• Tidak ada hasil yang ditemukan

Andre Nur Fathur Rahman 1, Tris Eryando 2. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Andre Nur Fathur Rahman 1, Tris Eryando 2. Abstrak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Determinan Perilaku Tidak Menggunakan Kondom Pada Seks Komersial

Pada Pria Pelanggan Seks di Indonesia Tahun 2011: Analisis Data

Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku 2011

Andre Nur Fathur Rahman1, Tris Eryando2

Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan1,2, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

Depok, 16424, Indonesia E-mail: andrenur.rahman@gmail.com

Abstrak

Pria pelanggan pekerja seks memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV dikarenakan perilaku seks yang tidak aman. Pemakaian kondom yang benar dan konsisten mampu mencegah penularan HIV pada seks berisiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku tidak menggunakan kondom pada seks komersial pada pria pelanggan pekerja seks di Indonesia tahun 2011. Penelitian ini menggunakan sampel 593 pria pelanggan pekerja seks dengan pendekatan pekerjaan seperti tukang ojek, supir truk, pelaut, dan buruh pelabuhan dari Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011. Hasil penelitian menunjukkan proporsi tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks masih tinggi, 68,8%. Sebagian besar pria pelanggan pekerja seks berstatus tidak kawin, 51,2%, sedangkan sisanya berstatus kawin. Umur, kepemilikan kondom, persepsi terkait upaya pencegahan infeksi HIV, dan keterpaparan informasi memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks.

Kata Kunci : pria pelanggan pekerja seks, tidak menggunakan kondom, perilaku berisiko terinfeksi HIV

Determinants of Not Using Condom in Commercial Sex for Male Clients of Sex Workers in Indonesia in 2011: Analysis Data of Integrated Biological-Behavioral Surveillance

(IBBS) 2011 Abstract

Male clients of sex workers have high risk potential of being infected by HIV due to their unsafe sex behavior. Correct and consistent condom use can prevent someone from getting HIV in risky sex. This research aims to see the determinants of not using condom in commercial sex for male clients of sex workers in Indonesia in 2011.This research takes 593 male clients of sex workers as sample related to jobs such as commercial motorcyclists, truck drivers, sailors, and workers in harbor from Integrated Biological-Behavioral Surveillance (IBBS) 2011.This result shows that the proportion of not using condom for male clients of sex workers is poor, about 68.8 %. The majority of male clients of sex workers are not married, 51.2%, whereas the rest are married. Age, ownership status of condoms, perception related to prevention of HIV infection, and exposure of information affect the behavior of not using condom for male clients of sex workers.

(2)

Pendahuluan

Epidemi HIV/AIDS masih menjadi isu global utama kesehatan masyarakat, khususnya di negara-negara yang pendapatannya rendah dan menengah (WHO, 2013). Selama satu dekade terakhir ini, dari tahun 2001 hingga 2011, tren epidemiologi HIV di beberapa negara telah berubah secara dramatis. Tercatat 39 negara dimana jumlah insiden HIV pada orang dewasa turun lebih dari 25% sementara di 9 negara termasuk Indonesia, jumlah insiden HIV pada orang dewasa mengalami kenaikan sebesar 25% (UNAIDS, 2012).

Prevalensi HIV pada populasi umum di kawasan Asia diketahui masih rendah, yaitu <1%. Hanya Thailand, India Utara, dan Provinsi Papua Indonesia yang prevalensinya sudah di di atas 1%. Secara umum prevalensi HIV di Indonesia masih berkisar 0,2%, namun pada beberapa populasi berisiko tinggi telah terlihat peningkatan prevalensi yang signifikan dan stabil sejak tahun 1990-an, seperti pada kelompok pengguna napza suntik, wanita pekerja seks (WPS), dan waria (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2011).

Hubungan heteroseksual, khususnya pada pria yang berhubungan seks dengan wanita pekerja seks, telah ditemukan menjadi bentuk transmisi utama penyakit HIV/AIDS (UNAIDS, 2006; Kemenkes RI, 2012). Mustikawati et al. (2009) menyatakan bahwa ada empat bidang pekerjaan di Indonesia -supir truk, supir taksi, pekerja galangan kapal, dan pelaut- telah menjadi populasi berisiko yang berpotensial menularkan HIV ke populasi umum dari sumber utama penularan HIV seperti pengguna napza suntik dan wanita pekerja seks (WPS). Profesi lain seperti tukang ojek yang mangkal di dekat lokalisasi diketahui berpotensial menularkan ke populasi umum dikarenakan mereka memiliki peran ganda seperti menjadi perantara pelanggan ataupun dia sendiri sebagai klien dari pekerja seks komersial (Junaidi, 2013). Sementara itu buruh pelabuhan, pekerja pertambangan, konstruksi, ranah transportasi, dan polisi/tentara yang menjaga perbatasan diketahui berpotensial menularkan HIV kepada populasi umum dikarenakan tuntutan mobilitas kerja yang tinggi (mobile men), memiliki gaji (money), dan jauh dari pasangan atau keluarga (Harnowo, 2013; Somba, 2010).

Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 mencatat peningkatan prevalensi HIV di kalangan pria risiko tinggi, dimana semula 0,1% (2007) menjadi 0,7% (2011). Imbas dari peningkatan prevalensi HIV pada kelompok pria risiko tinggi diduga meningkatkan jumlah temuan kasus HIV/AIDS pada kelompok ibu rumah tangga yang memiliki risiko tertular dari suaminya (Harahap, 2000; Kemenkes RI, 2012; LKC, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa HIV mulai menginfeksi kelompok yang secara profesi tidak berisiko terinfeksi HIV, namun karena ulah pasangannya kelompok ini menjadi terinfeksi (Permatasari, 2013).

(3)

Sebagai upaya preventif terhadap penularan HIV pada hubungan seks berisiko, pemerintah melalui Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Kemenkes RI, telah melakukan program kampanye penggunaan kondom di tempat-tempat yang berisiko tinggi seperti di lokalisasi dan juga melalui program pencegahan HIV melalui transmisi seksual (KPAN, 2012). Penggunaan kondom yang benar dan konsisten sangat efektif untuk mencegah HIV dan penyakit infeksi menular seksual (WHO, 2014). Kondom latex laki-laki memiliki tingkat proteksi 80% atau lebih besar dalam melawan HIV dan penyakit menular seksual jika digunakan dengan benar dan konsisten, dengan tidak mengabaikan determinan lainnya, seperti jumlah pasangan seks (WHO, 2014; CDC, 2013). Meskipun di tempat-tempat transaksi seks terdapat kampanye penggunaan dan pembagian kondom gratis, namun perilaku penggunaan kondom pada pria risiko tinggi masih rendah. Hasil STBP 2011 menunjukkan konsistensi penggunaan kondom pada pria risiko tinggi pada seks komersial hanya 3%, sementara penggunaan kondom pada hubungan seks komersial terakhir hanya 29%.

Tinjauan Teoritis

Menurut Health Belief Model, perubahan perilaku seseorang dipengaruhi langsung oleh persepsi individu (perceived) dan isyarat dari luar (cues to action). Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor modifikasi (modifying factors) seperti umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan, sementara isyarat dari luar seperti keterpaparan informasi (Glanz, Rimer & Vizwanath, 2008). Sementara itu menurut Information Motivation Behavioral Skill model, informasi dan motivasi adalah dua determinan yang saling berhubungan dan memiliki pengaruh langsung terhadap perubahan perilaku (Fisher & Fisher, 2000). Faktor lain yang mempengaruhi perilaku penggunaan kondom seperti status perkawinan (Ahmed, et. al., 2001), jumlah pasangan seks (Ahmed, et. al., 2001; Macaluso, et. al., 2000), dan ketersediaan kondom (Basuki, et. al., 2002; Tran, Detels, & Lan, 2006).

Metode

Analisis data sekunder dari data penelitian yang menggunakan desain studi cross sectional. Data yang digunakan diperoleh dari Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Populasi dari penelitian ini adalah pria risiko tinggi yang bekerja sebagai supir truk, pelaut/ABK (Anak Buah Kapal), buruh pelabuhan, dan tukang ojek yang berumur 15 tahun ke atas dan terpilih dalam survei. Dalam melakukan pemilihan sampel, penulis hanya memasukkan pria risiko tinggi yang pernah berhubungan seks dan membeli seks sebulan terakhir sehingga untuk selanjutnya sampel pada

(4)

penelitiain ini disebut pria pelanggan pekerja seks. Menurut kriteria inklusi tersebut maka jumlah sampel yang terpilih adalah 593 responden. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif, analisis hubungan sederhana, dan analisis multivariabel. Uji yang digunakan adalah uji kai kuadrat dan uji regresi logistik berganda. Variabel dependen dari penelitian ini adalah perilaku tidak menggunakan kondom, sedangkan untuk varibel independen terdiri dari faktor individu (status perkawinan, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, jumlah pasangan seks, kepemilikam kondom), faktor persepsi individu (persepsi terkait risiko terinfeksi HIV dan persepsi terkait upaya pencegahan infeksi HIV), dan faktor eksternal/cues to action (keterpaparan informasi).

Hasil Penelitian

Analisis Deskriptif

Tabel 1 Perilaku Penggunaan Kondom Pada Pria Pelanggan Pekerja Seks di Indonesia Tahun 2011

Menggunakan Kondom Frekuensi Persentase

Ya, menggunakan Tidak menggunakan 185 408 31,2 68,8 Total 593 100

Sebagian besar pria pelanggan pekerja seks yang membeli seks sebulan terakhir tidak menggunakan kondom (Tabel 1).

