• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Hasil Pengumpulan Data

Dari data produktifitas seksi PCF berdasarkan project yang diperoleh pada project pembuatan die Pakistan, Yaris, dan D38A dapat dituangkan dalam bentuk

grafik sebagai berikut :

Grafik Produktifitas

133

90,7

66 66 66

105

0 20 40 60 80 100 120 140

Yaris Pakistan D38A

Project

Jam/Pola

Aktual Target Manajemen

Grafik 4.1 Grafik Produktifitas Seksi PCF

Data tersebut merupakan data rata-rata dari semua pola die yang dikerjakan per- project-nya. Dalam satu project, terdiri dari banyak die dengan waktu pengerjaan

yang berbeda-beda. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah pola die masih diatas target yang ditetapkan perusahaan. Tingginya waktu pembuatan pola, berarti semakin tinggi biaya yang

(2)

dikeluarkan untuk proses pembuatan pola. Berdasar grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan ada suatu masalah yang menyebabkan cukup tingginya selisih waktu pembuatan pola die aktual dengan standard waktu yang ditetapkan perusahaan.

Pembuatan suatu pola meliputi suatu beberapa proses yang berkesinambungan. Urutan proses tersebut adalah : pembacaan gambar, pemotongan material, lay outing, pembentukan konstruksi, pemesinan profil dinding konstruksi, Proses tahap ahir (finishing), dan terahir pengecheckan. Untuk lebih jelasnya, proses pembuatan pola die dapat dilihat pada gambar di bawah

Gambar 4.1 Alur Pembuatan Pola Dies

BACA GAMBAR POTONG MATERIAL LAY OUTING

PEMBENTUKAN KONSTRUKSI

FINISHING PEMERIKSAAN

PEMESINAN PROFIL

(3)

Waktu rata-rata yang diperlukan untuk membuat pola die dapat dilihat pada tabel di bawah :

No Proses Waktu (jam)

1 Baca gambar 4,4

2 Potong material 12

3 Lay outing 5,3

4 Pembentukan konstruksi 49,4

5 Pemesinan profil 4,2

6 Finishing 0,5

7 Pengechekan 14,9

Total 90,7

Tabel 4.1 Tabel proses dan waktu pembuatan konstruksi

Urutan data tersebut dapat ditampilkan dalam suatu grafik yang memperlihatkan proses mana saja yang membutuhkan waktu yang lebih besar dibanding proses lainnya, sehingga dapat diprioritaskan ke mana penelitian ini akan diarahkan. Alat yang digunakan di sini adalah grafik Pareto. Detail grafik Pareto dapat dilihat sebagai berikut :

Grafik 4.2 Grafik pareto proses Pembuatan Pola

Grafik Pareto Waktu Pembuatan Pola

70,9%

84,1%

90,0%

99,4%

94,9%

54,5%

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Konstruksi Pem

eriksaan Potong Material

Lay outing

Baca ga mbar

Pemesinan

Finishing

Proses

Waktu

0,0%

25,0%

50,0%

75,0%

100,0%

Prosentase

(4)

Berdasar grafik tersebut diketahui bahwa waktu tertinggi yang diperlukan untuk pembuatan sebuah pola die adalah proses pembuatan konstruksi. Untuk memenuhi target perusahaan yaitu waktu pembuatan pola die 66 jam, maka pembuatan konstruksi die harus diturunkan dari waktu rata-rata sekarang 90,7 jam/pola menjadi 66 jam/pola atau turun 24,7 jam.

