• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Minum"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perhitungan Jumlah Penduduk

Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, di dalam peraturan perencanaan kebutuhan air bersih untuk perumahan baru terhitung 5 orang untuk tiap rumah.

2.2 Sistem Distribusi Air Bersih

Sebuah sistem yang memiliki tujuan untuk menyalurkan air bersih ke seluruh daerah pelayanan, sistem ini berhubungan langsung dengan konsumen merupakan sistem distribusi air bersih. Dalam pendistribusian air bersih meliputi sistem perpipaan, hydrant kebakaran dan pompa (bila diperlukan)

Memfasilitasi jumlah air yang cukup untuk kebutuhan air bersih merupakan salah satu syarat sistem penyediaan air bersih. Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.122 Tahun 2015 tentang sistem pengembangan air minum (SPAM) menyebutkan bahwa sistem penyediaan air minum (SPAM) terdiri dari:

1. Unit Air Baku 2. Unit Produksi 3. Unit Distribusi 4. Unit Pelayanan 5. Unit Pengolahan

Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Minum

(2)

1. Unit Air Baku

Merupakan sarana pengambil dan penyediaan air baku yang mencangkup bangunan penyadap atau pengambil, bangunan penampung air, peralatan pemetaan, alat pengukur, pemompaan dan bangunan saran pembawa dan perlengkapan lainnya. Air baku memiliki mutu yang sudah ditetapkan untuk penyediaan air bersih berdasarkan peraturan perundang-undangan

2. Unit Produksi

Merupakan sarana prasarana yang digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum dengan proses fisik, kimiawi maupun biologi. Unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan, perangkat operasional, alat pengukur, peralatan pemantau serta bangunan penampung air.

3. Unit Distribusi

Merupakan sarana yang berfungsi mengalirkan air minum dari bangunan air penampung air minum ke unit pelayanan. Yang termaksut dalam unit distribusi ialah jaringan distribusi, bangunan penampung alat pengukur dan peralatan pemantau. Unit distribusi wajib dioperasikan selamat 24 jam untuk mengalirkan air minum ke unit pelayanan

4. Unit Pelayanan

Merupakan sarana yang menyediakan sambungan rumah, hydrant umum dan hydrant kebakaran. Untuk mengetahui air yang digunakan dalam pelayanan digunakan alat ukur meteran air yang dipasang pada sambungan rumah dan hydrant. Alat ukur wajib dipantau secara berkala oleh instansi yang berwenang untuk menjamin keakuratannya.

Kewajiban dalam sebuah sistem penyediaan air minum (SPAM) adalah menyediakan air yang cukup sesuai dengan kebutuhan yang sudah ditentukan.

Sistem penyediaan air minum (SPAM) ini terdiri atas sumber air dan beberapa fasilitas seperti penyimpanan, transmisi ke unit pengolahan, unit pengolahan, transmisi dan distribusi. Ada hal yang penting dalam pengembangan sistem penyediaan air bersih yaitu kuantitas dan kualitas air yang ada harus memenuhi memenuhi syarat dan mutu.

(3)

2.3 Sumber Air Baku

Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,termasuk dalam pengertian ini adalah mata air, sungai, rawa, danau, waduk dan muara. Ada beberapa jenis sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air bersih yaitu:

1. Air laut

Air laut adalah air dari laut atau samudra. Air ini tidak dapat digunakan untuk sumber air bersih karena air laut memiliki sifat asam dan di dalam air laut juga mengandung garam (NaCL). Kadar garam NaCL yang ada di dalam air laut sebanyak 3%. Karena air laut memiliki sifat asam dan mengandung garam, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air bersih

2. Atmosfer (Air Hujan)

Pada umumnya keadaan air hujan sangat bersih, tetapi karena adanya pengotoran yang disebabkan oleh pencemaran udara yang berasal dari pembuangan pabrik dan sebagainya yang menyebabkan air hujan menjadi tercemar. Oleh sebab itu pada saat penggunaan air hujan untuk kebutuhan sehari- hari sebaiknya air hujan tersebut ditampung terlebih dahulu, tetapi untuk menghindari air hujan yang tercemar karena polusi udara proses pengumpulan air atau penampungan air hujan dilakukan ketika hujan sudah mulai turun beberapa saat.

3. Air Permukaan

Air yang mengalir di atas permukaan bumi adalah air permukaan, selama proses pengaliran air ini mengalami proses pengotoran yang disebabkan oleh beberapa hal seperti lumpur, kotoran organik dan limbah industri. Air permukaan ada beberapa jenis yaitu:

a. Air sungai

Dalam penggunaannya sebagai sumber air bersih air sungai perlu dilakukan proses pengolahan, karena tingkat kotoran yang dimiliki air sungai cukup tinggi.

