• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam perkembangan remaja dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua selalu menjadi isu penting maka perlu diperhatikan. Pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh orangtua sangat menentukan eksistensi penalaran moral dalam menciptakan kepribadian remaja yang bertumbuh secara baik. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua menjadi hal yang menarik untuk dikaji guna mengetahui sejauh mana peran dukungan teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua memengaruhi penalaran moral remaja. Demi mencapai tujuan tersebut maka dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang pentingnya pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua terhadap penalaran moral pada siswa SMP Negeri 1 Manokwari Propinsi Papua Barat disertai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang ingin dicapai.

1.1. Latar Belakang

Kini, telah terjadi suatu perubahan dan perkembangan yang sangat pesat karena arus globalisasi yang telah merubah dan memengaruhi seluruh dunia dari berbagai dimensi kehidupan. Arus globalisasi mengantarkan suatu kemajuan di segala bidang karena lajunya pembangunan. Dengan kemajuan itu membawa suatu kehidupan modernisasi di seluruh dunia termasuk Negara Indonesia.

Kemajuan itu pun membawa suatu masa transisi dari pola hidup

(2)

2

tradisional ke pola hidup modern. Proses ini akan bergerak terus dan membawa banyak perubahan yang memengaruhi seluruh lapisan masyarakat baik strata atas, menengah dan bawah atau di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Dampak perkembangan dan kemajuan tentu membawa suatu perubahan penalaran moral antar golongan secara menyeluruh baik di usia dewasa dan masa remaja. Masa remaja adalah masa yang sedang mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak dewasa ke masa remaja, maka sifat dan tingkah lakunya juga mengalami perubahan yaitu ingin belajar mandiri, menirukan terhadap sesuatu dan mencari jati dirinya sebagai anak remaja (Laufer, 1990).

Masa remaja memiliki keunikan tersendiri dalam perjalan hidup manusia. Masa remaja diindentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa dewasa atau masa usia belasan tahun yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah di atur dan perasaan yang implusif (Sarwono, 2013). Pada masa kini pula banyak anak laki- laki dan perempuan remaja belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang di inginkan oleh dirinya sendiri tanpa ajakan orang lain, karena pengaruh keinginan yang timbul dalam dirinya sendiri lewat lingkungan sosial dan budaya (Gunarsa, 2003).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), (2013) bahwa jumlah

remaja di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Remaja yang

merupakan bagian dari penduduk Indonesia, jumlahnya saat ini

mencapai 43.548.576 orang dari penduduk Indonesia. Jumlah ini tidak

kecil, maka diperlukan perhatian yang cukup besar karena remaja

merupakan generasi penerus bangsa.

(3)

3

Pesatnya pertumbuhan remaja masa kini berbanding lurus dengan permasalahan yang terjadi pada remaja. Fenomena perilaku remaja yang bersifat negatif banyak ditemui di lingkungan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya isu moral yang terjadi pada remaja dalam kehidupan masyarakat. Banyak sekali pelanggaran moral yang dilakukan oleh remaja yang mengganggu keharmonisan kehidupan masyarakat disekitarnya seperti penipuan, pencurian, mabuk karena miras, penguras, pemerasan, sampai dengan pelanggaran moral seperti pornografi, pengguguran kandungan oleh remaja perempuan dan sebagainya (Alwi, 2011). Pelanggaran moral yang terjadi pada remaja di buktikan dengan adanya temuan dari beberapa fakta dan penelitian.

Demikian pula pemberitaan disejumlah media masa sering memuat dan menayangkan kasus-kasus mengenai perilaku negatif remaja.

Pada masa remaja, nilai-nilai moral merupakan suatu hal yang penting sebagai pedoman atau petunjuk bagi remaja dalam rangka mencari jalannya sendiri untuk menuju pada kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi pada masa remaja (Sarwono, 2013). Remaja tidak lagi terfokus pada fakta yang bersifat konkrit tetapi sudah mampu mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada. Remaja juga belajar bahwa peraturan diciptakan dan dipertahankan berdasarkan persetujuan sosial dan pengaplikasikannya bersifat relatif bagi setiap orang maupun situasi (Rice, 1993).