Tabel 2 Membeli Seks Sebulan Terakhir Berdasarkan Status Perkawinan Pria Pelanggan Pekerja Seks di Indonesia Tahun 2011

Status Perkawinan Frekuensi Persentase

Kawin Tidak kawin 381 212 46,1 51,6

Sebagian besar pria pelanggan pekerja seks yang membeli seks sebulan terakhir tidak kawin (Tabel 2).

(5)

Tabel 3 Karakteristik Pria Pelanggan Pekerja Seks di IndonesiaTahun 2011

Karakteristik Frekuensi Persentase

Status Perkawinan Kawin Tidak kawin 381 212 64,2 35,8 Umur 15-27 tahun 28-34 tahun 35-40 tahun ≥ 41 tahun 149 174 135 135 25,1 29,3 22,8 22,8 Pendidikan SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Akademi/Perguruan Tinggi 127 185 262 19 21,4 31,2 44,2 3,2 Pekerjaan Buruh pelabuhan Tukang ojek Supir truk Pelaut/ABK 15 66 271 241 2,5 11,1 45,7 40,6 Jumlah Pasangan Seks

> 1 pasangan seks 1 pasangan seks 247 346 41,7 58,3 Kepemilikan Kondom Ya, punya Tidak punya 120 473 20,2 79,8 Pengetahuan tentang HIV, risiko, dan pencegahannya

Tinggi Rendah 271 322 45,7 54,3 Persepsi risiko terinfeksi HIV

Ya, merasa berisiko Tidak merasa berisiko

341 252

57,5 42,5 Persepsi terkait upaya pencegahan infeksi HIV

Serius dan sadar Kurang serius dan sadar

337 256 56,8 43,2 Keterpaparan informasi Terpapar baik Terpapar kurang baik

249 344

42,0 58,0

Pria pelanggan pekerja seks paling banyak berpendidikan tamat SMA. Umur pria pelanggan pekerja seks distribusinya hampir sama namun pria pelanggan pekerja seks yang berumur 28-34 tahun jumlahnya sedikit lebih banyak, yaitu 29,3%. Diketahui pula bahwa sebagan besar pria pelanggan pekerja seks bekerja sebagai pelaut/ABK dan supir truk, memiliki satu pasangan seks, dan hampir semua pria risiko tinggi tidak memiliki kondom. Sementara itu, untuk persepsi sebagian besar pria pelanggan pekerja seks merasa berisiko terinfeksi HIV dan sadar akan upaya pencegahan infeksi HIV. Kemudian, sebagian besar pria pelanggan pekerja seks terpapar kurang baik mengenai informasi yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan sebagian besar berstatus kawin (Tabel 2).

(6)

Sebagian besar pria pelanggan pekerja seks memiliki pengetahuan yang rendah mengenai HIV, risiko, dan pencegahannya. Pengetahuan mengenai HIV, risiko, dan pencegahannya disusun berdasarkan 15 pertanyaan. Berikut penjabaran dari ke-15 pertanyaan tersebut.

Tabel 4 Penjabaran Pengetahuan Pria Pelanggan Pekerja Seks Terkait HIV, Risiko, dan Pencegahannya

Variabel Pengetahuan

Persentase Responden Menjawab

Benar 1. Mengurangi risiko tertular HIV dengan tidak melakukan anal seks

2. Mengurangi risiko tertular HIV dengan cara menggunakan kondom dengan benar setiap kali melakukan seks

3. Mengurangi risiko tertular HIV dengan saling setia pada pasangan 4. Mengurangi risiko tertular HIV dengan mengurangi jumlah pasangan seks 5. Mengurangi risiko tertular HIV dengan makan makanan yang bergizi

6. Mengurangi risiko tertular HIV dengan minum obat antibiotik atau ramuan tradisional sebelum dan sesudah melakukan seks

7. HIV dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk/serangga

8. HIV dapat ditularkan dengan cara menggunakan alat makan dan minum secara bersama dengan sesorang yang sudah terinfeksi HIV

9. HIV dapat ditularkan melalui jarum suntik yang sudah digunakan oleh orang lain 10. HIV dapat ditularkan dari ibu ke anaknya selama masa kehamilan

11. HIV dapat ditularkan dari ibu ke anaknya selama masa menyusui 12. ASI eksklusif dapat mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak 13. Orang yang terinfeksi HIV dapat mendapatkan pengobatan yang memungkinan

mereka hidup lebih sehat untuk waktu yang lebih lama

14. Masih diperlukan usaha pencegahan pada pasangan seks yang keduanya HIV positif 15. Mengetahui seseorang yang sudah terinfeksi HIV hanya dengan melihatnya saja

50,2 73,5 50,1 77,2 33,6 67,1 49,1 46,9 88,2 69,5 72,7 16,7 33,2 15,0 60,5

Tampak bahwa sebagian besar pria pelanggan pekerja seks masih rendah pengetahuannya mengenai cara penularan HIV melalui penggunaan alat makan dan minum bersama dan melalui ASI ekslusif dari ibu ke bayi. Selain itu juga mengenai pengetahuan tentang pengobatan bagi yang terinfeksi HIV dan pencegahan HIV pada pasangan yang keduanya terinfeksi HIV masih rendah (Tabel 4).

