• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH PENYAKIT HATI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN DAN PROGRAM PENANGGULANGANNYA MELALUI PELAYANAN KONSELING SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASALAH PENYAKIT HATI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN DAN PROGRAM PENANGGULANGANNYA MELALUI PELAYANAN KONSELING SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PELAYANAN KONSELING

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Bimbingan dan Konseling

Oleh:

ANDRE SAPUTRA NIM 14 108 010

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

2019

(2)
(3)

i

(4)
(5)

ii ABSTRAK

ANDRE SAPUTRA. NIM 14 108 010. Judul Skripsi: “Masalah Penyakit Hati dalam Perspektif AL-qur’an dan Program Penanggulangannya melalui Pelayanan Konseling” Terdiri dari 92 halaman.

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah masalah penyakit hati dalam perspektif al-qur‟an dan program penanggulangannya melalui pelayanan konseling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ayat-ayat Al- Qur‟an yang berhubungan dengan masalah penyakit hati dan ditanggulangi melalui pelayanan konseling.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian (library research) yakni penelitian yang bersumber datanya dikumpulkan dari bahan-bahan kepustakaan, baik berupa Al-Qur‟an, buku dan lain-lain. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Tafsir Maudhu‟i, adalah pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai tujuan yang sama dengan arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun ayat serta memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan, uraian, komentar dan pokok-pokok kandungan hukum nya.

Dari hasil penelitian dapat penulis simpulkan bahwa

1. penyakit hati adalah suatu bentuk kerusakan yang menimpa hati, yang berakibat dengan tidak memfungsikan hati untuk melihat kebenaran.

2. Penulis membahas beberapa penyakit hati yaitu tentang sifat sombong, dengki, tamak, buruk sangka dan riya‟.

3. Ayat yang penulis temukan tentang masalah penyakit hati ada 48 surat dan 126 ayat.

4. Penyakit hati dapat ditanggulangi dengan layanan konseling melalui program BK komprehensif.

5. Program penanggulangannya yaitu: layanan dasar, Layanan responsif, Perencanaan individual,dan dukungan sistem.

Kata kunci: Masalah Penyakit Hati Dalam Perspektif Al-qur‟an, dan program penanggulangannya dan Pelayanan Konseling

(6)

iii DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah... 7

D. Pertanyaan Penelitian Dan Pemecahan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori ... 9

1. Penyakit Hati ... 9

a. Pengertian Hati ... 9

b. Pengertian Penyakit Hati ... 11

c. Gejala Penyakit Hati ... 12

d. Macam-Macam Penyakit Hati... 14

e. Faktor Yang Menyebabkan Penyakit Hati ... 24

2. Ayat-Ayat Al-Qur‟an Tentang Masalah Penyakit Hati ... 28

3. Pelayanan Konseling ... 35

a. Pengertian Konseling/BK... 35

b. Komponen Pelayanan BK ... 36

c. Jenis-Jenis Layanan Konseling/BK ... 40

d. Tujuan Pelayanan Konseling/BK ... 41

B. Penelitian Yang Relevan ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian ... 43

(7)

iv

B. Sumber Data ... 43

C. Langkah-Langkah Pengumpulan Data ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Alat Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian ... 46

B. Pembahasan ... 81

C. Progam ... 91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA

(8)

v

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan makhluk lainnya. Baik itu sesama manusia atau lingkungan sekitarnya. Dari sifat sosial inilah yang membawa pengaruh terhadap berbagai aspek dari kehidupannya, disadari ataupun tidak disadari.Manusia mempunyai akal pikiran, hati, jantung, jiwa dan nafsu.

Yang mana hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Akal digunakan untuk berfikir, hati untuk melahirkan sifat ataupun perangai yang ada pada dirinya dan lain-lain.

Setiap manusia mempunyai hati, yang mana harus tetap dijaga agar tidak terserang penyakit. Apabila hati sudah terserang penyakit, maka jiwa seseorang akan merasa tidak nyaman karena hati merupakan sumber utama bagi manusia untuk bertindak. Hati yang sudah terserang penyakit akan membuat seseorang semakin jauh dari Allah SWT.

Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri.

Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan hal yang benar dan hal yang salah, tetapi tidak jarang mengalami keragu-raguan dan sengketa batin sehingga seakan-akan sulit menentukan yang benar dan yang salah.

Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati. Hatilah yang menunjukkan watak dan diri individu sebenarnya. Hati atau “kalbu”- lah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan. Maka dari sini tampak lah mana yang hatinya sedang ada penyakit atau yang tidak.

Penyakit hati adalah perasaan tidak enak yang muncul di dalam diri manusia sehingga menyebabkan hatinya menjadi terasa tidak tenang,

(10)

gelisah, dan waswas. Perasaan tidak enak itu mirip seperti sebuah virus yang menyerang komputer, ia muncul karena adanya sesuatu yang tidak beres di dalam hati dan pikiran manusia, tidak peduli laki-perempuan, tua- muda, besar-kecil, maupun kaya-miskin. (Barozi, 2008: 19)

Menurut Barozi dalam bukunya dikatakan bahwa, orang-orang yang hatinya sedang sakit itu biasanya sering mengalami kesulitan untuk mengendalikan emosinya. Sebab, emosi orang yang sedang sakit itu sangat tidak stabil. Karena itu ia gampang sekali goyah. Hal itu terjadi karena orang yang hatinya sedang sakit itu sering mengalami kesulitan dalam melihat hakikat dan suatu persoalan atau situasi yang sedang terjadi di hadapannya. Akibatnya, ia gampang sekali terpancing emosi, dan terkadang larut dalam situasi yang sedang terjadi. (Barozi, 2008: 21)

Jadi, penyakit hati adalah suatu penyakit yang menimbulkan perasaan tidak enak dalam jiwa seseorang yang disebabkan oleh virus (bisikan setan dan hawa nafsu) sehingga menyebabkan hati menjadi keras bahkan mati. Orang yang terkena penyakit hati ini biasanya tidak bisa dinasehati dan menganggap semua perbuatannya paling benar.

Penyakit hati lebih berbahaya dari penyakit fisik. Jika penyakit fisik bisa diobati secara langsung dengan obat-obatan, sedangkan kalau penyakit hati bisa juga diobati tetapi yang namanya berhubungan dengan hati pasti sulit untuk baiknya. Karena sudah fitrah manusia juga mempunyai hati yang bersih atau tidak. Hal ini bisa diobati dengan iman seseorang, mulai perbaiki dengan mengerjakan hal-hal yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala laranganNya.