Martani (1995) mengatakan bahwa moral merupakan suatu

masalah yang penting dalam masa remaja. Proses perkembangan yang

terjadi dalam diri seorang remaja terbentuk dengan apa yang dialami

dan diterimanya selama masa menjadi anak-anak, sedikit demi sedikit

(4)

4

hal tersebut akan memengaruhi perkembangannya yang akan menuju pada kedewasaan. Masalah moral merupakan salah satu aspek penting yang perlu di tumbuh kembangkan dalam diri seseorang dan penalaran moral berperan penting bagi pengembangan prinsip moral remaja.

Pratidarmanastiti (1991) juga mengatakan bahwa pada penalaran moral diharapkan seorang remaja yang menghadapi dilema-dilema moral secara reflektif mengembangkan prinsip-prinsip moral pribadi yang dapat bertindak sesuai dasar moral yang diyakini dan bukan merupakan tekanan sosial. Penalaran moral yang seperti ini dapat terbentuk karena penerimaan nilai moral yang diperoleh melalui lingkungan sosial, seperti: keluarga, sekolah, dan kelompok agama yang diproses melalui penalaran dan dicamkan dalam batin. Penalaran moral terjadi dalam dan melalui interaksi individu itu sendiri dengan seluruh kondisi sosial kehidupannya.

Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Remaja yang bermoral dengan sendirinya akan tampak dalam penilaian atau penalaran moral moralnya serta pada perilakunya yang baik, benar dan sesuai dengan etika, artinya ada kesatuan antara penalaran moral dan perilaku moralnya (Budiningsih, 2013).

Hal inilah yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg (1973)

bahwa sebagai penalaran moral yaitu alasan-alasan atau pertimbangan-

pertimbangan dalam menilai mengapa suatu tindakan itu boleh atau

tidak boleh dilakukan. Kohlberg & Lickona (1976) memandang seluruh

proses perkembangan moral sebagai urutan tahap atau sejumlah

ekuilibrasi yang merupakan berbagai logika moral yang kurang lebih

(5)

5

komprehensif, yang mana tahap-tahap yang satu secara logis perlu menyusul tahap sebelumnya dan bahwa tidak satupun dapat diloncati oleh remaja (Duska & Whelan, 1982).

Istilah yang sering digunakan oleh Kohlberg (1976) adalah moral judgment. Judgment menurut Salkind (2009), dapat diartikan sebagai

penilaian atau pertimbangan, dalam proses penilaian dan pertimbangan moral tertentu terdapat penalaran. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan istilah penalaran moral sebagai terjemahan moraI judgment. Disamping itu penalaran moral merupakan terjemahan dari

kata moral reasoning atau moral thinking, yang diartikan sama dalam pembahasan mengenai penalaran moral. Dengan demikian penalaran moral adalah penalaran yang digunakan oleh seseorang untuk memutuskan mengapa sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah.

Penalaran moral remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), aspek moral remaja tidak dapat berkembang misalnya seorang remaja melihat temannya malas-malasan kesekolah tentu ditirunya atau sebaliknya remaja melihat temannya rajin ke sekolah tentu ditirunya pula. Nilai-nilai moral yang dimiliki remaja lebih merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar. Remaja belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang bagaimana yang dikatakan salah atau tidak baik. Lingkungan ini dapat berarti orangtua, saudara-saudara, teman-teman, guru-guru dan sebagainya (Gunarsa, 2003).

Mencermati fenomena-fenomena yang terjadi, pelangaran moral

di kalangan remaja sering juga terjadi pada siswa SMP Negeri 1

Kabupaten Manokwari. SMP Negeri 1 Manokwari sebagai salah satu

(6)

6

sekolah negeri tertua yang terletak dijantung kota Manokwari kelurahan Padarni Distrik Manokwari Barat Propinsi Papua Barat dibawah nangungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Manokwari. Padahal visi dan misi sekolah yaitu mencerdaskan bangsa melalui moral serta membangun dan membentuk civitas SMP Negeri 1 Manokwari yang tinggi iman ketaqwaan, tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi dalam seni dan olahraga, berbudi pekerti luhur serta siap bersaing dalam era global.

