• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Karakteristik Gerakan dan Operabilitas Anjungan Pengeboran Semi-submersible dengan Dua Kolom Miring dan Ponton Berpenampang Persegi Empat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Karakteristik Gerakan dan Operabilitas Anjungan Pengeboran Semi-submersible dengan Dua Kolom Miring dan Ponton Berpenampang Persegi Empat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Abstrak— Operabilitas bangunan laut adalah jumlah

waktu selama di laut dimana struktur masih mampu beroperasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan korelasinya terhadap tinggi gelombang dimana kriteria akan terlampaui . Hal ini sangat bergantung pada karakteristik gerakan bangunan laut itu sendiri. Dalam penelitian ini, dilakukan penentuan ukuran utama semi- submersible, utamanya pada sudut kemiringan kolom masing-masing yaitu 10

o

, 20

o

, 30

o

. Dan pemodelan penampang struktur dengan bantuan perangkat lunak, yang bertujuan untuk mengetahui beban gelombang pada struktur dan selanjutnya untuk menganalisis karakteristik gerakan dari semi-submersible di atas gelombang reguler dan gelombang acak. Dengan mempertimbangkan hasil analisis karakteristik gerakan di atas gelombang acak, dilakukan analisis operabilitas semi-submersible untuk mengetahui hubungan karakteristik gerakan semi- submersible dengan kemampuan operasinya di laut, dengan memperhatikan kriteria operasi yang telah ditentukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi muatan operasi (operating load), karakteristik gerakan terbaik didapatkan pada semi-submersible DUOVAR A 10. Operasi pengeboran dapat dilakukan oleh keenam semi-submersible hingga tinggi gelombang signifikan (Hs) tertinggi Laut Natuna, 5.745 m. Hal ini menunjukkan semi-submersible DUOVAR A 10, DUOVAR A 20, DUOVAR A 30, DUOVAR B 10, DUOVAR B 20, DUOVAR B 30 memiliki operabilitas 100% di Laut Natuna.

Kata kunci: semi-submersible, karakteristik gerakan, gelombang reguler, gelombang acak, operabilitas

I. PENDAHULUAN

Anjugan lepas pantai adalah sarana utama dalam kegiatan pengeboran (drilling) minyak dan gas bumi di laut. Proses pengeboran pada kedalaman perairan yang juga termasuk laut dalam (deep water) memerlukan teknologi yang lebih mutakhir dibandingkan laut dangkal (shalow water). Selain itu juga dengan kedalaman seperti itu berkaitan dengan efek hidrodinamis yang lebih besar

dan tentu juga membutuhkan material yang lebih banyak untuk membangun fasilitas tersebut .

Semi-submersible adalah merupakan inovasi anjungan lepas pantai terapung untuk operasi perairan dalam yang mulai diperkenalkan pada sekitar tahun 1970 (Hammet, 1977). Semi-submersible memiliki karakteristik gerakan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bangunan apung lain seperti bangunan apung yang berbentuk kapal atau tongkang, dan menjadikannya sebagai salah satu pilihan yang sesuai untuk dioperasikan pada ekploitasi migas di laut dalam dan laut yang memiliki gelombang besar.

Karakteristik gerakan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan operabilitas dari suatu anjungan lepas pantai. Gerakan struktur yang berlebihan akan menurunkan kinerja bangunan laut, sehingga salah satunya akan berdampak pada biaya operasi. Dengan mengkorelasikannya dengan kriteria operasi, karakteristik gerakan juga dapat dipakai untuk memprediksi operabilitas dari semi-submersible.

Dalam tugas akhir ini akan ditinjau secara khusus semi- submersible dengan bentuk kolom miring dan ponton berpenampang persegi empat. Disamping itu, tinjauan akan dilakukan untuk melihat efek dari masing-masing sudut kemiringan kolom, yakni baik memiliki sudut kemiringan 10

o

, 20

o

, maupun 30

o

.

