilisasi

terhadap umat Islam di Indonesia). Dengan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa

terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, penjajah

Belanda cenderung merugikan umat Islam. Penjajah Belanda berusaha menghambat

perkembangan pendidikan Islam, dengan terang-terangan membiayai misionaris Kristen.

Banyak sikap mereka yang merugikan lajunya perkembangan pendidikan Islam di Indonesia,

misalnya: (1) Setiap sekolah atau madrasah/pesantren harus memliki ijin dari Bupati atau

pejabat pemerintah Belanda; (2) Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang

dijalankan secara terperinci; (3) Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu

dan mengirimkannya secara periodik kepada daerah yang bersangkutan. Pada dasarnya

banyak kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam persoalan pendidikan pada masa

penjajahan Belanda. Bahkan, tidak sedikit sekolah yang terpaksa ditutup atau dipindahkah

karena ulah penjajah Belanda terhadap bangsa Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini,

proses pendidikan Islam mengalami banyak tantangan dan hambatan, akan tetapi para tokoh

Islam tetap giat dan gigih dalam memperjuangkannya. Penddidikan Islam kurang mendapat

perhatian dari pemerintah Belanda walaupun pada dasarnya tidak membedabedakan

pendidikan, namun pada kenyataanya pendidikan Islam tidak mendapat perhatian. Dalam

banyak hal langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Belanda untuk mengawasi

gerakan pembaharuan itu umumnya diarahkan kepada gerakan nasional dan tidak terbatas

pada gerakan-gerakan pembaharuan Islam saja.

Kedua, dalam dua dasawarsa pertama setelah tahun 1900, pendidikan di

Hindia-Belanda (Indonesia) pada umumnya dan Jawa Barat sebagai pusat pemerintahan pada

khususnya mengalami banyak kemajuan pesat. Pemerintah berusaha untuk menciptakan suatu

sistem pendidikan yang umum bagi sekian banyak golongan penduduk yang beraneka ragam

(29)

menurut golongan waktu itu. Dengan demikian pada tahun 1900 atau setelah adanya Politik

Etis terlihat adanya perkembangan pendidikan di Jawa Barat, hal tersebut dibuktikan dengan

didirikannya sekolah-sekolah di daerah Jawa Barat, termasuk di Bandung. Kebijakan

pendidikan pada masa penjajahan Belanda bersifat weternisasi dan kristenisasi. Tujuan

pendidikan pada masa itu hanya untuk melahirkan pegawai-pegawai yang diharapkan

membantu pemerintahan Belanda. Pergantian era kekuasaan sangat mempengaruhi model dan

kebijakan pendidikan yang dihasilkan. Pendidikan memang tidak bisa terlepas dari situasi

politik sebuah bangsa. Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan pendidikan sebagai sarana

memperoleh tenaga kerja di bidang administrasi tingkat rendahan. Pendidikan tingkat lanjut

hanya diprioritaskan pada kalangan bangsawan semata.

Ketiga, Perkembangan pendidikan Islam pada masa ini berkembang dengan pesat.

Sistem pendidikan Islam di Indonesia pada masa Belanda ditandai dengan didirikannya

lembaga-lembaga pendidikan bentukan Belanda. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut

memiliki jenjang yang hampir sama dengan lembaga pendidikan saat ini. Dalam prakteknya,

Belanda hanya mengakui lembaga pendidikan yang dibentuk Belanda sendiri. Lulusan dari

lembaga pendidikan Indonesia hanya berstatus swasta, dan para lulusannya tidak bisa bekerja

di perusahaan-perusahaan Belanda. Pendidikan Islam yang berkembang berupa

pengajian-pengajian kitab di langgar, madrasah dan juga pondok pesantren. Perkembangan pendidikan

Islam pada zaman ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh

kejelian dari para tokoh penyebar agama dalam membina hubungan dengan masyarakat

sekitar. Pada masa kolonial Belanda ini pesantren yang menjadi basis agama masyarakat

muslim tidak mendapatkan perhatian sama sekali,bahkan cendrung dimusuhi. Dalam hal ini

Belanda tampak memiliki keberpihakan kepada agama Kristen,walaupun dalam berbagai

dokumen dinyatakan bahwa dalam hal agama bersifat netral namun dalam praktiknya ia lebih

berpihak kepada agama Kristen.