(4)

b. Air rawa

Air rawa kebanyakan memiliki warna hitam atau kuning kecokelatan yang disebabkan oleh zat-zat organik yang telah membusuk seperti tumbuhan, lumut yang menimbulkan warna hijau.

4. Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah pada lajur/zona. Sumber air bagi kehidupan salah satunya adalah air tanah. Air tanah memiliki beberapa jenis, seperti:

a. Air tanah dangkal

Air tanah ini terjadi karena adanya proses penyerapan air dari permukaan tanah. Dalam proses ini kotoran seperti lumpur dan benda lain akan tertahan yang mengakibatkan air tanah menjadi jernih. Dalam penggunaan air tanah sebagai sumber air dinilai dari segi kualitas cukup baik, namun untuk kuantitas kurang karena tergantung oleh musim.

b. Air tanah dalam

Air tanah dalam adalah lapisan air yang pertama, proses pengambilan air tanah dalam lebih sulit dari pada air tanah dangkal. Dalam proses ini menggunakan bantuan alat bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sekitar 100-300 meter. Dalam proses pengambilan ini ada dua keadaan, pertama keadaan artesis, di mana tekanan air yang berada di dalam tanah besar yang menyebabkan air menyembur keluar dan keadaan air dengan tekanan air rendah yang menyebabkan air tidak keluar dengan sendirinya, sehingga perlu bantuan alat pompa untuk mendukung air tanah keluar.

c. Mata air

Mata air adalah air tanah dalam yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah tampa memalui proses pengambilan, yang nyaris tidak terpengaruhi oleh musim

(5)

2.4 Kebutuhan Air

Untuk menentukan kebutuhan air di suatu wilayah ditentukan berdasarkan faktor seperti sumber air, jumlah penduduk, gaya hidup, kondisi sosial dan ekonomi serta data topografi wilayah tersebut. Sambungan rumah dan keran merupakan salah satu jenis pelayanan air yang biasa ditemukan. Yang dimaksud dengan sambungan rumah ialah tersedianya keran di dalam rumah permanen menentukan banyaknya penggunaan sambungan rumah. Untuk pelayanan pada daerah dengan penduduk yang padat dan berpenghasilan rendah penggunaan sambungan rumah tidak memungkinkan digunakan sehingga digunakan sambungan umum berupa keran yang dapat digunakan secara bersama.

Untuk penggunaan keran umum dibutuhkan survey lapang mengenai keadaan sosial di wilayah tersebut mengenai kebutuhan air domestik dan non domestik guna menentukan jumlah kebutuhan keran umum yang akan digunakan. Untuk kebutuhan air domestik dan non domestik di tiap kota memiliki perbedaan berdasarkan kategori yang ada, seperti:

1. Metro (Kota kategori I) 2. Kota Besar (Kota kategori II) 3. Kota Sedang (Kota kategori III) 4. Kota Kecil (Kota kategori IV) 5. Desa (Kota kategori V)

Dalam kebutuhan air bersih di suatu wilayah memiliki kehilangan air yang disebabkan oleh beberapa hal. Sehingga dalam menentukan kebutuhan air bersih dilakukan pengurangan dengan kehilangan air tersebut. Untuk kebutuhan air saat ini ada 2 jenis, seperti:

1. Kebutuhan Air Domestik

Jumlah penduduk dan konsumsi per kapita menentukan kebutuhan air domestik di suatu wilayah. Dalam perhitungan kebutuhan air domestik untuk menentukan kecenderungan laju pertumbuhan (Grow Rate Trends) didasari oleh kecenderungan populasi dan sejarah populasi di suatu wilayah. Dalam hal ini pengembangan tata ruang di suatu wilayah juga memengaruhi pertumbuhan ini.

(6)

Pertumbuhan populasi untuk masa yang akan datang serta laju penyambungan menjadi parameter utama dalam menentukan kebutuhan air yang sudah menggunakan sistem penyambungan PDAM dapat mendukung penyambungan air bersih yang baru. Laju penyambungan yang ada pada saat ini dapat digunakan sebagai dasar analisis untuk penentuan penyambungan di masa yang akan datang

Dalam menentukan kebutuhan air per orang didasari dari tabel kriteria perencanaan air bersih berdasarkan SNI tahun 2007. Dalam kriteria tersebut memiliki nilai kebutuhan air per orang per hari yang berbeda berdasarkan kategori kotanya.