(7)

Analisis Hubungan Sederhana

Tabel 5 Hubungan Karakteristik Pria Pelanggan Pekerja Seks Dengan Perilaku Tidak Menggunakan Kondom Tahun 2011

Karakteristik Tidak Menggunakan Kondom OR

(95% CI) p value N % Status Perkawinan Kawin* Tidak kawin 264 144 69,3 67,9 1 0,9 (0,7 - 1,4) 0,782 Umur 15-27 tahun* 28-34 tahun 35-40 tahun ≥ 41 tahun 95 114 94 105 63,8 65,5 69,6 77,8 1 1,1 (0,7 - 1,7) 1,3 (0,8 - 2,1) 1,9 (1,2 - 3,4) 0,742 0,295 0,010 Pendidikan Akademi/PT* SD SMP SMA 13 103 127 165 68,4 81,1 68,6 63,0 1 1,9 (0,7 - 5,7) 1,0 (0,4 - 2,8) 0,8 (0,3 – 2,1) 0,208 0,984 0,635 Pekerjaan Tukang Ojek* Buruh pelabuhan Supir Truk Pelaut/ABK 37 14 181 176 56,1 93,3 66,8 73,0 1 10,9 (1,4 - 88,4) 1,6 (0,9 - 2,7 ) 2,1 (1,2 - 3,7 ) 0,024 0,104 0,009 Jumlah Pasangan Seks

>1 pasangan seks* 1 pasangan seks 172 236 69,6 68,2 1 0,9 (0,7 - 1,3) 0,720 Kepemilikan kondom Ya, punya* Tidak punya 63 345 52,5 72,9 1 2,4 (1,6 - 3,7) 0,0005 Pengetahuan Terkait HIV, risiko, dan pencegahannya

Tinggi* Rendah 172 236 63,5 73,3 1 1,6 (1,1 - 2,2) 0,013 Persepsi risiko terinfeksi HIV

Merasa berisiko* Tidak merasa berisiko

226 182 66,3 72,2 1 1,3 (0,9 - 1,9) 0,128 Persepsi terkait upaya pencegahan infeksi HIV

Serius* Kurang serius 208 200 61,7 78,1 1 2,2 (1,5 - 3,2) 0,0005 Keterpaparan informasi Terpapar baik* Terpapar kurang baik

147 261 59,0 75,9 1 2,2 (1,5 - 3,1) 0,0005 Catatan: (*) merupakan reference category, CI: Confident Interval, OR: Odds Ratio

Nilai odds pada masing-masing variabel independen menunjukkan kecenderungan untuk tidak menggunakan kondom. Odds pria pelanggan pekerja seks yang berstatus tidak kawin 0,9 kali lebih rendah untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang berstatus kawin. Odds variabel independen yang lain dapat dilihat di Tabel 5.

(8)

Analisis Multivariabel

Tabel 6 Pemodelan Multivariabel

Variabel OR 95% CI OR Sig. Tidak kawin 1,3 0,8 - 2,0 0,338 Umur (15-27 tahun)* 28-34 tahun 1,3 0,7 - 2,2 0,410 34-40 tahun 1,6 0,8 - 3,0 0,149 ≥ 41 tahun 2,3 1,2 - 4,5 0,011 Pendidikan(Akademi/PT)* SD 1,4 0,5 - 4,4 0,551 SMP 0,9 0,3 - 2,8 0,893 SMA 0,7 0,3 - 2,1 0,543

Pekerjaan (Tukang Ojek)*

Buruh pelabuhan 2,4 0,3 - 21,7 0,410

Supir Truk 0,8 0,5 ,- 1,6 0,575

Pelaut/ABK 1,2 0,6 - 2,4 0,516

Satu pasangan seks 0,9 0,6 - 1,3 0,514

Tidak memiliki kondom 2,1 1,3 - 3,3 0,001

Pengetahuan rendah 1,1 0,7 - 1,6 0,717

Tidak merasa berisiko 1,0 0,6 - 1,5 0,930

Kurang serius akan upaya pencegahan 1,6 1,0 - 2,5 0,037 Terpapar informasi kurang baik 1,5 1,0 - 2,3 0,036

Catatan: (*) merupakan reference category, CI: Confident Interval, OR: Odds Ratio

Analisis multivariabel dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Dapat dilihat di Tabel 4 nilai odds variabel independen berubah setelah di-adjusted.

