• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerupuk

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan utama melainkan sebagai makanan kecil, makanan ringan atau sebagai pelengkap hidangan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecildan banyak penikmatnya. Jenis makanan ini hampir digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat. Tidak heran sampai saat ini bisnis kerupuk masih banyak diproduksi dan konsumennya juga semakin meningkat. Pada dasarnya bahan baku pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka dan tepung terigu saja dimana tepung terigu merupakan produk impor dari luar indonesia. Saat ini sudah banyak ditemui jenis kerupuk dengan berbagai variasi bahan tambahan seperti kerupuk dengan penambahan ikan, kerupuk bawang dengan penambahan bawang dan akhir-akhir ini banyak kerupuk dengan penambahan berbagai jenis sayur seperti wortel, kentang, dan lainnya (Wahyuningtyas, 2014).

Menurut Setiawan (2013) kerupuk dibedakan atas dua kelompok, yaitu kerupuk kasar dan kerupuk halus. Kerupuk kasar di buat dari bahan baku tepung dengan penambahan bumbu-bumbu saja, sedangkan kerupuk halus terbuat dari bahan baku tepung dan biasanya selain bumbu-bumbu juga juga ditambah bahan-bahan lain, seperti udang, dan telur, dan sebagainya. Hingga saat ini kerupuk yang ada dipasaran belum ada yang mengandung albumin.

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang

telah lama dikenal masyarakat luas. Komponen terbesar kerupuk adalah

pati sehingga kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Oleh

karena itu perlu dilakukan usaha penganekaragaman makanan yang

bertujuan meningkatkan kandungan gizi kerupuk terutama protein dan

Fe, mengingat kedua zat tersebuta sangat dibutuhkan oleh tubuh.

(2)

7

Penyimpanan kerupuk pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kerupuk yang diakibatkan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Perubahan yang sangat nyata adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi lemak. Adanya masalah ketengikan ini akan berdampak perubahan bau dan cita rasa yang diinginkan oleh konsumen. Selain ketengikan penyimpanan yang salah pada kerupuk akan menyebabkan penyerapan uap air dari lingkungan. Khususnya pada lingkungan yang memiliki tingkat kelembapan yang tinggi kerupuk akan mudah sekali menyerap uap air dari lingkungan sehingga kerupuk akan mengalami penurunan kerenyahan atau melempem (Nurhayati, 2007).

Haryadi (1990) berpendapat bahwa kerenyahan merupakan sifat penting dalam penerimaan produk hasil penggorengan seperti kerupuk.

Tekstur kering hasil penggorengan tergantung pada kemudahan terputusnya partikel penyusunnya pada saat pengunyahan dan tergantung pula pada ukuran dan kekukuhan granula-granula pati yang sudah mengembang. Adanya peningkatan tingkat kerenyahan ini diduga karena adanya kapur pada proses pengapuran, maka proses gelatinisasi terjadi lebih sempurna sehingga akan menghasilkan struktur yang lebih prorous setelah digoreng. Sedangkan pada perebusan dengan air panas, molekul air yang terperangkap pada jaringan semakin banyak, menyebabkan air tidak semuanya dapat teruapkan pada waktu penggorengan. Semakin banyak air yang tidak teruapkan semaikn mengurangi keporousan kerupuk sehingga kerenyahan menurun (Amertaningtyas, 2010).

B. Bahan Pembuatan Lempeng Beras 1. Beras

Menurut Yuwono (2015) beras merupakan makanan pokok bagi

sebagian besar penduduk Indonesia. Beras sebagai makanan pokok yang

harus dikonsumsi. Pangan dalam hal ini beras merupakan kebutuhan

yang sangat penting bagi penduduk di kawasan Asia tenggara termasuk

Indonesia. Kurang lebih 95% dari jumlah penduduk Indonesia

(3)

8

mengkonsumsi beras setiap tahunnya. Selain karena faktor tradisi dan kebiasaan dari penduduk, berbagai kandungan didalam beras seperti glukosa, protein, mineral, dan vitamin yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh, menjadikan beras sebagai makanan layak konsumsi (Rungkat, 2014).

