SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Burhanuddin Latif 1000174
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
oleh
Burhanuddin Latif
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Burhanuddin Latif 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
BERBANTUAN KOMPUTER MELALUI PROGRAM CABRI 3D
(Penelitian Kuasi Eksperimen di kelas X pada salah satu SMA di kota Bandung)
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Dr. Nurjanah, M.Pd. NIP. 196511161990012001
Pembimbing II
Drs. Asep Syarif H., M.S. NIP. 195804011985031001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penulisan ... 9
E. Definisi Operasional... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
A. Pembelajaran Berbantuan Komputer ... 11
B. Pembelajaran Berbantuan Komputer Cabri 3D... 14
C. Kemampuan Spasial ... 14
D. Kemandirian Belajar ... 21
E. Teori Belajar yang Mendukung ... 22
F. Hasil Penelitian Terdahulu ... 24
G. Hipotesis ... 25
H. Kerangka Berpikir ... 25
BAB III METODE PENELITIAN... 27
A. Desain Penelitian ... 27
x
F. Teknik Pengolahan Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Hasil Penelitian Kemampuan Spasial ... 46
B. Hasil Penelitian Kemandirian Belajar ... 59
C. Pembahasan ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
Penelitian ini dilatarbelakangi masih rendahnya kemampuan spasial siswa. Padahal kemampuan spasial adalah kemampuan yang sangat penting dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika khususnya geometri. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan spasial tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengajarkan geometri dengan berbantuan komputer, khusunya program Cabri 3D. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan spasial serta kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan berbantuan komputer yaitu program Cabri 3D. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain pretes dan postes. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X di salah satu sekolah negeri di Kota Bandung sebagai salah satu penyelenggara kurikulum 2013. Sampel pada penelitian ini adalah dua buah kelas yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran berbantuan komputer dengan menggunakan program Cabri 3D, sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, (1) peningkatan kemampuan spasial pada kelas yang mendapatkan pembelajaran berbantuan komputer dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan kemampuan spasial pada kelas dengan pembelajaran konvensional, (2) pencapaian kemampuan spasial pada kelas yang mendapatkan pembelajaran berbantuan komputer dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan pencapaian kemampuan spasial pada kelas dengan pembelajaran konvensional , (3) peningkatan kemandirian belajar siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran berbantuan komputer dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan
peningkatan kemandirian belajar siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional. (4) pencapaian kemandirian belajar pada kelas yang mendapatkan pembelajaran berbantuan
komputer dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan pencapaian kemandirian belajar pada kelas dengan pembelajaran konvensional
viii
Background of this research is the low of students spatial ability. Though spatial ability is a very important for learning mathematics, especially geometry. Therefore it needs efforts to improve the spatial ability. One of effort to do is using computer-assisted, especially Cabri 3D program. The purpose of this research was to determine the improvement of spatial abilities and self-regulated learning by students who received computer-assisted learning program which Cabri 3D. The method that used in this research is quasi experimental design with pretest and posttest. The population in this research were students of 10th grade in a school as an operator 2013 curriculum . The samples in this research were two classes that used the experimental class and the control class. Experimental class consisted received computer-assisted learning using Cabri 3D program, while the control class received conventional learning. Based on the results of research and discussion, it can be concluded that, (1) Enhancement of spatial abilities in the class to get a computer-assisted learning program Cabri 3D is better than the spatial abilities of students in the class with conventional learning, (2) Attaintment of spatial abilities in the class to get a computer-assisted learning program Cabri 3D is better than the spatial abilities of students in the class with conventional learning, (3) Enhancement of self-regulated learning in the class to get a computer-assisted learning program Cabri 3D is better than the spatial abilities of students in the class with conventional learning, and (4) Attaintment of self-regulated learning in the class to get a computer-assisted learning program Cabri 3D is better than self-regulated learning of students in the class with conventional learning,
A.Latar Belakang Masalah
Matematika sangat penting bagi setiap orang untuk mengembangkan
proses berpikir manusia sehingga menjadi logis dan sistematis. Matematika adalah
suatu ilmu universal yang dijadikan dasar dalam perkembangan teknologi modern.
Selain itu Matematika juga memiliki peran dalam berbagai disiplin dan dapat
mengembangkan pola pikir manusia (BSNP, 2006). Matematika diperlukan oleh
setiap peserta didik untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Obyek-obyek penelaahan dalam pelajaran matematika bersifat abstrak, yang
artinya hanya ada dalam pemikiran manusia sehingga matematika itu hanyalah
suatu hasil karya dari kerja otak manusia (Hudojo, 2003:40). Sifat abstrak inilah
yang secara langsung bersinggungan dengan kemampuan siswa mengerjakan
persoalan matematika.
Salah satu cabang ilmu dalam pelajaran Matematika adalah geometri.
Dalam belajar geometri menurut NCTM (2000), terdapat empat indikator yang
harus dicapai, yaitu: 1) mampu menganalisis sifat dan karakteristik bangun
dimensi dua atau dimensi tiga dan mengembangkan alasan dari hubungan bangun
geometris, 2) menentukan lokasi dan menjelaskan hubungan spasial menggunakan
sistem koordinat atau menggunakan sistem penyajian lainnya, 3) menerapkan
transformasi dan menggunakan simetrisasi untuk menganalisis situasi matematis,
dan 4) menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan pemodelan geometris
untuk menyelesaikan permasalahan. Sedangkan menurut Depdiknas (2003:9),
kemampuan yang harus dicapai oleh siswa SMA sederajat yaitu: 1) mampu
mengidentifikasi bangun datar dan bangun ruang menurut sifat, unsur, atau
kesebangunannya, 2) mampu melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling,
luas, volume, dan satuan pengukuran, 3) mampu menaksir ukuran (misal: panjang,
konsep geometri dalam menentukan posisi, jarak, sudut, dan transformasi, dalam
pemecahan masalah. Sementara menurut Kemendikbud (2013) kompetensi yang
harus dicapai dalam pembelajaran geometri adalah: 1) mampu mengelompkkkan
benda menurut tampilan bentuknya, 2) mampu mengelompokkan benda menurut
bentuknya dan disertai justifikasi, 3) menemukan pola bangun datar untuk
menarik kesimpulan atau menyusun justifikasi sederhana, 4) mengelompokkan
bangun ruang berdasarkan sifatnya, 5) memahami bangun datar berdasarkan
sifat-sifat atau fitur-fitur dan transformasi yang menghubungkannya, 6)
mengelompokkan bangun datar menurut kesebangunan dan/atau kekongruenan, 7)
memanfaatkan pendekatan koordinat dalam menyelesaikan masalah geometri, 8)
menganalisis sifat-sifat sederhana dari bangun ruang seperti diagonal ruang,
diagonal bidang, dan bidang diagonal dan 9) memahami sifat geometri bidang
yang meliputi dalil titik berat segitiga, dalil intersep, dalil segmen garis, dan
menggunakannya dalam membuktikan sifat geometri.
