• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2010:2). Menurut R. Gagne dalam Slameto (2010:13), belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.

Sudjana (2010:5) menyatakan bahwa belajar adalah

suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, dan perubahan pada aspek-aspek lainnya yang terdapat pada individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Slameto (2010:27), seorang calon guru/pembimbing harus dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Lebih lanjut, Slameto mengungkapkan prinsip-prinsip belajar itu sebagai berikut:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

(1) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional. (2) belajar harus dapat menimbulkan reinforcement

dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapaitujuan

instruksional. (3) belajar perlu lingkungan yang menantang di mana

anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan

(2)

belajar efektif. (4) belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

b. Sesuai dengan hakikat belajar

(1) belajar itu kontinyu, maka harus bertahap menurut perkembangannya. (2) belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery. (3) belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkatkan pengertian yang diharapkan.

Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.

c. Sesuai materi/bahan yag harus dipelajari

(1) belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya. (2) belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai.

d. Syarat keberhasilan belajar

(1) belajar mmerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. (2) repitisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Pengertian pembelajaran menurut Mawardi dan Puspasari dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:198) adalah proses yang disengaja atau usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar pada lingkungan belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu menghasilkan kemampuan baru karena adanya usaha. Pasal 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2000 tentang pendidikan nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Saiful (2006:6) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekan pada penyediaan sumber belajar. Menurut Oemar Hamalik (2008:55), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan, dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari

pendidik untuk membuat peserta didik belajar pada suatu lingkungan belajar

sehingga terjadi perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

(3)

2.1.2 Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Effektive yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Starawaji dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:119), mengemukakan bahwa effektifitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya.

Eggen dan Kauchak dalam Fauzi (2009) mengemukakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa.

Slameto (2010:93) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat membawa siswa belajar efektif. Pembelajaran akan efektif jika waktu yang tersedia sedikit saja untuk guru melakukan ceramah dan waktu yang besar adalah untuk kegiatan intelektual dan untuk pemeriksaan pemahaman siswa. Lebih lanjut Slameto, mengemukakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif jika memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut antara lain:

(1) belajar secara aktif, baik secara mental maupun fisik. (2) adanya variasi metode dalam pembelajaran, (3) adanya motivasi, (4) kurikulum yang baik dan seimbang, (5) adanya pertimbangan perbedaan individu (6) adanya perencanaan sebelum pembelajaran (7) adanya suasana yang demoratis, (8) penyajian bahan pelajaran yang merangsang siswa untuk berfikir, (9) interaksi semua pelajaran, (10) kaitan antara kehidupan nyata kehidupan sekolah, (11) kebebasan siswa dalam interaksi pembelajaran, (12) pengajaran remedial.

Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Sambasalim dalam Scholaria (2011:199), efektifitas dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsi masing-masing.

Nana Sudjana (2010:59) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran

efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Dari segi proses suatu

pembelajaran haruslah merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai

(4)

subyek belajar mampu mengembangkan potensi secara efektif. Dari segi hasil atau produk menekankan pada penguasaan tujuan oleh siswa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Dari beberapa uraian mengenai efektivitas pembelajaran dapat disimpulkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta tujuan hasilnya dicapai optimal.

Sesuai tujuan pembelajaran, maka suatu strategi efektif dapat membuat siswa berhasil mencapai hasil yang diharapkan, dalam hal ini adalah prestasi akademik yang optimal.

Untuk menciptakan pembelajaran yang diharapkan dapat efektif dan efisien, maka peneliti dan guru menyiapkan perencanaan sebaik mungkin sebelum pembelajaran, diantaranya menggunakan strategi ataupun metode pembelajaran yang tepat. Dalam penelitian ini, indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang terlihat dari ketuntasan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan proses belajar mengajar Depdikbud dalam Fauzi (2009) terdapat kriteria ketuntasan belajar perorangan dan klasikal yaitu:

a. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah mencapai skor 65% atau nilai 65.

b. Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika terdapat 85% siswa yang telah mencapai daya serap lebih atau sam dengan 65%.