Penyakit hati banyak dibicarakan dalam Al-Qur‟an, Hadist dan lainnya, salah satunya dalam firman Allah dalam Qur‟an Surah At-Taubah ayat 125:



























(11)

Artinya:

“dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir”.

Ayat ini menjelaskan bahwa penyakit hati lebih berbahaya dari penyakit fisik. Karena hanya bisa diobati dengan taubat seseorang. Anak yang dilahirkan dari orangtua yang baik maka ia berpotensi untuk menumbuhkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Namun apabila anak tersebut hidup dalam lingkungan yang rusak, dan berakhlak rendah maka anak tersebut bisa menjadi orang yang suka merusak dan jahat. Sebaliknya anak yang dilahirkan dari orang tua yang jahat berpotensi menumbuhkan sifat- sifat tercela dalam perilakunya.

Seandainya hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kebaikan dan diserahkan kepada pendidik yang baik, ada kemungkinan sifat-sifat buruk mereka akan tertutupi dan tumbuh menjadi orang yang memiliki keutamaan dan keimanan. Seorang anak pada usia dini mempunyai daya tangkap yang kuat dalam menerima pendidikan. Dia memiliki kecenderungan untuk ingin tahu atau mengamati segala sesuatu yang ada disekelilingnya. Pada masa itu, dia memiliki kebebasan yang cukup besar dan tidak atau belum menerima ajaran atau berbagai pengalaman pahit lainnya.

Oleh karena itu, setiap anak senantiasa akan mendengar, melihat, menikmati atau merasakan berbagai hal yang cukup dan hal-hal yang baru selama ia mampu mempersiapkan dirinya untuk melaksakan semua itu.

Mayoritas anak-anak apabila mendapat stimulant maka mereka akan menciptakan maupun menikmati keindahan, mencintai, seseorang dan mempercayai seluruh pengetahuan tersebut dengan senang hati. Semua itu merupakan kesempatan yang baik untuk membiasakan mereka berpikir ilmiah dan cermat. Anak-anak adalah harapan masa depan dan penerus kelangsungan serta kelanjutan hidup.

(12)

Tugas orang tua adalah mendidik dan mengarahkan anak-anaknya sesuai dengan talenta yang dimiliki. Karena pada anak usia dini penuh dengan rasa ingin tahu yang besar, mereka berhasrat untuk menjadi seorang individu yang memiliki kemampuan memadai sesuai dengan taraf kedewasaannya. Bila sejak usia dini, seorang anak memperoleh kesempatan baik, maka kemudian hari ia akan menjadi orang yang kreatif.

Tidak dalam pendapat para ulama saja, dalam Al-Qur‟anpun dikatakan bahwa psikologi anak dapat terbentuk dengan baik, jika ia mendapatkan pendidikan yang baik.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an Surah Al-Baqarah Ayat 30:



















 























 















Artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dari ayat di atas jelas diketahui, bahwa manusia diciptakan bukan untuk menumpahkan darah di muka bumi ini melainkan untuk menjadi seorang khalifah, yang menjaga apa yang telah diciptakan Allah SWT.

dalam hal ini anak dan orangtua ataupun keluarga, diwajibkan untuk menjadi seorang khalifah, karena pendidikan utama yang didapatkan oleh seorang anak ialah dari keluarganya.

(13)

Keluarga merupakan batu pertama bagi pembinaan setiap masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang. Karena itulah, manhaj pendidikan moral dalam Islam harus dimulai sejak dini sekali. Pada dasarnya, ia merupakan asas yang dipertimbangkan bagi pembinaan keluarga yang kokoh dan harmonis. Sesungguhnya pendidikan moral inilah yang menjamin terwujudnya keluarga Islam yang kuat, yang penuh warna rasa cinta dan menjamin terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh akal dan jiwanya. (Jamaluddin, 91)

Tidak hanya itu saja, penyakit hati juga merupakan masalah psikologi seseorang. penyakit hati, menyebabkan hati tak mampu melakukan fungsinya yang khas, yang memang itu diciptakan untuknya.

yaitu, pengetahuan, hikmah, ma‟rifah, cinta kepada Allah, beribadah untuk dan kepada-Nya, merasakan kenikmatan apabila menyebut atau mengingat-Nya, mengutamakan-Nya di atas segala keinginan selain-Nya, serta mengerahkan semua dorongan jiwa dan anggota tubuh demi melaksanakan semua itu. Firman Allah SWT :















Artinya:

“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariat: 56)

Ayat di atas menjeleaskan bahwa, manusia diciptakan untuk menyembah Allah Swt. yaitu mematuhi segala perintahnya menjauhi segala larangannya. Contoh perintah Allah Swt adalah mengerjakan shalat, puasa wajib dll. Semua yang di kerjakan sudah diatur dalam Al-Qur‟an, karena Al-Qur‟an merupakan dalil pasti yang diturunkan oleh Allah kepada para Nabi melalui perantaraan Malaikat yang mana dijadikan sebagai pedoman hidup bagi umat manusia.

Al-Qur‟an merupakan anugerah yang diberikan kepada manusia (umat Islam) sebagai anugerah. Allah memberikan banyak kemudahan

(14)

bagi yang mau mempelajarinya.dalam Al-Qur‟an tertera semua yang dibutuhkan, mulai dari sifat terpuji, tercela dll. (Hidayat, 2011: 03)

Dengan adanya masalah-masalah yang telah dikemukakan tentang penyakit hati, yang mana nantinya akan ditanggulangi dalam Pelayanan Konseling. Pelayanan Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan terhadap klien yang mempunyai masalah dalam hidupnya.terutama dalam permasalahan penyakit hati ini. Dengan adanya konseling dalam masalah tersebut akan didapatkan solusi untuk menjauhi ataupun menghindari masalah penyakit hati tersebut.

Upaya untuk membersihkan hati ini jika dikaitkan dengan kegiata terutama pemberian layanan konseling dalam artian membimbing dan mengajak ke arah yang lebih baik. Pemahaman ini akan tampak jelas apabila kegiatan layanan tersebut dipahami dalam bingkai historisitas melalui penjelasan Qur‟an dan rangkaian sejarah kehadiran pada Nabi dan Rasul. Dengan konselinglah diberikan pemahaman-pemahaman yang mendalam tentang hati yang terserang penyakit. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli yang disebut (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah yang disebut (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. ( Prayitno dan Amti, 2004: 99) Dengan adanya konseling maka akan terpecahkan masalah penyakit hati yang dialami oleh seseorang dengan memasukkan ayat-ayat Al-Qur‟an dalamnya.