2. Air

Air merupakan kebutuhan penting dalam proses produksi dan kegiatan lain dalam suatu industri. Untuk itu diperlukan penyediaan air bersih yang secara kualitas memenuhi standar yang berlaku dan secara kuantitas dan kontinuitas harus memenuhi kebutuhan industri sehingga proses produksi tersebut dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya standar baku mutu untuk air bersih industri, setiap industri memiliki pengolahan air sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan industri. Karena setiap proses industri maupun segala aktivitas membutuhkan air sebagai bahan baku utama atau bahan penolong (Hardyanti,2006).

Menurut Buckle dkk (1985) dalam buku ilmu pangan standar mutu air antara lain bebas dari coliform, bebas dari cemaran polusi, bebas dari rasa dan bau. Hal ini dapat dicegah dengan penganggulangan polusi air.

Adapun standar mutu air berdasarkan SNI 01-3553-1994 meliputi kriteria mutu, bau, rasa, pH, dan kekeruhan

Tabel 2.1 Standar Mutu Air Menurut SNI 01-3553-1994

No Kriteria Mutu Persyaratan

1 Bau Tidak

berbau

2 Rasa Normal

3 pH 6,5 – 9

4 Kekeruhan Max 5 NTU

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1994)

(4)

9 3. Garam

Garam berfungsi untuk memberi rasa, meningkatkan konsistensi adonan (fleksibilitas dan elastisitas mie). Selain itu penambahan garam dapat menghambat pertumbuhan jamur atau kapang serta menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara berlebihan. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal. Penambahan air yang terlalu sedikit akan membuat adonan sulit dicetak. Sedangkan penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan adonan mie lengket (Mariyani, 2012).

Semua garam yang beredar di indonesia harus mengandung iodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium iodat. Hampir seluruh makanan menggunakan garam sebagai penyedap rasa, serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan. Garam beriodium mempunyai bentuk, rasa dan bau sama seperti garam yang tidak ditambahkan kalium iodat, sehingga sulit untuk memastikan kecukupan kalium iodat dalam garam ( Kapantow, 2013).

4. Boraks

Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetrabornat. Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat . Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, tetapi pada kenyataanya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut (Tubagus, 2013).

Nama Kimia dari Boraks adalah Natrium tetrabonat

(Na

2

B

4

O

7

.10H

2

O). Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium

(5)

10

proborat, natrium tetraborat yang seharusnya digunakan dalam industri non pangan. Boraks memiliki kandungan zat beracun yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Borak yang telah dikonsumsi manusia, substansi zat berbahaya akan terserap oleh usus untuk kemudian menumpuk didalam ginjal, hati, serta testis dan akhirnya kadar toksin yang terkumpul didalam tubuh akan semakin tinggi (Syah, 2005).

Boraks tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan dalam dosis berlebihan, tetapi ironisnya penggunaan boraks dalam dosis berlebihan sebagai komponen dalam makan sudah meluas diseluruh dunia.

Mengkonsumsi makanan berboraks dalam jumlah berlebihan akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak boraks menyebabkan demam, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, hingga kematian. Penggunaan boraks sebagai pengenyal dapat digantikan dengan air merang dan STTP (Sodium Tri-polyphosphate). Pada konsentrasi yang sama diketahui tidak memengaruhi tanggapan organoleptik dari kerupuk beras. STTP berbentuk bubuk atau granula berwarna putih dan tidak berbau. STTP mampu menambah citarasa, memperbaiki tekstur, mencegah terjadinya ketengikan dan meningkatkan kualitas produk akhir dengan mengikat zat nutrisi yang terlarut dalam larutan garam (Aminah dan Himawan, 2009).

C. Proses Pembuatan Lempeng Beras

Menurut Koswara (2009) proses pembuatan kerupuk meliputi 3 tahapan, tahap pertama adalah tahap pembuatan adonan kerupuk, tahap kedua adalah tahap pencetakan dan yang terakhir adalah pengeringan, berikut ini tahapan dalam pembuatan kerupuk :

1. Pembuatan Adonan

Pencampuran bahan merupkana salah satu proses penting dalam

pengolahan pangan. Pencampuran adalah proses menyebarnya bahan-

bahan secara acak, dimana bahan yang dicampur adalah bahan yang

berbeda-beda sehingga bahan-bahan tersebut menyatu sehingga

(6)

11

membentuk suatu adonan yang kompleks dan merata (Kudiwati, 2010).