Keempat, Pendidikan Islam mencoba memadukan antara pendidikan modern Belanda

dengan pendidikan tradisional sehingga melahirkan madrasah-madarasah berkelas yang tidak

hanya memberikan pengetahuan agama saja akan tetapi juga memberikan pengetahuan

umum. kehadiran Belanda di Indonesia tidak hanya mengeksploitasi kekayaan alam

Indonesia, tetapi juga menekan politik dan kehidupan keagamaan rakyat. Segala aktivitas

umat Islam yang berkaitan dengan keagamaan ditekan. Belanda terus menerapkan

langkah-langkah yang membatasi gerak pengamalan agama Islam. Upacara-upacara keagamaan yang

dilakukan secara terbuka dilarang, pengajaran ilmu agama diawasi, ibadah haji dibatasi dan

(30)

pengaruh muslim yang telah haji yang dapat membangkitkan semangat perlawanan

pemerintah Belanda. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda telah

banyak merugikan pendidikan Islam yang berkembang pada masa itu. Namun, para

cendekiawan-cendekiawan muslim tidak kenal menyerah dan dengan gigih terus

memperjuangkan pendidikan Islam, walaupun harus melalui berbagai hambatan, halangan,

dan rintangan. Kemajuan pendidkan Islam tidak lepas dari peran para kyai dan tokoh- lainnya

serta masyarakat yang selalu ikut andil dalam melawan kebijakan kolonial yang tidak

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Ed. (1983). Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta : CV. RaJawali.

Arifin, HM. (2003). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin. .(1996). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Asrohah.(1999). Sejarah pendidikan Islam, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu.

Azra

. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta:Logos Wacana Ilmu

Baudet, H dan Brugmans, I.J. (ed). (1987). Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Depdikbud. (1977). Pendidikan di Indonesia 1900-1940. Jakarta. Depdikbud.

Depdikbud. (1977/1978). Sejarah daerah Jawa Barat. Depdikbud.

Depdikbud. (1983). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Barat. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Depdikbud.

Dhofier. (1994). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES.

Djumhur, I dan Dana Suparta, H. (1976). Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu.

Drajat. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Ekadjati, E.S. (1986). Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.

Ekadjati,E.S. (2005). Kebudayaan Sunda : Zaman Pajajaran Jilid 2. Bandung: UNPAD Press

Feisal. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Gema Insani

Federspiel. (1996). Persatuan Islam Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ghazali, b. (2003). Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Prasasti.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.

Haedari. (2007). Transformasi Pesantren. Jakarta: Media Nusantara.

Haedari, dkk. (2004). MASA DEPAN PESANTREN Dalam Tantangan Modernitas dan

(32)

Hasbullah. (2001). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintas Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Bawani.( 1987). Segi-Segi Pendidikan Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

Ismail. (1996). Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis. Yogyakarta: Titian Ilahi Press

Ismaun .(2005). Filsafat Sejarah: Sebuah Paparan Pengantar. Bandung Historia Utama Press

Koentjaraningrat. (1997). Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Kunto, H. (1985). Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung: PT. Granesia.

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta :UGM

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yoyakarta : PT Bentang Pustaka

Lubis, N.H. (1998). Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942. Jakarta : Gramedia

Lubis, N.H. et al (2000). Sejarah Kota-Kota Lama Di Jawa Barat. Bandung: Alqaprint Jatinangor.

Lubis, N.H. (2002). Sang Pejuang Dalam Gejolak Sejarah :Oto Biografi Iwa

Kusumasumantri. Jakarta : Gramedia

Lubis, dkk. (2003). Sejarah Tatar Sunda Jilid 2. Bandung: Satya Historika.

Madjid. (1997). Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.

Makmur, Dkk. (1993). Sejarah Pendidikan Di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta: Manggala Bhakti.

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian Tentang Unsur Dan

Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Inis

Mestoko. (1985). Pendidikan Di Indonesia Dari Jaman Ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka.

Maksum, (2001). Madrasah: Sejarah Dan Perkembangan. Jakarta: Logos Wacana Inti.