Pembahasan

Kegiatan membeli seks tidak semata-mata ditujukan pada mereka yang berstatus single atau tidak kawin, namun juga pada mereka yang berstatus kawin. Apabila dikaji lebih dalam, maka dari pria pelanggan pekerja seks yang berstatus kawin, sebanyak 46,1% membeli seks sebulan terakhir dan mereka yang berstatus tidak kawin, sebanyak 51,6% membeli seks sebulan terakhir (Tabel 2). Hasil analisis multivariabel menunjukkan perubahan nilai odds. Odds pria pelanggan pekerja seks yang tidak kawin 1,3 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang berstatus kawin (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang tidak signifikan, dapat disimpulkan bahwa status perkawinan tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar pria pelanggan pekerja seks baik yang kawin maupun tidak kawin terpapar

(9)

informasi kurang baik dan memiliki pengetahuan rendah. Menurut Macaluso, et al. (2000) banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menggunakan kondom atau tidak, seperti faktor budaya, faktor psikososial (persepsi), dan faktor kontekstual dari penggunaan kondom itu sendiri.

Umur merupakan salah satu konfounding universal selain jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa umur memiliki pengaruh terhadap variabel outcome, dimana dalam penelitian ini adalah perilaku tidak menggunakan kondom. Odds pria pelanggan pekerja seks yang berumur ≥41 tahun 2,3 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang berumur 15-37 tahun (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa umur berpengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks meskipun nilai confident interval OR dari dua kategori umur yang lain, 28-34 tahun dan 35-40 tahun, kurang signifikan (Tabel 6). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, et al. (2001) dimana umur paling muda memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menggunakan kondom dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih tua.

Proporsi tidak menggunakan kondom menurun seiring dengan semakin tingginya pendidikan (Tabel 5). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, et al. (2001) dimana pada mereka yang memiliki pendidikan lebih tinggi atau sederajat dengan SMA dan Akademi/Perguruan Tinggi diketahui lebih konsisten menggunakan kondom pada saat berhubungan seks dibandingkan dengan mereka yang pendidikannya lebih rendah. Dilihat dari rentang nilai confident interval OR dari semua kategori pendidikan tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Barliantari (2007) mengatakan bahwa pendidikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku penggunaan kondom. Artinya, pendidikan memiliki pengaruh terhadap perilaku penggunaan kondom melalui pengetahuan terkait HIV/AIDS dan kondom.

Selain pendidikan, pekerjaan termasuk faktor modifikasi yang berperan secara tidak langsung terhadap perilaku, sebab pekerjaan yang berbeda memberi pengalaman yang berbeda pula pada seseorang (Edberg, 2007). Odds pria pelanggan pekerja seks yang bekerja sebagai buruh pelabuhan 2,4 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang bekerja sebagai tukang ojek (Tabel 6). Sementara itu, odds pria pelanggan pekerja seks yang bekerja sebagai pelaut/ABK 1,2 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja

(10)

seks yang bekerja sebagai tukang ojek (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR semua kategori pekerjaan tidak signifikan maka dapat disimpulkan bahwa pekerjaan tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Glanz, Lewis & Rimer (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor modifikasi yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap perubahan perilaku adalah pekerjaan.

Proporsi pria pelanggan pekerja seks yang memiliki jumlah pasangan seks lebih dari satu sedikit lebih besar untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria risiko tinggi yang memiliki satu pasangan seks saja (Tabel 5). Odds pria pelanggan pekerja seks yang memiliki satu pasangan seks 0,9 kali lebih rendah untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang memiliki pasagan seks lebih dari satu (Tabel 6). Hal ini berarti jumlah pasangan seks menjadi faktor protektif terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks. Selain itu rentang nilai confident interval OR-nya tidak signifikan (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pasangan seks tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks. Temuan ini berbeda dengan penelitian Klavs, et al. (2005) dimana laki-laki yang memiliki lebih dari satu pasangan perempuan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menggunakan kondom dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki satu pasangan perempuan. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menggunakan kondom atau tidak dengan pasangan seksnya. Faktor budaya, faktor psikososial, dan faktor kontekstual yang mempengaruhi seseroang untuk menggunakan kondom atau tidak dengan pasangan seksnya (Macaluso, et al., 2000).