Jadi dalam penelitian ini dikatakan tuntas apabila siswa mencapai skor 65% ke atas dan tuntas secara klasikal 85% ke atas.

2.1.3 Hasil Belajar

Nana Sudjana (2010:2) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar

sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran,

pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil

yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

(5)

Menurut Oemar Hamalik dalam Restika (2009:46), hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini menurut Suharsimi Arikunto dalam Restika (2009:46) bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan.

Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2010:22), ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu: 1). Ranah afektif, merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek;

2). Ranah psikomotor, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pekerjaan yang melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik; 3). Ranah kognitif, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan perolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran.

Sementara itu Moh. Uzer Usman dalam Restika Parendrati (2009:47), menyatakan bahwa hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain:

1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal)

Faktor internal meliputi: a) faktor jasmaniah (fisiologi), seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna; b) faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri;

serta c) faktor kematangan fisik maupun psikis.

2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal)

Faktor eksternal meliputi: a) faktor sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok; b) faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian; c) faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar;

serta d) faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.

(6)

Berdasarkan uraian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar. Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil belajar itu tinggi, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar itu berhasil.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament ( TGT) 2.1.4.1 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran adalah usaha sadar dari pendidik untuk membuat peserta didik belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga terjadi perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

W. Gulo dalam Restika Parendrati (2009:28) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran, siswa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda diantaranya: lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Fakta tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun suatu strategi pembelajaran yang tepat.

Lie (2008:22) menyatakan bahwa ada tiga pilihan model pembelajaran, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Model pembelajaran cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstuktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong”. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.

Lebih lanjut, menurut pendapat Lie, Anita (2008:29) bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan

memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

(7)

Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2008) mengemukakan sistem kerja pembelajaran kooperatif dalam lima unsur, yaitu :

a. Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha tiap-tiap anggota kelompok agar terjadi kesinambungan dan mencapai tujuan bersama. Agar kelompok dapat bekerja secara efektif, maka pengajar perlu menyusun tugas dengan jelas sehingga tiap anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugasnya sendiri sehingga tercapai tujuan bersama. Serta dalam penilaiannya, pengajar akan mengevaluasi tiap anggota secara menyeluruh. Maka setiap anggota kelompok dapat memberikan kontribusi kepada kelompok secara merata dan akan terpacu untuk meningkatkan usaha mereka karena adanya kemauan.

b. Tanggungjawab individu.

Unsur ini merupakan akibat dari unsur yang pertama. Jika setiap anggota kelompok memiliki kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. Jika salah satu anggota kelompok tidak melaksakan tugasnya, maka kelompok tersebut tidak akan mencapai tujuannya. Maka anggota kelompok yang lain akan menuntut anggota tersebut agar tidak menghambat kelompoknya dan segera mneyelesaikan tugasnya.

c. Interaksi personal.

Unsur ini sangat penting dalam pelaksanaan belajar bersama. Karena dengan adanya tatap muka maka akan terjadi komunikasi antar anggota yang dapat menimbulkan sinergi yang dapat menguntungkan kelompok tersebut.

Setelah terjadi sinergi di dalam kelompok tersebut maka tiap anggota kelompok akan menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dari anggota kelompok lainnya dan mengisi kekurangan anggota yang lain. Selain itu, dengan adanya pemikiran dari beberapa orang akan memperkaya hasil pemikiran untuk menyelesaikan masalah tersebut daripada hanya pemikiran satu orang.

d. Keahlian kerja sama.

Dalam kegiatan berkelompok, ketrampilan berkomunikasi sangat penting.

Dengan adanya komunikasi antar anggota maka akan saling mengutarakan

(8)

pendapat yang kemudian menyatukan pendapat tersebut menjadi suatu hasil.

Selain itu dengan adanya keterampilan berkomunikasi, para siswa dapat berlatih untuk belajar mendengarkan orang lain berbicara dan menghormatinya. Dengan berkomunikasi, anggota kelompok dapat juga belajar untuk menyampaikan pendapat tanpa menyinggung perasaan anggota lain maupun orang lain.