Dari hasil pendataan dan pengamatan pada die yang sedang dikerjakan (die AN), proses pembuatan konstruksi pola die meliputi 3 proses, yaitu :

Gambar 4. 2 Proses dan waktu pembuatan rangka pada order konstruksi AN Pemasangan

Rangka

Pemotongan dan Penambalan sudut

(chamfering)

Pembuatan lubang dudukan pengangkat die

(hook)

Waktu : 27 jam

Waktu : 26 jam

Waktu : 3,9 jam

(5)

Jumlah waktu yang diperlukan untuk pembuatan kostruksi pada data pengamatan diatas adalah 56,9 jam. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa, panjangnya waktu pembuatan konstruksi disebabkan oleh :

a. Metode yang belum optimal sehingga proses pemasangan rangka yang dilakukan secara manual lama.

b. Lamanya waktu yang diperlukan untuk memotong bagian siku konstruksi dan penambalan sudut siku agar casting tidak retak (proses chamfering).

c. Pembuatan dudukan pengangkat die dilakukan secara berulang, perlu proses penambalan dan penggosokan agar halus.

Untuk mencari akar penyebab kenapa permasalah ini terjadi dituangkan dalam tahap analisa data

4.2 Analisa Data

4.2.1 Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Fishbone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang

menunjukkan hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan yang ditinjau dari berbagai faktor yang ada.

Dari hasil pengumpulan data kemudian dicari akar penyebab permasalahan yang dapat ditinjau dari beberapa faktor yaitu faktor metode, faktor alat, faktor lingkungan, faktor material, dan faktor manusia. Dari data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua masalah terletak di metode yang digunakan untuk

(6)

pembuatan konstruksi pola. Adapun bentuk diagram tulang ikan dari masalah di atas dapat dilihat sebagai berikut :

Diagram 4. 1 Diagram Tulang Ikan

Angka 1,2,3,dan 4 pada gambar diagram tersebut merupakan prioritas penanggulangan. Prioritas tersebut didaptkan dari data yang diperoleh saat proses pengumpulan data, dan bisa dijabarkan sebagai berikut :

No Masalah Waktu (jam/die) Prioritas

1 Potongan rangka berupa bagian per bagian 27 1 2 Dua bidang rangka saling tegak lurus 26 2 3 Styrofoam sisa (scrap) terjebak di lubang 2,4 3 4 Diameter pelubang tidak sama dengan

diameter gambar 1,5 4

(7)

4.3 Rencana dan Proses penanggulangan

Dari akar penyebab terjadinya masalah yang dapat dilihat pada diagram tulang ikan di atas, dilakukan suatu proses penanggulangan dengan perencanaan yang matang. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan solusi terbaik, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai. Apabila proses penanggulangan pertama masih gagal, dilakukan penenggulanagn berikutnya sampai semua masalah teratasi. Proses penanggulangan berulang biasa disebut dengan siklus PDCA (Plan – Do – Check – Action)

4.3.1 Potongan Rangka berupa Bagian per Bagian 4.3.1.1 Rencana Penaggulangan

Untuk menanggulangai penyebab pertama lamanya waktu pembuatan konstruksi pola die dilakukan perencanan sebagai berikut :

a. Dipotong sekaligus di mesin CNC (Computer Numerical Control ) dengan data yang dibuat secara manual. Kemungkinan dilakukan penanggulangan dengan cara ini kecil, karena waktu untuk membuat program untuk mesin lama dan dimensi bisa berbeda-beda tergantung kelas die. Selain itu waktu yang diperlukan untuk proses input lama.

b. Dipotong sekaligus di mesin potong vertikal khusus untuk styrofoam.

Kemungkinan penanggulangan ini dilakukan besar, karena semua operator bisa melakukannya dan tidak perlu ada investasi tambahan disebabkan mesin potong vertikal sudah ada.