Faktor terpenting dalam tahap pembuatan adonan adalah homogenitas adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Untuk itu pada saat pencampuran bahan hendaknya dilakukan sampai benar-benar homogen, suhu adonan yang baik untuk pembuatan lembaran adalah 26.7-76.7

0

C. Kadar air adonan yang baik dapat menghasilkan lembaran yang tipis adalah 25- 55% dan kadar air terbaik berkisar antara 35%- 45% (Istanti, 2005).

2. Pencetakan Adonan

Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam. Pencetakan adonan kerupuk dapat dibuat menjadi bentuk silinder , lembaran dan lingkaran.

Pencetakan adonan kerupuk berbentuk silinder dilakukan dengan tangan untuk membuat adonan berukuran panjang 25-30 cm dan diameter 4-5 cm. Adonan kerupuk bentuk lembaran dicetak dengan menggunakan alat penggiling mie. Pencetakan adonan bentuk melingkar, dilakukan dengan alat pencetakan yang disebut gencetan (Koswara, 2009).

3. Pengeringan

Proses pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uapa

air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk

menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan,

yang dikeringkan oleh media pengering yang berupa panas udara

yang dihasilkan oleh kolektor. Adapun peristiwa yang terjadiselama

proses pengeringan adalah :

(7)

12

a. Proses pemindahan panas, yaitu proses yang terjadi karena perbedaan temperatur, panas yang dialirkan akan meningkatkan suhu bahan yang lebih rendah, menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan uap air di udara.

b. Proses pemindahan massa, yaitu proses yang terjadi karena kelembapan relatif udara pengeringlebih rendah dari kelembapan relatif bahan, panas yang dialirkan di atas permukaan bahan akan meningkatkan uap air bahan sehingga tekanan uap air akan lebih tinggi dari tekanan uap udara ke pengering.

Pengeringan kerupuk adalah penguranga sejumlah air dari irisan kerupuk yang dipotong-potong sehingga air di dalam kerupuk basah mencapai jumlah tertentu yang diinginkan. Proses pengeringankerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar air tertentu.

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau dengan oven yang biasa dilakukan untuk skala laboraturium. Keuntungan pengeringan dengan oven yaitu suhu dan waktu pemanasan dapat diatur. Akan tetapi daya tampungnya terbatas dan biaya operasionalnya cukup mahal. Pengeringan dengan menggunakan panas matahari selain biayanya murah, juga mempunyai daya tampung yang besar. Tetapi cara ini sangat tergantung pada cuaca dan pengeringan tidak dapat diatur. Waktu pengeringan dengan oven pada suhu 60-70

0

C akan dicapai sekitar 7-8 jam. Sedangkan jika menggunakan oven pada suhu 55

0

C memerlukan waktu 15-20 jam.

Pengeringan dengan panas matahari memerlukan waktu selama dua hari bila cuaca cerah dan sekitar 4-5 hari bila kurang cerah. Dari proses pengeringan ini, dihasilkan kerupuk mentah dengan kadar air sekitar 14% atau kerupuk mentah yang mudah dipatahkan (Koswara, 2009).

Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu

panas harus diberikan pada bahan yang dikeringkan dan air harus

dikeluarkan dari dalam bahan. Dua fenomena ini mmenyangkut pindah

panas ke dalam dan pindah massa keluar. Pindah massa adalah

(8)

13

pemindahan air keluar dari bahan komoditi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan yaitu luas permukaan, perbedaan, suhu sekitar, kecepatan aliran udara dan tekanan udara (Burlian, 2011).

