• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARUTAN MADU 90 % DENGAN K ETOCONAZOLE 1 % SECARA IN VITRO TERHADAP Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan Ketoconazole 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARUTAN MADU 90 % DENGAN K ETOCONAZOLE 1 % SECARA IN VITRO TERHADAP Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan Ketoconazole 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

i

! " #

$

%

& '

(

(2)

ii

Deviani Ayu Laraswati. J 5000 80101.

! *+, - . ,

/! 01 2 1,

,* 1,

,-

! . ,

! 1 0

,3 !

! 4,*,

! *",- ,5

! *1 6+ ",

7

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Muhammadiyah Surakarta 2011.

,1,* +! ,0 , .: Ketombe adalah pembentukan skuama berlebihan di kulit kepala

tanpa atau dengan tanda – tanda inflamasi ringan. Madu adalah produk alam yang

mempunyai efek bakterisida, bakteriostatik, antijamur, antivirus, antioksidan,

antitumoral, dan efek anti*inflamasi. Ketokonazol merupakan anti jamur yang

bekerja menghambat sintesa ergosterol yaitu komponen yang penting untuk

integritas membran sel jamur.

8 ,

: Membandingkan efektivitas larutan madu 90% dan ketokonazol 1%

secara

terhadap pertumbuhan

.

! 1 -!: Metode penelitian ini menggunakan desain eksperimental laboratorik.

Sampel adalah

dari hasil biakan isolat murni. Selanjutnya

ditanam pada media SDA dan diinkubasi pada suhu 37

o

C

selama 24 jam hingga didapatkan koloni jamur. Hasil biakan (+) diambil dengan

menggunakan osse steril, diencerkan dalam larutan NaCl 0,9% steril dan dibuat

sama kekeruhannya dengan larutan Mc*Farland 0,5 kemudian diambil 1 ml

larutan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain ditambah 9 ml NaCl 0,9%

(10

7

CFU/ml) lalu ambil diambil ±1 ml lagi dari larutan tersebut dan oleskan ke

dalam cawan petri yang berisi SDA serta dibuat dua sumuran dengan diameter 4

mm kemudian masukan larutan madu 90% dan ketokonazol 1% pada setiap

sumuran. Media dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37

o

C selama 24 jam.

, : 10 media SDA yang mengandung larutan madu 90% , semua dinyatakan (*)

/ tidak terdapat zona inaktivasi atau tumbuh

. 10 media SDA

yang mengandung ketokonazol 1%, semua dinyatakan (+) terdapat zona inaktivasi

atau tidak tumbuh

dan 10 media SDA yang mengandung

akuades steril (kontrol negatif), semua dinyatakan (*) / tidak terdapat zona

inaktivasi atau tumbuh

.

! 65 ,

: Ada perbedaan antara efektivitas larutan madu 90% dengan

ketokonazol 1% dalam menghambat pertumbuhan

. Madu

(3)

iii

Deviani Ayu Laraswati. J 5000 80101.

//! 41 2! !

65,*

/

! 9 % 1"

! 1 4

,3 !

"!

* :1"

/

7

Medical Faculty University of Muhammadiyah Surakarta 2011.

!

"

# $

!

"

#

"

!

"

"

"

"

#

%

!

"

!

#

%

!

" # &

!

# '

!

& (

)*

o

+

,-"

#

"

!

. +

/

0 1

'

!

2

"

"

& (

!

!

!

-# %

!

)*

o

+

,-

#

& ( !

!

345 6 !

"

!

"

! #

!

!

3

+

5 6 !

" !

& (

!

/

3

"

5

!

345 6 !

"

!

" ! #

%

!

!

"

"

!

7

#

(4)

iv

7

7

,1,* ! ,0, .

, , ,"

adalah jamur lipofilik dari genus

1

yang dianggap sebagai flora normal kulit yang terdapat di

lapisan atas stratum korneum dan merupakan flora normal kulit

manusia yang dapat berasosiasi pada keadaan ketombe dan dermatitis

seboroik

(Jang

al., 2009).

Morfologi

berkarakteristik oval seperti botol, berukuran 1*2 x 2*4 mm, gram

positif dan memperbanyak diri dengan cara blastospora atau tunas.

Sebagai flora normal kulit kepala,

didapat dengan

jumlah

0*2

buah

perlapangan

pandang. Pada

pertumbuhan

melebihi jumlah normal maka akan meningkatkan

proliferasi epidermal khususnya pada stratum korneum atau pada

folikel rambut yang akan menyebabkan ketombe (Wuryaningrum dkk.,

2004).

Ada tiga faktor yang dianggap berhubungan dengan terjadinya

ketombe yaitu sekresi dari glandula sebasea, metabolisme mikrofloral,

dan kerentanan individu (Dawson, 2007). Ketombe juga disebut

sebagai

(

) atau

yang

merupakan suatu kelainan skuamasi kulit kepala yang hampir

fisiologis, ditandai dengan timbulnya skuama halus tanpa disertai

tanda*tanda inflamasi, biasanya dianggap sebagai bentuk ringan dari

dermatitis seboroik (Manuel, 2010). Ketombe ini merupakan suatu

keluhan umum yang mempengaruhi hampir 50% dari penduduk pada

usia pubertas dari jenis kelamin dan etnis apapun (N owicki, 2006).

Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia, terutama masa

pubertas dan usia menengah (mencapai puncak pada usia 20 tahun)

dan menurun saat lansia (di atas 50 tahun) serta relatif jarang dan

ringan pada anak*anak (Ranganathan

Mukhopadhyay, 2010).

Ketombe ini hampir didapatkan di seluruh dunia dengan prevalensi

yang berbeda*beda, sekitar 18% * 26%. Di Arab didapatkan 18,1%

pada siswa sekolah perempuan di kota Al*Khobar (Al*Saeed

#

,

2006). Di P akistan mengenai 26,1% siswa remaja perempuan di

Hyderabad, S indh, P akistan (Bajaj

#

, 2009). Prevalensi dermatitis

seboroik diperkirakan sekitar 3*5% jika ketombe merupakan dermatitis

seboroik ringan, angka kejadian mencapai 15*20% (Indranarum,

2001).

Manajemen pengobatan ketombe memerlukan jangka panjang,

pilihan perawatan akan tergantung pada kemudahan dan frekuensi

administrasi, biaya, dan efek samping profil agen terapeutik (Satchell

#

, 2002). P roduk alami seperti madu menjadi pilihan alternatif

untuk dijadikan sebagai pengobatan herbal. Madu ini memilik i

aktivitas anti jamur terhadap

yang dianggap agen

(5)

v

(Al*’Id, 2010). Penggunaan konsentrasi madu 90%

yang dicampur air hangat untuk menghambat pertumbuhan jamur telah

diteliti oleh A l*Waili (2001).

Ketokonazol diketahui bermanfaat untuk pengobatan ketombe

(Franchimont

., 2003). Ketokonazol merupakan suatu antijamur

turunan imidazol yang mempunyai spektrum luas dan efektivitas

tinggi, bersifat fungistatik yang bekerja menghambat sintesis

ergosterol yang merupakan sterol penting untuk membran sitoplasma

jamur (Katzung, 1998). Ketokonazol topikal terdapat dalam sediaan

krim maupun sampo. Bentuk sampo adalah sediaan yang paling mudah

dan sering digunakan oleh masyarakat. Sampo ketokonazol dengan

konsentrasi 1% merupakan sampo yang efektif dalam pengobatan

ketombe, oleh sebab itu penelitian ini menggunakan ketokonazol

konsentrasi 1%.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Perbandingan Efektivitas Larutan Madu

90% dengan Ketoconazole 1% secara

8

9

terhadap Pertumbuhan

.

7

! * 6

,

, , ,"

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan

masalah penelitian ini adalah bagaimana perbandingan efektivitas

antara larutan madu 90% dengan ketokonazol 1% secara

dalam

menghambat

.

7

8 ,

! ! 1 ,

Untuk membandingkan efektivitas larutan madu 90% dengan

ketokonazol 1% secara

terhadap pertumbuhan

.

7

, /,,1 ! ! 1 ,

7

, /,,1 1! * 1

1.1. Memberikan masukan untuk pengelolaan ketombe dengan

bahan alami (madu) yang mempunyai efek antijamur dalam

penghambatan

.

1.2. Menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan dalam bidang kedokteran terapan.

) 7

, /,,1 5*,0 1

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

bahan informasi mengenai efektivitas larutan madu 90% yang

mempunyai kemampuan mengimbangi ketokonazol 1% dalam

(6)

vi

7

7

! ,

! ! 1 ,

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental

laboratorik dengan menggunakan metode rancangan eksperimental

sederhana (

"

"

) karena penulis

memberikan perlakuan terhadap subjek dan tidak memberikan

perlakuan sebagai kontrol kemudian mengevaluasi hasil akhir

(Taufiqurrahman, 2008).

7

! 65,1 -, %,0 1

! ! 1 ,

7

! 65,1 ! ! 1 ,

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

) 7 %,0 1

! ! 1 ,

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011.

7

+8! 0 ! ! 1 ,

Subjek dalam penelitian ini adalah

yang

diperoleh dari hasil biakan isolat klinik murni di Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

7

! ,* ,65!

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30

sampel, hal ini mengacu pada Murti (2010) yang menyatakan bahwa

untuk menghitung sampel secara statistik diperlukan minimal sampel

sebesar 30. Tiga puluh sampel ini berisi: (1) 10 cawan petri dengan

biakan

dalam sumuran SDA yang diberi perlakuan

dengan menambahkan akuades steril sebagai kontrol negatif, (2) 10

cawan petri dengan biakan

dalam sumuran SDA

yang diberi perlakuan dengan menambahkan larutan madu 90%, (3) 10

cawan petri dengan biakan

dalam sumuran SDA

yang diberi perlakuan dengan menambahkan ketokonazol 1%.

