• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Diskriminan Kualitas Pelayanan Pasar Tradisional pada Pasar yang Tertata dengan Baik dan Belum Tertata dengan Baik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Diskriminan Kualitas Pelayanan Pasar Tradisional pada Pasar yang Tertata dengan Baik dan Belum Tertata dengan Baik"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

5

1

1

1

DOCUMENT

Analisis Diskriminan

Kualitas Pelayanan

Pasar

Tradisional_FINAL

SCORE

97

ISSUES FOUND IN THIS TEXT

8

PLAGIARISM

1

%

Contextual Spelling

6

Misspelled Words

Commonly Confused Words

Grammar

Punctuation

1

Comma Misuse within Clauses

Sentence Structure

1

Incomplete Sentences

Style

Vocabulary enhancement

of 100

No errors

No errors

(2)

Analisis Diskriminan Kualitas Pelayanan Pasar Tradisional_FINAL

Seminar Nasional dan Call for Paper Dies Natalis FEB

USU 2016

Seminar Nasional dan Call for Paper Dies Natalis FEB

USU 2016

FEB USU 2016

FEB USU 2016

ANALISIS DISKRIMINAN KUALITAS PELAYANAN

PASAR TRADISIONAL PADA PASAR YANG

TERTATA DENGAN BAIK DAN BELUM TERTATA

DENGAN BAIK

Arlina Nurbaity Lubis1), Prihatin Lumbanraja2)

1)Manajemen, Universitas Sumatera Utara

email:arlinalubis10@gmail.com

2)Manajemen, Universitas Sumatera Utara

email:Titinlumbanraja@yahoo.com

Abstrak – Revitalisasi pasar dapat tereliasasi dengan

membentuk loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan

adalah hasil akhir dari pengalaman jasa yang dirasakan

pengunjung pasar melalui kualitas pelayanan yang

diberikan pasar. Saat ini, daya saing pasar tradisional

berada di bawah daya saing pasar modern yang saat ini

sedang tumbuh dengan pesatnya. Di wilayah kota medan,

hampir setiap jalan utama memiliki gerai ritel pasar

modern. Pemerintah sendiri sudah memiliki program

revitalisasi pasar salah satunya dengan menertibkan

pasar-pasar tradisional yang menimbulkan pro-kontra dalam

pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan

memperhatikan dua kelompok pasar tradisional, antara

pasar yang sudah tertata dengan baik dengan yang belum

tertata dengan baik. Sebanyak 200 sampel dari empat pasar

tradisional dengan karakteristik terpilih berpartisipasi

(3)

beda rata-rata dan analisis deskriminan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terjadi perbedaan persepsi yang

signifikan antara pasar yang sudah tertata dengan baik

dengan yang belum tertata dengan baik. Pasar yang sudah

tertata dengan baik akan memberikan tingkat kualitas

pelayanan yang dipersepsikan lebih baik oleh pengunjung.

Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa faktor yang

sangat dipegnaruhi oleh program revitalisasi pasar melalui

penertiban pasar berdampak besar pada persepsi bukti fisik

layanan serta reliabilitas pelayanan yang diberikan. Rumus

diskriminan dapat memprediksi secara tepat sebanyak

93.5% dari observasi yang dilakukan. Model diskriminan

sangat kuat dalam menjelaskan perbedaan yang terjadi.

Kata Kunci: Revitalisasi Pasar, Kualitas Pelayanan,

Analisis Diskriminan, Uji Beda Selisih, Tata Pasar

PENDAHULUAN

Konsep pasar sudah sangat berkembang pesat. Pada

mulanya, pasar adalah tempat pertemuan antara penjual

dengan pembeli. Kemudian, pengertian ini bergeser

menjadi pertemuan penawaran dan permintaan yang

menghasilkan titik keseimbangan, kuantitas serta harga

keseimbangan. Ciri utama dari pasar tradisional adalah

tawar menawar antara penjual dengan pembeli dalam

menentukan keseimbangan harga dan kuantitas dengan

menawarkan win-win solution pada kedua pihak.