Keterampilan berkomunikasi ini bukan hal yang dapat dipelajari dengan waktu yang singkat, tetapi dalam kurun waktu yang panjang dan seberapa banyak siswa dilatih untuk berkomunikasi.

e. Evaluasi proses kelompok.

Pada unsur ini pengajar perlu menjadwalkan waktunya secara khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok tersebut dan hasil kerja sama kelompok agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik dan lebih efektif.

Menurut Robert E. Slavin dalam Restika Parendrati (2009:29), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Sehingga pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Lebih lanjut, menurut Robert E. Slavin pembelajaran kooperatif memiliki

ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok

secara kooperatif; 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki

kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa

yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka

diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin

yang berbeda pula; 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari

pada perorangan.

(9)

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara kelompok, dimana sistem pengajarannya memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat positif diantara anggota kelompok.

Robert E. Slavin dalam Restika Parendrati (2009:32) berpendapat bahwa metode Student Team Learning adalah teknik pembelajaran kooperatif. Dalam metode Student Team Learning, tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim.

Tiga konsep penting dalam metode Student Team Learning adalah penghargaan bagi tim, tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang sama. Metode tersebut dikembangkan menjadi beberapa variasi, antara lain:

1. Student Team-Achievement Division (STAD), 2. Teams-Games-Tournament (TGT),

3. Jigsaw,

4. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), 5. Team Accelerated Instruction (TAI).

2.1.4.2 TGT (Teams-Games-Tournament)

Teams-Games-Tournament (TGT), merupakan salah satu bagian dari pembelajaran cooperative learning. Menurut Robert E. Slavin (2008:163), secara umum TGT sama dengan Student Team-Achievement Division (STAD) kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis serta sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademiknya setara dengan mereka.

Lebih lanjut Robert Slavin mengemukakan bahwa dalam pembelajaran ini,

para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang

yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang

etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka

untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.

(10)

Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.

Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah- masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.

Kiranawati (2007) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (penguatan). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

A. Komponen pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT).

Menurut Slavin (2008:105), ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) yaitu :

1. Penyajian Kelas (Class Pressentaton)

Penyajian kelas dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-

Tournament (TGT) tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran

klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan pada materi yang

sedang dibahas saja. Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi

dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung

atau dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Disamping itu,

guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus

dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini

siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang

disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada

saat kerja kelompok dan pada saat game/turnamen karena skor

game/turnamen akan menentukan skor kelompok.

(11)

2. Belajar Kelompok (Tim)

Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 5 orang yang anggotanya heterogen dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. Pada saat pembelajaran, fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

3. Persiapan Permainan/Pertandingan

Pertanyaan dalam game disusun dan dirancang dari materi yang relevan dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili kelompok. Sebagian besar pertanyaan dalam kuis adalah bentuk sederhana. Dalam penelitian ini pertanyaan disusun dalam bentuk kartu-kartu permainan. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yang diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan kartu tersebut.

4. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen)

Game/Turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyajian kelas dan

belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk

memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba

(12)

menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam. Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang telah tertera dibalik kartu tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir tim. Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian searah jarum jam, sampai habis kartu nomornya.

5. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim)

Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atau usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama.

Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim.

Penghargaan tim dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Penghargaan Tim

Kriteria (rata-rata tim) Penghargaan 40

45 50

Tim baik Tim Sangat Baik

Tim Super

(Slavin, 2008:175)

Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar yang optimal.

B. Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)

Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games- Tournaments (TGT) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran diawali dengan memberikan pelajaran (Tahap Penyajian Kelas) dan belajar dalam kelompok/Tim yang beranggotakan 4-5 orang.

Di dalam kelompok, siswa mempelajari materi yang diberikan sesuai

dengan kemampuan masing-masing, saling bekerjasama memadukan

kemampuan untuk saling mengisi, saling membantu guna mengerjakan

tugas belajar yang diberikan oleh guru. Selanjutnya diumumkan kepada

(13)

semua siswa bahwa akan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan siswa diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim.