Tabel 2.1 Kriteria Perencanaan Air Bersih berdasarkan SNI tahun 1997

No Uraian

Kategori Kota Berdasarakan Jumlah Penduduk (Jiwa)

>1.000.000 500.000- 1.000.000

100.000- 500.000

20.000-

100.000 <20.000

Metro Besar Sedang Kecil Desa

1

Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) L/o/h

190 170 150 130 30

2 Konsumsi Unit Hidran

Umum (HU) 30 30 30 30 30

3 Konsumsi Unit Non

Domestik (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-10

4 Kehilangan Air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20

5 Faktor Maksimum Day

1.1 1.1 1.1 1.1 1.1

6 Faktor Peak-Hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

7 Jumlah jiwa per sr 5 5 6 6 10

8 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100-200 200

9 Sisa Tekan di Jaringan

Distribusi (mka) 10 10 10 10 10

10 Jam Operasi 24 24 24 24 24

11 Volume Reservoir

(%)(Max Demand) 20 20 20 20 20

12 SR : HU 50:50 s/d

80:20

50:50 s/d

80:20 80:20 70:30 70-30

13 Cakupan Pelayanan 90 90 90 90 90

Sumber: Dirjen Cipta Karya, 1997

(7)

2. Kebutuhan Non Domestik

Kebutuhan air dengan jenis dan tingkat pelayanan yang bersifat komersial, industri dan kebutuhan institusi merupakan kebutuhan non domestik. Kebutuhan air komersial bisa mencapai 20%-25% dari total produksi air, kebutuhan air ini cenderung meningkat sesuai dengan jumlah penduduk yang meningkat dan tata guna lahan yang berubah.

Kebutuhan air yang mencangkup sekolah, rumah sakit, gedung-gedung pemerintah, tempat ibadah merupakan kebutuhan air institusi. Kebutuhan air institusi tergantung dari tata guna lahan dan wilayah di wilayah tersebut sehingga dalam menentukan besaran kebutuhan air ini cukup sulit. Kebutuhan air bersih non domestik ditentukan dengan beberapa kategori.

Tabel 2.2 Kebutuhan air non domestik kota Kategori I, II, III dan IV

No Sektor Besaran Satuan

1 Sekola 10 Liter/murid/hari

2 Rumah sakit 200 Liter/bed/hari

3 Puskesmas 2.000 Liter/hari

4 Masjid 3.000 Liter/hari

5 Kantor 10 Liter/pegawai/hari

6 Pasar 12.000 Liter/hektar/hari

7 Hotel 150 Liter/bed/hari

8 Rumah makan 100 Liter/tempat duduk/hari

9 Kompleks militer 60 Liter/orang/hari

10 Kawasan industri 0,2-0,8 Liter/orang/hari 11 Kawasan pariwisata 0,1-0,3 Liter/detik/hari

Sumber: Dirjen Cipta Karya, 2000

(8)

Tabel 2.3 Kebutuhan air Kategori V

No Sektor Besaran Satuan

1 Sekola 5 Liter/murid/hari

2 Rumah sakit 200 Liter/bed/hari

3 Puskesmas 1.200 Liter/hari

4 Hotel/losmen 90 Liter/hari

5 Komersial/industri 10 Liter/pegawai/hari

Sumber: Dirjen Cipta Karya, 2000

3. Fluktuasi Konsumsi Air

Penggunaan air di suatu wilayah tidak selalu konsisten, melainkan selalu berfluktuasi. Perubahan musim dan aktivitas masyarakat menyebabkan terjadinya konsumsi air mengalami fluktuasi. Pada dasarnya kebutuhan air dibagi 3 kelompok, yaitu:

a. Kebutuhan harian rata-rata

Kebutuhan air rata-rata per orang per hari yang terdiri dalam keperluan domestik, non domestik dan kehilangan air yang diperhitungkan dalam sehari merupakan kebutuhan harian rata-rata di suatu wilayah

b. Kebutuhan pada jam puncak

Penggunaan air tertinggi dalam sehari pada suatu wilayah merupakan kebutuhan air pada jam puncak. Untuk menentukan nilai kebutuhan air pada jam puncak dengan menggunakan nilai dari kebutuhan harian rata-rata yang dikalikan dengan faktor pengali (1.5-2.00) (Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1996)

c. Kebutuhan harian maksimum

Jumlah air terbesar yang diperlukan dalam satu tahun merupakan kebutuhan harian maksimum. Untuk menentukan nilai kebutuhan harian maksimum menggunakan nilai kebutuhan harian rata-rata yang dikali dengan faktor pengali (1.15). (Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1996)

(9)