Mekanisme pasar yang pesat berkembang di masyarakat

saat ini adalah pasar modern dimana tidak lagi memiliki

mekanisme tawar menawar dalam menentukan

kesepakatan. Pembeli sudah ditawarkan produk dengan

harga tetap yang tidak dapat dinegosiasikan. Pembeli

seolah dipaksa untuk menerima harga yang ditawarkan.

Selain itu, konsep pasar mulai beralih ke mekanisme pasar

online (e-market) yang semakin menekan keberadaan pasar

tradisional.

(4)

perekonomian masyarakat dan menggerakkan roda

pembangunan. Meskipun demikian, popularitas pasar

tradisional semakin meredup jika dibandingkan dengan

pertumbuhan pasar-pasar modern seperti pasar swalayan

dan ritel-ritel pasar. Pasar modern di bawah naungan

perusahaan lain memiliki standar kriteria yang harus

dipenuhi sehingga tidak semua kalangan pedagang dapat

memasarkan atau menitipkan barangnya melalui swalayan

ataupun ritel tersebut. Dengan demikian, jika pasar

tradisional tidak lagi dapat bertahan, akan sangat banyak

kerugian dalam perekonomian setempat terganggu.

Secara umum, pasar modern dipersepsikan lebih baik dari

pasar tradisional. Dari segi bukti fisik, misalnya, pasar

tradisional identik dengan ketidaknyamanan, basah,

kumuh, berbau tidak sedap bahkan tidak tertata rapi. Di

lain pihak, pasar modern menata teratur produk-produknya.

Produk tersebut disusun secara rapi, bersih, asri, bahkan

disertai perlengkapan pendukung seperti penyejuk

ruangan.Tawaran-tawaran ini mendorong daya saing pasar

modern menjadi lebih tinggi dari pasar tradisional.

Nielsen (2004) mengungkapkan bahwa pertumbuhan pasar

modern di Indonesia pada hingga pada tahun tersebut

mencapai 31,4% per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan pasar tradisional yang bergerak

pada kisaran 8% per tahun. Jika situasi ini dibiarkan, suatu

saat pasar tradisional akan menghilang dari kehidupan

masyarakat, terlepas dari manfaat yang diberikannya bagi

masyarakat, khususnya pedagang kecil. Di Medan sendiri,

ada 50 pasar tradisional yang menyokong lebih dari 37ribu

kepala keluarga. Jika pasar tradisional menghilang, lebih

dari 37ribu kepala keluarga ditambah dengan tenaga kerja

yang dibawanya mengalami kesulitan.

Revitalisasi pasar tradisional sangat memerlukan loyalitas.

Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa konsumen

yang puas akan melakukan tiga hal, (1) repurchase yaitu

dengan melakukan pembelian ulang di pasar tradisional

tersebut; (2) retain, dengan tidak beralih ke toko-toko

modern yang mulai tumbuh di wilayahnya; dan (3)

recommendation, mengajak orang lain untuk berbelanja di

pasar tradisional. Tiga indikator loyalitas ini memegang

(5)

tradisional di lingkungan masyarakat.

Upaya pencapaian loyalitas itu sendiri, erat kaitannya

dengan kualitas layanan. Loyalitas datang sebagai bentuk

kepuasan. Kepuasan adalah hasil dari perbandingan antara

ekspektasi dengan kenyataan yang dirasakan pelanggan

(Wirtz et al., 2012). Konsumen yang puas melahirkan

loyalitas. Kepuasan pelayanan adalah hasil evaluasi dari

kualitas layanan itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk

memahami kualitas pelayanan yang diberikan oleh pasar

tradisional.

II. TUJUAN PENELITIAN

Pasar tradisional merupakan penyokong perekonomian

masyarakat, pusat ekonomi masyarakat, serta

menggerakkan roda perekonomian dan pembangunan yang

berkelanjutan. Upaya revitalisasi pasar memerlukan

perhatian pemerintah, terutama dalam mengelola loyalitas

pelanggan yang mulai beralih ke pasar-pasar modern.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik

kualitas pelayanan dari pasar tradisional yang belum tertata

rapi dengan pasar tradisional yang lebih tertata rapi.

