• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "III. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Statistik Data Plot Contoh

Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT Pankromatik sebanyak 260 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian dikelompokkan menjadi kelompok data untuk penyusunan model dan kelompok data untuk pengujian/validasi model (Tabel 1). Banyaknya plot contoh yang diperoleh ini sudah cukup besar dan telah memenuhi syarat kebutuhan ukuran data dalam penyusunan model.

Tabel 1. Ringkasan statistik data plot contoh hasil pengukuran lapangan dan penaksiran citra SPOT Pankromatik yang digunakan dalam penyusunan model dan pengujian/validasi model

Data penyusun model (n=230) Data validasi model (n=30) Peubah

Rata- rata

Simp.

Baku

Min Maks Rata-

rata

Simp.

baku

Min Maks

B 25,3 10,5 3,5 47,7 34,0 9,2 19,4 50,8

Clap 17,2 7,0 3,1 32,7 28,1 10,4 8,1 42,7

Dlap 8,1 2,4 3,0 14,0 11,0 3,2 4,6 16,2

Cspot 15,7 8,2 1,6 34,5 24,3 11,9 3,5 41,9

Dspot 8,7 1,3 4,8 13,2 10,0 1,6 7,6 14,1

B: biomassa tegakan (ton ha-1); Clap: kerapatan tajuk di lapangan (%); Dlap: diameter tajuk di lapangan (m); Cspot: kerapatan tajuk di citra SPOT Pankromatik (%); Dspot: diameter tajuk di citra SPOT Pankromatik (m)

Selain banyaknya plot contoh, hubungan antarpeubah dari plot contoh juga harus diperhatikan dalam penyusunan model dan pengujian/validasi model.

Secara kuantitif, hubungan antarpeubah tersebut dilihat menggunakan pengujian nilai koefisien korelasi linier Pearson dan secara visual dilihat menggunakan diagram pencar. Hasil pengujian korelasi (Tabel 2) dan diagram pencar (Gambar 6) pada masing-masing pasangan peubah menunjukkan adanya korelasi antarpeubah tersebut sehingga dapat dibuat model penduga biomassa tegakan berdasarkan kerapatan tajuk dan/atau diameter tajuk.

(2)

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40

Kerapatan tajuk lapangan (%) Biomassa tegakan (ton ha-1 )

0 10 20 30 40 50 60

0 5 10 15

Diameter tajuk lapangan (m) Biomassa tegakan (ton ha-1 )

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 10 20 30 40

Kerapatan tajuk lapangan (%)

Diameter tajuk lapangan (m)

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40

Kerapatan tajuk citra SPOT (%) Biomassa tegakan (ton ha-1 )

0 10 20 30 40 50 60

0 5 10 15

Diameter tajuk citra SPOT (%) Biomassa tegakan (ton ha-1 )

0 2 4 6 8 10 12 14

0 10 20 30 40

Kerapatan tajuk citra SPOT (%)

Diameter tajuk citra SPOT (m)

Tabel 2. Korelasi linier Pearson antarpeubah dan hasil pengujiannya pada plot contoh dalam penyusunan model

Clap Dlap Cspot Dspot

B 0,64** 0,37** 0,11tn 0,09tn

Clap 0,64** 0,16* 0,38**

Dlap 0,12tn 0,26**

Cspot 0,18**

B: biomassa tegakan (ton ha-1); Clap: kerapatan tajuk di lapangan (%); Dlap: diameter tajuk di lapangan (m); Cspot: kerapatan tajuk di citra SPOT Pankromatik (%); Dspot: diameter tajuk di citra SPOT Pankromatik (m); ** sangat nyata; * nyata; tn tidak nyata

Gambar 6. Pencaran data peubah biomassa tegakan, kerapatan tajuk, dan diameter tajuk pada data plot contoh di lapangan dan citra satelit sebagai bahan penyusun model penduga biomassa tegakan.