Gambar 1.Semi-submersible dengan sudut kemiringan kolom 30

o

(Dahan, 1984)

Studi Karakteristik Gerakan dan Operabilitas Anjungan Pengeboran Semi-submersible dengan Dua Kolom Miring dan Ponton

Berpenampang Persegi Empat

B. P. Sudhira a , E. B. Djatmiko b , M. Murtedjo b

a Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS, b Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan ITS Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: ebdjatmiko@oe.its.ac.id

(2)

2

Selanjutnya akan disampaikan hasil analisis karakteristik gerakan dan operabilitas dari keenam semi-submersible yang telah dirancang. Kajian diawali dengan memprediksi perilaku gerakan rancangan semi- submersible di atas gelombang reguler dan selanjutnya ditransformasikan menjadi karakteristik gerakan pada gelombang acak melalui analisis spektra. Analisis spektra dilakukan mengacu kepada wave scatter diagram Laut Natuna. Pada akhirnya, analisis hubungan karakteristik gerakan di gelombang acak terhadap kriteria operasi pengeboran secara umum akan dilakukan, untuk dapat memberikan kesimpulan tentang operabilitas semi-submersible di Laut Natuna.

II. METODE PENELITIAN

Tugas Akhir ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai pengalaman penelitian yang telah dipublikasikan. Pemodelan dan perancangan awal semi- submersible mengacu pada desain semi-submersible Essar Wildcat, yang merupakan semi-submersible rancangan Aker. Dari acuan tersebut, perancangan semi- submersible dan general arrangement dibuat dengan melakukan validasi displasemen model kepada displasmen Essar Wildcat. Berikut merupakan gambar dan data ukuran dari rancangan kenam semi-submersible yang selanjutnya dinamakan ”Duovar A 10”, ”Duovar A 20”, ”Duovar A 30”, ”Duovar B 10”, ”Duovar B 20”,

”Duovar B 30”.

Gambar 2. Model semi-submersible ”Duovar A 10”

Gambar 3. Model semi-submersible ”Duovar A 20”

Gambar 4. Model semi-submersible ”Duovar A 30”

Gambar 5. Model semi-submersible ”Duovar B 10”

Gambar 6. Model semi-submersible ”Duovar B 20”

Gambar 7. Model semi-submersible ”Duovar B 30”

Gambar 8. General Arrangement ”Duovar A 10”

(3)

3

Tabel 1.

Principal Dimension ”Duovar A 10”

Duovar A 10

Pontoon Panjang 92.20 m

Lebar 13.23 m

Tinggi 6.71 m

Jumlah 2

Kolom a (sisi) 10.58 m

Tinggi 14.63 m

Jumlah 4

Sudut 10 deg

Tabel 2.

Principal Dimension ”Duovar A 20”

Duovar A 20

Pontoon Panjang 92.20 m

Lebar 13.23 m

Tinggi 6.71 m

Jumlah 2

Kolom a (sisi) 10.58 m

Tinggi 14.63 m

Jumlah 4

Sudut 20 deg

Tabel 3.

Principal Dimension ”Duovar A 30”

Duovar A 30

Pontoon Panjang 92.20 m

Lebar 13.23 m

Tinggi 6.71 m

Jumlah 2

Kolom a (sisi) 10.58 m

Tinggi 14.63 m

Jumlah 4

Sudut 30 deg

Tabel 4.

Principal Dimension ”Duovar B 10”

Duovar B 10

Pontoon Panjang 92.20 m

Lebar 13.23 m

Tinggi 6.71 m

Jumlah 2

Kolom a (sisi) 10.58 m

Tinggi 14.63 m

Jumlah 4

Sudut 10 deg

Tabel 5.

Principal Dimension ”Duovar B 30”

Duovar B 30

Pontoon Panjang 92.20 m

Lebar 13.23 m

Tinggi 6.71 m

Jumlah 2

Kolom a (sisi) 10.58 m

Tinggi 14.63 m

Jumlah 4

Sudut 30 deg

Tabel 6.

Principal Dimension ”Duovar B 30”

Duovar B 30

Pontoon Panjang 92.20 m

Lebar 13.23 m

Tinggi 6.71 m

Jumlah 2

Kolom a (sisi) 10.58 m

Tinggi 14.63 m

Jumlah 4

Sudut 30 deg

Apabila semi-submersible rancangan telah selesai dimodelkan, dilakukan perhitungan hidrostatis untuk mendapatkan displasemen keenam semi-submersible rancangan. Displasmen ini kemudian digunakan untuk kepentingan validasi kepada semi-submersible acuan.