Fenomena-fenomena ini terjadi sejak tahun 2000 dikalangan masyarakat secara khusus remaja di Kabupaten Manokwari mulai menegnal dunia teknologi. Perilaku moral siswa-siswa SMP Negeri 1 Manokwari, mulai merosot terlihat melalui sikap dan perilakunya yang tidak beretika, kurangnya sopan santun terhadap orangtua dan gurunya dengan ucapan yang sering di tunjukkan yaitu suka bercaci maki didepan masyarakat umum, suka melawan atau berkeras kepala ketika disuruh guru.

Fakta lain menunjukkan bahwa sering terjadi gejolak atau masalah pada siswa SMP Negeri 1 Manokwari sebagian besar menjadi korban pada penyalagunaan nikotin atau merokok, minuman keras, perkelahian dan mencaci maki antar teman, berciuman, menonton film porno, dan terjadi juga putus sekolah karena hamil bagi remaja putri.

Contoh lain seorang siswa bergaul dengan beberapa teman baru, ketika salah satu teman barunya menawarkan dia rokok maka ia ikut merokok akibatnya menjadi perokok karena kecanduan.

Dengan kasus-kasus ini membuktikan juga bahwa lingkungan

sekolah sangat memengaruhi penalaran moral siswa dalam hal yang

negatif. Selain itu telah terjadi pada tahun 2010 siswa kelas IX SMP 1

(7)

7

Manokwari sebanyak 10 orang terdiri dari laki-laki tujuh orang dan perempuan tiga orang setelah mereka mendengar kelulusan hasil ujian akhir nasional dinyatakan lulus mereka mengkonsumsikan minuman keras secara masal disamping toko dekat sekolah, kemudian mereka dengan sepeda motor pawai bersama teman-teman yang lain mengelilingi kota Manokwari. Pada bulan Juli 2011 saat semester kenaikan kelas dua orang siswi kelas VIII putus sekolah karena hamil di luar nikah. Pelanggaran moral siswa SMP Negeri 1 Manokwari selalu meningkat sehingga tahun 2012 ditemukan kasus yang melibatkan enam orang siswa laki-laki dan perempuan berciuman sambil menonton film porno dalam kelas saat selesainya aktivitas belajar mengajar atau waktu pulang sekolah, maka kasus ini diselesaikan oleh pihak sekolah dan orangtua.

Hasil wawancara dengan seorang ibu guru konseling menunjukkan bahwa pada tahun 2000-2012 ketika terjadi perkembangan dunia teknologi, tingkat perilaku moral negatif siswa SMP Negeri 1 Manokwari tinggi, sehingga setelah SMP Negeri 1 Manokwari dipersiapkan pada tahun 2013 menjadi sekolah standar Nasional, maka pihak sekolah mulai mengambil langkah untuk membentuk moral siswa dengan berbagai kegiatan Rohani serta melalui pendampingan guru terhadap siswa ketika mereka mengalami masalah.

Pada tahun 2014 SMP Negeri 1 Manokwari ditetapkan oleh Pemerintah

pusat dan daerah sebagai sekolah berstandar Nasional pihak sekolah

mulai menegaskan aturan sekolah dan bekerja sama dengan pihak

orangtua siswa dan pihak sekolah melakukan kegiatan-kegiatan yang

bersifat pembinaan untuk melibatkan siswa untuk merealisasikan visi

dan misi sekolah.

(8)

8

Berdasarkan fakta di atas, menurut pengamatan penulis bahwa orangtua kurang dalam memberikan perhatian berupa nasehat dan didikan, sehingga anak pun cepat dipengaruhi oleh lingkungan, dan teman sebaya sebagai pionernya. Kurang perhatian dan pengasuhan orangtua berakibat siswa SMP 1 Manokwari banyak terjerumus dalam berbagai hal negatif yang telah dikemukan diatas. oleh sebab itu dukungan orangtua terhadap anak sangatlah penting untuk menentukan kepribadian yang akan menemukakan jati dirinya.

Perkembangan dalam aspek moralitas sangat penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman untuk menentukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis dan menghindari koflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi (Desmita, 2008). Penalaran moral bukan sesuatu yang baik atau buruk melainkan bagimana seseorang sampai pada keptusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk. Hal ini berarti bahwa penalaran moral merupakan suatu alasan atau pertimbangan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk (Setiono, 2009).

