• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PROYEKSI ANOMALI PERILAKU STEREOTIPE MONYET

EKOR PANJANG (

Macaca fascicularis

) SITAAN SEBAGAI

HEWAN MODEL NEUROPSIKOPATOLOGI

KAREN JAP KER LI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

KAREN JAP KER LI. Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi. Dibimbing oleh RP AGUS LELANA.

Penelitian ini didedikasikan untuk mendukung penyusunan kebijakan pemanfaatan dan konservasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis, cynomolgus macaques) yang disita oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Monyet yang terbukti sehat secara fisik dan mental akan direintroduksi ke habitat aslinya. Namun demikian rencana tersebut belum didukung dengan data pengamatan perilaku dan alternatif untuk memanfaatkan monyet yang sakit secara mental tersebut untuk kepentingan sains. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilaporkan hasil pengamatan perilaku monyet tersebut dan hasil eksplorasi kajian literasi dalam menemukan alternatif penggunaan satwa tersebut untuk kepentingan sains. Dari 47 ekor monyet yang diobservasi menggunakan metode perekaman instantaneous atau scan sampling, terdapat tiga monyet yang terbukti mempunyai anomali perilaku stereotipe, seperti weaving, rocking, dan hand-biting. Monyet dikandangkan dalam dua jenis kandang yang diinterpretasikan sebagai kandang sosial stabil dan tidak stabil. Berdasarkan kajian literasi diperoleh gambaran bahwa anomali perilaku stereotipe pada monyet sulit ditekankan dengan kandang sosial yang tidak stabil dan anomali perilaku stereotipe dapat terjadi pada kondisi manusia yang dikategorikan sebagai kasus neuropsikopatologi. Berdasarkan kesamaan ini dapat disimpulkan bahwa Macaca fascicularis dapat dikembangkan sebagai hewan model neuropsikopatologi.

Kata kunci: Macaca fascicularis, anomali perilaku stereotipe, neuropsikopatologi.

ABSTRACT

KAREN JAP KER LI. Projecting Stereotypical Anomalies Behaviour of Confiscated Long-tailed Macaques (Macaca fascicularis) as Animal Model for Neuropsychopathology. Supervised by RP AGUS LELANA.

(6)

we considered as stable and unstable social housing. Based on literature studies, the suppression of stereotypical anomalies behavior in monkeys are almost impossible in unstable social housing and stereotypical anomalies behavior are observed in some human conditions which considered as neuropsychopathology cases. Due to this similarity, we concluded that Macaca fascicularis could develop as animal model for neuropsychopathology.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PROYEKSI ANOMALI PERILAKU STEREOTIPE MONYET

EKOR PANJANG (

Macaca fascicularis

) SITAAN SEBAGAI

HEWAN MODEL NEUROPSIKOPATOLOGI

KAREN JAP KER LI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Judul penelitian yang dipilih adalah Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan setinggi-tinggi penghargaan dan ucapan terimakasih kepada:

1. Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dekan Prof. Drh. Srihadi Agungpriyono, MSc. Ph.D, PAVet (K), Wakil Dekan І Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D, APVet;

2. Pimpinan UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan, Teknologi Peternakan dan Pengujian Mutu Hasil Peternakan, Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan, Provinsi DKI Jakarta, Drh. Eko Hendry Wicaksono MSi, Drh. V. Aswindrastuti dan Drh. Sopiyah Rahayu serta Jakarta Animal Aid Network (JAAN);

3. Dosen pembimbing, Dr. Drh. RP Agus Lelana, Sp MP, MSi; 4. Dosen pembimbing akademik, Drh. H. Abdulgani Amri Siregar,

MS;

5. Keluarga, Jap Eng Lai, Poh Kuai Ching, Trevis Jap dan Wesley Jap;

6. Teman baik, Dyana, teman-teman dalam pengamatan perilaku, Ridzky dan Eka, serta Ganglion 48.

Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh itu, segala kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pembaca dan yang berkepentingan.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Penelitian 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

(14)