7

,", -,

,1

7

,",

1.1. Bahan utama berupa larutan madu 90% dan ketokonazol 1%

1.2. Bahan uji daya antifungi

1.2.1. Media Sabouraud Dekstrosa Agar

1.2.2. Standar Mc Farland 0,5

1.2.3. NaCl 0,9%

1.3. Biakan jamur berupa

1.4. Akuades steril

) 7

,1

2.1.

:

kolong

(7)

vii

2.3. Cawan petri

2.4. Alat pembuat sumuran

2.5.

(

2.6. Inkubator

2.7. Lampu spiritus

2.8. Sarung tangan

2.9. Masker

2.10. P enggaris

2.11. Tabung reaksi

2.12. Beker glass

7

,*,

! *8,

7

1! * ,

, ,1

Alat*alat yang akan digunakan pada proses uji daya

antifungi dan pembuatan larutan madu dicuci bersih kemudian

dikeringkan dan disterilkan dalam

pada suhu 121

o

C

selama 30 menit.

) 7

! 6+ ,1, ,* 1,

Pembuatan larutan madu 90% adalah dengan cara

mencampur madu 90 ml dengan akuades steril 10 ml.

; 7

! * ,5, 0

1* ! .,1 /

Untuk

kontrol

negatif

terhadap

terhadap

jamur

digunakan sumuran yang berisi akuades steril.

< 7

! * ,5,

5!

8,6 *

Satu

diambil dari biakan dan

tanam pada media Sabouraud Dekstrosa Agar, lalu dikubasi pada

suhu 37

o

C selama 24 jam hingga didapatkan koloni jamur.

Selanjutnya 1

diambil lagi dari

koloni jamur kemudian dimasukkan ke dalam NaC l 0,9% dikocok

sampai homogen untuk disamakan dengan suspensi 0,5 Mc Farland

(10

8

cfu/ml). Ambil 1 ml larutan kemudian dimasukkan ke dalam

tabung reaksi lain dan ditambahkan 9 ml NaC l 0,9% (10

7

cfu/ml).

Pada tabung reaksi yang berisi larutan

(10

7

cfu/ml), diambil 1 ml larutan dan dioleskan ke dalam cawan petri

yang berisi Sabouraud Dekstrosa Agar (Harmita dan Maksum,

2008).

' 7

! ,0 , ,,

8 -,9, , 1 /

.

(8)

viii

Dekstrosa Agar lainnya diisi 50 El larutan madu 90% dan 50 El

ketokonazol 1%. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37

o

C selama

24 jam.

= 7

! 6! * 0 ,,

,65! 5! ! 1 ,

Setelah sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37

0

C ,

media dikeluarkan dari inkubator dan kemudian ukur diameter

zona bening yang terbentuk, diukur dengan menggunakan

penggaris satuan centimeter (cm).

7

, 4 , .,

! ! 1 ,

Satu

diambil dari biakan dan ditanam

pada media SDA dan dikubasi pada suhu 37

o

C selama 24 jam

hingga didapatkan koloni jamur

Kekeruhan disamakan dengan standar

0,5 Mc Farland 10

8

CFU/ml

Diambil 1

dimasukkan ke dalam NaCl 0,9%

Diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

lain + 9 ml NaCl 0,9% (10

7

CFU/ml)

P ada tabung reaksi yang berisi larutan

(10

7

cfu/ml),

diambil 1 ml larutan dan dioleskan ke dalam cawan petri yang berisi SDA

SDA dibuat dua sumuran berdiameter 4 mm

Masing*masing sumuran diberi larutan sebanyak 50 El sesuai

kelompok yang diberi perlakuan (kontrol negatif, larutan madu

90% dan ketokonazol 1%)

Dinkubasi dalam suhu 37

o

C selama 24 jam

(9)

ix

7

,*, ! . 65 ,

,1,

Data yang dikumpulkan adalah data primer hasil penelitian,

yaitu mengukur diameter zona bening yang terbentuk, diukur dengan

menggunakan penggaris satuan centimeter (cm).

7

,* ,+! ! ! 1 ,

7

,* ,+! +! +,

Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah

jenis obat, yaitu:

1.1. Larutan madu 90%

1.2. Ketokonazol 1%

Skala : nominal

) 7

,* ,+! 1! * 0 ,1

Dalam penelitian ini yang termasuk variabel terikat adalah

zona bening pertumbuhan

secara

.

Skala : rasio

; 7

,* ,+! ,*

3.1. Variabel luar terkendali

3.1.1. Suhu inkubasi

3.1.2. Lama inkubasi

3.1.3. Kontaminasi kuman atau mikroba lain dari udara

3.1.4. Cara isolasi

3.1.5. Media pembiakan

3.1.6. Umur biakan dan jumlah koloni

3.1.7. Sterilitas alat dan bahan

3.1.8. Ketelitian pengukuran dan pengamatan

3.2. Variabel luar tidak terkendali

3.2.1. Kecepatan pertumbuhan

&7

! /

5! *,

,

7

, +!

. 5! *1 6+ ",

5,-, 0! 1 6+!

Adalah daya antifungi dari larutan madu 90% dan

ketokonazol 1% terhadap

yang dilihat dari

zona bening pada masing*masing media Sabouraud Dekstrosa

Agar.