(3)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 10 20 30 40

Kerapatan tajuk lapangan (%)

Kerapatan tajuk citra SPOT (%)

0 2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15

Diameter tajuk lapangan (m)

Diameter tajuk citra SPOT (m)

Hasil penaksiran peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan pengukuran kerapatan tajuk dan diameter tajuk di lapangan menunjukkan konsistensi pengukuran kedua peubah tersebut di citra dan lapangan. Secara visual, diagram pencar pasangan peubah kerapatan tajuk di lapangan dengan kerapatan tajuk pada citra dan diameter tajuk di lapangan dengan diameter tajuk pada citra menggambarkan konsistensi penaksiran diameter tajuk lebih baik dibandingkan dengan penaksiran kerapatan tajuk (Gambar 7).

Gambar 7. Pencaran data pada peubah biomassa kerapatan tajuk dan diameter tajuk hasil penaksiran citra SPOT Pankromatik dan pengukuran di lapangan.

3.2 Model Penduga Biomassa Tegakan

Biomassa tegakan hutan diduga berdasarkan peubah tegakan berupa kerapatan tajuk dan diameter tajuk. Pendekatan ini didasarkan atas penelitian terdahulu mengenai keterkaitan erat antara volume pohon dengan dimensi pohon seperti diameter, tinggi, dan angka bentuk pohon, sedangkan volume pohon berkaitan erat dengan berat pohon dengan diketahuinya kerapatan jenis pohon dan berat pohon merupakan penciri dari biomassa pohon. Dengan demikian, pembuatan model biomassa tegakan dapat dibuat atas dasar dimensi-dimensi pohon yang berkaitan dengan volume pohon dan berat pohon.

3.2.1 Kerapatan Tajuk

Secara umum, model-model yang dicobakan sangat signifikan dalam menduga biomassa tegakan ditunjukkan oleh angka signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,01 (Tabel 3). Penyusunan model penduga biomassa tegakan

(4)

berdasarkan kerapatan tajuk menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 38-40% pada model linier, pangkat, dan eksponensial.

Hasil tersebut tidak jauh berbeda antara metode OLS dan GLS/GNLS. Nilai koefisien determinasi sebesar 38-40% pada model yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan dapat dijelaskan oleh keragaman data kerapatan tajuk sekitar 38-40% dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam model.

Tabel 3. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BC1), pangkat (BC2), dan eksponensial (BC3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLS/GNLS

Model Parameter p-value R2adj s AIC

OLS

BC1 b0 8,837 0,00 40,22 8,133 1.620,85

b1 0,958

BC2 b0 4,016 0,00 39,45 1,475 222,09

b1 0,633

BC3 b0 10,560 0,00 38,62 1,479 225,22

b1 0,045

GLS/GNLS

BC1 b0 8,460 0,00 40,20 3,9867 1.619,74

b1 0,979

BC2 b0 4,594 0,00 40,54 4,1766 1.616,47

b1 0,608

BC3 b0 12,633 0,00 37,97 4,1682 1.625,50

b1 0,038

Secara visual, diagnostik regresi terhadap pengamatan heteroskedastisitas pada sisaan model regresi menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil (OLS) menunjukkan pola ragam yang tidak konstan (Gambar 8). Ketidakkonstanan ragam ini dapat mempengaruhi keterandalan model meskipun dalam analisis ragam model ini signifikan (Draper & Smith 1998).

(5)

Gambar 8. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BC1 (A), model pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C).

Penggunaan metode jarak terbesar (maximum likelihood) pada metode pendugaan model regresi GLS/GNLS merupakan alternatif yang dapat dicoba untuk mendapatkan asumsi kekonstantan ragam dari model linier, pangkat, dan eksponensial. Penggunaan program R versi 2.11.1. untuk menentukan koefisien regresi dan pengujiaanya disajikan pada Lampiran 2. Secara visual, hasil pengujian homoskedastisitas pada model pendugaan model regresi GLS/GNLS terlihat pada Gambar 9.