Berdasarkan kompetensi yang harus dicapai yang tertera pada kurikulum
2013 kaitannya dengan kemampuan spasial dapat diuraikan sebagai berikut: 1)
mampu mengelompkkkan benda menurut tampilan bentuknya, kompetensi ini
memerlukan kemampuan spatial relation karena pada kompetensi ini anak
diminta untuk mengenal berbagai bentuk bangun ruang dan mampu menceritakan
tentang bangun ruang tersebut yang dalam prosesnya terdapat proses
membandingkan bangun yang satu dengan bangun yang lainnya, 2)
mengelompokkan bangun ruang berdasarkan sifatnya, kompetensi ini selain
memerlukan kemampuan spatial relation dan mental rotation untuk menentukan
pola dari sisi penyusun bangun ruang, juga memerlukan kemampuan spatial
orientation yang digunakan untuk memandang bangun ruang dari sudut pandang
yang berbeda serta visualization untuk menentukan jarring-jaring dari suatu
bangun ruang; 3) memahami bangun datar berdasarkan sifat-sifat atau fitur-fitur
dan transformasi yang menghubungkannya, kompetensi ini memerlukan
kemampuan spatial relation untuk membandingkan sifat-sifat bangun datar,
spatial perception untuk membantu menentukan fitur-fitur bangun datar seperti
memudahkan menetukan ukuran bangun datar; 4) mengelompokkan bangun datar
menurut kesebangunan dan/atau kekongruenan, kompetensi ini memerlukan
kemampuan spatial relation dan spatial perception untuk menentukan sifat
refleksi, simetris, dan transitif dalam menentukan kongruensi bangun datar, dan
kemampuan spatial orientation untuk menentukan kesebangunan dari berbagai
sudut pandang; 5) menganalisis sifat-sifat sederhana dari bangun ruang seperti
diagonal ruang, diagonal bidang, dan bidang diagonal, kompetensi ini
memerlukan kemampuan spatial perception, visualization, spatial relation, dan
spatial orientation. visualization dan spatial orientation digunakan untuk
menentukan bentuk dari bidang diagonal, sedangkan spatial perception dan
spatial orientation digunakan untuk menentukan diagonal bidang ataupun ruang
beserta ukuran-ukurannya; 6) memahami sifat geometri bidang yang meliputi dalil
titik berat segitiga, dalil intersep, dalil segmen garis, dan menggunakannya dalam
membuktikan sifat geometri, kompetensi ini memerlukan kemampuan spatial
perception, spatial relation dan spatial orientation. spatial perception dan spatial orientation digunakan untuk menentukan komponen-komponen yang diperlukan
untuk menentukan titik berat segitiga, garis sejajar pada dalil intersep, dan
dalil-dalil pada segmen garis. Spatial relation digunakan untuk menentukan
perbandingan sisi yang dihasilkan pada dalil intersep serta dalil-dalil segmen garis
lainnya.
Kemampuan spasial juga erat kaitannya dengan kurikulum yang ada di
Indonesia. Kemendikbud (2012) memaparkan beberapa prinsip pengembangan
kurikulum yang berkaitan dengan kemampuan spasial yang merupakan suatu
bagian dari keterampilan berpikir, diantaranya: 1) model kurikulum berbasis
kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan,
keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam
berbagai mata pelajaran, 2) kurikulum dikembangkan dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam
kemampuan dan minat, 3) kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Dalam belajar geometri, tentu sangat erat kaitannya dengan kemampuan
(Tambunan, 2006) bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai korelasi
yang positif, artinya dalam belajar matematika terutama pada materi pokok
dimensi tiga, kemampuan spasial diperlukan untuk memudahkan mempelajari
matematika. Selain karena memang dibangun oleh materi bangun datar yang juga
abstrak, materi bangun ruang juga membutuhkan kemampuan untuk merubah
benda yang berbentuk dimensi tiga ke dalam bidang dimensi dua.
Kemampuan spasial diperlukan dalam mempelajari materi Geometri.
Selain itu kemampuan spasial juga diperlukan dalam beraktifitas dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya: 1) mengemudikan kendaraan di jalan raya, 2)
mencorat-coret, melukis, menggambar, memahat dan kegiatan seni lainnya, 3) membaca
peta, grafik, bagan dan diagram, 4) menikmati acara televisi, video, slides, film,
dan foto, 5) mengingat mimpi (Hoerr, 2010). Selain itu kemampuan spasial
berguna dalam bidang studi lainnya, diantaranya: 1) seorang astronom memahami
tata surya dan pergerakan antar planetnya, 2) seorang engineer yang memahami
hubungan antar komponen dalam mesin, dan 3) seorang ahli radiologi yang
menginterpretasikan gambar sinar X.