Displasemen diharapkan bernilai 24173 ton atau setidaknya mendekati nilai tersebut, dengan toleransi error kurang dari 5%.

Tabel 7.

Validasi Displasmen Model

Displasmen ERROR Duovar-A 10

o

24144.09

ESSAR 24173

0.001

Duovar-A 20

o

24144.44 0.001

Duovar-A 30

o

24144.27 0.001

Duovar-B 10

o

24144.16 0.001

Duovar-B 20

o

24144.25 0.001

Duovar-B 30

o

24144.40 0.001

Hasil validasi menunjukkan model sudah layak untuk dianalisis karakteristik gerakannya karena selisih hasil perancangan dan data acuan sudah dibawah batas toleransi. Analisis dilakukan dalam frequency domain.

Analisis frequency domain dilakukan untuk mencari

RAO dari keenam semi-submersible dengan

menggunakan persamaan gerak sebagai berikut:

(4)

4

( ) ̈ ( ) ̇ ( )

(1) Dengan,

( ) ̈ = matriks massa ( ) ̇ = matriks redaman ( ) = matriks kekakuan

X = faktor beban kompleks memberikan informasi pada amplitudo beban dan fase pada semua derajat kebebasan. Pola eiωt menetapkan variasi harmonik dari contoh beban dengan frekuensi ω.

r = faktor displasemen

Nilai RAO kemudian dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

( )

( ( ))

(2)

Dengan,

( ) = amplitudo struktur ( ) = amplitudo gelombang

Menurut teori klasik, gerakan kapal atau struktur terapung di atas gelombang reguler secara matematis dapat diformulasikan dengan mengacu pada hukum Newton ke II [2,3], yang selanjutnya memberikan korelasi antara gaya aksi oleh gelombang insiden dan gaya reaksi berupa respons gerakan. Selanjutnya persamaan umum gerakan struktur terapung dalam 6- derajat kebebasan dengan memakai konvensi sistem sumbu tangan kanan dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Gambar 9. Sistem sumbu dan definisi gerakan struktur terapung [4]

 

  ; j, k 1,2,3,4,5, 6

6

1

 

t i j jk k jk k n

jk

jk

ABCF e

M    (3)

Dalam metode 3-D, lambung kapal/struktur terapung dibagi menjadi panel-panel dengan distribusi source pada panel-panel tersebut. Metode 3-D akhirnya dikenal juga sebagai metode panel atau metode difraksi [5].

Dalam Tugas Akhir ini, metode 3-D diakomodasi oleh perangkat lunak MOSES (Multi-Operational Structural Engineering Simulator). Gambar 5 berikut ini merupakan hasil pemodelan semi-submersible ”DUOVAR-B”

berdasarkan pemodelan awal dan General Arrangement, dengan menerapkan metode panel. Dari pemodelan dengan metode panel ini dihasilkan prediksi gerakan keenam semi-submersible di atas gelombang reguler

yang selanjutnya dilakukan analisis karakteristik gerakan di atas gelombang acak.

Gambar 10. Model enam semi-submersible menggunakan metode panel Analisis operabilitas dilakukan berdasarkan gerakan semi-submersible di atas gelombang acak. Data gelombang yang dipakai adalah wave scatter diagram Laut Natuna, yang merupakan peluang kejadian gelombang dengan kombinasi-kombinasi periode puncak (Tp) dan tinggi gelombang signifikan (Hs), sepanjang tahunnya. Analisis spektra terlebih dahulu dilakukan dengan mengambil formulasi JONSWAP yang merupakan modifikasi dari formulasi spektra Pierson- Moskowitz. Formula spektrum ini sesuai diterapkan pada perairan tertutup/kepulauan, dengan persamaan sebagai berikut [6] :

( )

( )

( ( ( )) )

(3)

Dengan,

= Spektrum Pierson-Moskowitz

=

( ( )

) (4) Hs = tinggi gelombang signifikan

p

= 2/Tp (angular spectral peak frequency)

= non-dimensional parameter (bentuk puncak)