) 7

,* 1,

Larutan madu 90% adalah campuran larutan yang berisi

madu murni sebesar 90% dan akuades 10% yang berfungsi sebagai

antijamur

#

; 7

! 1 0

,3

Ketokonazol 1% adalah obat turunan golongan azol yang

memiliki fungsi sebagai antijamur

dalam

(10)

x

7

, ,

,1,

Data yang dikumpulkan, diedit, dikoding, ditabulasi, dan

entering. Data yang diperoleh diuji menggunakan uji t*tidak

berpasangan atau uji hipotesis komparatif variabel numerik

berdistribusi normal dua kelompok tidak berpasangan. Syarat uji t*

tidak berpasangan, yaitu :

1. Memeriksa syarat uji t*tidak berpasangan:

1.1. Distribusi data harus normal (wajib).

1.2. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

2. Jika memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji t*

tidak berpasangan.

3. Jika tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal)

dilakukan terlebih dahulu transformasi data.

4. Jika variabel hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai

uji t*tidak berpasangan.

5. Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdisribusi normal,

maka dipilih uji Mann*Whitney (Dahlan, 2009).

7 & ,-:, ! ! 1 ,

,+! 7

Jadwal penelitian

! . ,1,

,

,*! 1

5*

!

&

&

)

;

<

)

;

<

) ;

<

)

; <

)

;

<

P enyusunan

P roposal

P ermohonan

izin penelitian

Ujian

P roposal

Revisi

P roposal

P engumpulan

Data

P engolahan

Data

P enyusunan

Skripsi

Ujian

Skripsi

7

Hasil penelitian mengenai perbandingan efektivitas larutan madu

90% dengan ketokonazole 1% secara

terhadap pertumbuhan

dengan metode

!

atau difusi sumur

(11)

xi

,+! )7 Zona inaktivasi

dalam media Sabouraud

Dekstrose Agar yang berisi larutan madu 90% , ketokonazole

1%, dan kontrol negatif

7

! * ,0 ,

& 6 ,"

>4,:, 5! 1* ?

,

,01 2,

-, ,6

6! . ",6+,1

5! *1 6+ ",

!

>@AB?

1.

Larutan Madu 90

%

10

( – )

2.

Ketokonazole 1%

10

( + )

3.

Kontrol negatif

10

( – )

Keterangan:

1.

(–) : dikatakan negatif karena tidak terdapat zona inaktivasi atau ada

pertumbuhan

pada 10 cawan petri dengan

biakan

di media SDA yang mengandung larutan

madu 90%.

2.

(+) : dikatakan positif karena terdapat zona inaktivasi atau tidak ada

pertumbuhan

pada 10 cawan petri dengan biakan

di media SDA yang mengandung ketokonazole

1%.

3.

(–) : dikatakan negatif karena tidak terdapat zona inaktivasi atau ada

pertumbuhan

pada 10 cawan petri yang diberi

akuades steril sebagai kontrol negatif pada metode difusi sumur.

Dari tabel hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa larutan

madu tidak dapat menghambat pertumbuhan

sehingga

data yang diperoleh tidak layak untuk diuji secara statistik.

Hasil penelitian mengenai diameter zona inaktivasi pada

ketokonazole 1% dalam menghambat pertumbuhan

disajikan pada tabel 3 berikut:

,+! ;7 Zona penghambatan aktivitas antijamur pada ketokonazole 1%

,:, 5! 1*

,

,6+ ,1 >46?

! , > ,1,B*,1,?

*

, ,

1

4. 5

4. 5

4. 5

2

5. 0

6. 2

5. 6

3

5. 2

6. 1

5. 65

4

4. 5

5. 5

5

5

4. 5

5. 0

4. 75

6

4. 7

5. 0

4. 85

7

5. 0

5. 1

5. 05

8

5. 3

5. 2

5. 25

9

5. 4

5. 0

5. 2

10

4. 8

5. 3

5. 05

Jumla h M ea n

(12)

xii

Dari ta be l

zona

penghambata n a ktivitas antijam ur

pa da

ketokonazole 1% da pat diketa hui bahwa jumlah mean total dari 10 cawan

petr i a da la h 5.09 c m, sedangkan jumlah mea n tota l ka na n lebih besar dar i

pada jumla h mean total kiri de ngan ha sil: 5.29 c m da n 4.89 cm

,.*,6 7 Dia gram mea n ( rata*ra ta) pa da ke tocona zole 1%

Dari dia gram mean (rata*rata) pa da ketokona zole 1% diketahui

bahwa mea n ter tinggi ter da pat pa da caw an petr i nome r 3 se be sar 5.65 c m

dan 4. 5 c m untuk mean te re nda h ya ng terda pa t pada cawa n petri nomer 1.

7

Hasil pe ne litian menunjukkan ba hwa ke tokona zol 1% me nunjukan

ada nya efe k pe nghambatan pertum buha n

sedangkan

laruta n ma du 90% tida k a da.