Persepsi pelanggan atas kualitas pelayanan adalah kunci

dalam menghasilkan kepuasan yang membawa pada

loyalitas pelanggan. Loyalitas adalah target yang harus

dicapai dalam revitalisasi pasar tradisional. Basis penilaian

kualitas pelayanan adalah melalui persepsi pelanggan.

Kualitas pelayanan yang dievaluasi dalam penelitian ini

adalah dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh

Parasuraman et al., (1988), yaitu reliability, responsiveness,

assurance, empathy, dan tangibility.

STUDI LITERATUR

3.1. Pasar Tradisional

Pasar secara umum dikenal sebagai tempat bertemunya

penjual dengan pembeli, penawaran dengan permintaan

yang menghasilkan transaksi barang atau jasa melalui

kesepakatan harga dan kuantitas barang atau jasa yang

dibeli/ditawarkan. Dalam konsep tersebut, pasar adalah

pusat dari segala aktivitas transaksi dalam perekonomian.

(6)

berbentuk non-fisik, misalnya pasar melalui dunia maya,

bahkan transaksi melalui pembicaraan telefon. Pasar secara

fisik sendiri, secara garis bersar terbagi dalam dua

kelompok, yaitu pasar tradisional dan pasar modern.

Perbedaan utama dari pasar tradisional dengan pasar

modern adalah proses tawar-menawar yang terjadi antara

penjual dengan pembeli. Pasar modern sudah tidak

mengenal istilah tawar-menawar. Barang-barang yang

dijual di pasar modern harus melalui inspeksi standar mutu

dan dijual dengan price tag yang merupakan harga tetap

bagi produk yang ditawarkan. Sebaliknya, pada pasar

tradisional, belum ada inspeksi standar mutu yang jelas,

membuat setiap pedagang dapat menawarkan semua

produknya serta terjadi tawar menawar yang menghasilkan

kesepakatan harga untuk mencapai win-win solution antara

penjual dengan pembeli. Faktor ini lah yang membuat

revitalisasi pasar tradisional menarik.

Pemerintah Kota Medan (2013) mendata bahwa di seluruh

wilayah Kota Medan terdapat 50 pasar tradisional yang

masih aktif. Program Pemerintah Kota Medan

mengupayakan penertiban wilayah pasar tradisional yang

terkadang menimbulkan kemacetan lalu lintas. Dalam

situasi ini, kategori pasar tradisional di Kota Medan dapat

dibedakan menjadi pasar tradisional yang belum tertata rapi

dengan pasar tradisional yang sudah tertata rapi.

Karakteristik utama yang membedakan kedua kelompok ini

adalah tata pasar yang tertib. Pasar yang sudah tertata rapi

tidak memakan bahu jalan umum serta sudah mulai

memiliki gedung-gedung permanen tempat pedagang

memasarkan produknya. Pasar yang belum tertata rapi

umumnya masih memakan bahu jalan sehingga

menimbulkan kemacetan, serta membentangkan

dagangannya tidak pada tempak yang semestinya.

3.2. Konsep Kepuasan

Robbins dan Judge (2013) menyatakan bahwa kepuasan

adalah perasaan positif yang dirasakan seseorang

berdasarkan apa yang dialaminya. Kotler dan Keller (2012)

menyatakan bahwa kepuasan dipahami sebagai post service

experience. Apabila pengalaman yang dirasakan konsumen

dalam konsumsi jasa melebihi atau setidaknya sama

(7)

mengkonsumsi jasa tersebut, mereka akan merasakan

kepuasan. Sebaliknya, bila ekspektasi lebih besar dari

pengalaman yang dirasakan setelah mengkonsumsi jasa,

konsumen akan mengalami ketidakpuasan. Tjiptono (2006)

menyatakan bahwa kepuasan ini dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal yang mempengaruhi persepsi

konsumen pada konsumsi jasa yang dilakukan. Salah satu

faktor penting dalam evaluasi kepuasan dalam pelayanan

adalah kualitas pelayanan yang diberikan pemberi jasa

tersebut.