2.5 Kualitas Air Baku

Peraturan Pemerintah No 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, penggolongan air menurut peruntukannya dibedakan menjadi:

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai sumber air minum secara langsung tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu

2. Golongan B, yaitu air yang digunakan sebagai bahan baku air minum

3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan

4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan juga usaha perkotaan, industri dan PLTA

2.6 Kehilangan Air

Perencanaan penyediaan air atau pendistribusian air di suatu wilayah atau perumahan akan mengalami kehilangan air. Kehilangan air terjadi karena adanya kebocoran pada pipa instalasi. Kebocoran air disebabkan oleh beberapa hal seperti umur pipa dan kurangnya perawatan pada pipa tersebut

2.7 Sistem Hidrolika Pipa

Ada beberapa cara untuk pengaliran pendistribusian air bersih. Berikut cara pengaliran distribusi air bersih (Unit Air Bersih Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko, 2010)

1. Secara gravitasi

Cara gravitasi dapat dilakukan bila sumber air (reservoir) terletak di suatu elevasi yang lebih tinggi dari pada daerah yang dilayani. Dengan cara tersebut didapatkan tekanan yang cukup di dalam pipa untuk membawa air ke daerah yang dilayani

2. Sistem pemompaan

Air yang berasal dari reservoir mengalami proses pemompaan yang langsung mengalir ke konsumen tanpa melalui proses penampungan terlebih dahulu.

Penggunaan cara ini kurang efektif karena:

a. Pengaliran air akan terhenti atau tidak terdistribusikan ke konsumen bila pompa tidak beroperasi

(10)

b. Pengoperasian pompa yang terus menerus dan peningkatan tenaga pada saat waktu pemakaian tinggi menyebabkan biaya pengoperasian menjadi lebih mahal.

Untuk mengurangi biaya pengoperasian biasanya air yang berasal dari reservoir ditampung dalam bak penampung atau tangki yang memiliki tujuan:

a. Guna menyamakan pengaliran air dan kebutuhan air selama pemakaian tinggi

b. Guna menyimpan air cadangan yang dapat digunakan pada waktu darurat seperti pada saat memadamkan kebakaran dan pada saat pompa tidak dapat beroperasi.

c. Memberi tekanan air yang merata 3. Sistem gabungan

Sistem yang biasa digunakan dalam distribusi air ialah sistem gabungan. Di mana sistem ini memiliki kelebihan yaitu air yang dipompa selama waktu pemakaian rendah dapat di tampung terlebih dahulu di tangki yang letaknya berada diatas permukaan maupun di bawah permukaan. Sehingga pada waktu pemakaian tinggi air yang sudah di tampung di dalam tangki dapat memenuhi kekurangan air pada saat pendistribusian.

2.8 Jaringan Distribusi

Kumpulan pipa yang saling terhubung yang bertujuan untuk mengalirkan air ke konsumen disebut juga sebagai jaringan distribusi. Data kondisi topografi di suatu wilayah menjadi dasar untuk menentukan skema atau tata letak perencanaan distribusi air bersih pada wilayah tersebut. Adapun jenis jaringan distribusi sebagai berikut:

1. System cabang (Branch)

Sistem cabang adalah sistem ini air yang hanya mengalir dari satu arah dan pada setiap ujung pipa akhir daerah pelayanan terdapat titik akhir. Sistem ini biasanya digunakan pada daerah dengan sifat-sifat sebagai berikut:

a. Perkembangan kota ke arah memanjang

b. Sarana jaringan jalan tidak saling berhubungan

c. Keadaan topografi dengan kemiringan medan yang menuju satu arah

(11)

Keuntungan:

a. Sistem ini lebih sederhana sehingga dalam menentukan diameter pipa lebih mudah

b. Jaringan distribusi relatif lebih searah, sehingga pada saat pemasangan pipa lebih mudah

Kerugian:

a. Karena dalam sistem ini memiliki titik akhir yang menyebabkan terjadinya penumpukan oleh kotoran pada titik tersebut, sehingga untuk menghindari penumpukan kotoran dilakukan pembersihan dengan berkala

b. Bila terjadi kerusakan pada sistem ini maka pendistribusian pada sistem ini akan terhenti

c. Pada bagian pipa terjauh memiliki tekanan air yang kritis sehingga sistem menjadi kurang seimbang

d. Bila ada penambahan sambungan, tekanan air yang sudah ada kemungkinan tidak cukup untuk sambungan baru tersebut

Gambar 2.2 Jaringan Pipa cabang (Branch) 2. System Loop (melingkar)