A B

C

(6)

Gambar 9. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BC1 (A), model pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C).

Adanya korelasi antara peubah kerapatan tajuk di lapangan dan citra SPOT Pankromatik menunjukkan adanya konsistensi antara hasil penaksiran kerapatan tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan hasil pengukuran lapangan. Hal ini dapat meningkatkan keyakinan penggunaan peubah yang ditaksir pada citra dalam menduga biomassa tegakan di lapangan. Kemampuan interpreter dalam menaksir kerapatan tajuk juga terlihat dengan baik serta kesalahan penempatan posisi plot contoh di lapangan dan citra SPOT Pankromatik tidak terlalu besar.

Model penduga biomassa tegakan yang hanya melibatkan kerapatan tajuk menunjukkan bahwa model pangkat (BC2) menggunakan metode GNLS

A B

C

(7)

merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial berdasarkan nilai koefisien determinasi terbesar dan nilai AIC terkecil. Koefisien determinasi sebesar 40,54% ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 40,54%, sedangkan sisanya (59,46%) dijelaskan oleh peubah yang lain.

3.2.2 Diameter Tajuk

Korelasi antara diameter tajuk dan biomassa tegakan juga terlihat dari hasil analisis korelasi (Tabel 2) sehingga model penduga biomassa tegakan dapat dibuat berdasarkan peubah diameter tajuk (Tabel 4). Penyusunan model penduga biomassa tegakan berdasarkan diameter tajuk menggunakan metode OLS dan GLS/GNLS menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 13-16% pada model linier, pangkat, dan eksponensial. Nilai koefisien determinasi sebesar 13-16% pada model yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan hanya 13-16% saja dapat dijelaskan oleh keragaman data diameter tajuk dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam model.

Tabel 4. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BD1), pangkat (BD2), dan eksponensial (BD3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLS/GNLS

Model Parameter p-value R2adj s AIC

OLS

BD1 b0 12,194 0,00 13,68 9,773 1.705,33

b1 1,611

BD2 b0 6,031 0,00 16,05 1,581 297,25

b1 0,648

BD3 b0 12,003 0,00 14,42 1,588 301,69

b1 0,079

GLS/GNLS

BD1 b0 12,499 0,00 13,68 11,9024 1.706,89

b1 1,576

BD2 b0 8,921 0,00 14,39 11,3060 1.705,27

b1 0,503

BD3 b0 15,771 0,00 12,97 12,7868 1.708,60

b1 0,057

Seperti halnya pada peubah kerapatan tajuk, diagnostik regresi pada model penduga dengan peubah bebas diameter tajuk, pengamatan heteroskedastisitas secara visual terhadap sisaan model pada model regresi menggunakan metode

(8)

jumlah kuadrat terkecil (OLS) menunjukkan pola ragam yang tidak konstan (Gambar 10).

Gambar 10. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BD1 (A), model pangkat BD2 (B), dan model eksponensial BD3 (C).

Ketidakkonstanan ragam ini dapat mempengaruhi keterandalan model meskipun dalam analisis ragam model ini berarti (signifikan). Sebagai alternatif, penggunaan metode jarak terbesar (maximum likelihood) pada GLS/GNLS dapat dicoba untuk mendapatkan asumsi kekonstantan ragam dari model linier, pangkat, dan eksponensial (Draper & Smith 1998). Secara visual, hasil pengujian homoskedastisitas pada model pendugaan model regresi GLS/GNLS terlihat pada Gambar 11.

A B

C

(9)

Gambar 11. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BD1 (A), model pangkat BD2 (B), dan model eksponensial BD3 (C).

Adanya korelasi antara peubah diameter tajuk di lapangan dan citra SPOT Pankromatik menunjukkan adanya konsistensi antara hasil penaksiran diameter tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan hasil pengukuran lapangan. Kemampuan interpreter dalam menaksir diameter tajuk juga terlihat dengan baik dan kesalahan penempatan posisi plot contoh di lapangan dan citra SPOT Pankromatik tidak terlalu besar.