Mustofa.A, aly, Abdullah. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Nahrawi. (2008). Pembaharuan Pendidikan Pesantren.Yogyakarta :Gama Media

Nata, A. (1991). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

(33)

Nizar. (2008). Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era

Rosulullah Sampai Indonesia.Jakarta: Kencana.

Noer. (1982). Gerakan modern Islam di Indonesia (1900-1942). Jakarta: LP3ES.

Noor. (2006). Potret dunia pesantren. Bandung: Humaniora.

Pringgodigdo. AK. (1994). Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Purwanto. (1992). Ilmu Pendidikan Teoritis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Raharjo, M.D. (1974). Pesantren Dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES.

Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Riklefs, M.C. (1998). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rosyidin. (2009). Konsep Pendidikan Formal Islam. Bandung: Pustaka nadwah

Saidi .(1984). Pemuda Islam Dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984. Jakarta: Rajawali

Saridjo, dkk. (1977). Sejarah Pondok Pesantren Di Indonesia. Jakarta: Dharma Bakti.

Siswojo. (1974). Sejarah Pondok Pesantren Di Indonesia. Jakarta: Dharma Bhakti.

Sitaresmi, R. (2002). Saya Pilih Mengungsi: Pengorbanan Rakyat Bandung Untuk

Kedaulatan. Bandung : Bunaya.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi sejarah. Jakarta: Depdikbud.

Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada

Supriyadi, D (ed). (2003). Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan, Dan Perjuangannya

Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi. Jakarta: Depdiknas

Suryanegara, A.M. (1995). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam Di Indonesia. Bandung: Mizan.

Steenbrink, K.A. (1994). Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun

Modern. Jakarta: LP3ES.

Sunanto. (2005). Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Surakhmad. (1994). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar dan Metode Teknik. Bandung : Tarsito

(34)

Tafsir. (1986). Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan. Bandung: Pustaka.

Van der wal, S.L. (1977). Pendidikan Di Indonesia 1900-1940: Kebijakan Pendidikan Hindia

Belanda 1900-1940 (Terj). Jakarta: depdikbud.

Wahab.(2004). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta,CV.

Wiriaatmadja. (2002). Pendidikan Sejarah Di Indonesia. Bandung: Historia Utama Press.

Yatim. (1993). Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Yunus. (1979). Sejarah pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta : Mutiara.

Zauharini, et.al. (2000). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Zuhairini, dkk, (1996). Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta.

SUMBER INTERNET

---.Pesantren Sukamiskin, Pesantren Tertua Di Bandung (bagian 1).

http://formagz.com/for-headline/pesantren-sukamiskin-pesantren-tertua-di-bandung-bag-1 (diakses 2009).

Mighamir. Sejarah Pesantren Edisi Terlama Yang Ditemukan.

http://mighamir.wordpress.com/2010/01/25/sejarah-pesantren-edisi-terlama-yang-ditemukan/ (diakses 25 Januari 2010).

---. Sekilas Sejarah Pesantren Al Ittifaq, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Prekursor ZnO yang digunakan dalam penelitian adalah Zn(NO 3 ) 2 .6H 2 O yang dihasilkan menggunakan metode sol-gel sedangkan material yang akan dicoating adalah baja karbon

[r]

Berdasarkan hal terebut diatas dapat dikatakan bahwa Pemalsuan Kartu ATM ataupun Kartu Kredit dari Bank tertentu dapat digolongkan sebagai suatu bentuk tindak

Penyelesaian dalam cerpen ini adalah penyelesaian tertutup karena menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita fiksi yang memang sudah selesai, yaitu cerita sudah habis

Dalam hal ini yang dimaksud adalah “hak-hak istimewa ekstrateritorial”, yakni suatu istilah yang dipakai untuk melukiskan suatu keadaan dimana status seseorang atau

Kebutuhan Informasi Pertaniandan Aksesnya Bagi Petani Sayuran :Pengembangan Model Penyediaan Informasi Pertanian Dalam Pemberdayaan Petani, Kasus di Provinsi Jawa

Umumnya dua jaringan yang terpisah yang menggunakan Firewall yang sejenis, atau seorang remote user yang terhubung ke jaringan dengan menggunakan software client

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul “Pengujian