Hasil penelitian sebelumnya di Amerika yang dilakukan Chaplina

& Deborah (2010) yang melibatkan 100 peserta (50 laki-laki dan 50

perempuan) usia remaja 12-18 Midwestern dari Amerika Serikat

menunjukkan bahwa orangtua dan teman sebaya juga dapat memiliki

efek positif pada kehidupan remaja, sehingga mengurangi

kecenderungan materialistis. Orangtua dan rekan-rekan bisa

memberikan dukungan dan penerimaan, yang meningkatkan rasa sehat

harga diri di kalangan remaja dan mengurangi keinginan mereka untuk

mengkompensasi miskin harga diri melalui barang-barang material.

(9)

9

Mackinnon (2012) dari hasil penelitiannya di Kanada melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara dukungan sosial teman sebaya dan moral terhadap prestasi akademik siswa pada usia 15 tahun. Hal ini juga menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tingkat akademik tinggi dipengaruhi oleh dukungan sosial dan penalaran moral.

Kemudian hasil penelitian lain tentang pola asuh dan penalaran moral remaja di sekolah dengan subjek peneltian berjumlah 253 orang siswa pada SMP Madrasah Banjarmasin menunjukkan bahwa siswa bertumbuh baik karena ada orangtua dan guru di sekolah (Yuniarrahmah & Rahmah, 2010). Penemuan lain dalam hasil penelitian tentang hubungan pola asuh otoritatif orangtua dan konformitas teman sebaya terhadap kecerdasan moral siswa dengan subjek berjumlah 132 orang siswa kelas 7 dan kelas 8 pada SMP Negeri Z Depok Sleman Yogjakarta menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap anak dan remaja. Jika anak dan remaja yang tidak dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk membuat mereka mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya tanpa memikirkan dampak dari perbuatan yang mereka lakukan (Sofia, &

Adiyanti, 2010).

Adapun dampak penalaran moral bukan hanya terhadap

kehidupan individual remaja namun terhadap lingkungan sosial dimana

ia berada. Penaran moral sering juga membawa dampak posif dan

negatif dikalangan remaja dan lingkungan sosial. Dampak positif dari

penalaran moral remaja yaitu berperilaku sopan santun, bersikap jujur

dan penurut atas asupan orangtua, guru di sekolah (Yuniarrahmah &

(10)

10

Rahmah, 2010). Sofia dan Adiyanyi (2010) mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa dampak negatif penalaran moral remaja pada masa kini sangat tinggi dipengaruhi lingkungan sosial mengakibatkan banyak kasus yang dilakukan remaja seperti, menonton film porno, melakukan seks, aborsi bagi remaja perempuan, narkoba dan lain-lain.

Dalam penalaran moral remaja, faktor dukungan sosial teman sebaya sangat memiliki pengaruh yang tinggi terhadap perkembangan penalaran moral remaja. Salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga. Pada masa remaja di tandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis dan sosialnya, yang mana pada masa ini keterikatan terhadap teman sebaya sangat kuat. keadaan seperti ini menjadikan remaja kelompok tersendiri, seolah-olah mereka antar sesamanya saling memahami, mereka mulai menjauh dari orang tua, karena merasa orang tua kurang memahami dirinya. Mereka lebih memilih memecahkan masalah dengan teman sebaya dari pada dengan orang tua atau gurunya, masalah yang sangat serius pun mereka biasanya akan membahas dengan teman sebayanya.

Santrock (2007) menyatakan bahwa teman sebaya (peers) adalah

anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan

yang sama. Beberapa remaja akan melakukan apa pun, agar mereka

dapat dimasukkan sebagai anggota kelompok teman sebaya. Bagi

mereka, dikucilkan berarti stress, frustasi dan kesedihan. Keadaan ini

mendorong remaja untuk melakukan hal-hal yang sama dengan teman-

temannya. Di masa remaja, kelompok teman sebaya memiliki peran

yang sangat penting bagi perkembangan remaja baik secara emosional

maupun secara sosial.

(11)

11

Papalia, dkk, (2008) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral, tempat bereksperimen, dan seting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua. Di lain pihak, Papalia dkk mengemukakan bahwa keterlibatan remaja dengan teman sebayanya, selain menjadi sumber dukungan emosional yang penting sepanjang transisi masa remaja, namun sekaligus dapat menjadi sumber tekanan bagi remaja.