Model penduga biomassa tegakan yang hanya melibatkan diameter tajuk menunjukkan bahwa model pangkat (BC2) menggunakan metode OLS merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial dengan

A B

C

(10)

nilai koefisien determinasinya terbesar dan kesalahan (s dan AIC) paling kecil.

Koefisien determinasi sebesar 16,05% ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 16,05%, sedangkan sisanya (83,95%) dijelaskan oleh peubah yang lain.

3.2.3 Kerapatan dan Diameter Tajuk

Secara umum, model-model yang dicobakan sangat signifikan dalam menduga biomassa tegakan berdasarkan kerapatan tajuk dan diameter tajuk yang ditunjukkan oleh angka signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,01 berdasarkan analisis regresi menggunakan metode OLS dan GLS/GNLS (Tabel 5).

Tabel 5. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier (BCD1), pangkat (BCD2), dan eksponensial (BCD3) penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLS/GNLS

Model Parameter p-value R2adj s AIC

OLS

BCD1 b0 9,874 0,00 40,14 8,138 1.622,12

b1 1,013 b2 -0,244

BCD2 b0 4,254 0,00 39,28 1,476 223,75

b1 0,661 b2 -0,066

BCD3 b0 10,808 0,00 38,40 1,480 227,06

b1 0,046 b2 -0,005

GLS/GNLS

BCD1 b0 9,198 0,00 40,08 3,8534 1.622,82

b1 1,048 b2 -0,237

BCD2 b0 4,765 0,00 40,67 4,0534 1.617,83

b1 0,671 b2 -0,105

BCD3 b0 13,359 0,00 40,00 4,2538 1.628,13

b1 0,040 b2 -0,010

Penggunaan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus dalam model diharapkan dapat menjelaskan keragaman biomassa tegakan yang lebih baik. Walaupun demikian, pengecekan terhadap korelasi antara keduanya diperlukan untuk menghindari adanya kolinieritas dalam model regresi. Indikator yang dapat digunakan adalah nilai variance inflation factor (VIF) (Draper &

Smith 1998). Nilai VIF sebesar 1,7 pada model linier dan eksponensial dan

(11)

sebesar 1,9 pada model pangkat menunjukkan tidak adanya kolinieritas yang serius dalam penggunaan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus.

Rawlings et al. (1998) memberikan batas nilai VIF > 10 untuk regresi berganda yang diindikasikan adanya kolinieritas.

Selain itu, pengamatan terhadap asumsi kekonstanan ragam dalam model regresi dilakukan melalui diagram pencar sisaan berdasarkan nilai dugaan model regresi. Secara visual, pola pada diagram pencar sisaan yang tidak menyerupai pita memanjang menunjukkan adanya heteroskedastisitas pada model dengan metode OLS (Gambar 12) yang harus diperbaiki melalui model penduga menggunakan metode GLS/GNLS sehingga asumsi homoskedastisitas dalam model terpenuhi (Gambar 13).

Gambar 12. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BCD1 (A), model pangkat BCD2 (B), dan model eksponensial BCD3 (C).

A B

C

(12)

Gambar 13. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BCD1 (A), model pangkat BCD2 (B), dan model eksponensial BCD3 (C).

Model penduga biomassa tegakan yang melibatkan kerapatan dan diameter tajuk menunjukkan bahwa model pangkat (BCD2) menggunakan metode GNLS merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial dengan nilai koefisien determinasinya terbesar walaupun kesalahan (s dan AIC) bukan paling kecil. Koefisien determinasi sebesar 40,67% ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 40,67%, sedangkan sisanya (59,33%) dijelaskan oleh peubah yang lain.