Kepada siswa disampaikan bahwa mereka akan bekerja sama dengan kelompok belajar selama beberapa pertemuan, mengikuti turnamen akademik untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta diberitahukan tim yang mendapat nilai tertinggi akan mendapatkan penghargaan.

2. Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 4-5 siswa dengan kemampuan setara. Pada permulaan turnamen diumumkan penetapan yang ditetapkan. Nomor meja turnamen bisa diacak. Setelah kelengkapan dibagikan dapat dimulai kegiatan turnamen. Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan tugas masing siswa dalam putaran pertama. Siswa yang memperoleh angka tertinggi bertugas sebagai Reader 1, tertinggi kedua menjadi Penantang 1, tertinggi ketiga menjadi Penantang 2, dan angkan terendah menjadi Reader 2.

Pada putaran pertama, Reader 1 mengocok kartu nomor, mengambil satu kartu nomor kemudian mengambil satu kartu soal sesuai dengan kartu nomor yang diambilnya. Reader 1 membaca soal, kemudian menjawab soal yang dibaca. Apabila anggota kelompok ada yang tidak setuju dengan jawaban reader 1, maka penantang 1 diberi hak untuk menjawab atau melewatinya, jika jawaban penantang 1 juga tidak setujui, maka penantang 2 berhak menjawab, Reader 2 membacakan kunci jawaban.

Pada putaran kedua, posisi reader 1 ditempati penantang 1, posisi

penantang 1 ditempati penantang 2, posisi penantang 2 ditempati reader 2

dan posisi reader 2 ditempati reader 1. Setiap pergantian nomor soal posisi

tempat duduk berpindah searah jarum jam. Permainan berlanjut, seperti

yang telah ditentukan oleh guru, sampai periode kelas berakhir atau jika

seluruh soal terambil. Bagan dari putaran permainan TGT dalam satu

meja turnamen dapat dillihat dari Bagan 2.1.

(14)

Bagan 2.1 Putaran Permainan

3. Apabila permainan sudah berakhir, para siswa mencatat/merekap total skor yang telah mereka dapatkan. Penskoran didasarkan pada jumlah perolehan kartu yang diperolehan siswa.

4. Setelah siswa dalam kelompok merekap masing-masing skor yang diperoleh pada lembar penilaian, guru mengumpulkan lembar tersebut kemudian mengumumkan perolehan skor untuk setiap kelompok dan memberikan penghargaan pada kelompok dan individu yang memperoleh skor tertinggi.

C. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games- Tournament (TGT)

Taniredja, dkk. (2011:73) mengemukakan kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) adalah sebagai berikut:

1. Siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.

2. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.

3. Motivasi belajar siswa bertambah.

Reader 1

1. Ambil satu kartu bernomor dan ambillah satu kartu soal sesuai dengan kartu nomor yang diambil.

2. Bacalah pertanyaannya dengan keras.

3. Cobalah untuk menjawab.

Penantang 1

Menantang jika memang dia mau (dan memberi jawaban yang berbeda) atau boleh melewatinya.

Penantang 2

Boleh menantang jika penantang 1 melewati, dan jika memang dia mau (dan memberi jawaban yang berbeda) atau boleh melewatinya.

Reader 2

Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, Reader 2 memeriksa lembar jawaban dengan mengambil kartu kunci jawaban sesuai dengan kartu nomor dan kartu soal.

Alur posisi tempat

duduk

(15)

4. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasan yang dipelajari.

5. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi anatara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

6. Siswa bebas dalam mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa.

7. Interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.

Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games- Tournament (TGT) menurut Taniredja, dkk. (2011:73) adalah sebagai berikut:

1. Dalam pembelajaran tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya.

2. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.

3. Jika guru tidak dapat mengelola dan menguasai kelas, sering terjadi kegaduhan.

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran Teams-Games- Tournament (TGT) dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif TGT adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas seluruh siswa dan melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya. Aktivitas belajar dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT dirancang dengan permainan, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks, menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dibutuhkan kecerdasan emosi untuk memotivasi siswa dalam mengaktualisasi diri dan mengelola waktu dengan sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan apabila guru kurang cerdas dalam mengelola kelas dan siswa, maka dikhawatirkan akan menjadi penyebab kegagalan pembelajaran kooperatif tipe TGT ini.