DAFTAR TABEL

1 Nomor kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan

interpretasi kondisi sosial monyet. 5

2 Jenis dan frekuensi perilaku stereotipe monyet di kandang sosial

stabil dan tidak stabil. 6

3 Perbandingan perilaku stereotipe pada monyet dan kondisi ASD,

ID dan SMD pada manusia. 7 4 Keterangan kasus ASD, ID dan SMD pada manusia, dan kondisi

amigdala, dopamin, serotonin dan sistem opioid pada manusia

dan monyet. 8

DAFTAR GAMBAR

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selanjutnya disebut monyet merupakan satwa primata yang dimanfaatkan sebagai atraksi topeng monyet di kota-kota besar di Indonesia (Mangunjaya 2005; Taufik 2013). Mengingat besarnya resiko penyebaran zoonosis oleh monyet, Pemerintah DKI Jakarta melakukan penyitaan topeng monyet dan mengembangkan program rehabilitasi monyet di UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan (UPT PPKH), DKI Jakarta (Kistyarini 2014).

UPT PPKH, DKI Jakarta melakukan serangkaian pengamatan kesehatan satwa secara klinis dan laboratoris (Utama 2014), dan pengamatan perilaku untuk memastikan kemampuan bertahan hidup di habitat barunya (Rizki 2014). Monyet yang berperilaku normal akan dikembalikan ke habitat aslinya sedangkan yang berperilaku menyimpang, perlu dilakukan tindakan penyelamatan dan diproyeksikan nasibnya dengan perencanaan yang lebih relevan. Menurut Conn (2008) satwa primata merupakan hewan model yang terbaik dalam kajian kondisi manusia.

Sehubungan dengan program tersebut, perlu dilakukan pengamatan perilaku dengan seksama (BBC 2013). Hal ini dimaksudkan untuk menguatkan pengambilan keputusan dalam rangka reintroduksi monyet ke habitat aslinya atau dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan sains yang lebih relevan. Salah satu rekomendasi yang ditawarkan melalui skripsi ini adalah dikaitkan dengan peran monyet sebagai hewan model neuropsikopatologi.

Perumusan Masalah

Monyet yang dijadikan atraksi topeng monyet di kota-kota besar di Indonesia berpotensi memberi dampak negatif pada monyet dan manusia. Kedekatan filogenetik monyet dan manusia serta penyebaran yang luas menyebabkan monyet dapat menyebarkan zoonosis. Selain itu, cara memperlakukan dan melatih monyet untuk atraksi topeng monyet yang tidak benar dapat menyebabkan perkembangan perilaku anomali. Contohnya, membuat gerakan yang berulang sehingga dikatakan perilaku stereotipe.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memproyeksi anomali perilaku stereotipe monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hasil sitaan topeng monyet di UPT PPKH, DKI Jakarta sebagai hewan model neuropsikopatologi.

Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi adanya anomali perilaku stereotipe pada monyet hasil sitaan di UPT PPKH, DKI Jakarta;

2. Penelitian ini diharapkan memberikan prospektif pemanfaatan monyet dengan anomali perilaku stereotipe sebagai hewan model neuropsikopatologi;

3. Penelitian ini secara keseluruhan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang biomedis melalui pemanfaatan satwa primata.

TINJAUAN PUSTAKA

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selanjutnya disebut monyet adalah satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang untuk berjalan dan berlari (quadrupedalism), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala dan badan, serta memiliki kantong makanan di pipi (cheek pouches) (Napier dan Napier 1985). Monyet merupakan hewan sosial yang hidup berkelompok dengan struktur hierarki. Di Indonesia, penggunaan monyet sebagai topeng monyet sering menjadi masalah karena dalam proses pelatihan, monyet ditangkap, dieksploitasi dan diperlakukan dengan kurang manusiawi. Hal ini melanggar aspek kesejahteraan hewan dan cenderung memberi dampak negatif pada aspek fisik dan mental monyet.

(17)

3

Secara umum, primata digunakan sebagai hewan model dalam penelitian biomedis untuk penyakit dan perilaku manusia. Menurut Machado dan Bachevalier (2003), monyet menampilkan perilaku yang luar biasa dan neurobiologis yang sama dengan manusia, dengan demikian merupakan hewan model pilihan untuk mendefinisikan dan mencirikan sistem otak memediasikan fungsi kognitif yang lebih tinggi pada manusia dan untuk mempelajari perkembangan sistem saraf selama kehidupan.