(8)

4.3.1.2 Proses Penanggulangan

Penanggulanagn penyebab pertama adalah pemotongan dilakukan di mesin potong vertikal. Urutan proses yang dilakukan operator sebagai berikut :

Gambar 4.3 Proses Penanggulangan dengan pemotongan di mesin potong vertikal

Hasil dari penanggulangan tersebut sebagai berikut : a. Waktu masih tinggi : 25 jam/konstruksi b. Hasil potongan tidak rata

Pembuatan lay out dengan memberi tanda permukaan styrofoam

Proses pemotongan

Penambalan dengan material lain di bagian bawah

(9)

4.3.1.3 Proses PDCA

Karena hasil yang tidak bagus, dilakukan PDCA untuk menghasilkan penaggulangan yang lebih optimal, yaitu dengan menngunakan mesin CNC dengan program yang makro1 yang dibuat sesuai kelas die dan data disimpan di mesin CNC Kikukawa 2. Alur proses pembuatan data sebagai berikut :

Gambar 4.4 Alur Proses PDCA-1 penyebab pertama

1 Program makro adalah program dengan bahasa mesin, dan merupakan fasilitas dari pembuat mesin tersebut

2 Mesin Kikukawa adalah jenis mesin CNC yang digunakan untuk mengerjakan konstruksi dan pembuatan model pola dari Styrofoam. Mesin ini tidak dipergunakan untuk mengerjakan benda yang terbuat dari material keras seperti logam.

Pembuatan program Server Pengiriman Data

Uji coba Penyimpanan data di Mesin

(10)

Hasil dari penaggulangan PDCA-1 konstruksi jadi, tetapi jumlah kotak yang bisa dihasilkan hanya 18, sehingga tidak optimal.

4.3.1.4 Proses PDCA-2

Hasil penanggulangan di langkah PDCA-1, jumlah kotak yang dihasilkan mesin hanya 18 buah. Hal ini masih kurang, karena untuk dies dengan kelas besar memerlukan jumlah kotak yang jauh lebih besar (20-36 kotak). Untuk PDCA ke-2, data langsung disimpan di komputer server dan langsung dijalankan di mesin, hasilnya mesin CNC tidak bisa membaca (error)

Gambar 4.5 Alur Proses PDCA-2

Pembuatan program Server Pengiriman Data

Uji coba

(11)

4.3.1.5 Proses PDCA-3

Karena proses penanggulangan di PDCA-2 belum bisa terlaksana, maka dilakukan penanggulangan di PDCA-3. Data yang dibuat oleh operator merupakan data dengan bahasa mesin (makro). Agar bisa dibaca oleh mesin, data dibuat ulang dengan G-code1 dan disimpan di komputer server. Selanjutnya data dikirimkan ke mesin langsung tanpa harus di simpan di mesin CNC.

Gambar 4.6 Alur Proses PDCA-3

1 Program untuk mesin CNC dengan kode M,I,J,K,F dan G serta angka-angka tertentu yang mengatur pergerakan mesin

#100=40.0;

#102=FIX[#100/10];

#105=0;

WHILE[#105LT#102]DO1;

#100=40.0;

#102=FIX[#100/10];

Program makro

G90G01G17X75.0Y75.0F2;

G91G01Z-160.0F7000;

G90G01G17X105.0Y75.0;

X105.0Y85.0;

G90G01G17X75.0Y75.0F2;

Diganti dengan G-Code

Data disimpan di kirimkan ke mesin dan diujicoba

(12)

Hasil dari PDCA-3 adalah sebagai berikut :

a. Data yang dibuat dan disimpan di komputer server dapat dibaca mesin, sehingga proses langsung bisa dikerjakan di mesin CNC. Kualitas hasil dari mesin bagus, karena keakuratan mesin CNC sampai 0,01 mm. Kotak dalam satu konstruksi yang dihasilkan lebih dari 18 buah kotak.

b. Waktu proses dari pembuatan rangka dengan metode baru ini : - Layouting : 5,3 jam

- Pemrosesan rangka : 5,4 jam - Total waktu : 10,7 jam

4.3.2 Dua Bidang rangka Saling Tegak Lurus

Pertemuan 2 bidang rangka yang vertikal dan horizontal bila nantinya diteruskan ke proses pengecoran menyebabkan retak di bagian yang lancip dan terjebaknya pasir ke styrofoam. Ilustrasi bagian yang tidak bagus bila dilanjutkan ke proses pengecoran sebagai berikut :