Di sisi lain, berdasarkan hasil berbagai penelitian (Darwanto, 2007:101)
menunjukkan bahwa proses belajar dan mengajar dengan menggunakan sarana
audio visual mampu meningkatkan efisiensi pengajaran 20%-50% jika
dibandingkan dengan pengajaran yang lebih ditekankan melalui bentuk kata-kata
yang menjurus kearah verbalisme. Hal ini didukung oleh pendapat Dale (Arsyad,
2009:10) yang menyebutkan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera
pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera
lainnya sekitar 12%. Artinya pengalaman sangat berperan dalam tingkat
kefektifan pembelajaran.
Selaras dengan hal ini, Bruner (Arsyad, 2009:7) mengemukakan tiga
tingkatan utama modus belajar yaitu pengalaman langsung, pengalaman
piktorial/gambar dan pengalaman abstrak. Ketiga tingkatan tersebut saling
berinteraksi sehingga memperoleh pengalaman yang baru. Teori dari Bruner
Verbal
Simbol Visual
Gambar Rekaman dan Video,
Gambar Tetap Televisi Gambar Hidup
Pameran Karyawisata Demonstrasi Pengalaman dramatisasi Pengalaman tiruan yang diatur Pengalaman langsung dan bertujuan
itu sebagai suatu proses komunikasi. Lebih lanjut lagi Dale menggambarkannya
dalam Kerucut Pengalaman Dale berikut.
Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Dale (Indriana, 2011:24)
Pengembangan kerucut tersebut bukan berdasarkan tingkat kesulitan,
melainkan dari banyaknya indera yang turut serta dalam proses penerimaan isi
pengajaran. Pengalaman langsung dan bertujuan tentu memberikan kesan paling
bermakna mengenai informasi yang terkandung dalam sebuah pengalaman.
Sedangkan untuk tingkat verbal, indera yang dilibatkannya terbatas. Oleh karena
itu Geometri perlu dikemas dalam sesuatu yang menarik dan melibatkan banyak
indera sehingga siswa tertarik untuk mempelajari matematika dan pembelajaran
menjadi lebih bermakna.
Berdasarkan hasil PISA (2012), Indonesia berada pada urutan 64 dari 65
negara peringkat kecerdasan matematika. Beberapa soal yang terdapat pada tes
Contoh soal nomor 1
Gambar 1.2
Contoh Soal Kemampuan Spasial I (PISA, 2012)
Contoh soal nomor 2
Gambar 1.3
Contoh soal nomor 3
Gambar 1.4
Contoh Soal Kemampuan Spasial III (PISA, 2012)
Soal tersebut adalah soal yang memerlukan kemampuan spasial yaitu
spatial orientation untuk soal nomor 1 dan nomor 3, serta spatial relation untuk
soal nomor 2. Berdasarkan peringkat Indonesia pada PISA 2012, kemampuan
siswa di Indonesia masih rendah dalam hal kemampuan spasial. Hal ini
berbanding lurus dengan perhatian terhadap kemampuan spasial yang sangat erat
kaitannya dengan geometri. Seperti yang diungkapkan oleh Syahputra (2011)
yang menyatakan bahwa seringkali kita tidak memperhatikan kemampuan spasial
siswa. Berdasarkan penelitian Nuraeni (Fu’ad, 2013:4) menyatakan banyak siswa
Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah proses pembelajaran
geometri tersebut. Di lapangan, dalam pembelajaran geometri misalkan bangun
ruang kubus atau balok yang dilakukan hanyalah memberikan informasi mengenai
banyaknya rusuk, banyaknya bidang, cara untuk mencari luas dan cara untuk
mencari volume tanpa mengajak anak untuk mengeksplorasi bangun-bangun
geometri bila diputar, dibalik dan dipandang dari sudut pandang yang berbeda
(Syahputra, 2011). Maka dari itu perlu digunakan media pembelajaran yang
mampu memfasilitasi siswa untuk melakukan eksplorasi yang berkaitan dengan
materi geometri, salah satunya adalah media pembelajaran berbantuan computer
dengan menggunakan program Cabri 3D. Sehingga penulis berkeinginan untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Spasial dan Kemandirian Belajar Siswa SMA dengan Menggunakan Pembelajaran
Berbantuan Komputer melalui Program Cabri 3D”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan spasial siswa yang menggunakan
pembelajaran dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan
peningkatan kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional?
2. Apakah pencapaian kemampuan spasial siswa yang menggunakan
pembelajaran dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan
pencapaian kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional?
3. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang menggunakan
pembelajaran dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan
peningkatan kemandirian belajar siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional?
4. Apakah pencapaian kemandirian belajar siswa yang menggunakan
pencapaian kemandirian belajar siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan spasial siswa yang
menggunakan pembelajaran dengan menggunakan program Cabri 3D lebih
baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan spasial siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui apakah pencapaian kemampuan spasial siswa yang menggunakan
pembelajaran dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan
pencapaian kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
3. Mengetahui apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran dengan menggunakan program Cabri 3D lebih
baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
4. Mengetahui apakah pencapaian kemandirian belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran dengan program Cabri 3D lebih baik
dibandingkan dengan pencapaian kemandirian belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
D.Manfaat Penulisan
Manfaat dari penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian di atas adalah
menjadi bahan peneltian sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
spasial siswa.
E. Definisi Operasional
Agar pada kajian dalam makalah ini tidak terjadi kesalahpahaman,
kerancuan makna, atau perbedaan persepsi, maka beberapa istilah perlu
1. Kemampuan Spasial
Kemampuan spasial adalah kemampuan untuk membayangkan
komponen-komponen yang terdapat dalam ruang dengan tepat serta mampu memanipulasi di
dalam pikirannya dengan indikator sebagai berikut:
a. Spatial perception adalah kemampuan menentukan letak horizontal serta
letak vertikal,
b. Visualization adalah kemampuan menentukan aturan perubahan atau
perpindahan penyusunnya dari suatu susunan,
c. Spatial Relation adalah kemampuan menentukan susunan dari suatu obyek
dan bagiannya serta hubungannya satu sama lain, dan
d. Spatial Orientation adalah kemampuan menentukan benda dari berbagai
keadaan.