Hipotes is se be lumnya yang menyatakan ba hw a larutan ma du

mempunya i efe k antif ungi ter ha da p

karena adanya

kandungan f lavonoid di da la mnya. Ha l ini dapat terja di kem ungkinan

kar ena kandungan flavonoid yang a da dalam madu jumla h ke cil (S uranto,

2007) , sehingga da lam pene litia n ini tidak menca pa i ka dar hambat

minim um ma upun ka dar bunuh minim um.

Sedangkan pada ketokona zole ya ng termas uk dalam golongan azol

ini ber fungs i menga nggu sintesis er gosterol. Mereka memblokir

dimetila si* 14*α * ya ng ter gantung pada sitokr om P450 dar i lanos ter ol,

yang merupa ka n pre kurs or er goste r ol dalam ja mur (Brooks

., 2008).

Hal ini da pa t me ngubah permeabilitas membran dan me ngubah f ungsi

membra n da lam pe ngangkuta n se nyawa*se nyaw a esensia l ya ng dapat

me nye ba bkan

ke tidakse im ba ngan meta bolit se hingga me nghambat

bios intes is er gosterol dalam sel jamur yang mengakibatkan pertumbuhan

jamur ter ha mbat (Phillips

#

, 2002).

T idak ber s ihnya zona inaktivasi pada bia ka n

[image:12.612.184.471.169.293.2]
(13)

xiii

buke t bunga , a ir murni, lauril eter sulfat natr ium, da n ketokonazol 1% (L iu

., 1993). Selain itu kem ungkinan dar i faktor pembuatan me dia

Sabouraud De ks trose A gar ya ng tida k homoge n se hingga da pa t ter jadi

distr ibusi

yang tida k me rata saat dila kuka n pengolesa n

perataa n jamur

.

Sebe lumnya penelitia n yang te lah dila kuka n ole h Al*Waili bahwa

lar utan madu 90% ya ng diguna ka n sebagai sampo da n dapat menghamba t

ba hkan membunuh jamur yang ber lebiha n pa da kulit ke pa la , sanga t

berbanding ter ba lik ketika dila kukan penelitia n ini denga n me ngguna ka n

seba ga i s ubje k penelitia n de ngan menggunaka n madu

huta n dan madu ke lengkeng, ya ng tidak menghas ilkan zona inaktivas i ata u

zona hambat sa ma sekali. Perbe daan te rsebut da pa t diura ika n se ba ga i

berikut:

Secara

, madu se ba gai ba ha n utama yang digunakan se ba ga i

pe ne litian yang dila kuka n oleh A l*Wa ili dan pe neliti ber beda je nis

sehingga mempengar uhi ka rakte r is tik dar i ma du, seperti rasa, aroma ,

warna, dan kom posis i da lam ma du (Sura nto, 2007). Se la in itu s ubje k

pe ne litian yang digunakan juga berbeda,

+

ole h A l*Waili

da n

oleh pe ne liti. P erbe daa n jenis ja mur tersebut da pa t

mem pe ngar uhi has il penelitia n ya ng dida pat karena s tr uktur dari masing*

mas ing jamur ber be da.

Seda ngka n secara

, perbedaa nnya terleta k pa da jumla h

jamur ditentukan oleh pene liti sebes ar 10

7

cfu/ml. Ber be da dengan

ya ng dila kuka n ole h A l*Waili denga n me ngguna ka n 30 orang. T ia p or ang

mem iliki kadar se bum, ke tebala n kulit, dan fa ktor* faktor yang

mem pe ngar uhi tim bulnya ketombe ber beda* be da. Selain itu pene litia n

oleh A l*Wa ili terse but dilakukan seca ra berulang se lama empat minggu

de ngan frekue ns i keramas s atu kali seminggu. P enca mpuran madu itu

dilar utkan denga n air ha ngat se hingga dida pa tka n lar utan madu 90% .

Penggunaannya de ngan menggos ok lem but da n dipijat se lama kur ang

le bih 2*3 menit lalu dia mkan selama tiga jam sebelum mem bilas lembut

de ngan a ir hanga t. Hal inila h yang menye ba bkan per bedaa n has il

pe ne litian. A lasa n ini dapat didasar ka n oleh pernya taa n (P onton

#

2001) ba hw a dinding sel pada jamur yang mer upaka n struktur jamur

utama itu te rlibat dalam interaksi de ngan hos pes (ma nusia ) da n sebagia n

besa r me ngala mi e fe k imunologis. Se ba ga i a kiba t dar i paparan a ntige n

jamur, maka hos pes tersebut akan merespon baik selule r maupun antibodi

dima ks udka n untuk membatas i invasi atau untuk mem basm i jamur dar i

jar inga n ya ng ter infeksi. R es pon selule r me mbutuhka n aktivas i makrofa g

da n T h1, se dangkan respon hum oral ter dir i a ktivasi siste m kompleme n da n

induks i a ntibodi. Sehingga has il penelitia n secara

ya ng dila kuka n

oleh A l*Wa ili da pat berefe k denga n hila ngnya ketombe ter sebut.