Jaringan pipa yang terhubung satu sama alain yang membentuk lingkaran, sehingga dalam jaringan ini tidak memiliki titik akhir. Air yang mengalir di dalam jaringan pipa tersebut dapat mengalir kesuatu titik dengan beberapa arah. Sistem ini biasanya diterapkan pada:

a. Wilayah yang memiliki jaringan jalan yang saling terhubung b. Wilayah yang memiliki pertumbuhan kota cenderung segala arah c. Wilayah dengan topografi relatif datar

(12)

Keuntungan:

a. Jaringan ini tidak memiliki titik mati, sehingga penumpukan kotoran di dalam jaringan relatif tidak terjadi

b. Pada saat terjadi keadaan darurat seperti penggunaan air untuk pemadamam, kerusakan pipa dan pembenahan pendistribusian tidak mengganggu pendistribusian di jaringan pipa lainnya

Kerugian:

a. Memiliki jaringan pipa yang cukup rumit b. Membutuhkan pipa yang relatif banyak

c. Karena penggunaan pipa yang cukup banyak menyebabkan biaya menjadi lebih besar

Gambar 2.3 Jaringan Pipa Melingkar(Loop)

2.9 Pipa

Dalam perencanaan distribusi air ada beberapa jenis pipa yang digunakan, pipa ini dibedakan berdasarkan materialnya. Berikut jenis-jenis pipa berdasarkan materialnya:

1. Besi Tuang / Cast-Iron (CI) pipa

Penggunaan pipa jenis ini dalam pendistribusian air memiliki kelebihan:

a. Untuk harga pipa jenis besi tidak terlalu mahal

b. Dalam penggunaannya pipa ini memiliki umur yang panjang (bisa mencapai 100 tahun)

c. Tahan terhadap korosi bila dilakukan pelapisan d. Dapat menahan tekanan tanpa mengalami kerusakan

(13)

Penggunaan pipa jenis ini dalam sistem distribusi air memiliki kekurangan di berbagai hal, seperti:

a. Pada penggunaan dengan umur yang panjang bagian dalam pipa menjadi kasar yang menyebabkan berkurangnya kapasitas pengangkut

b. Pipa ini memiliki diameter yang besar dan relatif berat

c. Pipa jenis ini mudah patah pada proses pengangkutan atau penyambungan

2. Beton (concrete)

Penggunaan pipa jenis beton dalam sistem distribusi air bersih memiliki kelebihan seperti:

a. Pipa jenis beton memiliki bagian dalam yang halus sehingga kehilangan air akibat fraksi menjadi sedikit

b. Pipa jenis beton relatif tahan lama (sekurangnya 75 tahun)

c. Karena tidak berbahan dasar besi, pipa jenis beton tidak mengalami pengaratan

d. Untuk perawatan pipa jenis beton relatif lebih murah

Penggunaan pipa jenis beton dalam sistem distribusi air memiliki kekurangan di berbagai hal, seperti:

a. Pipa jenis beton lebih berat dan sulit digunakan

b. Pipa jenis beton mudah patah selama proses pengaratan c. Pipa jenis bila terjadi kerusakan sulit untuk diperbaiki

3. Baja (steel) pipa

Penggunaan pipa jenis baja dalam sistem distribusi air bersih memiliki kelebihan seperti:

a. Pipa jenis baja realtif lebih kuat

b. Pipa jenis baja lebih ringan dari pada CI

c. Pada proses penyambungan dan pemasangan lebih mudah

d. Pipa jenis ini dalam menahan tekanan yang cukup tinggi hingga 70 mka (meter kolom air)

(14)

Penggunaan pipa jenis baja dalam sistem distribusi air memiliki kekurangan di berbagai hal, seperti:

a. Pipa jenis baja tidak tahan dengan air yang memiliki kadar asam dan basa tinggi

b. Bila dilapisi dengan bahan tertentu umur pipa jenis bisa tahan lebih dari 25-30 tahun

4. Pipa Semen-asbes

Penggunaan pipa jenis semen-asbes dalam sistem distribusi air bersih memiliki kelebihan seperti:

a. Pipa jenis ini menggunakan bahan semen-asbes, sehingga lebih ringan dan mudah digunakan

b. Pipa jenis ini lebih tahan terhadap air yang mengandung asam dan basa c. Kehilangan akibat fraksi lebih sedikit karena pipa jenis ini memiliki

bagian dalam yang halus dan tahan terhadap korosi

d. Memiliki ukuran yang lebih panjang, sehingga meminimalisir sambungan e. Ukuran pipa yang panjang tersebut dapat dipotong menjadi beberapa