2. Pembelajaran Berbantuan Komputer Cabri 3D
Pembelajaran Berbantuan Komputer Cabri 3D adalah pembelajaran
dengan software Cabri 3D yang berfungsi untuk membantu siswa memahami
materi tanpa menggantikan peran guru.
3. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar adalah suatu sikap untuk mencapai tujuan dengan
cara menggunakan langkah-langkah mandiri yang dikelola dan diatur sedemikian
rupa dengan indikator sebagai berikut: 1) membuat rencana belajar, 2) mencari
informasi, 3) ketidaktergantungan terhadap orang lain, 4) memiliki kepercayaan
A.Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menurut desainnya
adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian dengan
melakukan percobaan terhadap kelompok-kelompok eksperimen yang dikenakan
perlakuan-perlakuan dengan kondisi yang dapat dikontrol (Margono, 2007:10).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment.
Quasi experiment atau biasa disebut juga sebagai eksperimen yang tidak
sebenarnya (Arikunto, 2010:123). Quasi experiment bertujuan mendapatkan
informasi sebagai perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan
eksperimen sebenarnya (Narbuko dan Achmadi, 2007:54). Pada kuasi eksperimen
ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan
subyek seadanya (Ruseffendi, 1994:47). Desain yang digunakan digambarkan
dalam pola berikut:
0 X 0
---
0 0
Dengan:
0 : Pretes / Posttes
X : Pembelajaran berbantuan computer Cabri 3D
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Pada penelitian ini,
populasi yang dipilih adalah populasi siswa kelas X di salah satu sekolah negeri di
kota Bandung sebagai salah satu penyelenggara kurikulum 2013 di kota Bandung.
Sekolah dipilih karena dengan pertimbangan sekolah memiliki akreditasi A yang
berarti memiliki fasilitas yang lengkap seperti laboratorium komputer sehingga
komputer. Sedangkan pemilihan sampel digunakan dengan teknik purposive
sampling terpilih kelas X MIA 1 dan X MIA 4 karena kedua kelas ini dirasa
memiliki karakteristik yang paling banyak mengandung karakteristik populasi.
C.Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan ajar yang
termuat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Bahan ajar yang
dikembangkan pada penelitian ini dengan pembelajaran berbantuan komputer
adalah sebagai berikut:
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah penjabaran silabus yang
menggambarkan rencana prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi. Asmani (2010:123)
mengemukakan RPP digunakan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan
pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan. RPP yang digunakan
pada penelitian ini adalah RPP yang mengacu pada kurikulum 2013. Artinya RPP
yang dikembangkan adalah RPP dengan pendekatan saintifik yang berfungsi
untuk penguatan proses pembelajaran dengan mendorong siswa untuk mengamati,
menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan (Kemendikbud,
2013:4). Materi yang dikembangkan dikelompokkan menjadi empat kategori,
yaitu fakta, konsep, prinsip dan prosedur.
2. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran yang berisi
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS digunakan dengan harapan
siswa menjadi lebih terarah dalam memahami konsep-konsep matematika. Selain
itu siswa juga berlatih untuk mengembangkan kemampuan spasialnya. LKS yang
dikembangkan juga berdasarkan kepada kurikulum 2013 sehingga LKS memuat
proses pembelajaran dengan menanya, mencoba, mengasosiasi dan
3. Modul Cabri 3D
Modul Cabri 3D adalah lembaran-lembaran yang berisi cara-cara untuk
melakukan aktivitas pada program Cabri 3D. Modul ini dilengkapi dengan contoh
penyelesaian soal sehingga siswa diharapkan dapat menggunakannya untuk
menyelesaikan permasalahan lainnya.
D. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Soal tes kemampuan spasial matematika
Tes adalah serentetan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki
(Arikunto, 2010: 193) Soal tes dibuat berdasarkan kisi-kisi soal kemampuan
spasial matematika. Adapun kisi-kisi soal kemampuan spasial matematika
disajikan dala tabel berikut.
Menentukan bentuk irisan bidang dengan bangun ruang
Spatial Visualisation
4 dan 5
Menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang.
Spatial Relation 1: a, b, dan c
; 2
Menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang.
Menentukan jarak dua buah titik.
Spatial Perception 3 dan 6
Menentukan ukuran-ukuran sudut dalam bangun ruang.
Soal tes dibuat bertujuan untuk mengukur kemampuan spasial siswa. Soal
tes juga berfungsi sebagai alat untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Kriteria penilaian tes mengacu kepada kriteria pemberian skor dengan
menggunakan North Carolina Math Rubric I.
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Instrumen Kemampuan Spasial
Skor Kriteria
0 Tidak menjawab
1 Menjawab dengan salah
2 Menjawab dengan benar, namun disertai
alasan yang kurang tepat
3 Menjawab dengan benar dan disertai
alasan yang tepat.
Evaluasi adalah sebuah kegiatan pengumpulan data atau informasi untuk
dibandingkan dengan kriteria kemudian diambil kesimpulan (Arikunto, 2010:36).
Di dalam kegiatan pembelajaran kedudukan evaluasi sangatlah penting. Evaluasi
dalam pembelajaran memiliki makna bagi siswa, guru, dan sekolah
(Suherman,1990:7). Hal ini karena dengan adanya evaluasi yang dilakukan
sebelum , selama dan setelah kegiatan belajar mengajar akan diperoleh hasil yang
dapat disimpulkan sehingga dapat dijadikan motivasi agar kegaiatan pembelajaran
kedepannya menjadi lebih baik lagi.