Pada pasar tradisional, konsumen berinteraksi langsung

dengan pemberi layanan, yaitu pasar dan pedagang di

dalamnya. Kepuasan konsumen atau pengunjung pasar

akan terevaluasi setelah pengunjung merasakan pelayanan

yang diberikan pasar (service encounter). Dengan

demikian, kualitas pelayanan menjadi penting dalam

menciptakan kepuasan yang mengarah pada loyalitas dan

kesuksesan revitalisasi pasar.

3.3. KUALITAS PELAYANAN

Konsep dari kualitas pelayanan yang hingga saat ini masih

secara luas digunakan dalam mengukur kualtias pelayanan

adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh Parasuraman

et al. (1988). Konsep ini juga masih digunakan hingga saat

ini. Tjiptono (2006) dan Wirtz et al.,(2012) memberikan

dimensi dalam mengukur kualitas pelayanan dari suatu jasa

sebagai berikut:

Reliability, yaitu pemberian layanan yang dijanjikan

dengan akurat dan selalu konsisten dengan harapan

konsumen.

Responsiveness, yaitu pemberian layanan yang diberikan

para staff untuk membantu serta menanggapi permintaan

konsumen dengan cepat dan sigap

Assurance, yaitu pemberian layanan yang memberikan

kepastian pelayanan yang diberikan kepada pelanggan

dengan menjamin layanan yang diberikan.

Emphaty, yaitu pemberian layanan dengan memposisikan

diri pemberi layanan dalam sudut pandang konsumen,

mengerti konsumen, membangun relasi serta komunikasi

(8)

Tangibility, yaitu keadaan fisik yang menjadi bukti fisik

pemberian layanan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan mengelompokkan pasar

tradisional dalam kategori pasar tradisional yang belum

tertata rapi dan pasar tradisional yang sudah tertata rapi

dengan dasar kepadatan pasar saat service encounter di

masing-masing pasar terjadi. Setiap kategori diwakilkan

oleh dua pasar tradisional yang mencerminkan secara jelas

kategori pengelompokan yang dilakukan. Pasar tradisional

yang belum tertata rapi diwakilkan oleh Pasar Tradisional

Simpang Limun (SM Raja) dan Pasar Tradisional

Sukatamai (Sukaramai). Pasar tradisional yang sudah

tertata rapi diwakilkan oleh Pasar Petisah Medan (Petisah)

dan Pasar Ikan Lama (Pajak Ikan Lama). Karakteristik

pembeda antara keduanya adalah keteraturan tata pasar

yang mempengaruhi mobilitas masyarakat.

Data pada penelitian dikumpulkan dengan menggunakan

kuesioner terstruktur yang diturunkan berdasarkan teori

dan konsep-konsep kualitas pelayanan (Parasuraman et al.

1988; Writz et al., 2012). Dimensi yang digunakan adalah

reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan

tangibility. Setiap butir pernyataan diukur dengan

menggunakan 5-point Liker scaleyang mengukur tingkat

kesetujuan pada kualitas pelayanan yang diberikan.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan 200 sampel

yang tersebar secara proporsional pada wilayah yang

tetapkan sebagai lokasi penelitian. Data yang terkumpul

dianalisis dengan metode analisis diskriminan dengan

bantuan SPSS.

V. PEMBAHASAN

Persepsi atas kualitas pelayanan yang diberikan pasar pada

dasarnya bersifat personal. Hal ini mengindikasikan bahwa

preferensi setiap individu akan mempengaruhi persepsinya

atas suatu hal, misalnya pada pelayanan yang diberikan.