Odds pria pelanggan pekerja seks yang tidak memiliki kondom 2,1 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang memiliki kondom (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kondom berpengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Tran, Detels, dan Lan (2006) meneliti penggunaan kondom pada wanita pekerja seks di kota Hanoi, Vietnam. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa alasan terbesar kedua bagi wanita pekerja seks untuk tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan pelanggan baru maupun pelanggan tetapnya adalah tidak tersedianya kondom di tempat prostitusi/lokalisasi.

Pengetahuan turut andil mempengaruhi penggunaan kondom. Pengetahuan yang baik mengenai kondom dan seks yang aman mampu meningkatkan frekuensi penggunaan kondom

(11)

(Nostlinger, et al., 2010). Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa odds pria pelanggan pekerja seks yang memiliki pengetahuan rendah hampir sama untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang memiliki pengetahuan tinggi (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Menurut Mundiharno (1999) dalam Barliantari (2007) supir truk antar provinsi/kota mengetahui bahwa penggunaan kondom merupakan salah satu cara pencegahan penularan HIV, namun pada praktiknya, penggunaan kondom merupakan hal yang langka. Setidaknya, 94% responden tidak menggunakan kondom karena dianggap mengurangi kenikmatan. Kondom merupakan hal yang menjijikkan dan menyebabkan ketidakenakan (Emiyati, 2003). Isfandari, et al. (2005) dalam Barliantari (2007) menambahkan bahwa penggunaan kondom untuk pencegahan IMS sangat tidak lazim bahkan ada yang beranggapan bahwa AIDS adalah penyakit orang kaya.

Odds pria pelanggan pekerja seks yang tidak merasa berisiko terinfeksi HIV sama untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang merasa berisiko terinfeksi HIV (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terkait risiko terinfeksi HIV tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Menurut Zhao, et al. (2012) persepsi keseriusan terhadap infeksi HIV memiliki hubungan positif pada penggunaan kondom, namun efeknya tidak langsung dan lemah. Lemahnya pengaruh hubungan persepsi keseriusan dan risiko terhadap infeksi HIV dengan penggunaan kondom dikarenakan hubungannya tidak langsung atau dimediasi oleh variabel lain (Carpenter, 2010, dan Strecher et al., 1997, dalam Zhao et al., 2012).

Odds pria pelanggan pekerja seks yang kurang serius akan upaya pencegahan HIV 1,6 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks yang serius akan upaya pencegahan HIV (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terkait upaya pencegahan HIV memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhao, et al. (2012) dimana persepsi positif terhadap penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan infeksi HIV memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku penggunaan kondom di kalangan wanita pekerja seks.

Odds pria pelanggan pekerja seks yang terpapar informasi kurang baik 1,5 kali lebih tinggi untuk tidak menggunakan kondom dibandingkan dengan pria pelanggan pekerja seks

(12)

yang terpapar informasi dengan baik (Tabel 6). Dilihat dari rentang nilai confident interval OR-nya yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa keterpaparan informasi memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks (Tabel 6). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Klavs, et al. (2005) dimana laki-laki yang menerima informasi terkait seksualitas di sekolah memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menggunakan kondom apabila dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan informasi terkait seksualitas di sekolah.

Kesimpulan

Proporsi tidak menggunakan kondom pada seks komersial sebulan terakhir pada pria pelanggan pekerja seks adalah 68,8%. Pria pelanggan pekerja seks yang berstatus kawin dan membeli seks selama sebulan terakhir sebesar 46,1% sedangkan pria pelanggan pekerja seks yang berstatus tidak kawin dan membeli seks selama sebulan terakhir sebesar 51,6%. Perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks lebih banyak pada pria tidak kawin, berumur ≥ 41 tahun, berpendidikan SD, bekerja sebagai buruh pelabuhan, memiliki > 1 pasangan seks, tidak memiliki kondom, memiliki pengetahuan rendah mengenai HIV, risiko, dan pencegahannya, tidak merasa berisiko terinfeksi HIV, kurang serius akan upaya pencegahan infeksi HIV, dan terpapar informasi HIV/AIDS kurang baik. Determinan perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks adalah umur, kepemilikan kondom, persepsi terkait upaya pencegahan infeksi HIV, dan keterpaparan informasi.

Saran

1. Meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan pria pelanggan pekerja seks yang tidak merasa berisiko terinfeksi HIV bahwa dirinya rentan terhadap infeksi HIV. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.  

a. Aktifasi kelompok kerja lokalisasi dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif yang mendukung perilaku hidup sehat, peningkatan pemakaian kondom dan penurunan kejadian IMS dan HIV pada populasi kunci secara berksinambungan di lokasi.  

b. Petugas penjangkau melakukan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) pada populasi kunci dan pemangku kepentingan setempat untuk memenuhi kebutuhan populasi kunci agar tetap berperilaku sehat dan produktif.  