Jadi, dengan adanya pelayanan konseling tentang penyakit hati manusia dapat merubah hal-hal buruk yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari, melalui pelayanan konselinglah kita berantas penyakit hati yang ada pada setiap manusia, dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur‟an sebagai landasan utama dan memasukkan beberapa teori-teori lainnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Ayat-Ayat Al-Qur‟an Tentang Masalah Penyakit Hati dan Program Penanggulangannya Melalui Pelayanan Konseling.

(15)

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah Penyakit Hati dalam Perspektif Al-qur‟an Dan Program Penanggulangannya Melalui Pelayanan Konseling.

2. Program Penanggulangan Penyakit Hati melalui Pelayanan Konseling.

3. Dominannya penyakit hati pada manusia di era milenial.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan penelitian ini adalah Masalah Penyakit Hati Dalam Perspektif Al-qur‟an Dan Program Penanggulangannya Melalui Pelayanan Konseling.

D. Pertanyaan Penelitian Dan Pemecahan Masalah

Adapun pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana Masalah Penyakit Hati Dalam Perspektif Al-qur‟an Dan Program Penanggulangannya Melalui Pelayanan Konseling?

Permasalahan tentang penyakit hati ini sering terjadi pada anak- anak maupun remaja. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini, penulis berharap nantinya bisa memecahkan masalah terhadap orang-orang yang mempunyai masalah dalam dirinya, keluarganya dan karib kerabatnya melalui pelayanan konseling, dengan dimasukkan ayat-ayat Al- Qur‟an dalam penanggulangan masalah penyakit hati yang dialami seseorang. Maka seseorang akan memahami dan mengerti akan masalah tersebut. Seseorang akan berbuat atau bertingkah laku sesuai yang tertera dalam ayat-ayat Al-Qur‟an. Jadi, masalah psikologis yang akan penulis bahas yaitu masalah Penyakit Hati seseorang.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengidentifikasi Masalah Penyakit Hati Dalam Perspektif Al-qur‟an Dan Program Penanggulangannya Melalui Pelayanan Konseling.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi pembaca penelitian ini kiranya dapat dijadikan salah satu evaluasi untuk membantu mengembangkan kualitas dalam psikologisnya, baik dirumah tangga maupun tidak.

(16)

2. Sebagai sumbangan informasi dan evaluasi yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan percontohan terhadap rumah tangga yang mengalami masalah psikologi maupun yang tidak.

3. Sebagai bahan bacaan di perpustakaan IAIN Batusangkar.

4. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana (s1).

G. Definisi Operasional

1. Masalah penyakit hati dalam Al-Qur‟an

Hati adalah bagian tubuh yang mempunyai peran penting dalam perilaku seorang manusia. Penyakit hati adalah perasaan tidak enak yang muncul di dalam diri manusia sehingga menyebabkan hatinya menjadi terasa tidak tenang, gelisah, dan waswas. Perasaan tidak enak itu mirip seperti sebuah virus yang sering menyerang komputer. Ia muncul karena adanya „sesuatu‟ yang „tidak beres‟ di dalam hati dan pikiran manusia, tidak peduli laki-perempuan, tua- muda, kaya-miskin.

2. Program penanggulangan penyakit hati melalui BK

Dalam Permendikbud no. 111 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Program bimbingan dan konseling komprehensif di klasifikasikan ke dalam empat komponen layanan, yaitu: (1) layanan dasar bimbingan; (2) layanan responsif; (3) layanan perencanaan individual; dan (4) dukungan sistem.

(17)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori 1. Penyakit Hati

a. Pengertian Hati

Hati berasal daripada perkataan bahasa Arab yaitu qal-bun yang bermaksud jantung. Hati menurut Kamus Dewan adalah organ dalam badan yang berwarna kemerah-merahan di dalam perut di bahagian sebelah kanan yang berfungsi mengeluarkan empedu, mengawal kandungan gula dalam darah, menyembuhkan kesan keracunan nitrogen, menghasilkan urea dan menyimpan glikogen. Hati menurut Kamus Dewan juga adalah jantung (Kamus Dewan 2010). Begitu juga di dalam Macmillan English Dictionary, hati bermaksud jantung iaitu organ yang berada di dalam badan yang mengepam darah yang terletak di kawasan dada (Hoey 2006).

(Stapa, 2016: 02)

Menurut al-Ghazali (dalam Stapa, 2016: 3-4) hati dibagi kepada dua definisi

Pertama, definisi hati sebagai hati fizikal yaitu daging yang berbentuk seperti buah shanaubar (bentukbundar memanjang) yang terletak di bahagian kiri dada yang mana di dalamnya terdapat rongga-rongga yang menyalurkan darah hitam dan berperanan sebagai sumber nyawa manusia. Definsi hati yang pertama ini wujud pada hewan dan juga pada manusia yang telah mati. Keduanya, ditakrifkan hati sebagai hati spiritual yaitu sesuatu yang bersifat halus (lathifah) dan bersifat ketuhanan (rabbaniyyah). Hati dalam definisi kedua ini menggambarkan hakikat diri manusia yang mana hati berfungsi untuk merasai, mengenali dan mengetahui sesuatu perkara atau ilmu.

Menurut al-Ghazali lagi, hati fizikal amat berkait rapat dengan hati spiritual. Namun, beliau tidak mengulas panjang berkenaan

(18)

hubungan hati fizikal dengan hati spiritual kerana itu termasuk di bawah ilmu mukasyafah. (Stapa, 2016: 04)

Oleh yang demikian dapat disimpulkan bahawa definisi hati menurut al-Ghazali adalah suatu elemen yang bersifat halus dan bersifat ketuhanan yang tidaknampak dengan mata kasar dan amat berperanan penting di dalam menganalisis sesuatu perkara atau ilmu yang diperoleh.

Firman Allah SWT dalam Qur‟an surah Al-A‟raf ayat 179:































































Artinya:

“dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda- tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat- ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”.