Akan tetapi, persepsi bersifat universal (Hammermesh,

(9)

dapat dikelompokkan sebagai outlier dari penilaian yang

dilakukan individu-individu lain secara umum. Secara

rata-rata, hasil persepsi pengunjung pasar tradisional di kedua

pasar tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Rata-Rata Persepsi Pengunjung atas Kualitas

Pelayanan

Tabel 1 menginformasikan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan secara rata-rata antara pasar tradisional yang

belum tertata rapi dengan pasar tradisional yang sudah

tertata rapidalah hal persepsi kualitas pelayanan pasar.

Pada umumnya, pasar tradisional yang sudah tertata rapi

lebih mampu memberikan kualitas pelayanan yang lebih

baik daripada pasar tradisional yang belum tertata rapi.

Perbedaan yang paling nyata adalah dari sisi bukti fisik dari

pelayanan yang diberikan. Pasar tradisional yang tertata

lebih rapi dan tertib dipersepsikan lebih baik oleh

pengunjung.

Data penelitian, secara lebih lanjut lagi, dianalsis dengan

menggunakan analisis diskriminan. Tabel 2 dan Tabel 3

menunjukkan analysis awal dari analsisi diskriminan yang

dilakukan.

Tabel 2 Unstandardized Canonical Discriminant Function

Coefficient

Tabel 2 menunjukkan korelasi yang kuat antara fungsi

diskriminan dengan tingkat perbedaan yang terjadi pada

dimensi kualitas pelayanan (canonical correlation = 0.852).

Fungsi diskriminan, berdasarkan hasil penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Z = -9.094 +0.789Reliability – 0.034Responsiveness+

0.186Assurance+0.221Empathy+1.993Tangibility

(10)

dilakukan dengan mengevaluasi Wilks' Lambda

Distribution dari analisis diskriminan yang ditunjukkan

dalam Tabel 3.

Table 3 Wilks' Lambda Distribution

Test of Function(s)

1

Wilks' Lambda

.273

Chi-square

253.536

df

5

Sig.

.000

Nilai dari Wilks' Lambda berkisar antara 0 hingga 1.

Semakin rendah nilai lambda tersebut, semakin baik

kemampuan model dalam memberikan karakteristik

pembeda dari kelompok yang diajukan. Nilai Lambda

0.273 mengindikasikan model sangat baik dalam

mengevaluasi karakteristik perbedaan antara kelompok

pasar yang diajukan. Oleh karena nilai Chi-square dalam

penelitian signifikan (sig = 0.000), maka dapat dinyatakan

secara generalisasi bahwa perbedaan karakteristik yang

terjadi adalah nyata membedakan kelompok pasar tersebut.

Persamaan diskriminan yang dirumuskan dalam penelitian

mengindikasikan bahwa perbedaan antara kedua pasar jelas

terlihat (constant = -9.094). Perbedaan dari dimensi

tangible dari kualitas pelayanan adalah faktor pembeda

yang paling kuat dari kedua jenis pasar, diikuti oleh

kemampuan pasar memberikan empati kepada pelanggan.

Karakteristik yang hanya sedikit menunjukkan pembeda

adalah responsiveness dari pelayanan yang diberikan.

Table 4 Classification Matrix

Tabel 4 memberikan informasi bahwa sebanyak 93.5% dari

(11)

menggunakan model analisis diskriminan yang dilakukan.

Angka ini mengindikasikan model sudah sangat baik dalam

memberikan karakteristik pembeda antara kualitas

pelayanan yang terjadi di pasar tradisional.

Table 5 Standardized Canonical Discriminant Function

Coefficient

Service Quality

Coefficient

Reliability

.261

Responsiveness

-.016

Assurance

.098

Empathy

.100

Tangibility

.943

Tabel 5 memberikan informasi kemampuan relatif dari

masing-masing dimensi kualitas pelayanan dalam

membedakan kelompok dari pasar tradisional. Dimensi

kualitas pelayanan yang sangat jelas membedakan bentuk

pasar tradisional adalah dimensi tangibility, diikuti dimensi

reliability. Dimensi yang hampir tidak memberikan

perbedaan secara analisis diskriminan adalah dimensi

responsiveness.