Dalam suatu evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tes. Menurut Suherman
(1990:81) tes adalah alat pengumpul informasi tentang hasil belajar. Instrumen tes
yang digunakan dalam makalah ini adalah tes dengan teknik tes tertulis dengan
tipe tes uraian. Tipe tes uraian juga disebut tipe subyektif karena untuk menjawab
soal tes ini diperlukan penguasaan materi yang baik karena dibutuhkan jawaban
secara terperinci yang lengkap dan jelas yang dituangkan dalam bentuk tulisan
Instrumen tes yang baik dan terpercaya adalah instrument tes yang
memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Oleh karena itu sebelum digunakan
dilakukan uji coba terlebih dahulu kepada siswa yang telah mendapatkan materi
yang akan disampaikan. Setelah itu dilakukan analisis untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda dari instrument tes tersebut.
a. Validitas
Di dalam suatu evaluasi, alat evaluasi dikatakan valid jika alat evaluasi ini
dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi (Suherman,1990:135).
Suatu alat evaluasi ingin mengevaluasi suatu karakteristik yaitu karakteristik X.
Alat evaluasi ini bisa dikatakan valid jika yang dievaluasi karakteristik X pula,
bukan yang lainya.
Untuk menentukan tingkat validitas ialah dengan menghitung koefisien
korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur
yang telah dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi
(Suherman,1990:145). Dalam hal ini dibandingkan hasil uji instrumen yang
dikembangkan dengan hasil ulangan harian kelas tersebut. Sedangkan rumus
untuk mencari koefisien validitas menggunakan korelasi produk momen memakai
angka kasar, yaitu:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
(Ruseffendi, 1994:149)
Dengan
rxy : koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
N : banyak testi
X : nilai ulangan harian siswa perorangan
∑X : jumlah nilai-nilai x
∑X2 : jumlah kuadrat nilai-nilai x
Y : nilai perorangan dari instrumen tes yang dikembangkan
∑Y : jumlah nilai-nilai y
∑Y2 : jumlah kuadrat nilai-nilai y
∑XY: jumlah perkalian nilai X dan Y
Interpretasi mengenai nilai rxy menurut Guilford, J.P. (dalam Suherman,1990:147)
dibagi kedalam kategori-kategori sebagai berikut.
Tabel 3.3
Interpretasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas Keterangan
0,90 < rxy≤ 1,00 validitas sangat tinggi
0,70 < rxy≤ 0,90 validitas tinggi
0,40 < rxy≤ 0,70 validitas sedang
0,20 < rxy≤ 0,40 validitas rendah
rxy≤ 0,20 tidak valid
Berdasarkan uji coba yang telah dilaksanakan dan analisis hasil dengan
menggunakan Microsoft Office Excel 2013, diperoleh hasil perhitungan validitas
tiap butir soal disajikan pada tabel 3.4
Tabel 3.4
Hasil Analisis Validitas Butir Soal
Berdasarkan pada tabel di atas, lima buah soal memiliki validitas yang
tinggi dan lima buah soal memiliki validitas yang sedang.
b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu
alat yang memberikan hasil yang tetap sama (Suherman,1990:167). Artinya hasil
pengukuran itu harus tetap sama jika pengukurannya diberikan pada subyek yang
sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan
tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi dan kondisi.
Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel.
Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap
jika digunakan untuk subyek yang sama. Istilah relatif tersebut tidak tepat sama,
tetapi mengalami perubahan yang tidak berarti dan bisa diabaikan. Perubahan
hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan
kondisi lainnya (Suherman,1990:167).
Untuk mengetahui apakah suatu instrumen tes reliabel atau tidak adalah
dengan menghitung koefisien reliabilitas. Dalam penelitian ini yang digunakan
adalah pendekatan tes tunggal yaitu tes yang terdiri dari satu perangkat yang
dikenakan terhadap sekelompok subyek dalam satu kali pelaksanaan (Suherman,
1990:175). Penulis juga menggunakan Rumus Alpha untuk menghitung koefisien
reliabilitas karena instrumen tes yang dikembangkan adalah tipe uraian. Adapun
rumus alpha adalah sebagai berikut:
∑
(Suherman, 1990:194)
Dengan
n : banyak butir soal
: varians skor butir soal ke-i
: varians skor total
Rumus varians
(Sudjana,1992:94)
Dengan
n : banyaknya siswa
xi : skor siswa ke-i
Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
dapat digunakan tolok ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 1990:177)
sebagai berikut ini.
Tabel 3.5
Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Keterangan
r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 reliabilitas rendah
0,40 < r11 ≤ 0,60 reliabilitas sedang
0,60 < r11 ≤ 0,80 reliabilitas tinggi
0,80 < r11 ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi
Berdasarkan uji coba yang telah dilaksanakan dan analisis hasil dengan
menggunakan Microsoft Office Excel 2013, diperoleh hasil koefisien reliabilitas
seperti yang disajikan pada tabel 3.6
Tabel 3.6
Hasil Analisis Koefisien Reliabilitas
Koefisien Relibilitas r11 Interpretasi
0,85 tinggi
Berdasarkan koefisien reliabilitas yang diperoleh dari tabel, maka
reliabilitas instrumen tes yang dikembangkan memiliki reliabilitas yang tinggi.
c. Daya Pembeda
Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui
jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut
pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan
antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan
rendah.
Dalam penelitian ini, rumus daya pembeda untuk tipe uraian yaitu:
∑ ̅ ∑ ̅
Dengan
SMI : Skor Maksimum Ideal
Banyak siswa yang mengikuti tes uji coba adalah 34 siswa, sehingga untuk
menentukan daya pembeda yang menggunakan teknik kelompok atas dan bawah
diambil sampel 27% dari kelompok atas dan 27% dari kelompok bawah, yaitu
masing-masing 9 orang siswa.