Anomali Perilaku Stereotipe Macaca fascicularis

Soekidjo (1993) mendefinisikan perilaku sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Menurut Díaz (1985), perilaku anomali adalah salah satu gangguan perilaku pada primata. Stereotipe dapat didefinisikan sebagai pola perilaku berulang, tidak berubah, dan tidak berfungsi yang dilaporkan terjadi pada berbagai spesies (Mason 1991). Capitanio (1986) dan Paulk et al. (1977) menyatakan bahwa perilaku stereotipe akan berkembang dalam lingkungan yang kurang memadai. Contohnya dalam hal ukuran kandang, jenis kandang, stres, dan kurangnya kompleksitas lingkungan.

Dalam suatu penelitian, Kaplan et al. (1982) menunjukkan bahwa lingkungan sosial yang stres sangat tergantung pada kestabilan kandang sosial dengan menyusun struktur organisasi kelompok sosial monyet berulang kali karena secara normal, monyet jantan akan menunjukkan respon agresif terhadap individu asing apabila mereka terdesak untuk mempertahankan status sosial mereka. Ini secara langsung akan menimbulkan stres pada kelompok monyet.

Kondisi Manusia

Neuropsikopatologi dikenali sebagai gejala neuropsikiatri, bertujuan untuk menghubungkan tingkat psikologi, seperti gejala mental, sindrom, dan penyakit, pada tingkat neurobiologis (Taylor dan Vaidya 2009). Menurut Kirk (2008), neuropsikopatologi adalah perubahan perilaku nyata yang dihasilkan dari disfungsi otak atau patologi.

Autistic spectrum disorders (ASD) meliputi Autistic disorder, Asperger’s disorder, dan Pervasive developmental disorder, not otherwise specified (APA 1994), dan ditandai dengan defisit dalam sosialisasi dan komunikasi, termasuk perilaku stereotipe (APA 2000). ASD didiagnosa berdasarkan gejala klinis khas yang melibatkan gangguan interaksi sosial dan kemampuan komunikasi bersama restricted, repetitive, dan stereotyped behaviors atau RBs (APA 1994). Antara stereotipe yang paling umum adalah rocking, mouthing, gerakan tangan dan jari kompleks (LaGrow dan Repp 1984), dan self-biting (APA 2013).

(18)

4

tubuh seperti rocking, hand-flapping (Lewis dan Bodfish 1998) dan weaving (Fritz et al. 2012) adalah contoh dari gerakan yang sering terjadi pada yang menderita ID.

Stereotypic movement disorder (SMD) merupakan perilaku yang berulang, perilaku motorik non-fungsional yang tampaknya kompulsif (APA 1994). SMD dapat berupa diagnosis primer atau sekunder dari gangguan lain seperti autisme (APA 2013) dan ID (Tasman et al. 2011). APA (2013) menyatakan bahwa stereotipe seperti rocking dan hand-biting merupakan salah satu kriteria diagnosa untuk SMD.

METODE

Penelitian ini telah dilakukan di UPT PPKH, DKI Jakarta, dari bulan Desember 2013 – Juli 2014. Pengolahan data dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2015.

Bahan dan Alat

Hewan yang diamati adalah 47 Macaca fascicularis hasil sitaan dari rombongan topeng monyet yang kemudian dikandangkan berkelompok dengan kategori kandang A dan kandang B. Kandang A terdiri dari kandang A1 dan A2,

yang masing-masing dengan ukuran 6×6×3m, memiliki pintu koneksi. Sedangkan kandang B terdiri dari kandang B1, B2, B3 dan B4 dengan masing-masing

berukuran 2×4×2.5m, yang terpisah antara satu sama lain.

Alat dan bahan yang digunakan meliputi 2 buah unit kamera digital, 2 buah unit handycam, 4 unit camera stand, 1 unit laptop, 1 unit external hard disk, 1 unit jam dan sebatang pen dan kertas label.

Prosedur Penelitian

Sebelum melakukan pengamatan, peneliti melakukan uji coba alat perekam dan sebagai bentuk pra kondisi adaptasi monyet terhadap kehadiran peneliti. Perekaman dilakukan setelah monyet tidak menganggap peneliti sebagai orang asing.