= spectral width parameter

 =0.07 untuk <

p

 =0.09 untuk >

p

A

= 1-0.287 ln() adalah normalizing factor

Pada kenyataannya, struktur terapung yang bergerak di laut akan mengalami eksitasi gelombang yang bersifat acak (random), sesuai dengan sifat alami dari gelombang laut. Dalam hal ini, suatu loncatan dalam pemecahan permasalahan gerak kapal di laut telah ditunjukkan oleh St. Denis dan Pierson pada awal tahun 50an [7]. Menurut kedua peneliti tersebut, gerakan kapal/struktur terapung di atas gelombang acak dapat dihitung dengan mentransformasikan spektrum gelombang, S(), menjadi spektrum respons gerakan kapal, S

R

(). Data yang dibutuhkan adalah RAO dan spektra gelombang, x

z

x

y z

y

O=G

U

(5)

5

sehingga dengan fungsi transfer berikut dapat dihitung spektra respons:

) ( )

(  RAO

2

xSj

S

R

 (5)

Jika spektra respons telah didapat, maka nilai-nilai statistik gerakan dapat dihitung dengan menerapkan formulasi matematis berikut.

0

0

Sj (  ) d

m (6)

Bila variabel m

o

didefinisikan sebagai luasan di bawah kurva spektra, maka tinggi (double amplitude) signifikan dapat dihitung sebagai

0 s 4 . 0 m H

(7) dan amplitudo signifikan adalah setengah dari tinggi signifikannya, atau

0 s2 . 0 m

 (8)

Sedangkan tinggi rata-rata adalah

m 0

54 . 2 H

(9) dan amplitudo rata-rata adalah

m 0

27 .

1

 (10)

Disamping luasan di bawah spektra, dalam hal ini dapat juga didefinisikan momen spektra ke 2 dan ke 4, sebagai berikut:

 

0 2

2 S ( ) d

m    (11)

 

0

4 4 S ( ) d

m    (12)

Berdasar definisi ini, maka variabel stokastik kecepatan dan percepatan gelombang atau gerakan dapat dihitung, seperti dengan pemakaian untuk displasemen. Misalnya, amplitudo kecepatan rata-rata adalah

m 2

27 .

1

(13)

dan amplitudo percepatan signifikan adalah 4

s2 . 0 m

(14)

Setelah nilai-nilai stokastik dari spektra respons telah didapatkan, maka selanjutnya dikolerasikan terhadap kriteria operasi. Dalam penelitian Tugas Akhir kali ini, kriteria operasi yang dikaji adalah kriteria operasi pengeboran yang diadopsi dari kriteria operasi Essar Wildcat. Tabel 5 berikut menunjukkan kriteria operasi pengeboran lepas pantai yang dipakai.

Tabel 8. Kriteria operasi Essar Wildcat berdasarkan respons gerakan [8]

Operation Heave

Pitch/Roll Single

Amp.

Kenyamanan Operator 0.2.g (m/s

2

) -

Land BOP on

Wellhead

2.4 m 2.5 deg

Running BOP 4.6 m 2.5 deg

Running Casing 4.6 m 2.5 deg

Disconnect Riser 5.5 m 2.5 deg Drilling or Triping 4.6 m 2.5 deg

Hang-off 2.2 m 2.5 deg

Cementing 2.2 m 2.5 deg

Crane Operation 5.5 m 3 deg

End of self propelled transit

- 3 deg

Helicopter 5.5 m

Dengan mengkorelasikan kriteria operasi Essar Wildcat dengan kenaikan intensitas gerakan akibat tinggi gelombang signifikan Hs (gelombang acak) pada Laut Natuna, maka operabilitas keenam semi-submersible dapat diketahui. Dari analisis operabiltas tersebut, dapat diketahui berapa lama waktu (presentase) semi- submersible dapat melakukan operasi pengeboran di laut dan berapa lama downtime nya dalam rentang waktu satu tahun.

III. HASIL DAN DISKUSI

Berikut adalah hasil yang didapat dari komputasi dan analisis yang telah dilakukan. Hasil-hasil berupa RAO keenam semi-submersible saat free floating, spektra JONSWAP menurut sebaran gelombang Natuna, spektra respons gerakan, dan korelasi antara kriteria operasi dengan intensitas gerakan semi-submersible dalam fungsi kenaikan Hs.