Jelas dalam ayat ini, hati adalah elemen penting yang perlu dibangunkan dengan cara „melihat‟ dan „mendengar‟ dan mengambil pengajaran daripada apa yang dilihat dan didengar. Jika elemen ini tidak dibangunkan, khalifah di muka bumi tidak berkewujudan kerana manusia hanya seperti binatang ternak pada saat itu.

(19)

b. Pengertian Penyakit Hati

Penyakit hati menurut Ibnu Taimiyah (dalam Rochman, 2009: 04). adalah suatu bentuk kerusakan yang menimpa hati, yang berakibat dengan tidak mampunya hati untuk melihat kebenaran.

Akibatnya, orang yang terjangkit penyakit hati akan membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang membawa kepada kemudharatan. Oleh karena itu, kata maradh (sakit) kadang kadang diintepretasikan dengan syakh atau raib (keraguan). Hal ini seperti penafsiran Mujahid dan Qotadah tentang ayat Al-Baqarah ayat 2 : “Dalam hati mereka ada penyakit”. Penyakit dalam ayat ini dipahami sebagai keraguan.

Penyakit hati menurut Ibnu Taimiyah adalah penyakit yang ada di dalam hati, seperti kemarahan, keraguan dan kebodohan dan kezaliman. Orang yang ragu dan bimbang tentang sesuatu akan merasakan sakit hatinya sampai dia mendapatkan kejelasan dan keyakinan.

Penyakit hati ialah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau penyakit hati. Penyakit hati juga dikarenakan terjadinya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau syubhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Disisi lain keinginannya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang berbahaya.

(Mubaraq, 2008: 35)

Penyakit hati merupakan kotoran yang selalu menghijab kita untuk sampai ke Allah swt, bahkan jika penyakit hatinya parah, maka itu akan membuat kita malas beribadah kepada Allahs SWT dan gemar bermaksiat serta tidak takut kepada allah SWT.

(Davy, 2010: 02)

(20)

Jadi, penyakit hati adalah suatu bentuk kerusakan yang menimpa hati yang berakibat dengan tidak mampunya hati untuk melihat yang benar. Sehingga terjadi kesenjangan-kesenjangan yang bersifat buruk dalam diri seseorang.

c. Gejala Penyakit Hati

Setiap penyakit pasti memiliki gejalanya masing-masing, begitu juga penyakit hati. Terkadang manusia tidak menyadari bahwa dirinya sedang dilanda penyakit, penyakit yang tidak terlihat dan sulit untuk dirasakan tapi dapat menjerumuskan manusia ke dalam api neraka inilah yang dinamakan penyakit hati. Orang yang terkena penyakit hati biasanya tidak menyadari dan cenderung membenarkan dirinya sendiri. Berikut merupakan gejala penyakit hati: (Barozi, 2008: 23)

1) Sulit Kendalikan Nafsu

Dalam diri manusia terdapat tiga nafsu yaitu, nafsu lawwamah (nafsu antara kebaikan dan keburukan), nafsu amarah (nafsu yang condong kepada perbuatan buruk) dan nafsu muthma‟innah (keinginan yang bersih dari keburukan dan selalu merasa tentram dalam kesucian). Ketiga nafsu ini adalah milik Allah, karena Allah lah yang telah meletakkannya pada diri manusia.

Setiap yang Allah anugrahkan kepada kita pastinya memiliki tujuan. Tujuan Allah menganugrahi ketiga nafsu untuk manusia adalah: Pertama, agar kita bisa mengenali, membedakan, dan mempelajari kemana muara akhir yang ingin dicapai oleh masing-masing nafsu tersebut. Kedua, kita diperintahkan untuk memilah dan memilih nafsu mana yang ingin kita jadikan sebagai teman, sahabat, dan musuh kita.

Ketiga, nafsu itu dianugrahkan kepada kita agar kita bisa memilih dan memutuskan sendiri, mana jalan kita yang benar

(21)

2) Menolak Jalan Kebenaran

Salah satu cara mengetahui seseorang terkena penyakit hati adalah dengan cara melihat tanda lahiriyahnya. Misalnya, dengan melihat si penderita mau patuh atau tidak pada syariat agama. Jika orang tersebut tidak patuh maka ia telah terjangkit penyakit hati. Dikatakan demikian karena menolak jalan kebenaran dan tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya merupakangejala awal orang-orang yang terkena penyakit hati.

Penyakit ini menyerang manusia dengan tujuan menjauhkan seseorang dari jalan Allah.

Salah satu indikasi seseorang talah terkena penyakit hati yang suka menolak jalan kebenaran adalah ia sering merasa malas dan enggan untuk melakukan kewajibannya sebagai umat muslim seperti shalat, puasa dan semua yang diperintahkan oleh Allah. Apabila seserang sudah merasa malas dan enggan untuk melaksanakan perintah Allah maka itu dapat membahayakan iman-Islamnya.

3) Tidak Mau Belajar

Penyakit hati mudah sekali terserang pada manusia, apalagi ketika ia sedang menghadapi suatu ujian. Semakin besar masalah yang dating semakin besar pula penyakit tersebut tumbuh dalam hati dan pikiran orang-orang yang sedang diuji dengan masalahnya.

Penyakit hati biasanya selalu dibarengi dengan hawa nafsu yang tidak biasdikendalikan oleh karena itu manusia sering terkelabui olehnya. Tidak heran lagi apabila banyak manusia yang pendek akal, putus asa dan suka mencari jalan pintas, ketika ia sedang dihadapkan dengan berbagai masalah atau ujian dalam hidupnya. Bahkan manusia itu tidak sadar kalau dirinya sedang terjangkit penyakit hati.

(22)

4) Allah SWT

Orang yang terkena penyakit hati biasanya senang sekali menutup-nutupi pelanggaran syariat yang telah ia lakukan. Itu karena ia ingin tetap dianggap dan dipandang sebagai orang yang bersih. Padahal, di hadapan Allah ia sebetulnya kotor.

Allah SWT berfirman Q.S Al-Baqarah ayat 10:



























Artinya:

“alam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.

Dalam hati manusia ada gangguan yang menjadikan sikap dan tindakan mereka tidak sesuai dengan kewajaran. Ini merupakan salah satu penyebab akhlak manusia menjadi buruk. Sifat buruk yang ada dalam diri manusia semakin lama semakin bertambah tanpa disadari oleh pelakunya. Ini disebabkan karena kemunafikan yaitu menutupi sifat-sifat buruk yang dimilikinya, sehingga ia tidak mendapatkan kritik atau nasihat.(Shihab, 2002: 98)

d. Macam-Macam Penyakit Hati

Penyakit hati pada dasarnya memiliki banyak macamnya.