Perekaman dilakukan dengan menempatkan alat di sudut-sudut di luar kandang yang tidak terjangkau oleh monyet. Perekaman dilakukan pada waktu makan pagi, siang dan sore selama 3 hari dengan durasi selama 12 menit setiap pengamatan. Hasil perekaman dikompilasikan di laptop untuk pengamatan lebih lanjut.

(19)

5 Penentuan perilaku spesifik yang diamati dalam rangka memanfaatkan monyet sebagai hewan model neuropsikopatologi dititikberatkan pada perilaku yang menyimpang. Dari hasil kajian pendahuluan, perilaku yang menyimpang adalah perilaku stereotipe seperti weaving, rocking dan hand-biting. Umur dan jenis kelamin tidak diidentifikasikan karena sulit diamati.

Analisis Data

Data hasil pengamatan ditabulasikan berdasarkan kondisi kandang dan interpretasinya, serta jenis dan frekuensi perilaku stereotipe monyet. Kandang A diinterpretasikan sebagai kandang sosial yang tidak stabil mengingat adanya pintu koneksi yang membuatkan monyet di masing-masing kandang dapat membentuk struktur sosial yang baru. Kandang B diinterpretasikan sebagai kandang sosial yang stabil karena tidak ada alternatif lain. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kandang

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh gambaran bahwa monyet yang diamati dalam penelitian ini oleh pihak UPT PPKH, DKI Jakarta ditempatkan pada dua tipe kandang yang kami sebut sebagai kandang A dan B. Masing-masing kandang berisi jumlah monyet yang berbeda yaitu kandang A1 dan A2 sebanyak 24 ekor

monyet, sedangkan kandang B1, B2, B3, dan B4 masing-masing berisi 3, 7, 6, dan

7 ekor monyet.

Tabel 1 Nomor kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan interpretasi kondisi sosial monyet.

Kehidupan sosial pada kandang A1

dan A2 cenderung tidak stabil karena

penyeberangan anggota sosial dari satu kandang ke kandang lain menyebabkan setiap monyet di

karena setiap kandang terpisah antara satu sama lain sehingga pembentukan struktur sosial cenderung statis.

B2 7

B3 6

(20)

6

Konstruksi kandang A yang dihubungkan dengan pintu koneksi menyebabkan monyet-monyet sewaktu-waktu dapat berpindah dari kandang A1 ke

A2 atau sebaliknya. Mengingat secara natural monyet ini hidup bersosial dan

membentuk hierarki sosial berdasarkan dominansi, akibatnya monyet-monyet di kedua kandang A setiap waktu berusaha menyusun struktur sosial yang baru. Menurut Kaplan et al. (1982) perubahan organisasi keanggotaan kelompok sosial monyet yang berulang kali dapat menciptakan lingkungan sosial yang tidak stabil. Berdasarkan penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa perkandangan monyet di UPT PPKH terdiri dari dua tipe kandang yaitu, kandang sosial stabil dan kandang sosial tidak stabil.

Ketidakstabilan sosial seperti tersebut di atas menyebabkan anggota kelompok mengekspresikan perilaku sosial yang agonistik (Rees 2015) daripada perilaku afiliatif (Lane dan Nadel 2002). Menurut Broom dan Fraser (2007) kondisi sosial yang tidak stabil akan menimbulkan stres dan menyebabkan anggota monyet yang pernah terpapar dengan cekaman dalam jangka panjang cenderung mengekspresikan perilaku stereotipe.

Perilaku Stereotipe

Pada Tabel 2, diperoleh gambaran bahwa pada kandang A dan B ditemukan monyet dengan perilaku stereotipe. Bentuk dari perilaku stereotipe tersebut meliputi weaving, rocking, dan hand-biting. Menurut Martuzzi et al. (2008), weaving merupakan perilaku monyet mengoyangkan kepala secara lateral seperti kuda, yang diikuti dengan mengangkat kaki depan dan belakang atau goyangan seluruh tubuh. Rocking, merupakan perilaku mengoyangkan tubuh ke depan dan belakang, sering bertumpu pada tangan dan lutut (Jankovic dan Tolosa 2007). Perilaku hand-biting, merupakan perilaku mengigit jari dan tangannya sendiri. Tabel 2 Jenis dan frekuensi perilaku stereotipe monyet di kandang sosial stabil dan tidak stabil.