D. Pengendalian Mutu

Mutu adalah kumpulan sifat-sifat atau karakteristik bahan/produk yang mencerminkan tingkat penerimaan konsumen terhadap bahan tersebut. Apabila beberapa sifat bahan atau produk tersebut dinilai baik oleh konsumen, maka mutu bahan/produk dikategorikan baik pula. Mutu suatu bahan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu, tergantung cara penanganan bahan tersebut. Pengendalian mutu adalah kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu. Pada dasarnya pengendalian mutu merupaka sistem verifikasi yang berkaitan dengan akhir proses produksi. Hasil pemeriksaan hanya memutuskan apakah produk telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan (Legowo, 2003).

Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, sesuai dengan tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan pengendalian mutu harus dilakukan sejak awal proses produksi sampai saluran distribusi untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkaykan jaminan keamanan produk, mencegah banyaknya produk yang rusak dan dan mencegah pemborosan biaya akibat kerugian yang ditimbulakan. Pengendaliam mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. Jangka panjang perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah pasar perusahaan (Junais dkk, 2007).

Menurut Prawirosentono (2002) pengendalian mutu adalah suatu

kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar

proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar

(9)

14

pengiriman produk akhir ke konsumen, agar barang yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Berbagai tingkat pengawasan standar mutu yang direncanakan . Bertolok dari standar mutu barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut:

1) Standar mutu bahan baku yang digunakan.

2) Standar mutu proses produksi . 3) Standar mutu barang setengah jadi.

4) Standar mutu barang jadi.

5) Standar administrasi, pengepakan, pengiriman produk akhir tersebut sampai ke tangan konsumen.

Menurut Ahyari (1983), untuk melaksanakan pengendalian mutu dapat ditempuh dengan 3 pendekatan, yaitu:

1) Pendekatan bahan baku

Bahan baku merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadapa kualitas produk akhir. Bahkan didalam beberapa jenis perusahaan tertentu pengaruh kualitas bahan baku ini sedemikian besarnya, sehingga hampir seluruh kualitas produk akhir ditentukan oleh kualitas bahan baku. Meninggalkan pengendalian kualiatas bahan baku, bagi perusahaan yang memproduksi suatau barang dimana karakteristik bahan baku langsung menjadi karakteristik produk jadi maka kualitas bahan baku ini akan sangatbbesar pengaruhnya bagi kualitas produk akhir perusahaan.

2) Pendekatan proses produksi

Proses produksi merupakan kegiatan utama didalam perusahaan.

Dalam pelaksanaan proses produksi perisahaan ini perlu mengadakan pengendalian yang cukup memadai agar produk akhir mempunyai kualitas yang baik.

3) Pendekatan produk akhir

4) Setelah suatu produk selesai adanya pengedalian kualitas. Padahal

sebenarnya kelangsungan hidup perusahaan tergantung kepada

adnya kepuasan konsumen terhadap produk perusahaan. Untuk dapat

(10)

15

memberikan tindakan untuk peningkatan kualitas produk perusahaan sedapat mungkin mengumpulkan informasi-informasi mengenai produk langsung dari konsumen.

E. Cara Proses Produksi Baik (CPPB)

Cara produksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Cara produksi pangan yang baik sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui cara produksi pangan yang baik industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Deangan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyrakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan (BPOM, 2004)

Menurut Susiwi (2009) GMP (Good Manufacturing Practices)

merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, bagaimana cara

berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan prasyarat utama

sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Agar sistem HACCP

dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan

pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi

melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain

dalam industri pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan

selaras dengan Pre-requisite penerapan HACCP. Pre-requisite

merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan persyaratan dasar

suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu

operasi produksi atau penanganan pangan. Diskripsi dari pre-requisite ini

sangat mirip dengan diskripsi GMP yang menyangkut hal-hal yang

(11)

16

berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan. Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP (Standard Sanitation Operating Prosedure) adalah : GMP secara luas terfokus dan pada aspek operasi pelaksanaan tugas dalam pabriknya sendiri serta operasi personel. Sedang SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi aman dan tertib.

Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan pangan.

Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya kontaminasi silang.

Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pengolahan makanan. Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada industri pangan adalah :

1) Bahan baku mentah

Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora.

2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval waktu agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba.

3) Peralatan untuk sterilisasi

(12)

17

Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75 – 760C agar bakteri thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.

4) Air untuk pengolahan makanan

Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum.

GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya.

Oleh karena itu persyaratan GMP : mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman.

GMP/CPMB memiliki beberapa pengertian yang cukup mendasar yaitu Suatu pedoman yang menjelaskan bagaiaman memproduksi makanan agar aman bermutu, dan layak untuk dikonsumsi. Berisi penjelasan-penjelasan tentang persyaratan minimum dan pengolahan umum yang harus dipenuhi dalam penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk akhir.

Tersedianya cara memproduksi makanan yang baik melalui GMP atau CPMB di industri pangan yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan pemeliharaan maka perusahaan dapat memberikan jaminan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan unit usaha tersebut akan berkembang semakin pesat.

Setiap perusahaan wajib mengetahui dan memenuhi peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Upaya untuk memasyaratkan higiene dan peraturan perundang-undangan dibidang pangan perlu dilakukan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal.

Berdasarkan perkiraan, pengetahuan sebagian besar karyawan tentang

higiene pengolahan pangan masih rendah, sedangkan pangan yang

cenderung dapat menimbulkan keracunan masih tinggi jumlahnya.

(13)

18

Kebersihan sarana yang akan menunjang dihasilkannya produk pangan yang aman dinilai masih perlu diperbaiki (BPOM, 2004).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga, yaitu sebagai berikut :

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Untuk menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.

a) Lokasi IRTP

Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu.

b) Lingkungan

Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut :

(1) Sampah dibuang dan tidak menumpuk.

(2) Tempat sampah selalu tertutup.

(3) Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik.

2. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi.

a) Bangunan Ruang Produksi (1) Disain dan Tata Letak

Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah

dibersihkan.

(14)

19

(a) Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan

(b) Konstruksi Ruangan :

(i) sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama

(ii) seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas, dengan persyaratan sebagai berikut :

(2) Lantai

Lantai sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang, memudahkan pembuangan atau pengaliran air, air tidak tergenang. Lantai seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya serta mudah dibersihkan

(3). Dinding atau Pemisah Ruangan

Dinding atau pemisah ruangan sebaiknya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran lainnya. Dinding atau pemisah ruangan seharusnya mudah dibersihkan.

(4) Langit-langit

Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan

lama, tahan terhadap air, tidak mudah bocor, tidak mudah

terkelupas atau terkikis. Permukaan langit-langit sebaiknya

rata, berwarna terang dan jika di ruang produksi

menggunakan atau menimbulkan uap air sebaiknya terbuat

dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan

(15)

20

panas. Konstruksi langit-langit sebaiknya didisain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, memperkeil terjadinya kondensasi. Langit-langit seharusnya selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang labah-labah.

(5) Pintu Ruangan

Pintu sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak, rata, halus, berwarna terang.

Pintu seharusnya dilengkapi dengan pintu kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

Pintu ruangan produksi seharusnya didisain membuka ke luar / ke samping sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. Pintu ruangan, termasuk pintu kasa dan tirai udara seharusnya mudah ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan tertutup.

(6) Jendela

Jendela sebaiknya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, tidak mudah pecah atau rusak. Permukaan jendela sebaiknya rata, halus, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga yang dapat dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. Konstruksi jendela seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu.

(7) Lubang Angin atau Ventilasi

Lubang angin atau ventilasi seharusnya cukup sehingga

udara segar selalu mengalir di ruang produksi dan dapat

menghilagkan uap, gas, asap, bau dan panas yang timbul

selama pengolahan. Lubang angin atau ventilasi seharusnya

selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu, dan tidak

(16)

21

dipenuhi sarang labah-labah, lubang angin atau ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa untuk mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran, Kasa pada lubang angin atau ventilasi seharusnya mudah dilepas untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.

(8) Permukaan tempat kerja

Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. Permukaan tempat kerja harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, detergen dan desinfektan.

(9) Penggunaan Bahan Gelas (Glass)

Pimpinan atau pemilik IRTP seharusnya mempunyai kebijakan penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk pangan jika terjadi pecahan gelas.

b) Fasilitas

(1) Kelengkapan Ruang Produksi

Ruang produksi sebaiknya cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti. Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.