ukuran dan dapat dilakukan penyambungan seperti pipa CI

Penggunaan pipa jenis baja dalam sistem distribusi air memiliki kekurangan di berbagai hal, seperti:

a. Pipa jenis ini lebih mudah patah dan rapuh

b. Untuk penggunaan pada tekanan tinggi pipa jenis ini tidak dapat digunakan\

5. Pipa Galvanized-Iron (GI)

Penggunaan pipa jenis GI dalam sistem distribusi air bersih memiliki kelebihan seperti:

a. Pipa jenis memiliki harga yang murah

b. Pipa jenis ini memiliki berat yang ringan, sehingga pada proses pemindahan atau pemasangan lebih mudah

c. Pada saat proses penyambungan pipa lebih mudah dilakukan

(15)

d. Memiliki bagian dalam yang halus, sehingga tekanan akibat fraksi lebih sedikit

Penggunaan pipa jenis GI dalam sistem distribusi air memiliki kekurangan di berbagai hal, seperti:

a. Pipa jenis ini memiliki umur yang pendek berkisar 7-10 tahun

b. Pipa ini tidak tahan terhadap asam dan basah, sehingga mudah rusak bila terkena air yang asam dan basa.

c. Pipa jenis ini biasa digunakan untuk kebutuhan pipa berdiameter

6. Pipa Plastik

Penggunaan pipa jenis plastik dalam sistem distribusi air bersih mempunyai banyak kelebihan, seperti lebih ringan dan tahan terhadap korosi karena berbahan dasar plastik. Pipa jenis ini tidak tahan terhadap asam nitrat, asam kuat, lemak dan minyak. Pipa jenis ini memiliki 2 tipe, yaitu:

a. Low-Density Polythene Pipe

Pipa jenis ini memiliki diameter sampai 63 mm dan juga lebih fleksibel.

Pipa jenis ini dapat digunakan untuk perencanaan distribusi air dengan jalur yang panjang dan pipa jenis ini tidak cocok untuk perencanaan distribusi air di dalam gedung.

b. High-Density Polythene Pipe

Pipa jenis ini memiliki diameter berkisar antara 16-400 mm dan lebih kuat dari pipa jenis low-density polythene pipe. Untuk pipa dengan diameter yang besar biasanya digunakan untuk memudahkan proses penyambungan pipa dengan diameter yang lebih kecil. Pipa jenis ini bisa digunakan untuk perencanaan distribusi air dengan jalur yang panjang

Pipa jenis plastik bisa tidak memenuhi standar lingkungan bila pipa terjadi kontak dengan bahan kimia seperti asam organik, alkohol dan sebagainya. Dalam permasalahan ini pipa jenis High-Density lebih mudah tercemar dibandingkan dengan pipa jenis Low-Density

(16)

7. PVC pipe (Unplasticised)

Pipa jenis PVC memiliki kekuatan tiga kali lebih kuat dari pada pipa jenis polythene dan dapat menahan tekanan yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan pipa jenis polythene, pipa jenis PVC lebih tahan terhadap bahan kimia seperti asam organik, alkali, garam dan tahan terhadap korosi. Penggunaan pipa jenis ini biasa digunakan untuk penyediaan air minum, penyediaan air dingin, saluran pembuangan dan drainase bawah tanah.

2.10 Reservoir

Bangunan yang memiliki tujuan untuk menampung air sebelum proses pendistribusian adalah reservoir. Pembuatan reservoir dapat dilakukan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Bangunan reservoir biasa berdekatan dengan jaringan distribusi. Reservoir sendiri memiliki fungsi utama sebagai tempat penyimpanan (storage), pemerataan air dan tekanan serta sebagai sumber pelayanan dalam wilayah distribusi. Dalam menentukan volume reservoir dapat dilakukan dengan dengan 2 cara, yaitu:

a. Volume reservoir dihitung sebesar 20% dari kebutuhan air harian maksimum

b. Volume reservoir dihitung sebesar 20% dari kolam tendon harian (KTH) Penggunaan tangki atau bak yang bertujuan untuk menampung air sementara juga termasuk dalam reservoir. Pembuatan tangki atau bak dapat dilakukan di atas permukaan tanah atau di atas bangunan. Dalam menentukan kapasitas volume dimensi tangki atau bak dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

V = P x L X D ... (2.1) di mana: V = Volume (m3)

L = lebar (m) P = Panjang (m) D = Kedalaman (m)

(17)

2.11 Hukum Kontinuitas

Apabila zat cair yang masuk pada suatu tampang pipa maka debitnya sama dengan penampang satunya lagi, maka volume zat yang lewat tiap satuan adalah sama di semua tampang. Keadaan ini disebut dengan hukum kontinuitas zat cair (Hidraulika I Bambang Triatmojo, 1995:136)