Ia ada dalam diri manusia. Tidak peduli apakah itu kepada laki- perempuan, tua-muda, kaya-miskin, pejabat ataupun rakyat biasa.

Penyakit hati tidak pernah mengenal kedudukan dan status sosial seseorang. Berikut merupakan beberapa macam penyakit hati yang sering dialami oleh manusia.

(23)

1) Sombong

Sombong adalah merasa tinggi atas manusia lainnya dan meremehkan mereka. Sombong merupakan salah satu emosi yang dibenci dan prilaku yang dicelaoleh Allah. (Az- zahrani, 2005: 214) Allah melarang hambanya untuk bersifat sombong, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Al-Qashash ayat 83:































Artinya:

“negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa”.

Demikian lah Allah melarang umat manusia untuk bersifat sombong. Sombong merupakan sifat tercela. Maknanya adalah seseorang memandang dirinya berada di atas orang lain dan menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya di antara orang lain. Berikut merupakan penyebab sombong antara lain:

(Hawwa, 2006: 243)

1) Sombong karena ilmu. Ia menganggap dirinya memiliki banyak ilmu dan menganggap orang lain bodoh dibandingkan dengan dirinya

2) Sombong karena amal dan ibadah. Ia menganggap bahwa dirinya memiliki derajat yang tinggi disisi Tuhannya, sedangkan orang lain celaka dan hanya dirinya sendirilah yang selama

3) Sombong karena kebangsawanan dan keturunan.

Menganggap dirinya adalah orang yang berdarah biru yang patut untuk dihormati dan menganggap orang lain tidak sederajat dengannya.

4) Bangga dengan kecantikan, sifat ini banyak dimiliki oleh wanita dengan mengagung-agungkan

(24)

kecantikannya sehingga lupa bahwa semua itu merupakan pemberian dari tuhan.

5) Sombong karena harta. Ia merasa banyak harta dan berkuasa dibandingkan dengan orang yang memiliki banyak harta dan berkuasa dibandingkan dengan orang yang memiliki sedikit harta lalu menghina mereka.

6) Sombong karena kekuatan dan kemampuan berkelahi.

Menganggap dirinya paling kuat dan orang lain lemah, sehingga merasa tidak ada yang lebih kuat dari dirinya.

7) Sombong karena banyak pengikut, penolong dan kerabat.

Sifat sombong hampir semua orang memilikinya, hanya orang yang takut kepada Allah sajalah yang mampu mengikisnya. Indikator penyakit sombong di antaranya adalah:

Berlagak ketika berjalan dengan membungkukkan pundak dan memalingkan muka; melakukan kerusakan di muka bumi apabila ada kesempatan dengan menolak nasihat dan menentang kebenaran; berlebihan dalam berbicara;

memanjangkan pakaian dengan sombong dan membanggakan diri; menginginkan semua orang membutuhkan kepadanya, sementara ia tidak butuh kepada orang lain, ingin lebih dahulu daripada orang lain saat berjalan, dalam pertemuan, ketika berbicara, dan lain sebagainya. (Nuh, 2004: 62-63)

2) Dengki

Dengki adalah sikap mengharap hilangnya sebuah nikmat dari pemiliknya, yang diiringi dengan usaha untuk menghilangkannya. Dengki adalah suatu kecenderungan seseorang yang berharap agar nikmat yang diperoleh orang lain hilang. Tindakan ini adalah sebuah tindakan yang general dari usaha spesifik lainnya untuk menghilangkan nikmat tersebut dari pemiliknya. (Salam, 2005: 15)

(25)

Allah SWT berfirman Q.S Annisa‟ ayat 54:







































Artinya:

“ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar”.

Kedengkian biasanya timbul karena terjadinya perbedaan anugrah, keunggulan dan kelebihan dalam konteks harta dan kedudukan yang bersifat duniawi seperti yang telah disebutkan dalam ayat di atas. Perbedaan kelebihan merupakan hak Allah dalam memberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Semua perbedaan dan kelebihan tersebut adalah untuk kemaslahatan masing-masing sehingga setiap manusia yang beriman dituntut untuk menerima dengan lapang dada dan menghindari perasaan dengki atau iri terhadap kelebihan yang diterima oleh orang lain. (Luthfi, 2009: 158-159)

Penyebab dengki adalah permusuhan dan kebencian.

karena jika seseorang merasa diganggu oleh orang lain karena suatu sebab, dan bertentangan dengan kepentingannya, maka hatinya akan membencinya, dan akan tertanam dendam di dalam hatinya. Sedangkan dendam akan reda dengan cara membalasnya. Dari situlah apabila musuh tertimpa bencana, ia akan gembira. Ia mengira bahwa itu adalah pertolongan Allah kepadanya. Sebaliknya, apabila musuhnya mendapat nikmat, ia

(26)

akan marah karenanya. Maka kedengkian akan bercokol pada kebencian dan permusuhan, dan tidak pernah terpisah darinya.

(Muhammad, 2010: 171-172)

Indikator dari penyakit dengki adalah: Suka berbuat kemudharatan atau kerusakan pada teman/rekannya sendiri Ketika bertemu temannya, dia berpura-pura mendukung, Sedangkan saat berada di belakang, dia menohok temannya sendiri, Mengharapkan hilangnya nikmat harta, ilmu, kehormatan, kedudukan, kebahagian, dan sebagainya dari orang lain agar berpindah kepadanya. (Sultani, 2004: 68)

Kedengkian ada dua macam: Pertama, kedengkian yang tercela secara syar‟i yaitu kebencian seseorang melihat nikmat yang diberikan kepada orang lain dan berharap agar nikmat itu hilang darinya. Kedua, kedengkian yang dikenal dengan ghibthah yaitu harapan seseorang untuk memiliki nikmat yang diberikan kepada orang lain tanpa berharap agar nikmat itu hilang darinya.

3) Tamak

Tamak adalah lawan dari sifat puas diri (qana‟ah), tidak ridha terhadap pembagian, banyak berangan-angan, dan tergiur dengan apa yang dimiliki oleh manusia. Manusiayang memiliki sifat tamak dalam dirinya tidak akan pernah merasa tenang, karena ia terus menerus menginginkan sesuatu yang lebih dalam dirinya, sehingga ia tidak pernah merasa cukup dan tidak bersyukur terhadap sesuatu yang telah ia miliki.