2.1.5 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional sering disebut pembelajaran klasikal atau

pembelajaran tradisional. Menurut Sagala (2006:187) pembelajaran konvensional

atau pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada

(16)

sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. I Wayan Sukra dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:215) juda berpendapat, bahwa metode pembelajaran konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru, yang hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikontrol oleh guru.

Ujang Sukandi dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:215) mendeskripsikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Sedangkan Syaiful Sagala (2006:187) berpendapat bahwa dalam pembelajaran konvensional, perbedaan individu kurang diperhatikan karena seorang guru hanya mengelola kelas dan mengelola pembelajaran dari depan kelas. Pembelajaran konvensional cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif. Senada dengan pendapat tersebut, Slameto (2010:65) mengemukakan bahwa pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk dan pasif mendengarkan penjelasan guru. Guru yang mengajar dengan metode ceramah saja menyebabkan siswa menjadi bosan dan pasif.

Dari pendapat-pendapat mengenai pengertian pembelajaran konvensional tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat kepada guru dimana guru menjadi sumber utama dalam pembelajaran. Pembelajaran konvensional ditandai dengan kegiatan ceramah di depan kelas dan cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif tanpa memperhatikan kebutuhan belajar siswa secara individu.

Menurut Djamarah dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:216),berpendapat bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah, pemberian tugas dan latihan.

1. Metode Ceramah

Menurut Taniredja (2011:45), ceramah adalah sebuah bentuk interaksi

melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Sagala

dalam Taniredja (2011:45) berpendapat bahwa ceramah juga sebagai kegiatan

(17)

memberikan informasi dengan kata-kata yang mengaburkan dan kadang-kadang ditafsirkan salah.

Menurut Jusuf Djajadisastra dalam Scholaria (2011:216), prosedur penggunaan metode ceramah antara lain:

1) Merumuskan tujuan khusus pengajaran yang akan dipelajari siswa. Dengan tujuan tersebut dapat ditetapkan apakah metode ceramah benar-benar merukan metode yang tepat.

2) Menyusun bahan ceramah secara sistematis

3) Mengidentifikasi istilah-istilah yang sukar dan perlu diberi penjelasan dalam ceramah

4) Melaksanakan ceramah dengan memperhatikan:

a) Sajikan kerangka materi dan pokok-pokok yang akan diuraikan dalam ceramah. b) Uraian pokok-pokok tersebut dengan jelas dan usahakan istilah yang sukar dijelaskan secara khusus. c) Upayakan bahan pengait atau advance organizer agar penyajian lebih bermakna. d) Dapat dilakukan dengan pendekatan induktif ataupun deduktif. e) Gunakan multi metode dan multi media 5) Menyimpulkan pokok-pokok isi materi yang diceramahkan

dikaitkan dengan tujuan pembelajaran.

Suryosubroto dalam Tukiran Taniredja (2011:48) mengemukakan bahwa kebaikan metode ceramah antara lain:

(1) guru dapat menguasai seluruh arah kelas, (2) organisasi kelas sederhana, (3) cepat untuk menyampaikan informasi, (3) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah pendengar besar. Sedangkan kelemahan metode ceramah antara lain (1) guru sukar mengetahui sampai dimana murid- murid telah mengerti pembicaraannya; (2) murid sering kali member pengertian lain dari hal yang dimaksudkaan guru.

2. Metode Penugasan

Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Bahri Djamarah dan Aswan Zain, dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:217) mengemukakan langkah-langkah dalam penggunaan metode penugasan, yaitu:

1) Fase pemberian tugas

Dalam fase pemberian tugas kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:

a. Tugas yang diberikan harus mencakup tujuan pembelajran yang ingin

dicapai.

(18)

b. Tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa.

c. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.

d. Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.

e. Waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas.