Gambar 4.7 Bidang mudah retak di bagian konstruksi

Mudah retak di sisi lancip

Pasir terjebak dan mudah retak

(13)

4.3.2.1 Rencana Penanggulangan

Bagian ujung yang lancip selalu dibuat chamfer (miring) oleh operator PCF, dan bagian siku dipertemuan 2 bagian rangka vertikal dan horisontal selalu ditambal dengan styrofoam yang dipotong membentuk segitiga. Proses pemotongan ujung yang lancip mudah dan cepat, tetapi untuk menambal dan membentuk chamfer di pertemuan 2 bidang membutuhkan waktu yang lama karena perlu proses pemotongan styrofoam menjadi bentuk segitiga, proses pengeleman, dan perlu waktu tunggu agar

lem dan bagian sudut kering. Sebagai penanggulangan agar proses pembuatan chamfer di bagian sudut ini cepat, direncanakan penanggulangan sebagai berikut :

a. Pada bagian siku ditambal dengan jelly. Kemungkinan ini dilaksanakan kecil, karena butuh investasi tambahan dan waktu tunggu sampai jelly kering

b. Bagian siku dibuat dengan mesin CNC menggunakan cutter ball endmill.

Kemungkinan hal ini dilakukan besar karena tidak perlu waktu tunggu dan alat serta mesin sudah tersedia.

4.3.2.2 Proses Penanggulangan

Pembentukan konstruksi dengan NC data semula dikerjakan dengan cutter ballmill diameter 30 agar cepat. Chamfer di bagian sudut yang diinginkan 10 mm.

Agar di bagian sudut sesuai standard, dirubah menjadi radius 10 mm dengan cutter ball endmill diameter 20. Cutter ini sudah ada di library mesin dan tinggal

diaplikasikan untuk pembuatan konstruksi pola. Alur proses pembuatan radius di bagian sudut sebagai pengganti proses pembuatan chamfer dengan cara manual diilustrasikan pada gambar 4.9

(14)

Gambar 4.8 Alur Penanggulangan bidang rangka tegak lurus Hasil dari proses penanggulanag penyebab masalah ke-2 :

- Waktu potong material : 6,0 jam - Waktu pembuatan radius : 5,3 jam - Total waktu yang diperlukan : 11,3 jam

Pembuatan program Komputer Server Pengiriman Data

Uji coba Hasil = radius 10 mm

(15)

4.3.3 Styrofoam sisa proses (scrap) terjebak dalam lubang

Scrap hasil pelubangan terjebak di dalam lubang pengangkat die. Lubang

pengangkat die berfungsi sebagai tempat mengaitnya tali crane ke die saat proses pengangkatan atau pemindahan. Posisi lubang pengangkat (hook) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.9 Posisi pengangkat die

Saat proses pelubangan, scrap didorong oleh alat pelubang ke dalam lubang sehingga proses pelubangan harus dikerjakan berulang karena diperlukan proses pengambilan scrap sebelum ditambah kedalamannya sesuai gambar.

Gambar 4.10 Scrap terjebak di lubang scrap terjebak di

dalam lubang

(16)

4.3.3.1 Rencana Penanggulangan

Rencana yang disusun untuk menanggulangi penyebab permasalah ini :

a. Lubang dibuat tembus, selanjutnya dilakukan penambalan. Kemungkinan implementasi kecil karena butuh waktu untuk pembuatan dinding penambal dan waktu tunggu proses pengeringan lem.

b. Bagian kepala pelubang dilubangi sehingga scrap dapat terlempar ke luar saat proses pelubangan. Kemungkinan hal ini dilakukan besar, karena alat-alat yang diperlukan sudah tersedia.