Salah satu penyebab tamak adalah karena kecintaannya terhadap harta dunia. Mereka selalu merasa kurang, merasa masih miskin, sehingga perlu menumpuk terus-menerus harta kekayaannya. Orang yang memiliki rasa tamak tidak pernah memikirkan orang lain, ia hanya ingin memperkaya diri sendiri demi kepuasan bathinnya. Salah satu contohnya adalah Qarun

(27)

yang diberikan harta kekayaan oleh Allah namun ia tidak bersyukur, ia durhaka dan congkak. Hingga Allah menenggelamkan rumah dan hartanya ke dalam tanah.

Tamak merupakan sifat yang jelak dan itu sangat dilarang di larang Islam, adapun indikator dari sifat tamak, diantaranya: sangat mencintai harta yang telah dimiliki, terlampau bersemangat dalam mencari harta, sehingga tidak memperhatikan waktu dan kondisi tubuh, terlalu hemat dalam membelanjakan harta, merasa berat untuk mengeluarkan harta untuk kepentingan Agama dan Sosial, mendambakan kemewahan duniadan kurang memperhatikan untuk kehidupan akhirat semua pernuatan selalu diukurdari materi.

Jadi pada pada prinsipnya tamak yang tercela adalah sifat yang dimiliki oleh manusia untuk yang berkeinginan utnuk memperbanyak harta, serta tidak ada kepuasan terhadap apa yang dimilkinya dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri. (Tahir, 2013: 16)

4) Buruk Sangka

Secara bahasa, kata zhann memiliki banyak arti, Pertama, “ragu”. Misalnya “sumur itu meragukan”.

Maksudnya, seseorang tidak tahu apakah di dalamnya terdapat air atau tidak. Allah swt berfirman Q.S Al-hajj ayat 15:















































Artinya:

“Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali- kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, Maka hendaklah ia merentangkan tali ke

(28)

langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan Apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya”.

Kedua, “tuduhan”. Misalnya seseorang menuduh orang lain yaitu menampakkan tuduhan terhadap mereka. Allah swt berfirman Q.S Al-Ahzab ayat 10:



































Artinya:

“(yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka”.

Ketiga, “Perkiraan” atau “Pengetahuan Tanpa Keyakinan” . Allah SWT berfirman Q.S Al-Anbiya‟ ayat 87:

















































Artinya:

“dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam Keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam Keadaan yang sangat gelap[967]: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.”

(29)

Ke empat “Keyakinan”. Allah SWT berfirman Q.S Al- Baqarah ayat 45-46:





































Artinya:

45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.

dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',

46. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

Seluruh arti kata tersebut di atas, satu sama lain tidak bertentangan. Semuanya adalah gambaran tingkatan zhann dari yang paling bawah sampai yang paling atas. Jadi, zhann adalah perkiraan, kekhawatiran, atau pikiran yang timbul karena ada penanda dan penghubung. Apabila penanda dan penghubung itu kuat, maka hasilnya adalah pengetahuan yang meyakinkan atau kepastian. Sebaliknya apabila penanda dan penghubung itu lemah, maka akan menghasilkan keraguan, dugaan, atau pengetahuan yang tidak meyakinkan.

Adapun arti kata su‟ secara bahasa memiliki dua arti.

Pertama, segala sesuatu yang buruk, kebalikan dari kata baik.

Kedua, setiap sesuatu yang menghalangi manusia dari urusan- urusan dunia dan akhirat, baik berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. (Nuh, 2004: 102-103).

Para pemimpin Islam mesti membuka mata, bangun dari ketertinggalan informasi dan strategi, sehingga dapat

(30)

bersaing dengan ummat lain, dengan harapan pertolongan Allahswt datang kepada ummat Islam. (Arifin, 2011: 59)

Setelah kita mengetahui arti dari kata zhann dan su‟

dapat disimpulkan bahwa su‟ al-zhann adalah mengira atau menyangka orang lain memiliki satu sifat buruk dan menuduhnya dengan segala kejelekan tanpa adanya bukti.

5) Riya

Riya‟ adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer kepada manusia, agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya. Ciri-ciri riya:

“Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat.”

(HR. Ibnu Babawih).

Orang yang riya‟, maka amal perbuatannya sia-sia belaka.















































































Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan

(31)

menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia.” [QS. Al-Baqarah: 264]





































































Artinya:

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya.” [Al Maa‟uun 4-6]

Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang riya‟

itu sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan rajanya. Namun ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan berbuat baik untuk mendapat pujian dari budak-budak tersebut.

Seperti itulah orang riya‟. Ketika hanya berdua dengan Allah Sang Raja Segala Raja, dia malas dan enggan beribadah.

Tapi ketika ada manusia yang tak lebih dari hamba/budak Allah, maka dia jadi rajin shalat, bersedekah, dan sebagainya untuk mendapat pujian para budak. Agar terhindar dari riya‟, kita harus meniatkan segala amal kita untuk Allah ta‟ala (Lillahi ta‟ala).

Riya‟ merupakan salah satu penyakit yang sifatnya abstrak, namun tanda-tandanya secara empiris dapat dirasakan,

(32)

terutama bagi orang yang melakukannya. Ada pun tanda-tanda orang yang riya‟, adalah :

a. Seseorang yang bertambah ketaatannya apabila dipuji atau disanjung oleh orang lain akan tetapi menjadi berkurang atau bahkan meninggalkan amalan tersebut apabila mendapat celaan dan ejekan.

b. Tekun dalam beribadah apabila di depan orang banyak akan tetapi malas apabila dikerjakan sendirian.

c. Mau memberi atau sedekah apabila dilihat orang banyak, tetapi enggan apabila tidak ada orang yang melihatnya.

d. Berkata dan berbuat kebaikan bukan semata-mata karena Allah SWT. Akan tetapi karena mengharap pamrih kepada manusia. (Hasiah, 2013: 12)

e. Faktor Yang Menyebabkan Penyakit Hati

Anas Ahmad Karzon mengelompokkan penyebab penyakit hati menjadi dua, yaitu, Syubhat dan Syahwat.