(14)

xiv

de ngan per nya taan ya ng me nyata ka n ba hwa senyawa f la vonoid itu larut

da lam air da n tidak larut dala m pe tr ole um eter m enur ut (M iddleton

. ,

2000). Sehingga ma du ya ng digunakan oleh pe ne liti me ngha silka n

perbedaa n has il de ngan madu yang digunakan ole h Al*Waili. Sifat madu

ya ng tida k homoge n saat dilakukan pencampura n de ngan a kuades, ya itu

seba gia n be sar za t a ktif me milik i berat mole kul (BM) tinggi sedangkan za t

aktif la innya me miliki BM renda h juga da pat mempenga ruhi ha sil. Ha l

terse but tam pa k pada eks trak ya ng terliha t menge ndap saat didia mkan.

Maka pe ne litian yang dilakukan secara

de ngan s ubje k

pe ne litian

yang me ngguna ka n lar utan madu huta n

90% dan larutan ma du kele ngke ng 90% mengha silka n pe ne litian yang

berbeda. Se hingga pe nelitian ter da hulu ya ng te lah dila kuka n ole h A l*Waili

ba ik secara

maupun

tidak da pat ditera pkan pa da pene litia n

ini. Ma ka pe rlu dila kuka n pe nelitian le bih la njut da lam me ngekstr ak madu

untuk menge tahui zat – zat a ktif ya ng ter kandung sehingga da pa t

diguna ka n sebagai antif ungi.

7

7

65 ,

Simpula n yang dipe role h dari has il penelitia n menge na i

per ba ndingan e fe ktivitas larutan ma du 90% da n ketokonazole 1%

secara

ter hadap pertum buha n

ini adalah:

1. Ada perbedaa n efe ktivitas lar utan madu 90% de ngan ketokona zol

1% secara

ter hadap pertum buha n

#

2. Laruta n madu 90% tidak da pat me nghamba t pe rtumbuha n

#

3. Ketokona zole 1% da pat m enghambat pe rtumbuha n

dengan ter lihat adanya zona inaktivas i ya ng me milik i

diameter rata* rata tota l sebesar 5,09 cm.

7

,*,

Setelah dila kuka n pe ne litian per ba ndingan efe ktivitas laruta n

ma du 90% da n ketokonazole 1% secara

terha da p pe rtumbuha n

, maka peneliti me nganjur ka n:

1. Dila kuka n pe ngujian dengan me ngguna ka n jenis madu varieta s

la in.

2. Menggunakan pela rut selain a quades dala m pem buatan laruta n

madu yaitu pe lar ut ya ng le bih bersifat agonis.

3. Pengence ra n lar uta n ma du dala m be rbagai konse ntras i sehar us nya

dilakukan denga n metode tertentu supa ya kandungan f lavonoid

tidak hila ng.

4. Dila kuka n pe ngujian kr omatografi untuk me ngetahui komposis i

aktif zat yang ter ka ndung da la m madu ya ng a ka n dila kuka n

pe ne litian.

(15)

xv

Al*‘I d, M.S. 2010.

"

"

1

. Jakarta : A l* kautsar. pp 13* 27.

Al*Sae ed, W.Y

.,

A l*Daw ood, K.M

. ,

B ukha ri,

I.A

.,

Ba hnassy A.A

.

2006.

"

;

&

(

.

Saudi M e d J.

2006 Fe b;27( 2) :227* 34.

Al*W a ili, N .S. 2001.

%

#

E ur J Me d Res. 2001 30 J uli;

6 ( 7) :306*8.

AlQ ur’an te rje maha n Depa rte men Agama R epublik I ndonesia. 2004. D ida pat dar i

http://quran.com/16

.

Bada n Standa r isa si Nas ional. 2004.

&

.

8

1

. Jakarta :

Bada n Sta ndar isasi Nasional.

Baja j, R.D., B ikha , D .R .B., Ghour i, A.R., L al, M.B . 2009.

"

""

"

<

!

$

&

.

=

(

"

2009; 19: 79* 85.

Berk, T ., N , Sc he inf eld. 2010.

#

PT .

Juni; 35 ( 6): 348* 52. N ew

Jerse y: U niversitas Kedokteran da n Kedoktera n Gigi di New Jersey*N ew

Jerse y Me dica l School, Newark 07103.

Brooks , G.F., B ute l, J.S., M orse , S.A . 2008.

1

"

= !

1

> (

"

. Jakarta : P ener bit buku kedokteran EGC . Pp 666* 8.

Brow n, R .G., B our ke , J., C unlif fe, T. 2011.

"

klinik. Ja kar ta : P ener bit B uku K edokteran EGC . pp 231.

Budimulja, U. 2010.

8

;

. Jaka rta :

Fakultas Ke dokte ra n Univers itas I ndones ia. pp 345* 6.

Bulmer A.C., B ulmer G.S. 1999.

%

"

1

"

. Acta D erm Vene re ol 147 ( 2) : 63*5.

Bylka,W. , Matlaws ka , I. , Pilew ski. 2004,

?

! (

.

'

(

("

#

JANA, Vol. 7 , N o.2, 2004.

Caron, D.W. 2004.