Adapun kriterium daya pembeda tiap butir soal yang akan digunakan
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7
Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda Keterangan
DP ≤ 0 Sangat jelek
0 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
Berdasarkan uji coba yang telah dilaksanakan dan analisis hasil dengan
menggunakan Microsoft Office Excel 2013, diperoleh hasil daya pembeda butir
Tabel 3.8
Hasil Analsis Daya Pembeda
No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1a 0,41 Baik
1b 0,44 Baik
1c 0,52 Baik
2 0,41 Baik
3 0,44 Baik
4 0,41 Baik
5 0,41 Baik
6 0,48 Baik
7 0,41 Baik
8 0,41 Baik
Berdasarkan daya pembeda yang diperoleh, semua butir soal mampu
membedakan siswa yang bisa dan belum bisa.
d. Indeks Kesukaran
Alat evaluasi yang baik akan menghasilkan skor yang berdistribusi normal
(Suherman, 1990:211). Jika suatu alat evaluasi terlalu sukar, maka frekuensi
distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah, karena sebagian
besar mendapat nilai yang jelek. Jika alat evaluasi seperti ini seringkali diberikan
akan mengakibatkan siswa menjadi putus asa, sebaliknya jika soal yang diberikan
terlalu mudah, hal ini kurang merangsang siswa untuk berpikir tinggi. Suatu soal
dikatakan memiliki derajat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar .
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang
disebut Indeks Kesukaran (difficulty index). Bilangan tersebut adalah bilangan real
pada interval (kontinum) 0,00 sampai 1,00 (Suherman, 1990:212).
Adapun Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal yang paling banyak
Tabel 3.9
Interpretasi Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Keterangan
IK = 0,00 soal terlalu sukar
0,00 < IK 0,30 soal sukar
0,30 < IK 0,70 soal sedang
0,70 < IK <1,00 soal mudah
IK = 1,00 soal terlalu mudah
Dalam peneltian ini digunakan rumus indeks kesukaran untuk tipe jenis
uraian sebagai berikut.
̅
dengan
IK : Indeks Kesukaran
̅ : Rerata
SMI : Skor Maksimal Ideal
Berdasarkan uji coba yang telah dilaksanakan dan analisis hasil dengan
menggunakan Microsoft Office Excel 2013, diperoleh indeks kesukaran butir soal
seperti disajikan pada tabel 3.10
Tabel 3.10
Hasil Analisis Indeks Kesukaran
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1a 0,86 Mudah
1b 0,45 Sedang
1c 0,79 Mudah
2 0,45 Sedang
3 0,67 Sedang
4 0,58 Sedang
Lanjutan Tabel 3.10
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
6 0,80 Mudah
7 0,69 Sedang
8 0,42 Sedang
Berdasarkan kriteria indeks kesukaran, terdapat tiga soal yang memiliki
tingkat kesukaran mudah dan lima soal dengan tingkat kesukaran sedang.
2. Angket Kemandirian Belajar
Angket adalah suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan mengenai
suatu masalah atau bidang yang akan diteliti. (Narbuko dan Achmadi, 2007:76).
Angket kemandirian belajar siswa dibuat berdasarkan indikator kemandirian
belajar seperti disajikan pada tabel 3.11
Tabel 3.11
Kisi-kisi Kemandirian Belajar
No Indikator Pernyataan
1 Ketidaktergantungan
terhadap orang lain
a. Saya belajar ketika disuruh oleh orang tua (-)
b. Saya mengerjakan PR sendiri (+)
c. Saya memerlukan petunjuk orang lain dalam
menentukan materi yang harus dipelajari (-) d. Saya mencari teknik penyelesaian sendiri saat
mengerjakan tugas (+)
2 Memiliki
kepercayaan diri
a. Saya menyamakan PR dengan teman
sebangku sebelum dikumpulkan (-)
b. Saya merasa percaya dengan jawaban sendiri
pada saat ujian. (+)
c. Saya tidak berani mengerjakan soal di depan kelas (-)
d. Saya menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh guru meskipun belum tahu benar atau salah jawaban yang dikemukakan. (+)
3 Membuat rencana
belajar
a. Saya mengerjakan PR di kelas sebelum jam
pelajaran dimulai (-)
b. Saya memiliki jam belajar di rumah(+)
c. Saya belajar hanya jika situasi memungkinkan untuk belajar (-)
Lanjutan Tabel 3.11
No Indikator Pernyataan
4 Memiliki rasa
tanggung jawab
a. Saya hanya akan mengerjakan PR jika PR
akan dikumpulkan dan diberi nilai (-) b. Saya belajar tidak hanya akan ujian (+)
c. Saya mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru seadanya (-)
d. Saya merasa bahwa belajar itu penting (+)
5 Berperilaku
berdasarkan inisiatif sendiri
a. Saya mencatat pelajaran jika hanya disuruh guru untuk mencatat. (-)
b. Setelah ujian, saya tidak mengerjakan kembali soal ujian terlepas dari bias atau tidaknya mengerjakan soal ujian (-)
6 Melakukan kontrol
diri
a. Saya lebih tertarik mencari hal-hal di luar pelajaran saat menggunakan internet (-) b. Saya tetap belajar walaupun ada acara TV
yang sangat menarik (+)
c. Saya memilih bermain dengan teman-teman
dibandingkan mengerjakan tugas (-)
d. Saya berusaha untuk berlatih soal-soal untuk menambah pengalaman selain yang diperoleh di kelas (+)
7 Mencari Informasi a. Saya mencari buku sumber lain jika ada
materi yang tidak dimengerti (+)
b. Saya mencari referensi lain di internet untuk menambah pengetahuan saya. (+)
Pendekatan angket yang digunakan pada pengolahan data adalah skala
Likert yang terdiri atas empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), dengan kategori
penskoran disajikan pada tabel 3.12
Untuk menganalisis peningkatan angket, diperlukan adanya transformasi
dari data yang berjenis ordinal ke dalam data yang berjenis interval. Proses
transformasi pada penelitian menggunakan bantuan program STAT97.xla
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dalam empat tahap yaitu:
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pengajuan judul penelitian
b. Penyusunan proposal penelitian
c. Observasi lokasi penelitian
d. Seminar proposal penelitian
e. Pembuatan instrumen penelitian
f. Pengujian instrumen penelitian
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pretes kemampuan spasial pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen
b. Pengisian angket kemandirian belajar awal pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen
c. Pembelajaran geometri dengan berbantuan program Cabri 3D pada kelas
eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol
d. Pelaksanaan postes pada kelas kontrol dan kelas esperimen
e. Pengisian angket kemandirian belajar akhir pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
3. Tahap analisis data
a. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa pretes dan postes
kemampuan spasial siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa angket kemandirian belajar
awal dan akhir siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
4. Tahap penyimpulan
b. Menyusun laporan penelitian.
F. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini disusun dalam
langkah-langkah berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi pada kelas
tersebut dan untuk mengetahui langkah selanjutnya apakah menggunakan kaidah
statistik parametrik atau statistik nonparametrik. Uji normalitas yang digunakan
pada penelitian ini adalah uji lilliefors dengan perumusan hipotesis sebagai
berikut:
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Sedangkan prosedur pengujian dilakukan dengan melengkapi tabel 3.13
Tabel 3.13
Pengujian Normalitas Uji Lilliefors
Dst.
Keterangan:
Xi : Data ke-i (terurut dari kecil ke besar)
Zi : ̅ , dengan ̅ ∑ dan √
∑ (∑ )
F(Zi) : Proporsi Kumulatif Luas Kurva Normal Baku
S(Zi) : Proporsi z1, z2, . . . , zn yang kurang dari sama dengan zi.
| F(Zi)- S(Zi)| : Harga mutlak selisih F(Zi) dengan S(Zi) (Sudjana, 1992:466)
Kriteria pengujiannya adalah membandingkan | F(Zi)- S(Zi)| terbesar (L0) dengan
nilai kritis (L). Tolak H0 jika L0 lebih besar dari L.
Jika data berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji
homogenitas. Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal, langkah selanjutnya
adalah pengujian dengan uji statistikan non-parametrik, yakni uji Mann-Whitney.
2. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians ini bertujuan untuk mengetahui variansi homogen
kelas tersebut dan untuk mengetahui langkah selanjutnya apakah menggunakan uji t atau uji t’ dan menggunakan ANOVA atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Fischer atau yang dikenal dengan uji F
dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Data memiliki varians homogen
H1 : Data memiliki varians heterogen
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis H0 adalah
Dengan kriteria, tolak H0 jika ⁄ (Sudjana, 1992:250)
Jika kedua data berasal dari populasi yang homogen, maka selanjutnya
dilakukan pengujian dengan uji t. Sedangkan jika data tidak berasal dari populasi
3. Uji kesamaan dua rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata ini betujuan untuk mengetahui apakah rata-rata
kedua sampel yang kita ambil memiliki kesamaan rata-rata atau tidak.
a. Kedua data berdistribusi normal dan homogen
Jika kedua data yang akan diuji berdistribusi normal dan berasal dari
populasi yang homogen maka untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan
uji t.
Jika uji t yang digunakan dua pihak, maka hipotesisnya:
H0 :
H1 :
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis H0 adalah
̅ ̅
√
dengan
√
dan dengan kriteria pengujian terima H0 jika ⁄ ⁄ (Sudjana,
1992:240)
Jika pengujian yang digunakan adalah uji satu pihak maka hipotesis yang
digunakan adalah:
Uji pihak kanan:
H0 :
H1 :
dengan kriteria pengujian terima H0 jika ⁄ .
Uji pihak kiri:
H0 :
H1 :
b. Kedua data berdistribus normal dan tidak homogen
Jika kedua data berdistribusi normal namun tidak homogen, maka gunakan uji t’.
Gunakan uji Corhan-Cox (tα) sebagai pengganti t tabel. Sementara untuk t hitung,
digunakan rumus
̅ ̅
√( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
c. Kedua data tidak berdistribusi normal
Jika satu atau kedua data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji
statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney. Langkah-langkah yang dilakukan
untuk melakukan uji Mann-Whitney adalah sebagai berikut:
1) Beri ranking pada setiap data dari gabungan kedua kelompok data.
2) Jumlahkan ranking pada setiap kelompok kelas
3) Menghitung U dengan rumus sebagai berikut (Sumardi, 2011:3)
dan
dengan
U1 : nilai statistik hitung kelompok ke-1
U2 : nilai statistik hitung kelompok ke-2
n1 : banyak data kelompok ke-1
n2 : banyak data kelompok ke-2
R1 : jumlah rank kelompok ke-1
R2 : jumlah rank kelompok ke-2
4) Nilai statistik hitung U yang dipilih adalah yang terkecil diantara kedua nilai
statistik hitung U.
5) Menetapkan hipotesis
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata
6) Jika n ≤ 20 , bandingkan U hitung dengan nilai kritis U untuk menguji
hipotesis dengan kriteria tolak H0 jika nilai statistik U≤ nilai kritis U.
7) Jika n > 20, distribusi sampling U akan mendekati distribusi normal dengan
rata-rata dan standar error:
, √
, dan
8) Untuk dua pihak, bandingkan Z hitung dengan Z tabel dengan kriteria terima
H0 jika ⁄ ⁄ . Untuk satu pihak bandingkan z dengan
z(0,5-α) . Kriteria untuk pihak kanan, terima H0 jika dan untuk
pihak kiri terima H0 jika .
Jika uji kesamaan rata-rata pretes menunjukkan rata-rata tiap sampel tidak
berbeda secara signifikan, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan proses
yang sama dari nomor 1 hingga nomor 3 pada postes.
Untuk melihat hasil peningkatan antara kelas eksperimen dengan kelas
kontrol maka digunakan uji t satu pihak. Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan spasial, digunakan analisis terhadap indeks gain dari masing-masing
sampel. Setelah didapatkan indeks gain dari setiap sampel, maka selanjutnya
dilakukan proses yang sama dari nomor 1 hingga nomor 3 pada indeks gain.