Berkata Ibnu Qayyim al-Jauziah, “fitnah yang terjadi di dalam hati merupakan penyebab sakitnya. Ada yang berupa fitnah syubhat, fitnah penyelewengan dan kesesatan, fitnah maksiat dan bid‟ah, serta fitnah kezaliman dan kebodohan. Maka yang pertama akan mengakibatkan kerusakan niat dan kehendak, dan yang kedua akan mengakibatkan kerusakan ilmu dan akidah.

(Ahmad, 2010: 241)

Syubhat saat merasuk ke dalam akal dan tidak selaras degan hawa nafsu, ia tidak akan banyak berpengaruh. Karena jiwa akan segera melawan dan membodohinya. Namun jika hal itu dapat diterima oleh jiwa manakala sejalan dengan hawa nafsunya maka pada saat itu syubhat akan merembes dan mengambil jalan menuju hati. Selanjutnya ia akan menjadi syubhat jiwa, karena ia telah menemukan sandaran pada hawa nafsu.

(33)

Syahwat adalah insting fitrah yang dengannya jiwa menyukai dan cenderung padanya. Nsmun, apabila motif-motif fitrah ini belum tertata dengan standar syar‟i yang benar, dan belum dikuatkan oleh ajaran Islam yang akan menjaga kehormatan, kesehatan, dan kelurusan bagi jiwa manusia, yang dengan itu ia akan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Maka ia akan tenggelam di dalam syahwat dunia sesaat, dan kecenderungan –kecenderungan fitrahnya akan menyimpang menjadi penyakit yang akan mengaburkan tabiat manusia, serta akan memalingkannya dari aktifitas untuk kebaikan akhiratnya, hingga celakalah ia.

Seseorang yang hatinya selalu diliputi oleh nafsu syahwat, maka hatinya akan menjadi lemah dan akhirnya hatinya terserang penyakit yang cenderung akan selalu menuruti apapun yang diinginkannya. (Usamah, 2008: 24).

Penyebab terjadinya penyakit hati yang banyak melanda umat manusia di antaranya adalah:

1) Syirik

Syirik merupakan perbuatan, anggapan, atau iktikad menyekutukan Allah Swt dengan yang lain, seakan-akan ada yang maha kuasa selain Allah Swt. Menurut pengertian bahasa, berarti persekutuan atau bagian (nasib). Orang yang menyekutukan Allah disebut musyrik. Syirik merupakan dosa besar yag tidak terampuni. Perbuatan syirik adalah perbuatan terkutuk yang akan menjatuhkan martabat manusia seperti hewan, bahkan lebih hina. (Taimiyah, 2010: 133).

Manusia berubah derajatnya menjadi hewan, bahkan hewan lebih mulia dari pada manusia, seperti yang disebutkan dalam ayat ini . Orang yang memiliki sifat syirik, akan menjalani hidupnya tanpa akidah, ia tidak

(34)

beriman kepada Allah dan Rasulnya, tidak pernah tahu bagaimana nikmat Islam yang sesungguhnya. Oleh sebab itu syirik merupakan salah satu penyebab penyakit hati, apabila seseorang mempercayai Allah maka tidak akan timbul penyakit hati dalam dirinya seperti penyakit dengki, sombong dan lainnya.

2) Munafik

Modal utama orang-orang munafik adalah tipuan yang mereka perjualbelikan. Mereka mengerahkan segenap jerih payah agar tipuan itu tidak terungkap. Untuk itu mereka banyak bersumpah palsu di setiap tempat, dengan asumsi hal tersebut dapat menutupi penipuan mereka.

Orang-orang munafik akan selalu cemas dan waspada terhadap penyingkapan dan kebusukan mereka.

Mereka akan selalu merasa cemas dan guncang. Meraka selalu berada dalam ketakutan dan kebingungan , serta terpuruk ke tiap arah, buta mata batin dan hati. Cukuplah azab seperti itu, yang membakar batin mereka di dunia, dan azab akhirat lebih besar lagi.

3) Perbuatan Maksiat

Apabila kemaksiatan sudah berkumpul di dalam hati seseorang maka akan menghalangi pandangannya tentang kebaikan, ia akan lupa akan Allah dan senantiasa mengabaikan perintah dan larangan-Nya.

4) Lalai

Lalai pasti dialami oleh manusia. Meskipun mereka tinggal di daerah yang banyak ulama, pasti kita dapat menjumpai seseorang yang membungkam. Terkadang dia selalu mendengar dzikir, khutbah, dan pelajaran, namun

(35)

sikapnya tidak juga berubah. Hal ini terjadi disebabkan oleh kelalaiannya, sebab ia lalai dalam mengingat Allah.

Di antara pertanda lalai ialah bila seseorang tidak menyukai majelis-majelis kebaikan. Jika diundang untuk menghadiri pengajian atau ceramah agama, selalu banyak alasan untuk menolaknya.

5) Berlebih-lebihan

Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul Penyejuk Hati mengatakan, terlalu banyak makan, minum, tertawa, bergaul dengan manusia, bercanda, melihat dan tidur dapat membuat hati menjadi sakit.35 Dalam kehidupan kita semuanya memiliki porsi masing-masing, apabila sesuatu itu telah berlebihan maka dapat menimbulkan penyakit atau kelainan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan ada empat macam racun hati, yaitu banyak bicara, banyak makan, banyak memandang dan banyak bergaul.

Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang menyebabkan penyakit hati berasal dari syubhat dan syahwat. Syubhat dapat mengakibatkan kerusakan niat dan kehendak, sedangkan syahwat dapat mengakibatkan kerusakan ilmu dan akidah. Sehingga dapat menimbulkan beberapa faktor lain seperti, syirik, perbuatan maksiat, lalai, serta berlebih- lebihan.

(36)

2. Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Masalah Penyakit Hati a. Sombong

1. Q.S Al-Isra‟ ayat 37:





























Artinya:

“dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.

Dalam ayat ini Allah SWT melarang hambanya berjalan dengan sikap congkak dan sombong di muka bumi. Sebab kedua sikap ini adalah termasuk memuji diri sendiri yang tidak disukai oleh Allah dan orang lain.

Almaraghi dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini bahwa, seorang manusia hendaknya jangan berjalan dengan sikap sombong, bergoyang-goyang seperti jalannya raja yang angkuh.

Sebab dibawahnya terdapat bumi yang tidak akan mampu manusia menembusnya dengan hentakkan dan injakkan kakinya yang keras terhadapnya. sedang diatasnya terdapat gunung yang takkan mampu manusia menggapai, menyamai dengan ketinggian atau kesombongannya.