Gambar 11 s.d 13 menunjukkan karakteristik gerakan

heave, roll, dan pitch keenam semisubmersible dan Essar

Wildcat di atas gelombang reguler, pada arah

pembebanan gelombang yang menghasilkan gerakan

ekstrim. Gerakan-gerakan ini merupakan moda gerakan

yang sangat berhubungan dengan kirteria-kriteria operasi

pengeboran lepas pantai.

(6)

6

Gambar 11. RAO gerakan heave

Gambar 12. RAO gerakan roll

Gambar 13. RAO gerakan pitch

Dapat diamati karakteristik gerakan keenam semi- submersible, bahwa keenamnnya mempunyai gerakan

rotasional (roll dan pitch) yang cukup kecil, bahkan secara umum lebih kecil dari semi-submersible acuannya, Essar Wildcat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan geometri, konfigurasi, jumlah dan ukuran kolom serta ponton, yang memberikan perbedaan luas penampang struktur yang berada dalam pengaruh gelombang, yang ini selanjutnya memberikan perbedaan karakteristik gerakan pula. Pada RAO heave, terlihat Duovar B 30 mempunyai nilai maksimum tertinggi, 5.139 m/m pada frekuensi 0.3307 rad/s. Sedangkan untuk RAO roll, Essar Wildcat memiliki nilai maksimum tertinggi pada frekuensi 0.6 rad/s, yaitu 0.78 deg/m. Dan untuk RAO pitch, nilai maksimum tertinggi didapatkan pada semi-submersible Duovar B 30, pada frekuensi 0.3307 rad/s, sebesar 0.57 deg/m.

Dari gambar 14 s.d 16 RAO gerakan surge, sway, yaw, keenam semi-submersible terlihat cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan RAO yang bernilai di bawah 1, yang berarti amplitudo gerakannya selalu lebih kecil dari amplitudo gelombang.

Gambar 14. RAO gerakan surge

Gambar 15. RAO gerakan sway

(7)

7

Gambar 16. RAO gerakan yaw

Hasil analisis pada bagian sebelumnya barulah menjelaskan karakteristik gerakan kapal pada kondisi ideal, dalam arti bahwa kapal mengalami gerakan akibat eksitasi gelombang reguler atau sinusoidal. Pada kenyataannya, struktur terapung di laut akan mengalami eksitasi gelombang yang bersifat acak. Oleh karena itu, analisis spektra perlu dilakukan dengan mengaplikasikan data sebaran gelombang kombinasi Hs dan Tp pada Laut Natuna ke dalam formula JONSWAP.

Sebaran periode puncak spektra di Laut Natuna mempunyai rentang antara 1.45 detik s.d 16.45 detik dan rentang Hs antara 0.245 m s.d 5.745 m. Di setiap periode puncaknya terdiri dari variasi tinggi gelombang signifikan (Hs) tertentu. Pada periode puncak 13.5 detik dan 12.45 detik mempunyai sebaran Hs paling banyak, dari Hs terendah yaitu 0.245 m s.d Hs tertinggi yaitu 5.745 m. Gambar 13 berikut menunjukkan spektrum energi gelombang Laut Natuna pada Tp 13.45 detik dengan menggunakan formula JONSWAP (γ = 2.5).

Gambar 17. Spektrum energi gelombang formula JONSWAP di Laut Natuna pada Tp 13.45 detik Dengan melakukan komputasi menggunakan transfer function pada persamaan (5) maka didapatkan spektra respons seperti terlihat pada gambar 18 s.d 20. Dalam

komputasi spektra respons ini, hanya dilakukan pada moda gerakan osilasi (heave, roll, dan pitch) yang sesuai dengan kebutuhan kriteria operasi. Berikut sebagai contoh, spektrum respons semi-submersible Duovar A 10 untuk tiga gerakan tersebut.