$

. J Maarec Publication 6 ( 2) 165* 73.

Cow an, M.M. 1999,

(

("

#

Departme nt of

(16)

xvi

Cus hnie, T .P., L amb A .J. 2006.

(

#

Int J

Antimicr ob Agents Fe b; 27(2):181.

Dahlan, M.S. 2009.

&

"

"

""

& &&

. Jakarta :

Salemba Me dika. pp 113.

Daw son, T.L. 2005.

%

?

&

@

(

&

1

1

;

"

&

#

J

Inve stig Dermatol S ymp Pr oc 10:194 – 7.

Daw son, T.L. 2007.

1

"

%

" ;

"

"

&

A

4@

(

. J ur na l Pr os iding S imposium Derma tologi

Inve stigas i ( 2007) 12, 15*19.

Elew ski, B.E. 2005.

"

"

""

#

J Inves tig P roc

ge ja la Dermatol. 2005 D esem be r, 10 (3) :190* 3.

El*M aghraby, G.M.M. , W illia ms, A.C. , B arr y, B.W.

8

3

5

"

. Int. J. Pha rm. 2004,

276, 143* 161. 2004, 276, 143*61.

Franchimont, C.P., U hoda , E ., Loussouar n, G. ,

Lé ger , D

.S. ,

P iérar d

, GE. 2003.

"

!

""

<

#

Sci Int J

Cosme t.

2003 Desember; 25 ( 6) :267*71.

Franchimont, C.P., U hoda , E.X., Pie´rar d, G. E. 2006.

?

! (

?

"

. Inter na tiona l J our na l of C osmetic Sc ience , 2006, 28, 311–8.

Gencay, C. , Ser in, S.K. , K ema l, K. , B ule nt, K ., Se ra p, E. , M uratoglu, S. , Sunay,

A.E., E rdemli, E ., Akkus, A.M. 2008.

"

"

. Wor ld J Gastr oente r ol:

Juni 7; 14 ( 21) 3410*5.

Gor don, D. , Bara nkin, B . 2009.

. Jurnal kosme tik Der matology.

Departemen Dermatology, U nivers ity of M e dicine Wester n Ontar io di

London da n Dermatolog ber latih di T or onto, O ntar io Fe br uar i

2009; 55 (2) : 166.

Gr imalt, R. 2007.

@

""

&

.

=

"

&

" 8

"

(2007) 12, 10*4.

(17)

xvii

Indranarum, T., S uyos o, S. 2001.

%

. Berka la I lmu

pe nyakit K ulit da n K elamin vol. 13 No. 1 A pr il 2001. Sura ba ya :

Bagian/SMF Imu Penyakit K ulit dan K elam in FK UNAIR/RSUD Dr.

Soetom o. pp 30* 5.

Ir ianto, D joko P ekik. 2007.

"

"

"

" !

.

Yogya kar ta : A ndi. Pp 133* 4.

Jaga natha n, SK

. 2011.

'

"

"

!

B

. Departemen Teknik B iome dis, PSNA Fakulta s T eknik da n

Teknologi, Na gar K otha ndara man, T amilna du, India.

H ipotes is M ed.

2011

Apr il; 76 (4) :535*7.

Jaga natha n, S.K. , M anda l, M. 2009.

(

"

1

8

( ?

!

. J B iomed B iotechnol;. 2009 : 830616.

Jang, J.S. , L im , S.H ., Ko, J.H ., Oh, B .H ., K im, S.M. , Song, Y .C ., Y im, S.M. , L ee ,

Y.W., Choe , Y.B., Ahn, K .J. 2009.

%

8

"

Mala ssezia

C

.

&

,D&

.(

+?4

?'E

. Ann Dermatol. 2009 Februar y; 21( 1) : 18– 26.

Katzung, B. G. 1998.

'

"

;

98# (

&

'

" '

F

& ! <

. Editor :

H. A zwar A goes. Ja karta : Pener bit B uku Ke dokte ra n E GC. pp 560 & 982.

Kristanti, A. N., Amina h, N. S., Ta njung, M. da n Kurnia di, B. 2008.

G

(<

'

#

Surabaya: A ir la ngga U nivers ity P ress.

Liu, J.C. , W ang, J.C.T., Y us uf , M . 1993.

"

"

"

#

Jansse n R esearc h

Foundation, B eerse, Belgium.

J our na l of the A mer ica n Academy of

Dermatology

V olume 29, I ss ue 6

, December 1993, Pages 1008* 12.

Manue l, F. 2010.

8

B

. Int J Tr ic hology. 2010 Jan–Jun; 2( 1) :

68.

M iddle ton, E. Jr., Kandaswami, C ., Theoha rides , T .C . 2000.

%

. Chebea gue Island Institute of N atura l Produc t

Research, Chebea gue Island, Mar yla nd, USA . Pharma col Re v 2000

Desember; 52 (4) :673*751.

Murti, B. 2010.

(18)

xviii

Mycek, M.J. , Harvey, R.A., Champe, P .C . 2001.

'

"

"

( !

("

$

!

$

;

. Jakarta : W ida Me dika. pp 344*5.