Kandang Tidak Stabil Stabil

A1 A2 B1 B2 B3 B4

Jumlah monyet yang mengalami stereotipe (ekor) menunjukkan perilaku stereotipe adalah dua ekor pada kandang A2, dan satu ekor

pada kandang B1. Perilaku stereotipe pada kandang A2 lebih banyak ditunjukkan

(21)

7 rocking dengan frekuensi sebanyak tiga kali dan dalam bentuk hand-biting dengan frekuensi sebanyak satu kali selama 3×3 hari pengamatan.

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku stereotipe lebih banyak ditemukan pada kandang A dibandingkan dengan kandang B. Hal ini didukung dengan interpretasi bahwa pada kandang A stabilitas sosialnya lebih tidak terjamin dibandingkan dengan kandang B. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Capitanio (1986) dan Paulk et al. (1977) bahwa perilaku stereotipe akan berkembang dalam lingkungan yang defisien. Ini termasuk ukuran kandang, jenis kandang (individu, pasangan atau kelompok), stres, dan kurangnya kompleksitas lingkungan.

Potensi Sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi

Berdasarkan Tabel 3, semua bentuk perilaku stereotipe yang teramati pada monyet yaitu, weaving, rocking dan hand-biting dapat juga dilihat pada manusia yang menderita ASD, ID dan SMD. Menurut LaGrow dan Repp (1984) dan APA (2013), penderita ASD dan SMD, akan memperlihatkan perilaku stereotipe rocking. Menurut APA (2013) ASD dan SMD juga memperlihatkan perilaku hand-biting. Penderita ID menunjukkan perilaku stereotipe rocking (Lewis dan Bodfish 1998) dan perilaku weaving (Fritz et al. 2012). Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa perilaku stereotipe ditemukan pada monyet dan manusia. Tabel 3 Perbandingan perilaku stereotipe pada monyet dan kondisi ASD, ID dan SMD pada manusia.

Perilaku stereotipe pada monyet Kondisi pada manusia

Rocking ASD, SMD, ID

Weaving ID

Hand-biting ASD, SMD

(22)

8

Tabel 4 Keterangan kasus ASD, ID dan SMD pada manusia, dan kondisi amigdala, dopamin, serotonin dan sistem opioid pada manusia dan monyet.

Pada manusia Pada monyet

(23)

9

Dopamin

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi aktivitas dopamin terdapat kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ID dan SMD. Menurut Lutz (2014), dopamin adalah sejenis neurotransmitter amina biogenik yang erat kaitannya dengan perilaku stereotipe pada manusia dan satwa primata. Administrasi amfetamin atau apomorfin agonis dopamin dapat meningkatkan perilaku stereotipe baik pada manusia atau monyet sedangkan antagonis dopamin digunakan untuk mengurangi perilaku stereotipe pada manusia penderita ID dan pada monyet.

SMD juga tampak berkaitan dengan aktivitas dopamin. Dalam suatu studi, penderita SMD cenderung memiliki kadar asam homovanilik plasma rendah (Lewis et al. 1996). Menurut penelitian Bodfish et al. (1995) dan Lewis et al. (1996), penderita SMD menunjukkan penurunan frekuensi kedipan mata dan kelambatan motorik, dimana kedua gejala ini menunjukkan penurunan fungsi sistem dopamin. Hasil ini menunjukkan hubungan antara aktivitas dopamin dan perilaku stereotipe pada penderita ID dan SMD, dan pada monyet.

Amigdala

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi kondisi amigdala terdapat kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ASD. Perlakuan amigdalektomi pada otak monyet postnatal bulan pertama dapat berdampak besar terhadap interaksi sosial berupa penurunan keterampilan sosial dan munculnya perilaku stereotipe (Bachealier 1994). Menurut Bauman et al. (2008), amigdalektomi pada monyet neonatal akan menyebabkan munculnya perilaku stereotipe setelah umur 2 tahun. Ini menunjukkan kesamaan dengan manusia yang menderita autisme.

Anak-anak penderita ASD berumur 2-4 tahun dan 1-2 tahun kemudian akan mengalami peningkatan volume rata-rata amigdala secara bilateral (Mosconi et al. 2009; Nordahl et al. 2012). Namun menurut Murphy et al. (2012), perlu dilakukan studi cross-sectional karena peningkatan volume amigdala justru terjadi pada manusia normal, tetapi tidak pada penderita ASD. Mengingatkan bahwa perilaku stereotipe merupakan salah satu gejala dari penderita ASD (Berkson dan Davenport 1962).