Dalam tafsir Al-Qurtubi maksud menyamai gunung adalah manusia dengan dengan kemampuanya ia tidak akan bisa mencapai ukuran seperti itu. Sebab manusia adalah hamba yang sangat hina yang dibatasi dari bawah dan atasnya. Sedang sesuatu yang dibatasi itu terkungkung dan lemah. Dan yang dimaksud dengan bumi, adalah engkau menembusnya dan bukan menempuh jaraknya. Jadi manusia dilingkupi oleh dua benda mati yang kamu lemah dari

(37)

keduanya. Maka bagi orang yang lemah dan terbatas, tak patut baginya bersikap sombong.

Oleh karena itu besikap tawadhulah, jangan takabur/sombong, karena kamu hanya makhluk yang lemah, terkurung anatra batu dan tanah, oleh karena itu, janganlah kamu bersikap seperti makhluk yang kuat dan serba bisa. Ayat ini merupakan teguran keras, ejekan dan cegahan bagi orang yang bersikap sombong

2. Q.S As-Sajadah ayat 15

































Artinya:

“Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong”.

Menurut Quraish shihab dalam Ayat ini Allah SWT menjelaskan ciri-ciri orang mukmin yaitu apabila mereka diperingatkan dengan Ayat-ayat Allah mereka segera menyungkur dan bersujud dan bertasbih memuji rabbnya, dan mereka tidak menyombongkan diri. Dan ayat ini juga menggambarkan dua sifat orang mukmin yang menonjol pertama, pengetahuan dan pertambahan iman mereka setiap mendengar ayat-ayat Allah, dan kedua kerendahan hati mereka yang dicerminkan dengan tasbih dan tahmid serta dilukiskan dengan kalimat “sedang mereka tidak menyombongkan diri.

Dalam tafsir Al-Qurtubi yang dimaksud tidak menyombongkan diri disini, menurut Yahya Bin Sallam adalah, tidak menyombongkan diri terhadap Allah dengan tidak

(38)

melaksanakan ibadah atau perintahnya. Dan menurut An-Naqqasy tidak menyombongkan diri seperti penduduk makkah yang enggan bersujud pada Allah.

b. Dengki

1. Q.S A-Baqarah ayat 109





































































Artinya:

“sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

2. Hadist

ُ هاللَّ ٗههَص ِاللَّ ُل ُْٕسَر َلاَق : َلاَق َُُّْع ُ هاللَّ َيِضَر َةَزْيَزُْ ْيِبَأ ٍَْع َلأَ ، إُْضَغاَبَت َلأَ ، ا ُْٕشَجاََُت َلأَ ، ا ُْٔذَساَحَت َلا : َىههَسَٔ ّْيَهَع ا َُْٕ ُْٕكَٔ ، ٍضْعَب ِعْيَب َٗهَع ْىُكُضْعَب ْعِبَي َلأَ ، أُْزَباَذَت ِاللَّ َداَبِع

َلأَ ، ُُّنُذ ْخَي َلأَ ، ًُُِّهْظَي َلا ، ِىِهْسًُـْنا ُْٕخَأ ُىِهْسًُـْنَا ، اًَإَ ْخِإ ، ٍتاهزَي َثَلاَث ِِِرْذَص َٗنِإ ُزْيِشُئَ ، آَُُْٰ َْٖٕقهتنَا ، ُُِزِقْحَي ُك ، َىِهْسًُـْنا ُِاَخَأ َزِقْحَي ٌَْأ ِّزهشنا ٍَِي ٍئِزْيا ِبْسَحِب ِىِهْسًُـْنا ُّم

ُُّض ْزِعَٔ ُُّناَئَ ُُّيَد ، ٌواَزَح ِىِهْسًُـْنا َٗهَع .

Artinya:

“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling

(39)

membelakangi, janganlah kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba allah yang bersaudara.

Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Taqwa itu disini, beliau memberi isyarat keadanya tiga kali.

Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghinakan saudaranya yang muslim. Setiap orang muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya”.

Sabda Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam «ا

ُْٔذَساَحَت َلا

»,

artinya, jangan sebagian kalian dengki kepada sebagian yang lain. Sifat dengki ada pada watak manusia karena manusia tidak suka diungguli orang lain dalam kebaikan apa pun.

Terkait perasaaan dengki ini, manusia terbagi menjadi beberapa kelompok: Kelompok Pertama. Kelompok ini terbagi menjadi :

a) Yang berusaha menghilangkan kenikmatan yang ada pada orang yang didengki dengan berbuat zhalim kepadanya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Kemudian berusaha mengalihkan kenikmatan tersebut kepada dirinya.

b) Yang berusaha menghilangkan kenikmatan dari orang yang ia dengki tanpa menginginkan nikmat itu berpindah kepadanya. Ini merupakan dengki paling buruk dan paling jelek.

Ini adalah dengki yang tercela, dilarang dan merupakan dosa iblis yang dengki kepada Nabi Adam Alaihissallam ketika melihat beliau mengungguli para malaikat, karena Allâh menciptakan beliau dengan tangan-Nya sendiri, menyuruh para malaikat sujud kepada beliau, mengajarkan nama segala hal kepada beliau, dan menempatkan beliau di dekat-Nya. Iblis tidak henti-hentinya berusaha mengeluarkan Nabi Adam

(40)

Alaihissallam dari surga hingga akhirnya beliau dikeluarkan darinya

Kelompok Kedua. Kelompok ini, jika dengki kepada orang lain, mereka tidak menuruti perasaan dengkinya dan tidak berbuat zhalim kepada orang yang ia dengki, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Mereka ini terbagi dalam dua jenis :

a) Yang tidak kuasa memupus rasa dengki dari hatinya.

Perasaan ini telah menguasai dirinya. Orang yang seperti ini tidak berdosa.

b) Yang sengaja memunculkan kedengkian pada dirinya, mengulangi lagi. Ini dilakukan berulang kali disertai harapan kenikmatan yang melekat pada orang yang didengki sirna. Dengki seperti ini mirip dengan azam (tekad) untuk melakukan kemaksiatan. Dengki seperti ini kecil kemungkinan terhindar dari perbuatan zhalim terhadap yang ia dengki, kendati hanya dengan perkataan.

Dengan prilakunya yang zhalim ia berhak mendapatkan dosa.

c. Tamak

1) Q.S An-Nisa‟ ayat 32

























































Artinya:

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih

Referensi

Dokumen terkait