Gambar 2.4 Tabung Aliran Air untuk Menurunkan Persamaan Kontinuitas (Sumber: Bambang Triatmojo, 1995:137)

Qmasuk = Qkeluar

V1 A1 = V2 A2 ... (2.2) Atau

Q = A x V = konstan ... (2.3) di mana:

V1 A1 = Volume zat cair yang masuk tampang 1 tiap satuan waktu V2 A2 = Volume zat cair yang masuk tampang 2 tiap satuan waktu

Menurut Triatmojo (1995) untuk pipa bercabang berdasarkan persamaan kontinuitas, debit aliran yang menuju titik cabang sama dengan yang

meninggalkan titik tersebut.

Gambar 2.5 Persamaan Kontinuitas pada Pipa Bercabang (Sumber: Bambang Triatmojo, 1995:137)

(18)

Q1 = Q2 + Q3 ... (2.4) Atau

A1V1 = A2V2 + A3V3 ... (2.5) (Sumber: Hidraulika I Bambang Triatmojo, 1995:137)

2.11.1 Kecepatan Aliran

Dalam menentukan kecepatan aliran dapat menggunakan persamaan kontinuitas

Q = A x V = ¼ π D2 V ...(2.6) V =

... (2.7) Di mana:

Q = debit aliran (m/dtk) V = kecepatan aliran (m/dtk) D = diameter pipa (m)

2.11.2 Kehilangan Energi

Kehilangan energi dapat terjadi pada perpipaan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Kehilangan energi primer (Mayor Losses)

Air yang berada di dalam pipa selama perjalanan atau pengaliran mengalami kehilangan energi. Kehilangan energi tersebut disebabkan oleh adanya gesekan atau friksi dengan dinding pipa. Untuk menghitung kehilangan tekanan primer ada dua macam cara, yaitu:

a. Persamaan Darcy Wesbach

Menurut Dercy Wesbach kehilangan energy utama sepanjang pipa karena gesekan dapat dihitung dengan persamaan:

hf = f

... (2.8) di mana: hf = kehilangan energy (m)

F = koefisien gesek (Darcy) V = Kecepatan aliran air (m/dtk) g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)

(19)

D = diameter pipa (m) L = panjang pipa (m)

Gambar 2.6 Grafik Moody

b. Persamaan Hazen Williams

Dalam menentukan kehilangan energi dibandingkan dengan persamaan Dercy Wesbach, persamaan ini hanya dapat digunakan untuk air karena koefisien kehilangannya tidak berubah terhadap angka Reynold.

Q = Cu x CHW x D2.63 x i0.,54 ... (2.9)

hf =

... (2.10) di mana:

Cu = 0,2785

CWH = koefisien Hazen William

I = kemiringan atau slope garis tenaga (i = ) Q = debit (m3/dtk)

D = diameter pipa (m) hf = kehilangan energi (m) L = panjang pipa (m)

(20)

2. Kehilangan energi sekunder (Minor Losses)

Kehilangan energi yang disebabkan karena sambungan, belokan, katup pembesaran atau pengecilan penampang disebut juga dengan kehilangan energi sekunder. Untuk menghitung kehilangan energi sekunder dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

h1 = h0 + hb + hc ... (2.11) di mana:

h1 = Kehilangan energy sekunder (m) h0 = Kerugian pada bagian pemasukan (m) hb = Kerugian karena sambungan (m) hc = Kerugian pada bagian pemasukan (m)

2.12 Program WaterNet

Program WaterNet digunakan untuk melakukan simulasi air atau fluida dalam jaringan pipa tertutup (loop), terbuka (branch) dan jaringan campuran dari jaringan tertutup dan jaringan terbuka. Dalam program ini sistem pengaliran dapat menggunakan sistem gravitasi, pompa atau gabungan antar keduanya. Program WaterNet banyak memberikan kemudahan bagi penggunanya sehingga bisa digunakan untuk pengguna dengan pengetahuan minim atau yang sedang dalam tahap pembelajaran. Proses input data secara interaktif yang dimiliki program WaterNet dapat memperkecil kesalahan dan memudahkan dalam simulasi jaringan pada saat penggunaan program WaterNet.

Program WaterNet bertujuan untuk mensimulasikan jaringan pipa secara mudah dan akurat, sehingga memudahkan perencanaan jaringan pipa.