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa munculnya perilaku stereotipe pada monyet maupun manusia memiliki hubungan yang erat dengan kondisi patologis amigdala.

Sistem Opioid

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi sistem opioid terdapat kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ID. Penderita

(24)

10

penderita ID (Smith et al. 1995) telah menunjukkan pengurangan perilaku stereotipe. Crockett et al. (2007) membuktikan hubungan positif antara plasma β -endorfin dengan keparahan perilaku stereotipe pada Macaca fascicularis. Hasil diskusi di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sistem opioid dengan perilaku stereotipe yang teramati pada manusia dan monyet.

Serotonin

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi aktivitas serotonin terdapat kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ASD dan ID. Serotonin merupakan salah satu jenis neurotransmitter amina biogenik yang terlibat dalam perilaku stereotipe. Fluoxetin, sejenis serotonin reuptake inhibitor selektif, menunjukkan penurunan yang signifikan dalam perilaku stereotipe pada anak-anak penderita ASD (Hollander et al. 2005) dan primata (Hugo et al. 2003). Demikian pula, klomipramin, sejenis 5-HT uptake inhibitor, dapat mengurangi perilaku stereotipe pada penderita ID (Lewis et al. 1995). Oleh itu, disimpulkan bahwa serotonin dapat mempengaruhi perilaku stereotipe pada manusia penderita ASD dan ID dan pada primata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Anomali perilaku stereotipe pada monyet ekor panjang sitaan di perkandangan UPT PPKH, DKI Jakarta berpotensi untuk diproyeksikan sebagai hewan model neuropsikopatologi. Anomali perilaku stereotipe tersebut meliputi weaving, rocking dan hand-biting, dan dapat dikaitkan dengan Autism spectrum disorders (ASD), Stereotypic movement disorder (SMD) dan Intellectual disability (ID) pada manusia. Sistem perkandangan monyet yang dapat maupun tidak dapat menjamin stabilitas sosial dapat digunakan untuk menginduksi pembentukan hewan model.

Saran

Untuk memperkuat argumentasi monyet sitaan dapat digunakan sebagai hewan model perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa pengukuran berbentuk: operasi pada amigdala, pengambilan sampel darah untuk dopamin dan serotonin, serta radiologi pada sistem opioid.

DAFTAR PUSTAKA

(25)

11 [APA] American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision (DSM-IV-TR). Washington, DC: American Psychiatric Association.

[APA] American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition (DSM-V). Washington, DC: American Psychiatric Association.

Bachevalier J. 1994. Medial temporal lobe structures and autism: A review of clinical dan experimental findings. Neuropsychologia. 32(6):627-48.

Bauman MD, Toscano JE, Babineau BA, Mason WA, Amaral DG. 2008. Emergence of Stereotypies in Juvenile Monkeys (Macaca mulatta) With Neonatal Amygdala or Hippocampus Lesions. American Psychological Association. DOI: 10.1037/a0012600.

Berkson G, Davenport Jr RK. 1962. Stereotyped movements of mental defectives. I. Initial survey. Amer J of Mental Deficiency. 66:849-52.

Bodfish JM, Crawford TM, Powell SB, Parker DE, Golden RN, Lewis MH. 1995. Compulsions in adults with mental retardation: prevalence, phenomenology, and comorbidity with stereotypy dan self-injury. Am J Ment Retard. 100(2):183-92.

[BBC] British Broadcasting Corporation. 2013. Rehabilitasi topeng monyet 'harus serius'. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/10/131022_jakarta_lara ng_topeng_monyet.

Broom DM, Fraser AF. 2007. Domestic Animal Behaviour and Welfare 4th Edition.UK: Cambridge University Press.

Capitanio J. 1986. Behavioral pathology. In G. Mitchell & J. Erwin (Eds.), Comparative primate biology: behavior, conservation, and ecology (Vol. 2A, pp. 411–454). New York: Liss.

Conn PM [Ed.]. 2008. Sourcebook of Models for Biomedical Research. New Jersey: Springer Science & Business Media.