(13)

c. Merumuskan dan menerapkan kebijakan di tempat kerja pria pelanggan pekerja seks terkait dengan HIV/AIDS.  

2. Meningkatkan pengetahuan pria pelanggan pekerja seks terhadap akses kondom. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Melalui kebijakan pemerintah kepada pelaksana program untuk mensosialisasikan kondom dan cara untuk mendapatkannya dengan cara menjangkau pria pelanggan pekerja seks di tempat-tempat terjadinya transaksi seks.

b. Mensosialisasikan kondom dan cara untuk mendapatkannya di tempat kerja pria pelanggan seks.

c. Melalui kebijakan pemerintah kepada pelaksana program untuk menjamin agar kondom laki-laki dan pelican selalu tersedia dan terjangkau dalam jumlah yang cukup di tiap wisma, di lokasi, bahkan sampai di tiap kamar setiap saat, dengan cara memperbaiki manajemen pemasokan (termasuk distribusi) kondom dan pelicin.

3. Penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS, risiko, dan pencegahannya pada pria pelanggan pekerja seks difokuskan di tempat kerja pria pelanggan seks dan di tempat-tempat terjadinya transaksi seks melalui poster/pamfle, flyer, majalah/koran, ataupun edutainment (komunikasi, informasi, dan edukasi).

4. Pria pelanggan pekerja seks diharapkan untuk selalu menggunakan kondom pada saat membeli seks terutama bagi mereka yang berstatus kawin. Hal ini bertujuan untuk mencegah penularan HIV kepada istri/pasangan tetapnya. Selain itu, pelaksana program diharapkan untuk melakukan upaya promosi layanan diagnosis dan pengobatan HIV dan IMS, serta konseling perubahan perilaku yang bertujuan untuk menyembuhkan IMS pada pria pelanggan pekerja seks dan pasangannya, sehingga dapat memutus mata rantai penularan HIV dan IMS.

5. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menambahkan variabel mengenai persepsi terhadap kondom dan manfaatnya, karena variabel tersebut berperan besar terhadap perilaku menggunakan kondom serta usia pertama kali melakukan hubungan seks.

Daftar Referensi

Ahmed, et al. (2001). HIV Incidence and Sexually Transmitted Disease Prevalence Associated with Condom Use: A Population Study in Rakai, Uganda. Lippincott Williams & Wilkins.

(14)

Basuki, et al. (2002). Reasons For Not Using Condoms Among Female Sex Workers in Indonesia. The Guilford Press.

Barliantari, Luciana. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pengguna kondom di kalangan pasangan tetap wanita penjaja seks (gendak): Studi Kelompok Dampingan Yayasan Perkumpulan Bandungwangi dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, Kotamadya Jakarta Timur. Depok: FISIP UI.

Cai, et al.(2013). Predictors of Consistent Condom Use Based On The Information-Motivation-Behavioral Skill (IMB) Model Among Senior High School Students in Three Coastal Cities in China. Biomed Central Ltd.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2013). Condom and STDS. China Daily. (2005). AIDS experts worry about “mobile men with money”.

http://english.people.com.cn/200508/02/eng20050802_199842.html

(30 Juni 2014, 14.41 WIB)

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2013). Statistik Kasus HIV/AIDS di IndonesiaDilapor s/d Desember 2012. Jakarta: Ditjen PP & PL Kemenkes RI.

Fisher & Fisher. (2000). Theoretical Approaches to Individual-Level Change in HIV Risk Behavior. University of Connecticut: Center for Health, Intervention, and Prevention (CHIP).

Glanz, K., Rimer, B.K. & Viswanath, K. (2008). Health Behavior and Health Education (4thed). San Fransisco: Jossey-Bass.

Harahap, Syaiful W. (2000). Pers Meliput AIDS. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation.

Harnowo, Putra Agus. (2013). Diperkirakan 3,3 Juta Lelaki di Indonesia Membeli Seks, Kasus HIV Naik.

http://health.detik.com/read/2013/02/28/144227/2182252/763/diperkirakan-33-juta-lelaki-di-indonesia-membeli-seks-kasus-hiv-naik?l771108bcj (6 Juli 2014, 9.45 WIB)

Hugo, Graeme. (2001). Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia. Indonesia: UNDP South East Asia HIV and Development Office; ILO, Indonesia; UNAIDS, Indonesia. Junaidi, Lili. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Multipartner pada

Tukang Ojek yang Mangkal di Dekat Lokalisasi Pasar Kembang Kota Yogyakarta. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Joint United Nations Programme On HIV/AIDS (UNAIDS). (2006). Report on the global AIDS epidemic: Executive summary (A UNAIDS 10th anniversary special edition). Geneva: UNAIDS.

Joint United Nations Programme On HIV/AIDS (UNAIDS). (2012). Global Report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2012. Geneva: UNAIDS.