4.3.3.2 Proses Penanggulangan

Pada bagian alat pelubang dudukan hook di lubangi di 4 bagian dengan bor diameter 16mm. Saat proses pelubangan di styrofoam, scrap terlempar ke luar melewati lubang tersebut.

Gambar 4.11 Lubang pada alat pembuat dudukan pengangkat die

Hasil dari prose penanggulangan ini, masih menyisakan satu masalah baru yaitu scrap hasil pelubangan meluncur ke luar, sehingga membutuhkan waktu untuk membersihkan lantai setelah proses.

Alat pelubang di bor

(17)

Ilustrasi proses terbuangnya scrap dapat di lihat pada gambar berikut.

Gambar 4.12 Scrap terlempar ke luar saat proses

4.3.3.3 PDCA-1 Penyebab masalah ke-3

Untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mebersihkan lantai, dilakukan proses PDCA dengan menambahkan alat pencegah scrap ke luar dari alat sehingga proses pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.

Gambar 4.13 Alat pelubang dilengkapi dengan kotak untuk mencegah scrap terbuang ke luar

(18)

Hasil dari PDCA tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk proses pelubangan dapat ditekan menjadi 0,7 jam

4.3.4 Diameter Pelubang tidak sama dengan Diamater pada Gambar

Ukuran standard dari diameter pelubang adalah 85 mm, sedangkan lubang yang diinginkan oleh gambar konstruksi berdiameter 80 mm. Hal ini menyebabkan saat pembuatan dudukan hook, lubang harus ditambal. Proses penambalan ini memerlukan waktu pembuatan penambal dan waktu tunggu sampai lem kering.

Gambar 4.14 Perbedaan diamater pelubang dengan ukuran yang diharapkan 4.3.4.1 Rencana Penanggulangan

Rencana untuk menanggulangi masalah ini dengan membuat mata pelubang baru berdiamater sesuai gambar. Dengan demikian, tidak perlu waktu penambalan karena hasil lubang yang lebih besar dari ukuran gambar.

4.4.3.2 Proses Penanggulangan

Proses kerja pembuatan alat pelubang sebagai berikut :

a. Gambar ukuran sesuai dimensi yang diinginkan (diameter 80 mm) b. Proses pemesinan sesuai ukuran gambar

Pelubang

Ø85 Ø80

Styrofoam

(19)

c. Proses uji coba ke styrofoam

Gambar 4.15 Ukuran alat pelubang baru 4.4.3.3 Hasil Penanggulangan

Hasil ujicoba pada styrofoam masih belum masuk ke standard, karena diameter lubang 81 mm (di luar standard yang harusnya 80mm ±0,5 mm). Hal ini disebabkan karena material styrofoam lunak, sehingga hasil lebih lebar.

4.4.3.4. PDCA penyebab ke-4

Untuk menanggulangi permasalah ini, diameter pelubang harus dikecilkan.

Hasil yang diinginkan sesuai standard adalah 80 mm, sehinga untuk mendapatkan hasil tersebut diameter pelubang dibuat 79 mm.

Hasil dari PDCA-1 sebagai berikut :

- Diameter lubang menjadi 80 mm

- Waktu pelubangan : 0, karena bisa dilakukan bersamaan penanggulangan masalah ke-3

4.2 Evaluasi Hasil Penanggulangan

Dengan berbagai metode penanggulanagn serta proses PDCA untuk mendapatkan hasil terbaik, waktu pembuatan pola die setelah proses penanggulangan dapat dilihat pada grafik 4.2.