Rumus untuk menghitung ideks gain adalah (Hake, 1999:1)
dengan kriteria
Tabel 3.14 Kriteria Indeks Gain
Indeks Gain Interpretasi
IG > 0,7 Tinggi
0,3 < IG ≤0,7 Sedang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan mengenai
peningkatan kemampuan spasial dan kemandirian belajar dengan menggunakan
pembelajaran berbantuan komputer dengan program Cabri 3D dan pembelajaran
konvensional, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. peningkatan kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran
dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan peningkatan
kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional,
2. pencapaian kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran
dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan pencapaian
kemampuan spasial siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional,
3. peningkatan kemandirian belajar siswa yang menggunakan pembelajaran
dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan peningkatan
kemandirian belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional
4. pencapaian kemandirian belajar siswa yang menggunakan pembelajaran
dengan program Cabri 3D lebih baik dibandingkan dengan pencapaian
kemandirian belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional,
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat penulis
berikan yaitu:
1. Bagi guru mata pelajaran matematika, program Cabri 3D dapat dijadikan
sebagai alternatif untuk mengajarkan geometri dan meningkatkan
kemampuan spasial.
2. Bagi siswa, program Cabri 3D dapat dijadikan alat untuk belajar geometri
yang menarik yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep
DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir.(2011). Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://blog.uin-malang.ac.id/abdussakir/2011/03/04/ penggunaan-komputer-untuk-pembelajaran-matematika/ [18 Februari 2013]
Aini, N.(2012). Geometri 2. Malang: Intimedia
Arikunto, S.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Armstrong, T. (2008). Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria: ASCD.
Arsyad, A. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Asmani, J. M. (2010). Tips Efektif Aplikasi KTSP di Sekolah.Yogyakarta: Bening
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, Jakarta: BSNP.
Budiman, H. (2011) Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematis Siswa melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri 3D, Tesis Magister pada Universitas
Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
Cotton, K. (1991). "Teaching Thinking Skills" dalam School Improvement
Research Series, Research You Can Use.
Darwanto. (2007). Televisi sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional.(2003).Kurikulum 2004, Standar Kompetensi
Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah.Jakarta:Depdiknas.
Fu’ad, M. (2013). Pembelajaran Geometri Berbantuan Wingeom melalui Model Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa. Tesis pada Universitas Pendidikan Indonesia:
tidak diterbitkan.
Gardner, H. (1993).The Theory of Multiple Intelligences.New York: Basic Books
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change / Gain Scores. California: Departement of Physics Indiana University.
Health Professions Education Center. (2012). Making the most of Computer-Assisted Instruction (CAI's) Interactive electronic learning can help you stay up-to-date.HPEC.
Hoerr, T.R., Boggeman, S. & Wallach, C. (2010). Celebrating Every Learner,
Activities and Strategiesfor Creating a Multiple Intelligences Classroom.
San Francisco: Jossey-Bass.
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Malang: Universitas Negeri Malang.
Indriana, D. (2011). Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: DIVA Press.
Kariadinata, R. (2010). “Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri”.Jurnal EDUMAT. 1, (2), 1 – 13.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Pembelajaran Berbasis
Kompetensi Mata Pelajaran Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta: Kemendikbud
Maier, P. H. (1998)."Spatial Geometry and Spatial Ability - How to make solid Geometry solid?", dalam Annual Conference of Didactics of Mathematics
1996.63-75.Osnabrueck: University of Osnabrueck
Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Maskur,M & Fathani,A.H. (2007). Mathematical Intelligence: Cara Cerdas
Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Mohler, J.L. (2008). "A Review of Spatial Ability Research". Engineering Design
Graphics Journal. 72, (3), 19-30.
Nrbuko, C. & Achmadi, A. (2007). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics.NCTM
Organisation for Economic Co-operation and Development.(2010).PISA 2012 Results In Focus: Executive Summary.OECD
Rizqi, M. A. (2013) Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Cabri 3D untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP: Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi Sarjana pada Universitas Pendidikan Indonesia: tidak
diterbitkan
Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya.Semarang: IKIP Semarang Press.
Subroto, T. (2011) Penggunaan Software Cabri 3D sebagai Alat Peraga Maya
dalam Pembelajaran Bangun Ruang di SMP untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial. Tesis Magister pada Universitas Pendidikan
Indonesia: tidak diterbitkan
Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi Ke-5. Bandung: Tarsito
Suherman, E. (1990).Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan
Matematika.Bandung: Wijayakusumah.
Suherman, E. (2000). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
Sumardi, H.S. () Statistika dan Probabilitas. [Online]. Tersedia di: http://luqmanhakimnadzari.files.
wordpress.com/2011/04/statprobmdl14ujinonparametrik.doc [diakses 24 Juni 2014].
Syahputra. E. (2011). Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis
Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI Pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer. Disertasi Doktor pada Universitas Pendidikan
Indonesia: tidak diterbitkan.
Tambunan.(2006)."Hubungan Antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Matematika" dalam Makara, Sosial Humaniora.10,(1),27-32.
Tobesakti, O. & Syahri. (2010). Aplikasi Pembelajaran Berbantuan Komputer
Berbasis Konstruktivisme Pokok Bahasan Kimia Senyawa Hidrokrabon.
Student Paper Universitas Sumatera Utara: tidak diterbitkan.
Usiskin, Z. (1982). Van Hiele Levels and Achievement in Secondary School
Geometry. Chicago: Department of Education The University of Chicago.
VanderStoep, S.W., Pintrich, P.R., & Fagerlin, A. (1996) Disciplinary differences in self-regulated learning in college students. Contemporary Educational
Psychology, 21, hlm. 345-362.
Wahyudi, D. (2006). Aplikasi Tutorial Cara Cepat Belajar Al-Qur’an
Menggunakan Metode Iqra Pada Anak Berbasis Multimedia. Skripsi
Wolters. C.A., (2010). Self-Regulated Learning and the 21st Century Competencies.Houston: Department of Educational Psychology University
of Houston.
Zimmerman, B.J. (2002). Becoming a self-regulated learner: an overview. Theory
Into Practice, 41 (2), hlm. 64-70
Zumbrunn, S., Tadlock, J., & Roberts, E.D. (2011). Encouraging Self-Regulated
Learning in the Classroom: A Review of the Literature. Virginia: Virginia