(15)

Kemenkes RI. (2012). LembarFaktaRingkasanEksekutifSurveilans Terpadu Biologis dan Perilaku 2011. Jakarta: Kemenkes RI.

Klavs, et al. (2005). Increased Condom Use at Sexual Debut In The General Population of Slovenia and Association with Subsequent Condom Use. Lippincott Williams & Wilkins.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual. Jakarta: KPAN.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). (2012). Kampanye Kondom di Tempat Berisiko Tinggi.

http://www.aidsindonesia.or.id/news/4768/3/28/06/2012/Kampanye-kondom-di-tempat-berisiko-tinggi#sthash.E2xVvCo8.2nPNLl69.dpbs

(8 Maret 2013, 10.20 WIB)

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). (2012). Perilaku Seks Berisiko: Seks Tidak Aman. Jakarta: KPAN.

Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC). (2013). Ibu Rumah Tangga Korban Tertinggi Tertular HIV AIDS. Jakarta: Dompet Dhuafa.

http://www.lkc.or.id/2013/12/12/ibu-rumah-tangga-korban-tertinggi-tertular-hiv-aids/

(10 Maret 2014, 08.00 WIB)

Macaluso, et al. (2000). Partner Type and Condom Use. Lippincott Williams & Wilkins. Nostlinger, et al. (2010). Condom Use eith Steady Partners Among Heterosexual People

Living eiht HIV in Europe: Testing the Information-Motivation-Behavioral Skills Model.

O.A, Abiodun. (2013). HIV/AIDS-related sexual behavior among commercial motorcyclists in Sagamu, South-West, Nigeria. International Journal of Medicine and Biomedical Research.

Permatasari, Oktarina. (2013). Perilaku Penggunaan Kondom Pada Pelanggan WPS Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Analisis Data Sekunder STBP 2011). Depok: FKM UI.

Somba, Nethy Dharma. (2010). Mobile Men With Money Targeted. The Jakarta Post.

http://www.thejakartapost.com/news/2010/07/14/%E2%80%98mobile-men-with-money%E2%80%99-targeted.html (27 Juni 2014, 1.10 WIB)

Tran, Detels, &Lan. (2006). Condom Use and Its Correlates Among Female Sex Workes in Hanoi, Vietnam. AIDS Behavior, 2006 Mar;10(2);159-67.

University of Twente. (2007). Health Belief Model.

http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/theory%20clusters/health%20communic

(16)

WHO. (2003). Adherence to Long-Term Therapies – Evidence for Action. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.

WHO. (2014). Condoms for HIV Prevention.

http://www.who.int/hiv/topics/condoms/en/ (8 Maret 2014. 12.15 WIB)

Zhao, et al. (2012). Predictors of Condom Use Behaviors Based on the Health Belief Model (HBM) among Female Sex Workers: A Cross-Sectional Study in Hubei Province, China.

Gambar

Tabel 1 Perilaku Penggunaan Kondom Pada Pria Pelanggan Pekerja Seks di Indonesia Tahun 2011
Tabel 3 Karakteristik Pria Pelanggan Pekerja Seks di IndonesiaTahun 2011
Tabel 4 Penjabaran Pengetahuan Pria Pelanggan Pekerja Seks Terkait HIV, Risiko, dan Pencegahannya  Variabel Pengetahuan
Tabel 5 Hubungan Karakteristik Pria Pelanggan Pekerja Seks Dengan Perilaku Tidak Menggunakan  Kondom Tahun 2011
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis dinding penahan tanah dengan fluktuasi muka air tanah pada elevasi dasar pondasi dan muka air tanah pada elevasi puncak pondasi untuk kondisi

S tarting from the opportunity to attend the Training Program for Young Leaders in the health sector in Nagano Japan in 2009, which is organized jointly by Bureau for

Ikan lompa tersebut dikisahkan berasal dari pulau Seram yang dibawa oleh Buaya Learisa Kayeli atas jasanya telah menaklukan ular raksasa yang mengganggu buaya-buaya pulau

Untuk itu dalam kajian ini maka epistemologi Islam terutama dalam pendidikan Islam mencoba untuk memberikan penjelasan tentang sumber ilmu pengetahuan dalam

Disini kami hanya menawarkan penyedia jasa instalasi jaringan dan maintenance, apabila ingin menggunakan akses internet maka tempat anda (Kantor/ Gedung) harus

Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 (Dalam..

Sistem pendukung keputusan penentuan tunjangan kinerja pegawai dengan metode Copeland Score ini telah berhasil membantu KPPN Kediri dalam menentukan besaran

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa baik pada kondisi pertama (pembuatan keputusan etis bila dilema etis dihadapi oleh orang lain) dan pada kondisi kedua