Crockett CM, Sackett GP, Sandman CA, Chicz-DeMet A, Bentson KL. 2007. Beta-endorphin levels in longtailed and pigtailed macaques vary by abnormal behavior rating dan sex. Peptides. doi: 10.1016/j.peptides.2007.07.014.

Díaz JL. 1985. Grupos no manipulados de primates cautivos como modelos en la investigación psiquiátrica. Salud Mental. 8(2):67-74.

Fritz JN, Iwata BA, Rolider NU, Camp EM, Neidert PL. 2012. Analysis of Self-recording in Self-managements Interventions For Stereotypy. J Appl Behav Anal. 45(1): 55–68. doi: 10.1901/jaba.2012.45-55

Hollader E, Phillips A, Chaplin W, Zagursky K, Novotny S, Wasserman S, Iyengar R. 2005. A placebo controlled crossover trial of liquid fluoxetine on repetitive

behaviors in childhood and adolescent

autism. Neuropsychopharmacology. 30(3):582-9.

Hugo C, Seier J, Mdhluli C, Daniels W, Harvey BH, Du Toit D, Wolfe-Coote S, Nel D, Stein DJ. 2003. Fluoxetine decreases stereotypic behavior in primates. Prog Neuropsychopharmacology Biol Psychiatry. 27(4):639-43. DOI: 10.1016/S0278-5846(03)00073-3.

(26)

12

Kaplan JR, Manuck SB, Clarkson TB, Lusso FM, Taub DM. 1982. Social status, environment, and atherosclerosis in cynomolgus monkeys. Arteriosclerosis. 2(5):359-68.

Kirk LN. 2008. Neuropsychiatric Symptoms in Mild Cognitive Impairment: Development and Testing of a Conceptual Model. USA: ProQuest.

Kistyarini. 2014. Serahkan Monyet ke BKHI, Warga Diimbau Bawa Kandang Sendiri. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/24/17190801/Serahkan.Monyet.k e.BKHI.Warga.Diimbau.Bawa.kandang.Sendiri.

LaGrow SJ, Repp AC. 1984. Stereotypic responding: A review of intervention research. Am J Ment Defic. 88(6):595-609.

Lane RD, Nadel L. 2002. Cognitive Neuroscience of Emotion Series in affective science. USA: Oxford University Press.

Lewis M, Bodfish JW. 1998. Repetitive behavior disorders in autism. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews. DOI: 10.1002/(SICI)1098-2779(1998)4:2<80::AID-MRDD4>3.0.CO;2-0. Lewis MH, Bodfish JW, Powell SB, Golden RN. 1995. Clomipramine treatment

for stereotypy and related repetitive movement disorders associated with mental retardation. Am J Ment Retard. 100(3):299-312.

Lewis M, Gluck J, Bodsh J, Beauchamp A. 1996. Neurobiological basis of stereotyped movement disorder. In: Sprague, R., Newell K (Eds), Stereotyped Movements: Brain dan Behaviour Relationships. Washington: American Psychological Association.

Lutz CK. 2014. Stereotypic Behavior in Nonhuman Primates as a Model for the Human Condition. ILAR J. 55(2): 284–296. doi: 10.1093/ilar/ilu016.

Machado CJ, Bachevalier J. 2003. Non-human primate models of childhood psychopathology: the promise and the limitations. J Child Psychol Psychiatry. 44, 64–87.

Mangunjaya FM. 2005. Hidup harmonis dengan alam: esai-esai pembangunan lingkungan, konservasi, dan keanekaragaman hayati Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Martuzzi F, Rizzoli AG, Vaccari SF, Catalano AL. 2008. An investigation about weaving stereotypy in show-jumping horses. Netherlands: Wageningen Academic Publishers.

Mason GJ. 1991. Stereotypies : a critical review. Animal behaviour 41: 1015– 1037.

Mosconi MW, Cody-Hazlett H, Poe MD, Gerig G, Gimpel-Smith R, Piven J. 2009. Longitudinal study of amygdala volume and joint attention in 2- to 4-year-old children with autism. Arch Gen Psychiatry. 66(5):509–516.