2) Langkah pelaksanaan tugas

a. Guru memberikan bimbingan/pengawasan saat pelaksanaan tugas.

b. Guru memberikan motivasi dalam pelaksanaan tugas.

c. Guru mengarahkan agar tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri secara mandiri tanpa bantuan orang lain.

d. Siswa mencatat hasil-hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas dengan baik dan sistematis

3) Fase pertanggungjawabkan tugas

a. Laporan siswa baik lisan/ tertulis dari apa yang telah dikerjakannya b. Tanya jawab/ diskusi kelas

c. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara lain

3. Metode Latihan

Menurut Bahri Djamarah dan Aswar Zain dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:218), metode latihan adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Russefendi dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an, (2011:218) mengemukakan tentang langkah-langkah memberikan latihan adalah sebagi berikut:

(a) Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan diberikan. (b) Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya. (c) Guru menyuruh siswa melakukan latihan. (d) Guru menganalisis hasil latihan siswa

Mawardi dan Puspasari dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:219) mengemukakan karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas, antara lain:

(1) Siswa adalah penerima informasi, (2) Siswa cenderung bekerja

secara individual, (3) Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4)

Perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) Keterampilan dikembangkan

(19)

atas dasar latihan, (6) Siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7) Bahasa diajarkan dengan pendekatan stuktural.

Lebih lanjut Mawardi dan Puspasari mengemukan bahwa pembelajaran konvensional dipandang efektif terutama untuk:

(1) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, (2) Menyampaikan informasi dengan cepat, (3) Membangkitkan minat akan informasi, (4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Namun pembelajaran konvensional juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu (1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar dengan mendengarkan, (2) Siswa cepat bosan karena pendidik sering kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, (3) Tidak membangkitkan pemikiran kritis siswa, (4) pembelajaran konvensional mengansumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat individual.

2.1.6 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural sciene, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan.

Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Puskur, Balitbang Depdiknas dalam Abdi Rohman (2011: 8) menyatakan

bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hal ini sebagaimana yang

dikemukakan oleh Powler dalam Winaputra (1992 :122) bahwa IPA merupakan

ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang

tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi

dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu

sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling

menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan

berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang

(20)

atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sam akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.

Tutik Handyani (2011:24) menyatakan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan MI, mata Pelajaran IPA memiliki beberapa tujuan, antara lain:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Lebih lanjut dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, menyebutkan bahwa Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek- aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.

3. Energi dan perubahanya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-

benda langit lainnya.

(21)

Dari uraian pengertian IPA tersebut dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran IPA merupakan suatu pembelajaran yang membahas tentang ilmu alam khususnya mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini sehingga dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu diantara sebagai berikut:

Penelitian tindakkan kelas yang dilakukan Winarsi di Sekolah Dasar Negeri 8 Pondok Kelapa yang berada di Jakarta, tentang peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif learning tipe Teams-Games-Tournament (TGT). Dalam penelitian ini Winarsi menerapkan pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif learning tipe Teams-Games-Tournament (TGT) pada siswa kelas.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapkan pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif learning tipe Teams-Games- Tournament ( TGT) dapat meningkatkan kualitas proses dan prestasi belajar Matematika siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 8 Pondok Kelapa.

Penelitian lain dilakukan oleh Sri Pertiwi tentang Efektivitas Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Dan Jigsaw pada

Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII

SMP Di Kabupaten Blora. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1)

Pembelajaran materi Teorema Pythagoras dengan menggunakan model kooperatif

tipe TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan prestasi

belajar yang menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw (2) Prestasi belajar

matematika siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik daripada hasil belajar

matematika siswa dengan motivasi sedang atau rendah, hasil belajar matematika

siswa dengan motivasi sedang lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa

dengan motivasi belajar rendah. (3) Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara

penggunaan model pembelajaran dan motivasi belajar matematika terhadap

prestasi belajar matematika pada materi Teorema Pythagoras.

(22)

Dari penelitian yang telah dibahas diketahui kedua penilitian tersebut berbeda tetapi intinya sama yaitu penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar/prestasi belajar siswa. Jadi, dapat diartikan bahwa penggunaan itu dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kedua penelitian tersebut walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini. Sehingga dapat dikatakan penelitian- penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan pada efektifitas pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) mempengaruhi hasil belajar siswa mata pelajaran IPA.