Table 6 Group Centroids Based on Formula Z

Class

Function at Group Centroids

Pasar tradisional yang belum tertata rapi

-1.622

Pasar tradisional yang sudah tertata rapi

1.622

Tabel 6 mengindikasikan bahwa klasifikasi pasar dalam

formula diskriminan Z, apabila nilai Z < 0, maka

karakteristik pasar tersebut terkelompok dalam pasar

tradisional yang belum tertata rapi, dan apabila nilai Z > 0,

maka karakteristik pasar terkelompok dalam pasar

(12)

selanjutnya dalam upaya revitalisasi pasar sebaiknya

dilakukan secara berbeda antara pasar tradisional yang

sudah dan yang belum tertata rapi.

VI. DISCUSSION

Penelitian ini hendak memahami secara lebih mendalam

tentang dua hal. Pertama, apakah persepsi dari kualitas

pelayanan yang dirasakan pengunjung pasar tradisional

berbeda antara pasar tradisional yang sudah tertata rapi

dengan yang belum tertata rapi. Upaya pemerintah dalam

menggalang kerapian pasar tradisional sering sekali

mengundang pro-kontra. Kedua, peneliti tertarik untuk

membahas model diskriminan agar dapat dikembangkan

dalam membantu pengambilan keputusan revitalisasi pasar

yang lebih baik lagi.

Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa persepsi

kualitas pelayanan dari pengunjung pasar tradisional

berbeda secara signifikan dari setiap dimensi kualitas

pelayanan yang diajukan. Pasar yang sudah tertata rapi

dipersepsikan lebih baik dari segala aspek oleh

pengunjung. Temuan ini sudah menjawab dengan baik

tujuan pertama dari penelitian. Temuan ini sejalan dengan

temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa

image dan kondisi pasar mempengaruhi perilaku konsumen

dalam memilih man loyal terhadap suatu pasar (Kuusik,

2007; Doherty dan Nelson, 2008; Ray dan Chiagouris,

2008; Rahadi, 2012). Temuan ini mendukung program

pemerintah dalam upaya penertiban pasar-pasar tradisional.

Hasil analisis klasifikasi pasar berdasarkan model

diskriminan memberikan informasi bahwa sebanyak 93.5%

dari sampel terkategori secara tepat melalui model

diskriminan yang dirumuskan dalam penelitian. Angka ini

terkategori dalam kelompok prediktor yang sangat baik

dalam mengelompokkan pasar tradisional tersebut. Dengan

demikian, tujuan penelitian kedua telah tercapai. Model

diskriminan yang diperoleh dalam penelitian adalah

prediktor yang sangat baik dalam mengevaluasi kualitas

pelayanan antar pasar yang telah tertata dengan baik dan

yang belum. Faktor pembeda yang sangat kuat terjadi pada

persepsi tangibility dari kualitas pelayanan. Reliabilityjuga

sangat dipengaruhi pada kondisi pasar yang lebih rapi.

(13)

antara pasar yang tertata rapi dengan baik dengan yang

belum. Dengan demikian, kualitas pelayanan akan

dipersepsikan lebih baik pada pasar yang sudah tertata

dengan rapi.

Dalam upaya revitalisasi pasar, loyalitas harus dapat

diciptakan. Kualitas pelayanan harus terus ditingkatkan

agar dapat mencapai target kepuasan dan loyalitas

pelanggan (Hafeez dan Muhammad, 2012; Ivanauskienė

dan Volungėnaitė, 2014; Nguyen et al., 2016). Penelitian

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan akan dipersepsikan

pada pasar yang sudah tertata dengan rapi. Program

pemerintah dalam merapikan pasar harus lebih didukung

dan diedukasi ke masyarakat. Masyarakat menolak

program penertiban pasar karena belum mampu

memproyeksikan manfaat dari penertiban yang dilakukan.