Now ic ki, R . 2006.

1

"

. A kade mia Me dyczna w

Gda ńs ku, Kate dr a i K linika Der matologii, We ner ologii i A ler gologii. Jan;

20 ( 115):121* 4.

Olaitan, P.B., A dele ke , O.E., O la, O.I. 2007.

1

"

"

"

. Kesehata n

Afr Sc i:. 2007 Se ptem be r, 7 ( 3) 159* 65.

Philips , R .M. , R osen, T . 2002.

%

"

"

#

In: W olverton E. S ,

editor. C om prehens ive der matology dr ug therapy. I ndianapolis, India na :

W. B Saunders C ompany.

Ponton, J

.,

Omaetxebarr ía , M. J

.,

E lgue za ba l, N

.,

A lvarez, M

. ,

M oragues , M.D

.

2001.

8

"

<

. Departamento de

Inmunología, M icr obiología y Parasitología, Faculta d de Ke dokte ra n y

Odontología , U nivers ida d de l P aís V asco, B ilbao, V izca ya , S pa nyol.

M e d

Myc ol.

2001; 39 Suppl 1:101* 10.

Qua dr i, G. , C avaller o, W., M ila ni, M. 2005.

;

!

"

4

#

,

. Jour na l of Cosmetic Dermatology, 4, 23–

6.

Ranganatha n, S., M ukhopadhyay, T. 2010.

#

CavinK are Resea rc h Centre, N o. 12 Poonama lle e

Roa d, E kkattuthanga l, C henna i * 600 097, India. India n J Der matol.

2010:55( 2):130* 4.

Rintisw ati, N. , W inarsih, N.E ., Malueka, R.D. 2004.

. B erka la I lm u Ke doktera n V ol. 36 N o.4.

Bagian M ikr obiologi Fa kultas Ke doktera n U niversitas Ga jah Ma da ,

Yogya kar ta. pp 187*94.

Satc he ll, A.C. , B ell, S.A., Bamets on, R.S. 2002.

%

!

0

. f A m Acad Dermatol 47. Pp: 852*5.

Setia budy, R. , Bahr y, B. 2008.

:

<

'

"

%

;

0 3

"

"

5

. Jakarta : De parteme n Farmakologi

da n Terapeutik Fakultas Kedoktera n U nivers itas I ndones ia. pp 574*5.

(19)

xix

Sherw ood, L. 2001.

'

"

. Ja karta : P ener bit B uku

Kedokteran EGC . pp 651* 2.

Sihombing, D.T.H. 2005.

8

. Yogya karta : Ga dja h Mada

Univer sity P ress. pp 100*12.

Stringe r, J.L . 2008.

"

! 3

"

7

"

5

. Jakarta: Pene r bit

Buku Kedokteran E GC. pp 211* 6.

Sura nto, A. 2007.

%

. Jakarta : P enebar plus. pp 26* 57.

Tauf iqurrahma n, M.A. 2008.

"

"

. Surakarta : LPP U NS dan UPT P ener bita n da n P ercetakan UNS

(U NS Press). pp 99*109.

Tjay, T .H ., Ra hardja, K. 2002.

:

4

"

""

4

"

. Jakarta: P ener bit PT . Elex Me dia Kom putindo

Kelompok Gr amedia. pp 95.

Tirtaw ina ta , T .C . 2008.

1

4/

"

.

Jaka rta : Fakultas Kedokteran Univers ita s I ndones ia. pp 178*82.

Wur ya ningr um, W. , S uyos o, S. , L is tiawa n, M.Y. 2004.

"

F

? !

=

?&F

# &

&

. Sura ba ya :

Gambar

tabel zona

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak kurkuminoid dan kontrol positif menggunakan bahan aktif berturut- turut sebanyak 45500±416.330 dan 3115±92.920 ppm, sedangkan nanokurkuminoid 225 mg/Kg BB menggunakan

Akhriza, S.Si., MMSI Sri Esti Trisno Sami, S.T., MMSI Luqman Affandi, S.Kom., MMSI Dian Wahyuningsih, S.Kom., MMSI Samsul Arifin, S.Kom., MMSI. 09:30 BUSINESS

diletakkan di atas jalur yang diberi 2 dinding yang terbuat dari triplek. Robot wall follower berjalan pada jalur yang diberi 2 dinding sesuai dengan lekukan 2 dinding

Grafik 2 menunjukkan bahwa perubahan positif untuk variabel independen dalam hal ini lembar kerja siswa yang sesuai dengan metode pembelajaran Socrates akan memberikan

Misal sinyal yang berbentuk runcing akan menimbulkan rasa sakit, sedng bila berbentuk DC bergetar akan menimbulkan rasa nyaman seperti pijat tekan tarik (bhs jawa

103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah secara eksplisit menyebutkan bahwa para pendidik diminta untuk mencantumkan program

[r]

Hasil evaluasi ternyata dari empat kriteria (kemampuan berusaha, peningkatan pendapatan, pengembangan usaha dan peningkatan kepedulian kesetiakawanan sosial), menunjukkan