2.3 Kerangka Berfikir

Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan secara sistematis dan terarah pada terjadinya proses belajar. Proses pembelajaran yang sudah lama dilakukan di Indonesia adalah sistem pembelajaran konvensional, artinya pembelajaran ini biasanya menggunakan metode ceramah dan sumber belajar berupa buku ajar. Pembelajaran tersebut cenderung membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran, hal ini berdampak pada siswa terutama dalam hal keaktifan di mana siswa menjadi pasif. Hal ini dikarenakan pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher centered (berpusat kepada pendidik), yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima informasi abstrak dan teoritis sehingga mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa dan siswa menjadi tidak aktif dan kreatif.

Keadaan tersebut tentu bertolak belakang dengan hakikat belajar yang efektif. Belajar yang efektif haruslah dimulai dengan berbagai macam aktivitas, baik aktifitas fisik maupun psikis. Siswa dalam pembelajaran harus mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Proses belajar tidak hanya menghafal, tetapi siswa harus membangun pengetahuan di pikirannya sendiri tanpa ada paksaan sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan model pembelajaran yang dapat

menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta siswa mampu mencapai

proses belajar yang ideal. Salah satu metode pembelajaran yang secara potensial

memiliki kapasitas untuk mendorong para guru dan siswa melakukan

(23)

pembelajaran yang efektif adalah Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Games- Tournament (TGT). Teams-Games-Tournament (TGT), merupakan salah satu bagian dari pembelajaran cooperative learning. Pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) merupakan kegiatan belajar yang melibatkan seluruh siswa dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran. Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama membagi ide- ide dengan cara berdiskusi mengenai materi pelajaran sampai semua anggota tim memahami materi pelajaran tersebut sebagai persiapan game/turnamen. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Sehingga pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games- Tournament (TGT) ini diharapkan dapat memberikan cara dan suasana baru yang menarik dalam pengajarannya khususnya pada mata pelajaran IPA.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dituangkan dalam bagan

alur kerangka berpikir sebagai berikut:

(24)

Bagan 2.2

Alur Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan yaitu diduga ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe Team-Games-Tournament (TGT) dengan pembelajaran konvensional mata pelajaran IPA kelas V SD Imbas Gugus Lokantara Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Berikut ini adalah rincian rumusan hipotesis dalam penelitian ini:

Kelas Kontrol SD Joho Temanggung

Kelas Eksperimen SD Kebonsari Temanggung Populasi Siswa Kelas

V

Uji Kesetaraan

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-

Games-Tournament (TGT)

Postest Postest

Hasil Belajar

Pembelajaran IPA

(25)

H

0

: tidak ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamnet (TGT) dengan pembelajaran konvensional mata pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Imbas Gugus Lokantara Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Ha : ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamnet (TGT) dengan pembelajaran konvensional mata pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Imbas Gugus Lokantara Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

H

0

= OX

1

= OX

2

Ha = OX

1

≠ OX

2

Keterangan:

OX

1

= Hasil pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament

OX

2

= Hasil pembelajaran pembelajaran konvensional

Gambar

Tabel 2.1   Penghargaan Tim

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa zeolit alam Ende tanpa aktivasi dan modifikasi (ZA), zeolit teraktivasi asam (ZAA), zeolit teraktivasi basa (ZAB), Na-zeolit

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Wuryanto & Insani, 2013) yang berjudul “Tingkat Kesiapan (Readiness) Implementasi E- Learning di Sekolah Menengah Atas Kota

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan penetapan tarif sewa kamar dan ruang pertemuan dengan menggunakan metode Activity Based Costing pada Hotel Royal Regal

Toha Anggoro (2007 : 4.3) menyatakan bahwa “Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu

Metode studi lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan data, serta menganalisa data tersebut, sedangkan metode studi pustaka

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

antara alkohol dengan suatu anhidrida asam atau klorida asam, yang lebih reaktif.. daripada asam karboksilat dan dapat bereaksi secara tak

Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kepercayaan merek ( brand in trust ) sebagai variabel mediasi terhadap loyalitas merek ( brand loyalty )