Selain faktor dukungan teman sebaya, faktor pola asuh orang tua menjadi sebuah hal penting untuk membentuk perilaku dan sikap remaja. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak. Pendidikan anak di peroleh terutama melalui interaksi antara orang tua dan anak. Dalam pola asuh orang tua akan menunjukan sikap dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan pendidikan terhadap anaknya, oleh karena itu keluarga mempunyai peranan penting dalam mengembangkan potensi anak.

Menurut Baumrind (1966) mengemukakan bahwa pola asuh sebagai pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap perilaku anak antara lain terhadap kompetensi emosional, sosial, dan intelektual anak. Pada bentuk pengasuhan demokratis, anak cenderung di beri kebebasan, namun juga di tuntut untuk mampu mengendalikan diri sendiri dan bertanggung jawab.

Pola otoritatif menjadi jalan terbaik dalam pembentukan karakter

anak. Karena pola otoritatif ini bercirikan orang tua bersikap

demokratis, menghargai dan memahami keadaan anak dengan

kelebihan kekurangannya sehingga anak dapat menjadi pribadi yang

matang, supel, dan bisa menyesuaikan diri dengan baik. Melalui pola

(12)

12

asuh otoritatif akan membentuk kepribadian anak yang berkarakter yang senantiasa menjunjung nilai-nilai sosial dan budaya bangsa (Lidyasari, 2010).

Menurut Sofia dan Adiyanti (2010) menyatakan pola asuh secara psikologis merupakan strategi orang tua dalam membesarkan anak.

Pola asuh otoritatif memiliki ciri-ciri yaitu orang tua memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak, anak memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri. Namun, orang tua tetap memberikan batasan dan pengawasan pada anak, adanya komunikasi serta diskusi yang dilakukan membuat anak memiliki kebebasan untuk mengutarakan keinginan dan pemikiran mereka, orang tua memberikan penjelasan terhadap aturan-aturan yang diterapkan. Pola asuh otoritatif mengajak anak untuk berpikir sehingga keadaan ini diperkirakan dapat menstimulasi penalaran moral anak.

Penelitian sebelumnya Pratiwi (2010) menunjukkan penalaran moral anak yang mendapat gaya pengasuhan authoritative lebih tinggi dibandingkan dengan gaya pengasuhan authoritarian, permissive, dan uninvolved atau neglectful. Hal itu karena orang tua dapat terlibat

langsung dengan anak dengan memberikan perhatian, kasih sayang, mengajak anak untuk bicara, namun tetap memberikan aturan dan alasan yang jelas. Selain itu, latar belakang pendidikan ibu juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap penalaran moral yang dimiliki anak, semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik penalaran moral anak, hal ini disebabkan adanya komunikasi dan keterbukaan yang dilakukan ibu terhadap anak (Gupta & Puja, 2010).

Penelitian sebelumnya Sofia & Adiyanti (2010) juga mengatakan

bahwa Pola asuh otoritatif orang tua memiliki hubungan positif dengan

(13)

13

kecerdasan moral remaja. Semakin tinggi penilaian remaja bahwa orang tuanya menerapkan pola asuh otoritatif dalam berinteraksi dengan remaja maka semakin tinggi penalaran moral remaja. Hal ini disebabkan adanya komunikasi, perhatian, dan kontrol dari orang tua terhadap remaja, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir remaja. Kemampuan berpikir yang berkembang dengan baik dapat membuat kecerdasan moral remaja terstimulasi dengan baik pula.

Walker & Hennig (1999) menemukan tiga hal yang penting yaitu interaksi orang tua, fungsi ego, dan penalaran moral mampu memprediksi perkembangan moral anak. Orang tua yang memiliki pendapat yang keras, bermusuhan, kritis, menentang serta kurang memiliki perasaan akan menghalangi anak memiliki pemahaman moral yang lebih matang, sebaliknya orangtua yang efektif adalah lebih berpusat pada anak dan menjadi pegangan dalam perkembangan anak dengan mendengarkan pendapat anak, menggambarkan penalaran anak dengan pertanyaan yang tepat, memberikan dukungan emosi dan perhatian akan meningkatkan penalaran moral anak.