Dalam jagka panjang, penertiban yang dilakukan dapat

meningkatkan pertumbuhan pasar tradisional. Pasar

tradisional memiliki nilai pembeda, kemampuan tawar

menawar yang memberikan kemudahan bagi konsumen

dalam mencari harga keseimbangan. Daya tarik pasar

tradisional akan meningkat dan mampu bersaing dengan

maraknya ritel pasar modern yang tumbuh pesat,

khususnya di jalan-jalan utama Kota Medan.

VIII. KESIMPULAN

Penelitian ini memberikan bukti empiris yang jelas bahwa

terdapat perbedaan persepsi kualitas pelayanan antara pasar

tradisional yang sudah tertata dengan baik dengan yang

belum tertata dengan baik. Pada umumnya, pasar yang

sudah tertata dengan baik akan memberikan kualitas

pelayanan yang dipersepsikan lebih baik oleh pengunjung.

Dengan demikian, penting untuk meningkatkan penertiban

operasi pasar-pasar tradisional dalam upaya revitalisasi

pasar dan meningkatkan daya saing dengan pasar modern

yang marak tumbuh di lingkungan masyarakat.

Implikasi dari temuan ini dalam pengambilan keputusan

program pemerintah adalah fokus pada penertiban

pasar-pasar tradisional di Kota Medan. Masyarakat, khususnya

pedagang pasar tradisional, harus disosialisasikan tentang

peranan penting dalam penertiban pasar tradisional,

khususnya dalam hal penyampaian manfaat-manfaat yang

(14)

yang sangat kuat antara pasar yang tertata rapi dan dan

tidak adalah bukti fisik layanan dari pasar tradisional

tersebut. Tampilan pasar yang asri mendorong persepsi

yang lebih baik. Dengan demikian, sangat penting peranan

penertiban pasar dalam revitalisasi pasar.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu

diperhatikan. Pertama, ukuran sampel dalam penelitian

relatif terbatas dengan hanya mengambil perwakilan dua

pasar tradisional pada masing-masing klasifikasi yang

dilakukan. Pada penelitian selanjutnya, sangat diharapkan

validitas silang dengan menggunakan jumlah sampel dan

jangkauan pasar yang lebih luas lagi. Selain itu, penelitian

ini menggunakan data yang bersifat subjektif dari

responden. Meskipun sebelumnya sudah ditekankan bahwa

subjektivitas pada suatu objek bersifat universal, namun

tidak menutup kemungkinan bahwa pengunjung pasar

menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya saat

mengisi kuesioner penelitian. Pembaca diharapkan

memahami isi penelitian ini dengan memperhatikan

keterbatasan dalam penelitian.

REFERENSI

Badan Penelitian dan Pengembangan Wilayah Kota

Medan. 2013. Survey Kepuasan Pelanggan terhadap Pasar

Tradisional Kota Medan. Medan: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kota Medan.

Doherty, S., dan Nelson, R. 2008. Customer loyalty to

food retailers in Northern Ireland: ‘devoted loyals ' or

‘promiscuous switchers'?, International Journal of

Consumer Studies, 349-355.

Hafeez, Samraz dan Bakhtiar Muhammad. 2012. The

Impact of Service Quality, Customer Satisfaction and

Loyalty Programs on Customer's Loyalty: Evidence from

Banking Sector of Pakistan, International Journal of

Business and Social Science 3(16), 200-209

Hamermesh, Daniel S. 2011. Beauty Pays: Why Attractive

People Are More Successful. New Jersey: Princeton

University Press, Kindle Edition

Ivanauskienė, Neringa, dan Justina Volungėnaitė. 2014.