Gambar 18. Spektra respons gerakan heave DUOVAR-B

Gambar 19. Spektra respons gerakan roll DUOVAR-B

Gambar 20. Spektra respons gerakan pitch DUOVAR-B Luasan dibawah kurva spektra respons tiap gerakan atau disebut m

0

perlu didapatkan untuk nantinya digunakan untuk mencari nilai statistik tiap gerakan dengan mengaplikasikan persamaan (6). Selanjutnya, Dengan menggunakan persamaan (8) dan (10), nilai amplitudo signifikan dan amplitudo rata-rata bisa didapat. Nilai amplitudo respons gerakan rata-rata di tiap gerakan inilah yang dikorelasikan dengan kriteria operasi, untuk 0.00

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

S( ω )

ω (rad/s) Spektrum Energi Gelombang (Tp = 13.45 s)

Hs = 0.245 m Hs = 0.745 m Hs = 1.245 m Hs = 1.745 m Hs = 2.245 m Hs = 2.745 m Hs = 3.245 m Hs = 3.745 m Hs = 4.245 m Hs = 4.745 m Hs = 5.245 m Hs = 5.745 m

(8)

8

didapatkan operabilitas di tiap periode puncak dan tinggi gelombang signifikan. Gambar 21 s.d 24 ini adalah

Gambar 21. Kenaikan amplitudo rata-rata heave sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp 13.45 detik

Gambar 22. Kenaikan amplitudo rata-rata roll sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp 13.45 detik

Gambar 23. Kenaikan amplitudo rata-rata pitch sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp 13.45 detik

Gambar 24. Kenaikan percepatan heave sebagai fungsi kenaikan Hs pada Tp 13.45 detik

Dari gambar-gambar di atas, dapat dilihat bahwa amplitudo gerakan keenam semi-submersible, untuk heave, roll, pitch, hingga tinggi gelombang signifikan tertinggi, tidak ada yang melampaui kriteria operasi.

Dengan ini, operabilitas keenam semi-submersible di Perairan Natuna adalah 100%, yang berarti semi- submersible dapat beroperasi sepanjang tahunnya tanpa harus mengalami downtime.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Dari analisis-analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan yang sekaligus menjawab perumusan masalah penelitian tugas akhir ini. Kesimpulan dari penelitian ini diantara lain adalah karakteristik gerakan keenam semi-submersible di atas gelombang reguler cukup baik, karena sebagian besar moda gerakan mempunyai nilai RAO maksimum kurang dari 1. Meskipun pada beberapa semi-submersible memiliki RAO maksimum yang tinggi tetapi pada frekuensi-frekuensi rendah. Dan, keenam variasi semi-submersible menunjukkan karakteristik gerakan yang lebih baik dari Essar Wildcat pada beberapa moda gerakan. Pola RAO terbaik/minimum untuk gerakan surge, sway, heave, roll, pitch, yaw, berturut-turut didapatkan pada semi-submersible Essar Wildcat, Essar Wildcat, Essar Wildcat, Duovar A 10, Duovar A, Duovar A 20.

Karakteristik gerakan keenam semi-submersible di atas gelombang acak didapatkan dengan tiga langkah analisis.

Pertama, dari analisis spektra gelombang, didapatkan nilai spektra gelombang tertinggi sebesar 10.24 m²/rad/s, pada Hs 5.745 m dan Tp 13.45 detik. Kedua, dari analisis spektra respons, didapatkan spektra respons terbesar berturut-turut untuk gerakan heave, roll, pitch, yaitu pada Duovar A 10 sebesar 1.31 m²/rad/s, Duovar A 30 sebesar 1.75 deg²/rad/s, Duovar B 30 sebesar 0.36 deg²/rad/s.

Ketiga, dari analisis kenaikan intensitas gerakan dalam fungsi Hs, didapatkan hasil sebagai berikut. Untuk Tp 13.45 detik, amplitudo heave dengan kenaikan terbesar dialami oleh Duovar A 10. Untuk kenaikan percepatan heave, nilai terbesar dialami oleh Duovar B 30. Sedangkan, untuk amplitudo roll, kenaikan terbesar dialami oleh Duovar A 30. Dan untuk amplitudo pitch, kenaikan terbesar dialami oleh Duovar B 30.

Dan untuk operabilitas dari rancangan enam variasi semi- submersible yang memiliki sudut kemiringan kolom di Laut Natuna adalah 100%.

Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan analisis

kekuatan struktur untuk mengetahui apakah keenam semi-

submersible ini mampu untuk menopang topsides Essar

Wildcat. Selain itu, dapat pula dilakukan analisis pada

(9)

9

semi-submersible yang memiliki komponen motion stabilizers.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. GLOBAL MARITIME dan PT. CITRA MAS yang telah mendukung dalam hal data teknis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian tugas akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] ABS, 2012, Mobile Offshore Drilling Unit, American Bureau of Shipping.

[2] Arda, 2012, Studi Pengaruh Gerak Semi- submersible Drilling Rig dengan Variasi Pre- tension Mooring Line Terhadap Keamanan Drilling Riser, Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya, Indonesia.

[3] Bhattacharyya, R., 1978, Dynamic of Marine Vehicles, John Wiley and Sons, New York.

[4] Buslov, V. M., Karsan, D. I., 1985, “Deepwater Platform Designs: An Illustrated Review (3 parts)”, Ocean Industry, Oct. 1985 (Part 1), pp. 47-52, Dec.

1985 (Part 2), pp. 51-55, Feb. (1986) pp. 53-62.

[5] Chan et al., “Structural Loading Aspects in the Design of SWATH Ships”, Proceedings of the 5

th

Symposium on PRADS’92, Newcastle upon Tyne, UK, May, 1992

[6] Chakrabarti, S. K., 1987, Hydrodinamics of Offshore Structures, CBI Industries, USA.

[7] Det Norske Veritas, 2010, Recommended Practice DNV-RP-F205 Global Performace Analysis of Deepwater Floating Structures, Det Norske Veritas, Oslo.

[8] Djatmiko, E. B., 2012, Perilaku dan Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang Acak, ITS Press, Surabaya.

[9] ESSAR

+

, 2007, Document of Marine Operation ESSAR WILDCAT, ESSAR OILFIELDS SERVICES LIMITED.

[10] Froude, W., “On the Rolling of Ships”, Transactions of INA, Vol. 2, 1861.

[11] Hikam, Maulana, 2012, Analisis Geometri dan Konfigurasi Ponton-Kolom Terhadap Stabilitas dan Intensitas Gerakan Semisubmersible Akibat Eksitasi Gelombang Acak, Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS Surabaya, Indonesia.

[12] Krylov, A.N., “A New Theory of the Pitching Motion of Ships on Waves and of the Stresses Produced by This Motion”, Transactions of INA, Vol. 37, 1896

[13] St. Denis, M., Pierson, W. J., Jr., 1953, “On the Motions of Ships in Confused Seas”, Transactions of SNAME, Vol. 61, pp. 280-357.

[14] Noble Denton, 2007, Essar Wildcat – Marine Operations, Noble Denton Consultants, 2007.

[15] Wicaksono, Ardhana, 2013, Studi Karakteristik Gerakan dan Operabilitas Anjungan Pengeboran Semi-submersible Dengan Kolom Tegak dan Ponton Berpenampang Persegi Empat, Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan, ITS Surabaya, Indonesia.

[16] Dahan, Paul Christian, 1984, Wide based semi-

submersible vessel, www.google.com/patents

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan beban lingkungan menggunakan perangkat lunak analisis gerak hidrodinamis struktur terapung, sedangkan untuk analisis tegangan yang terjadi pada struktur secara global

Pada akhirnya evaluasi intensitas gerakan di gelombang acak terhadap kriteria operasi pengeboran secara umum akan dilakukan, untuk dapat memberikan kesimpulan

Sementara itu, lahan gambut menjadi areal yang potensial untuk kehidupan ikan lokal perairan rawa diantaranya ikan gabus ( Channa striata), betok ( Anabas

Hasil observasi dan wawancara menunjukkan tata kelola arsip Kantor Kementerian Agama Kota Jambi dalam menata arsip Dinamis Aktif telah menggunakan sarana filing cabinet,

Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bahwa kemampuan kecerdasan logika mate- matika anak masih rendah, guru tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pengetahuan sangat erat kaitannya

“Hakim dalam memeriksa perkara pidana berusaha mencari dan membuktikan kebenaran materiil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta berpegang