Murphy CM, Deeley Q, Daly EM, Ecker C, O’Brien FM, Hallahan B, Loth E, Toal F, Reed S, Hales S et al. 2012. Anatomy and aging of the amygdale and hippocampus in autism spectrum disorder: an in vivo magnetic resonance imaging study of Asperger syndrome. Autism Res. 5(1):3-12. doi: 10.1002/aur.227. Epub 2011 Sep 21.

Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cambridge MA: MIT Press.

(27)

13 autism spectrum disorders: a longitudinal study. Arch Gen Psychiatry. 69:53– 61. doi: 10.1001/archgenpsychiatry.2011.145

Paulk H, Dienske H, Ribbens LG. 1977. Abnormal behavior in relation to cage size in rhesus monkeys. Journal of Abnormal Psychology. 86: 87-92.

Rees PA. 2015. Studying Captive Animals: A Workbook of Methods in Behaviour, Welfare dan Ecology. UK: John Wiley & Sons.

Rizki D. 2014. Jalani Observasi, 68 Ekor Monyet Belum Dieksekusi. [Internet].

[diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada :

http://wartakota.tribunnews.com/2014/02/03/jalani-observasi-68-ekor-monyet-belum-dieksekusi.

Sandman CA, Barron JL, Chicz-DeMet A, DeMet EM. 1990. Plasma B-endorphin levels in patients with self-injurious behavior and stereotypy. Am J Ment Retard. 95(1):84-92.

Smith SG, Gupta KK, Smith SH. 1995. Effects of naltrexone on self-injury, stereotypy, and social behavior of adults with developmental disabilities. J Dev Phys Disabil. 7(2):137-146. DOI: 10.1007/BF02684958.

Soekidjo N. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yojyakarta: dani Offset.

Tasman A, Kay J, Lieberman JA, First MB, Maj M. 2011. Psychiatry Fourth Edition Volume I. John Wiley & Sons.

Taufik M. 2013. Asal usul dan sejarah topeng monyet. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 04].Tersedia pada: http://www.merdeka.com/peristiwa/asalusul-dan-sejarah-topeng-monyet.html.

Taylor MA, Vaidya NA. 2009. Descriptice Psychopathology: The Signs and Symptoms of Behavioral Disorders. USA: Cambridge University Press.

Utama P. 2014. Dikarantina, Nasib Monyet Razia Jokowi Tak Jelas. [Internet].

[diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada :

http://metro.tempo.co/read/news/2014/02/01/083550186/Dikarantina-Nasib-Monyet-Razia-Jokowi-Tak-Jelas.

(28)

14

RIWAYAT HIDUP

Karen Jap Ker Li dilahirkan di Sarawak, Malaysia pada tanggal 9 Februari 1992 dari pasangan Jap Eng Lai dan Poh Kuai Ching. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan awal di TK St. Joseph dan dilanjutkan ke SD di SRK St. Agnes selama 6 tahun. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SM All Saints selama 5 tahun dari tahun 2005-2009. Pada tahun 2011, penulis berjaya diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1    Nomor kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan interpretasi
Tabel 4 Keterangan kasus ASD, ID dan SMD pada manusia, dan kondisi amigdala,

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan yang rendah konektivitasnya dapat digabungkan dengan kawasan yang tinggi, tetapi tetap dalam satu kesatuan akses, sehingga Inti Bandung Raya dapat dipadukan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah epidemiologi, materi yang dikaji dalam bidang ini yaitu pemantauan persebaran vektor demam berdarah dengue

t tabel dapat disimpulkan H 0 ditolak atau H 1 menyatakan Model pembelajaran Jigsaw dan STAD berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada materi pencemaran

Hasil penelitian bahwa proses kegiatan jual beli sepeda motor bekas melalui perjanjian jual beli yang dilaksanakan oleh showroom motor di Palangka Raya ada tidak

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Perencanaan Gedung Kuliah

Hasil jagung P 27 pada perlakuan pupuk kandang (T1) dan sludge (T2) secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 5) disebabkan karena kandungan

Hasil kajian bagi tahap kemahiran berkomunikasi guru di bilik darjah bagi sekolah kebangsaan dan sekolah jenis kebangsaan tamil bagi item guru menyampaikan

Anak Usia Dini adalah anak dimana hampir sebagian besar waktunya digunakan untuk bermain dengan bermain itulah Anak UsiaDini tumbuh dan mengembangkan seluruh aspek yang