(20)

Grafik 4.3 Grafik Hasil Evaluasi

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk membuat pola die telah berada di bawah target perusahaan. Penanggulangan yang dilakukan mulai bulan April-Mei 2009 memenuhi target. Karena proses

GRAFIK PENURUNAN WAKTU PROSES PEMBUATAN KONSTRUKSI

57,2

72,4

61,7

70,7

54,7

22,7 49,4

23,7 49,4

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Okt 08 Nop 08 Des 08 Jan 09 Feb 09 Mar 09 Apr 09 Mei 09 BULAN

JAM/POLA 26,7

Penanggulangan 1&2

Penanggulangan 3&4

GRAFIK PENURUNAN WAKTU PROSES PEMBUATAN KONSTRUKSI

89 103 105

65 90,7

64 90,7

90,7

66

0 20 40 60 80 100 120

Okt 08 Nop 08 Des 08 Jan 09 Feb 09 Mar 09 Apr 09 Mei 09 BULAN

JAM/POLA

Waktu pembuatan pola Target Perusahaan

Sebelum Saat dan sesudah penelitian

(21)

penanggulangan menimbulkan perubahan metode, maka standard pekerjaan seksi PCF juga mengalami perubahan.

Dari grafik tersebut 4.3 tersebut pula dapat dilihat perbedaan waktu pembuatan pola die casting yang signifikan. Waktu rata-rata sebelum penelitian 90,7 jam/pola berkurang menjadi 64 jam/pola atau di bawah angka standard yang diperbolehkan oleh perusahaan. Dengan ditemukannya metode baru, urutan proses pembuatan pola die pun berubah. Alur proses yang baru lebih optimal dan mempunyai efektifitas yang lebih baik dibanding alur proses yang lainb. Berikut perbandingan urutan proses pembuatan pola die.

Gambar 4.16. Alur Proses Pembuatan Pola Die yang Lama dan Baru Sebelum BG

Baca Gambar

PM Potong Material

LO Lay Outing

Pb K Pembentukan

Konstruksi

PP Pemesinan

Profil

F Finishing

C Check

Sesudah BG

Baca Gambar

PM Potong Material

LO Lay Outing

PP Pemesinan Konstruksi

PP Pemesinan

Profil

PP Pembentukan

Konstruksi

F Finishing

C Check

(22)

Gambar 4.17 Detail Perbedaan Proses dan Waktu Pembuatan Pola

Gambar

grafik sebagai berikut :
Gambar 4.1 Alur Pembuatan Pola Dies
Tabel 4.1 Tabel proses dan waktu pembuatan konstruksi
Gambar 4. 2 Proses dan waktu pembuatan rangka pada order konstruksi AN Pemasangan Rangka Pemotongan dan Penambalan sudut (chamfering) Pembuatan lubang dudukan pengangkat die (hook) Waktu : 27  jam Waktu : 26 jam Waktu : 3,9 jam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dikarenakan pada saat mengolah makanan tidak dilakukan dengan baik dan hygiene, tidak menggunakan celemek dan penutup kepala, pencucian bahan makanan tidak

a) Memberikan informasi tentang pengaruh jenis format dan genre game yang berbeda terhadap munculnya gejala cybersickness. b) Mendorong pengguna dan konsumen video game

Beberapa dimensi dari indikator kualitas lingkungan yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar adalah: kualitas udara, kualitas air,

Depo Farmasi Rawat Jalan melayani pasien poliklinik, jaminan kantor, asuransi perusahaan, juga resep pegawai yang obatnya tidak diberikan di Depo Farmasi Pegawai. Alur pelayanan

Perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks lebih banyak pada pria tidak kawin, berumur ≥ 41 tahun, berpendidikan SD, bekerja sebagai buruh

Skripsi ini menganalisa sebuah novel karya Jane Austen yang berjudul Pride and Prejudice. Novel ini bercerita tentang Elizabeth Bennet. Novel ini menarik untuk dianalisa

Universitas Teuku Umar (UTU) sebagai salah satu perguruan tinggi negeri di provinsi Aceh dituntut untuk dapat meningkatkan kompetensi dosennya, dengan melihat pada peran

Pengujian kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L dengan berbagai campuran bahan bakar dalam mengolah tanah pada penelitian ini dilakukan di lahan kering (lahan