Dalam Penelitian Sofia & Adiyanti (2010) mengatakan juga bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki pengaruh negatif dengan penalaran moral. Semakin tinggi pengaruh remaja terhadap teman sebayanya ternyata membuat semakin rendah penalaran moral mereka. Hal ini disebabkan pengaruh yang tinggi dapat membuat remaja meniru sikap dan perilaku teman sebaya tanpa mempertimbangkan akibat dari perilaku yang telah mereka lakukan.

Keadaaan ini membuat penalaran moral remaja tidak terstimulasi

dengan baik. Yuniarrahmah & Rahmah (2010) dalam hasil

penelitiannya di Sekolah umum dan Sekolah Madrasah di Banjarmasi

(14)

14

menunjukkan bahwa penalaran moral remaja bertumbuh baik karena pola asuh orangtua dengan otoriter dan didikan guru di sekolah.

Mayasari (2013) dalam penelitiannya terhadap warga Kelurahan Rejosari, RW XIV, Semarang Timur, menemukakan bahwa ada hubungan negatif antara pola asuh demokratis orangtua terhadap moralitas remaja, yaitu semakin negatif pola asuh demokratis orangtua maka semakin rendah moralitas remaja, dan sebaliknya apabila semakin positif pola asuh demokratis orang tua maka semakin positif juga moralitas remaja.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif dapat meberikan pengaruh yang positif terhadap penalaran moral remaja tetapi juga memberikan pengaruh yang negatif. Dengan penemuan-penemuan ini penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa penalaran moral tergantung pada pemahaman dan pengetahuan remaja itu sendiri.

Dengan hasil penelitian sebelumnya sampai sejauh ini penulis

belum mendapatkan jurnal yang meneliti tentang pengaruh dukungan

sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua terhadap remaja

secara simultan atau bersama, namun yang ditemukan dalam hasil-hasil

penelitian sebelumnya adalah secara parsial atau terpisah. Melihat

berbagai fenomena dan hasil penelitian sebelumnya yang ada, maka

penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh

dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh orangtua terhadap

penalaran moral anak remaja pada SMP Negeri 1 Manokwari Propinsi

Papua Barat. Meskipun variabel yang di teliti dalam penelitian ini

memiliki sejumlah kesamaan dengan penelitian-penelitian lain

(15)

15

sebelumnya, tetapi yang membedakan adalah subjek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas penulis merasa perlu untuk kembali mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi penalaran moral secara khusus di SMP negeri 1 Manokwari.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua secara simultan berpengaruh terhadap penalaran moral pada siswa SMP Negeri 1 Manokwari.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dicapai adalah untuk menentukan:

pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua secara simultan merupakan produktor terhadap penalaran moral pada siswa SMP Negeri 1 Manokwari.

1.4. Manfaat Penelitian

Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan mafaat sebagai berukut:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya konsep serta pola pikir kita tentang pengaruh

dukungan sosial teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua

terhadap penalaran moral anak remaja.

(16)

16

1.4.2. Manfaat Praktis

Bila penelitian ini terbukti yaitu ada pengaruh dukungan sosial

teman sebaya dan pola asuh otoritatif orangtua secara simultan terhadap

penalaran moral anak remaja pada SMP Negeri 1 Manokwari Propinsi

Papua Barat, maka akan direkomendasikan untuk melakukan penelitian

lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

kualitas pelayanan dari pasar tradisional yang belum tertata.. rapi dengan pasar tradisional yang lebih

Sedangkan, penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan anggaran negara/daerah, dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak

Untuk penelitian selanjunya diharapkan dapat menggunakan variabel bebas lainnya yang termasuk dalam faktor- faktor yang mempengaruhi OCB seperti budaya organisasi,

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

tentu kecuali menunjukkan usaha atau pekerjaan pemiliknya sert8: untuk maksud keindahan bangunan, tidak mempunyai arti khusus lain (jadi gambar ikan di sini bukan

dengan penekanan bahwa meskipun terjadi perbedaan mestinya tidak perlu menimbulkan benturan, karena yang diminta oleh Nabi adalah pengakuan eksistensi ajaran yang

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Selama melakukan Praktik Kerja Lapangan Praktikan ditempatkan di Sekretariat bagian divisi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Lingkungan Hidup dengan Bidang