(2) Tempat Penyimpanan

Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu

dan bahan tambahan pangan (BTP) harus terpisah dengan

produk akhir. Tempat penyimpanan khusus harus tersedia

untuk menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti

bahan pencuci, pelumas, dan oli. Tempat penyimpanan

harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti

(17)

22

serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara.

3. Peralatan Produksi

Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didisain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.

a) Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin / peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahanbahan lain yang menimbulkan bahaya;

termasuk bahan kontak pangan /zat kontak pangan dar kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya.

b) Tata Letak Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga memudahkan bekerja secara higiene, memudahkan pembersihan dan perawatan serta mencegah kontaminasi silang.

c) Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi

Semua peralatan seharusnya dipelihara, diperiksa dan dipantau agar berfungsi dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih.

d) Bahan perlengkapan dan alat ukur/timbang

(18)

23

Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi. Alat ukur/timbang seharusnya dipastikan keakuratannya, terutama alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP)

4. Suplai Air Atau Sarana Penyediaan Air

Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi.

5. Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.

a) Fasilitas Higiene dan Sanitasi (1) Sarana Pembersihan / Pencucian

Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan / atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik. Sarana pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu, terutama berguna untuk melarutklan sisa-sisa lemak dan tujuan disinfeksi, bila diperlukan.

(2) Sarana Higiene Karyawan

Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci

tangan dan toilet / jamban seharusnya tersedia dalam

jumlah cukup dan dalam keadaan bersih untuk menjamin

kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi

terhadap bahan pangan.

(19)

24

(3) Sarana Cuci Tangan seharusnya

Diletakkan di dekat ruang produksi, dilengkapi air bersih dan sabun cuci tangan Dilengkapi dengan alat pengering tangan seperti handuk, lap atau kertas serap yang bersih. Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.

(4) Sarana toilet / jamban seharusnya :

Didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan; Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet. Terjaga dalam keadaan bersih dan tertutup. Mempunyai pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi.

(5) Sarana pembuangan air dan limbah

Sistem pembuangan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan dan air bersih; Sampah harus segera dibuang ke tempat sampah untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya sehingga tidak mencemari pangan maupun sumber air. Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpahan sampah yang dapat mencemari pangan maupun sumber air.

b) Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Pembersihan/pencucian dapat dilakukan secara fisik

seperti dengan sikat atau secara kimia seperti dengan sabun /

deterjen atau gabungan keduanya. Jika diperlukan,

penyucihamaan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan

kaporit sesuai petunjuk yang dianjurkan. Kegiatan

(20)

25

pembersihan / pencucian dan penyucihamaan peralatan produksi seharusnya dilakukan secara rutin. Sebaiknya ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan / pencucian dan penyucihamaan.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran.

a) Kesehatan Karyawan

Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :Dalam keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

b) Kebersihan Karyawan

Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

Karyawan yang menangani pangan seharusnya mengenakan pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan / atau sepatu kerja.

Karyawan yang menangani pangan harus menutup luka di anggota tubuh dengan perban khusus luka. Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan / alat yang kotor, dan sesudah ke luar dari toilet / jamban.

c) Kebiasaan Karyawan

(21)

26

Karyawan yang bekerja sebaiknya tidak makan dan minum, merokok, meludah, bersin atau batuk ke arah pangan atau melakukan tindakan lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk pangan. Karyawan di bagian pangan sebaiknya tidak mengenakan perhiasan seperti giwang / anting, cincin, gelang, kalung, arloji / jam tangan, bros dan peniti atau benda lainnya yang dapat membahayakan keamanan pangan yang diolah.