Adanya kelemahan pendugaan parameter model regresi menggunakan metode OLS yang cukup mengganggu maka dalam analisis selanjutnya dilakukan terhadap model pendugaan paramater regresi menggunakan GLS dan GNLS pada

A B

C

(13)

kelompok model linier, pangkat, dan eksponensial yang menghasilkan model penduga biomassa sebanyak 9 buah. Pemilihan model regresi terbaik untuk menduga biomassa tegakan hutan rawa gambut berdasarkan peubah pengukuran pada citra satelit menggunakan nilai-nilai statistik R2adj, s, dan AIC. Secara umum, model-model yang dihasilkan cukup berarti, sehingga peubah penduga kerapatan tajuk dan/atau diameter tajuk dapat menjelaskan kandungan biomassa tegakan pada hutan rawa gambut.

Pemilihan model terbaik dari keseluruhan model menggunakan sistem pemeringkatan berdasarkan kriteria nilai-nilai statistik R2adj, s, dan AIC.

Pemeringkatan menggunakan total skor peringkat pada setiap model dengan kriteria skor terkecil diberikan pada nilai R2adj yang tinggi dan nilai s dan AIC yang rendah sehingga model yang terpilih merupakan model dengan total skor yang terkecil (Tabel 6).

Berdasarkan hasil pemeringkatan, model pangkat dengan peubah bebas kerapatan tajuk dan diameter tajuk (BCD2) merupakan model yang dapat direkomendasikan pada urutan pertama untuk menduga biomassa tegakan berdasarkan kedua peubah tersebut. Bentuk model pangkat yang terpilih ini, mengisyaratkan bahwa biomassa tegakan sebagai salah satu dimensi tegakan mempunyai pola petumbuhan mengikuti pola nonlinier. Pola nonlinier berupa pangkat ini menyerupai pola model alometrik penduga biomassa pohon pada umumnya. Pada urutan kedua, model pangkat dengan peubah bebas kerapatan tajuk (BC2) dipertimbangkan untuk terpilih atas dasar nilai koefisien determinasi terbesar kedua dengan nilai kesalahan AIC terkecil.

Pemilihan model terbaik dari dua model kandidat terpilih atas dasar nilai koefisien determinasi dan AIC perlu mempertimbangkan kemudahan penggunaan model tersebut selanjutnya. Dengan demikian, model pangkat dengan satu peubah bebas (BC2) direkomendasikan terpilih karena hanya menggunakan peubah kerapatan tajuk saja dan perbedaan nilai koefisien determinasi yang tidak terlalu besar (0,13%).

(14)

Tabel 6. Pemeringkatan model terpilih menggunakan kriteria nilai R2adj, s, dan AIC

Model R2adj s AIC Total skor

BC1 3 2 3 8

BC2 2 5 1 8

BC3 6 4 5 15

BD1 8 8 8 24

BD2 7 7 7 21

BD3 9 9 9 27

BCD1 4 1 4 9

BCD2 1 3 2 6

BCD3 5 6 6 17

3.3 Pengujian Model Penduga Biomassa

Konfirmasi keterandalan model penduga biomassa tegakan yang dihasilkan maupun model terpilih (BC2) berdasarkan 230 data plot contoh dilakukan dengan uji validasi menggunakan 30 data plot contoh yang berbeda (Tabel 1). Parameter pengujian model penduga biomassa menggunakan nilai-nilai SA, SR, RMSE, dan

2hitungseperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai statistik uji validasi dari model-model linier (BC1, BD1, BCD1), pangkat (BC2, BD2, BCD2), dan eksponensial (BC3, BD3, BCD3) Model/Metode penduga regresi SA SR(%) RMSE2hitung

BC1/GLS -0,06 11,63 8,1348 27,66

BC2/GNLS -0,01 11,83 8,1111 19,66

BC3/GNLS -0,16 16,28 8,2848 70,30

BD1/GLS 0,12 21,32 9,7734 45,92

BD2/GNLS 0,13 21,84 9,7332 48,85

BD3/GNLS 0,12 21,41 9,8134 45,29

BCD1/GLS -0.06 11,82 8,1425 28,46

BCD2/GNLS -0,01 12,50 8,1020 20,74

BCD3/GNLS -0,16 16,10 8,2830 68,04

Secara umum, setiap model yang dihasilkan menggunakan metode GLS maupun GNLS dan model terpilih (BC2) terbukti valid berdasarkan nilai simpangan agregat menunjukkan hasil model yang valid. Nilai-nilai SA model berada pada selang nilai -1 dan 1. Namun, pada kriteria nilai statistik simpangan