1

2

3

4

(15)

Relations between Service Quality and Customer Loyalty:

An Empirical Investigation of Retail Chain Stores in

Emerging Markets, American International Journal of

Social Science 3 (2), 113-120

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2012. Marketing

Management, 14th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Nguyen, The Ninh, Hoang Long Nguyen, Tuan Khanh

Cao, dan Thi Thu Hoai Phan. 2016. The Influence of

Service Quality on Customer Loyalty Intentions: A Study

in the Vietnam Retail Sector, Asian Social Science 12(2),

112-119. Doi: 10.5539/ass.v12n2p112

Nielsen, A.C. 2004. Pasar Tradisional Bakal Tergusur,

Koran Tempo 20 Agustus 2004, www.tempo.co

Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. 1988. A

Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perception

of Service Quality, Journal of Retailing 64, 12-40

Robbins, Stephen P., dan Timothy A. Judge. 2013.

Organizational Behaviour, 15th Edition. New Jersey:

Prentice Hall , E-book Edition

Rahadi, Aswin. 2012. Factors Related to Repeat

Consumption Behaviour: A Case Study in Traditional

Market in Bandung and Surrounding Region, Procedia -

Social and Behavioral Sciences 36, 529 - 539. Doi:

10.1016/j.sbspro.2012.03.058

Ray, I., & Chiagouris, L. 2008. Customer retention:

examining the roles of store affect and store loyalty as

mediators in the management of retail strategies. Journal of

Strategic Marketing, 1-20.

Tjiptono, Fandy. 2006. Pemasaran Jasa. Malang:

Bayumedia Publishing

Wirtz, Jochen, Patricia Chew, dan Christopher Lovelock.

2012. Essentials of Services Marketing, 2nd Edition.

Jurong: Pearson Education South Asia Pte Ltd

Biodata Penulis

Arlina Nurbaity Lubis, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

(SE), Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara,

lulus tahun 1996. Memperoleh gelar Master Of Bussiness

Administrastion (MBA) di Universiti Kebangsaan

Malaysia (UKM) Selangor Malaysia, lulus tahun 2001.

Memperoleh gelar Doktor Ilmu Manajemen di Universitas

(16)

Brawijaya Malang pada tahun 2007. Saat ini menjadi

Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Sumatera Utara.

Prihatin Lumbanraja, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

(SE), Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara,

lulus tahun 1985. Memperoleh gelar Magister Science

(MSi) Program Pasca Sarjana Magister Pengembangan

Wilayah Desa Universitas Sumatera Utara, lulus tahun

1996. Memperoleh gelar Doktor Ilmu Manajemen di

Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2007. Saat ini

menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

(17)

1

[dan Dan]

2

[loyals loyal]

3

[?, ]

4

Unoriginal text: 8 words

5

Unoriginal text: 8 words

6

Unoriginal text: 8 words

www.aijssnet.com/journals/Vol_3_No_…

7

Unoriginal text: 8 words

buscompress.com/uploads/3/4/9/8/34…

8

[dan Dan]

9

Unoriginal text: 8 words

10

(18)

[PrenticeHall Prentice-Hall]

12

[affect effect]

13

Referensi

Dokumen terkait

Cara menanyakan pada pertanyaan ini adalah dengan mananyakan perbaris mulai dari pertanyaan TS01 sampai dengan TS04, karena merukan satu kesatuan, tanyakan terlebih dahulu jarak

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan air sungai Kapuas oleh keluarga yang bermukim di sekitar sungai Kapuas terhadap

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan usaha yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika dan itu semua tidak terlepas dari usaha

Contoh sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui adalah berupa bahan tambang diantaranya minyak bumi, gas bumi, batu bara, emas, perak, besi, intan, nikel

Lampiran A memuat semua bentuk dokumen keluaran yang dipakai pada sistem yang berjalan dalam bentuk foto copy atau scan yang sesuai dengan Analisa Keluaran.. Lampiran B memuat

[r]

1) Tulisan ‘tabel’, nomor tabel dan judul tabel dicantumkan di atas tabel, di tengah- tengah antara tepi kanan dan kiri. 2) Judul tabel ditulis di bawah nomor tabel

(2005) menjelaskan bahwa biosorpsi dan akumulasi zat polutan oleh tumbuhan dapat terjadi melalui tiga proses yaitu biosorpsi logam oleh akar, translokasi zat