7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.

a) Pemeliharaan dan Pembersihan

Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran. Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan.

b) Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur Pembersihan dan Sanitasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan proses fisik (penyikatan, penyemprotan dengan air bertekanan atau penghisap vakum), proses kimia (sabun atau deterjen) atau gabungan proses fisik dan kima untuk menghilangkan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan, peralatan.

c) Program Higiene dan Sanitasi

(22)

27

Program Higiene dan Sanitasi seharusnya menjamin semua bagian dari tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih. Program Higiene dan Sanitasi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan.

d) Program Pengendalian Hama

Hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lain-lain)

merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat

menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan

pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan

masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari

pangan. Mencegah masuknya hamaLubang-lubang dan selokan

yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam

keadaan tertutup. Jendela, pintu dan lubang ventilasi harus

dilapisi dengan kawat kasa untuk menghindari masuknya

hama. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, domba, ayam

dan lain-lain tidak boleh berkeliaran di sekitar dan di dalam

ruang produksi. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena

dapat mengundang masuknya hama. Mencegah timbulnya

sarang hama di dalam ruang produksi Pangan seharusnya

disimpan dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan

lantai, dinding dan langit-langit. Ruang produksi harus dalam

keadaan bersih Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup

dan dari bahan yang tahan lama. IRTP seharusnya memeriksa

lingkungan dan ruang produksinya dari kemungkinan

timbulnya sarang hama. Pemberantasan Hama, sarang hama

seharusnya segera dimusnahkan. Hama harus diberantas

dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan

pangan. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik

seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti

dengan racun tikus. Perlakuan dengan bahan kimia harus

(23)

28

dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan.

Penanganan dan pembuangan sampah dilakukan dengan cara yang tepat dan cepat, sampah seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan dan ruang produksi segera ditangani dan dibuang

8. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.

a) Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir

Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup. Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit- langit. Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan / atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu.

Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering, misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk.

b) Penyimpanan Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya seperti sabun pembersih, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dll harus disimpan dalam ruang tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari pangan

c) Penyimpanan Wadah dan Pengemas

Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat

bersih dan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari

(24)

29

produk pangan. Bahan pengemas harus disimpan terpisah dari bahan baku dan produk akhir.

d) Penyimpanan Label Pangan

Label pangan seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya dan tidak mencemari produk pangan. Label pangan harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari pencemaran.

e) Penyimpanan Peralatan Produksi

Penyimpanan mesin / peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus di tempat bersih dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

9. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Penetapan Spesifikasi Bahan (1) Persyaratan Bahan

Bahan yang dimaksud mencakup bahan baku, bahan

tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan

tambahan pangan (BTP). Harus menerima dan

menggunakan bahan yang tidak rusak, tidak busuk, tidak

mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak merugikan

atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar

mutu ataupersyaratan yang ditetapkan. Harus menentukan

jenis, jumlah dan spesifikasi bahan untuk memproduksi

pangan yang akan dihasilkan. Tidak menerima dan

menggunakan bahan pangan yang rusak. Jika

menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus

(25)

30

menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum penggunaannya. Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan harus memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI). Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan. Tidak menggunakan Bahan Berbahaya yang dilarang untuk pangan.

(2) Persyaratan Air

Air yang merupakan bagian dari pangan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundangundangan. Air yang digunakan untuk mencuci / kontak langsung dengan bahan pangan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai peraturan perundang-undangan. Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai tercemar oleh bahan- bahan dari luar. Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan atau mesin / peralatan harus tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan. Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah.

b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan

Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan

formula untuk memproduksi jenis pangan yang akan

dihasilkan. Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang

telah Pemasan pangan IRT diberi label yang jelas dan

informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih,

menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan

IRT ditentukan secara baku setiap saat secara konsisten. Bahan

(26)

31

Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan harus diukur atau ditimbang dengan alat ukur atau alat timbang yang akurat.

c) Penetapan Cara Produksi yang Baku

Seharusnya menentukan proses produksi pangan yang baku, seharusnya membuat bagan alir atau urut-urutan proses secara jelas, seharusnya menentukan kondisi baku dari setiap tahap proses produksi, seperti misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan, seharusnya menggunakan bagan alir produksi pangan yang sudah baku ini sebagai acuan dalam kegiatan produksi seharihari.

d) Penetapan Jenis, Ukuran dan Spesifikasi Kemasan

Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan keamanan dan mutu pangan yang dikemas serta melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti: sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain. Seharusnya menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan, sesuai peraturan perundang-undangan. Desain dan bahan kemasan seharusnya memberikan perlindungan terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan pelabelan yang baik. Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus kuat, mudah dibersihkan dan didesinfeksi jika diperlukan, serta tidak digunakan untuk mengemas produk non-pangan.

e) Penetapan Keterangan Lengkap Tentang Produk yang akan dihasilkan

Seharusnya menentukan karakteristik produk pangan yang

dihasilkan. Harus menentukan tanggal kedaluwarsa. Harus

mencatat tanggal produksi. Dapat menentukan kode produksi

(27)

32

Kode produksi diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

10. Pelabelan Pangan

Label pangan IRT harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya; dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan.