(15)

rata-rata, semua model yang diperoleh mempunyai nilai koefisien > 10% atau melewati batas pengujian model. Adanya perbedaan hasil uji validasi pada kedua nilai statistik tersebut maka diperlukan hasil pengujian validasi yang lain berdasarkan nilai statistik khi-kuadrat (2) dan nilai RMSE pada setiap model.

Hasil pengujian2 menunjukkan bahwa model BC1, BC2, BD3, BCD1, dan BCD2 mempunyai nilai2hitung< 2tabel(42,56) pada tingkat nyata 5% dan derajat bebas 29 sehingga dapat dikatakan bahwa model-model tersebut cukup valid digunakan untuk menduga biomassa tegakan hutan rawa gambut berdasarkan kerapatan dan diameter tajuk. Menurut kriteria nilai nilai RMSE, secara umum model-model regresi yang dihasilkan mempunyai kesalahan pendugaan yang cukup kecil terlihat pada nilai RMSE yang mendekati angka 0. Dengan demikian, model BC2 yang terpilih sebagai model terbaik juga terbukti valid berdasarkan kriteria nilai simpangan agregat (SA), khi-kuadrat (2), dan nilai RMSE.

Gambar

Tabel 2.   Korelasi linier Pearson  antarpeubah dan  hasil pengujiannya pada  plot  contoh dalam penyusunan model
Gambar 7.  Pencaran  data  pada  peubah  biomassa  kerapatan  tajuk dan  diameter  tajuk  hasil  penaksiran  citra  SPOT  Pankromatik  dan pengukuran  di  lapangan.
Tabel 3.   Dugaan  parameter  regresi  dan  nilai  statistik  pemilihan  model  terbaik  dari  model-model  linier  (BC1),  pangkat  (BC2),  dan  eksponensial  (BC3)  penduga  biomassa  tegakan  yang  dicobakan  menggunakan  pendekatan OLS dan GLS/GNLS
Gambar 8.  Pola  pencaran  sisaan  model  terhadap  nilai  dugaan  model  yang  menunjukkan  pola  ragam  tidak  konstan  pada  model  linier  BC1  (A),  model pangkat BC2 (B), dan model eksponensial BC3 (C)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang diabetes mellitus di BPS Anas Kusuma desa pilangsari sragen, dengan hasil diperoleh

Ketika terdapat dua buah kawat dengan panjang l dialiri arus listrik sebesar I yang tiap kawat diletakkan pada suatu medan magnetik sebesar B, maka akan timbul gaya Lorentz berupa

Analisis ketiga, yaitu analisis terhadap aspek ekonomi, berdasarkan apa yang telah dijelaskan oleh responden bahwa penerapan sistem yang ada di RSU Dr Saiful Anwar

Aliran musik pop merupakan aliran musik yang sangat digemari, terutama oleh kalangan anak muda permasalahan yang dikaji adalah bagaimana menciptakan sebuah media

acceptable to your Government, become effective from the date attached Loan Amendment. to THE AGREEMENT

Studi pendahuluan (studi literatur) dengan cara mengkaji sumber- sumber yang berkaitan terhadap penelitian serta mengkaji hasil penelitian yang relevan. Melaksanakan

Dalam praktiknya upaya mutasi pegawai negeri sipil ini merupakan pemberdayaan dan pembinaan yang mengarahkan kegiatannya kepada tujuan mutasi yaitu,

pengorganisasian data pada memori komputer maupun fle (berkas) pada suatu media penyimpanan dengan menggunakan struktur data array, struct, tree, dan fle