Label pangan sekurang-kurangnya memuat :

a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan c) Berat bersih atau isi bersih

d) Nama dan alamat IRTP

e) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa f) Kode produksi

g) Nomor P-IRT

Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi.

11. Pengawasan Oleh Penanggungjawab

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh

tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin

dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. Penanggung

jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip

dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan

yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat

Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP). Penanggungjawab

seharusnya melakukan pengawasan secara rutin yang mencakup :

Pengawasan Bahan, Bahan yang digunakan dalam proses produksi

seharusnya memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan IRTP

dapat memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan.

(28)

33

Pengawasan Proses, Pengawasan proses seharusnya dilakukan dengan memformulasikan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi. Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan tentang nama produk, tanggal pembuatan dan kode produksi, jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan, Jumlah produksi yang diolah, dan lainlain informasi yang diperlukan. Penanggung jawab seharusnya melakukan tindakan koreksi atau pengendalian jika ditemukan adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan.

12. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan/

peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan/ atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.

a) Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan penyakit / keracunan pangan dan / atau tidak memenuhi persayaratan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.

b) Pemilik IRTP harus menghentikan produksinya sampai masalahterkait diatasi.

c) Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan produk penyebab bahaya seharusnya ditarik dari peredaran / pasaran.

d) Pemilik IRTP seharusnya melaporkan penarikan produknya,

khususnya yang terkait dengan keamanan pangan ke Pemerintah

(29)

34

Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar / Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.

e) Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan dengan disaksikan oleh DFI.

f) Penanggung jawab IRTP dapat mempersiapkan prosedur penarikan produk pangan

13. Pencatatan dan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi, mencegah produk melampaui batas kedaluwarsa, meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan .

a) Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan :

Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Ttd. Lucky Oemar Said bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok. Produk akhir sekurang- kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi / penjualan.

Penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting.

b) Catatan dan dokumen dapat disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk pangan yang dihasilkan.

c) Catatan dan dokumen yang ada sebaiknya dijaga agar tetap akurat dan mutakhir.

14. Pelatihan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan

dasar mengenai prinsip - prinsip dan praktek higiene dan sanitasi

pangan serta proses Pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu

mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu

(30)

35

memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.

a) Pemilik / penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

b) Pemilik / penanggung jawab tersebut harus menerapkannya

serta mengajarkan pengetahuan dan ketrampilannya kepada

karyawan yang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Wadah dan pembungkus yang digunakan untuk makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan antara lain; dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap

Wadah dan pembungkus yang digunakan untuk makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan antara lain harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari

Sementara dari mereka yang mempunyai keteraturan belajar yang kurang teratur nampak bahwa sebagian besarnya 15 dari 23 siswa (65%) mepunyai prestasi yang tuntas,

Tabel 3 menunjukkan bahwa kekuatan sobek tertinggi diperoleh dari perlakuan faktor 1 yaitu penggunaan binder (1:2), faktor 2 penggu- naan lak air (1:2), pada faktor 3

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi usaha serta profitabilitas

Sesuai dengan perhitungan diatas dengan standar beban kuat arus maka MCB yang harus digunakan untuk pembebanan lantai 1 hotel sebesar 137 A, maka untuk posisi perencanaan awal

Permendikbud No 24 tahun 2016 tentang kompetensi dasar mata pelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika dan PJOK

Untuk Kecamatan Rambipuji, Kecamatan Kaliwates, Kecamatan Ajung, Kecamatan Patrang, Kecamatan Sumbersari, Kecamatan Pakusari, Kecamatan Kalisat, Kecamatan Sukowono,