Kemampuan dan fasilitas WaterNet dalam simulasi jaringan pipa secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Dapat menghitung debit dan tekanan pada tiap node yang ada di jaringan pipa 2. Dapat menghitung demand atau air yang dapat diambil dari sebuah node jika

tekanan pada node tersebut tela ditentukan

(21)

3. Fasilitas pompa dengan persamaan Q-11 (debit terhadap head) mengikuti persamaan daya tetap (constant power), parabola (satu titik) dan parabola (3 titik). Fasilitas pompa dapat diatur penggunaan waktunya pada jam-jam tertentu oleh pengguna atau bekerja sepanjang hari. Pompa juga dapat diatur sistem kerja nya berdasarkan pada saat tangki telah penuh dan bekerja kembali saat tangki hampir kosong.

4. Fasilitas default diberikan untuk memudahkan pengguna dalam input data.

Data default akan dipakai untuk setiap pipa, pompa, node yang ditentukan oleh pengguna

5. Fasilitas pustaka untuk kekasaran pipa dan kehilangan energi tenaga sekunder.

Fasilitas ini memudahkan pengguna untuk menentukan atau memperkirakan nilai diameter kekasaran pipa serta kehilangan tinggi tenaga sekunder di setiap belokan, sambungan dan lain-lain

6. Fasilitas katup PRV (pressure reducing valve), FCV (flow control valve), PBV (pressure breaking valve) dan TCV (throttling control valve) yang sangat diperlukan oleh jaringan pipa

7. Fasilitas tipr aliran BERUBAH yang sangat berguna untuk simulasi perubahan elevasi di dalam tangki akibat fluktuasi pemakaian air oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh jumlah pemakaian air berdasarkan jam. Dan fasilitas ini dapat digunakan untuk menghitung volume tangki yang optimal serta menguji kinerja jaringan untuk debit yang fluktuatif. Pengguna dapat memeriksa tinggi tekanan dan debit di setiap node. Serta debit dan kecepatan aliran di setiap pipa untuk mengoptimalkan jaringan. Fasilitas tipe aliran BERUBAH menghitung distribusi aliran dan tekanan di seluruh jaringan pipa setiap time step (interval waktu) 60 menit, 30 menit, 15 menit dan 6 menit.

8. Fluktuasi kebutuhan air di setiap node dapat ditentukan oleh pengguna membuat simulasi jaringan distribusi menjadi lebih realistis karena kebutuhan setiap node dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan sebenarnya pada lokasi perencanaan misal kebutuhan air untuk perumahan, pabrik, rumah sakit, sekolah, hydrant kebakaran dan lain-lainnya yang berbeda setiap jamnya.

9. Fasilitas editing dalam bentuk grafik interaktif mempermudah pengguna dalam merencanakan jaringan pipa. Fasilitas ini meliputi menggambar dan

(22)

menentukan pipa baik arah maupun sambungan antar pipa dalam jaringan, menentukan letak pompa, reservoir, tangki dan katup. Menghapus pipa, reservoir, tangki dan katup yang tidak dikehendaki. Fasilitas notasi node dan pipa yang memudahkan pengguna mengikat lokasi yang dimaksud dan secara sepintas melihat data jaringan maupun hasil hitungan. Editing juga dapat dilakukan dengan berfokus pada table misalnya table data node atau pipa.

Pada saat yang sama lokasi yang diedit pada table ditunjukkan pada gambar jaringan pipa. Dengan demikian pengguna dapat mengenali pipa atau node yang sedang diedit dan bukan sekadar berhadapan dengan angka-angka seperti nomor node dan pipa

10. Hasil hitung secara keseluruhan dapat ditampilkan degan fasilitas lain baik dalam bentuk grafik maupun table. Hasil tampilan tersebut akan dengan mudah dianalisa dan jika hasil menunjukkan bahwa jaringan belum memuaskan jaringan dapat dengan mudah diedit kembali

11. Fasilitas mengubah posisi node dan pipa yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan sangat mudah mengikuti gambar peta yang ada.

12. Fasilitas penggambaran secara skalatis juga merekam panjang pipa baik pipa lurus maupun belok berdasarkan x, y, x. maksud panjang pipa dihitung berdasarkan lokasi x, y serta ketinggian atau elevasi kedua ujung pipa

13. Fasilitas link importance sangat dibutuhkan untuk melihat tingkat layanan tiap pipa terhadap keseluruhan jaringan sehingga jumlah pipa dalam suatu jaringan distribusi dapat dihemat atau sebaliknya jika link importance dari sebuah pipa terlalu tinggi maka perlu dipikirkan kemungkinan parallel

14. Kontur dapat dibuat berdasarkan peta kontur topografi yang dapat mempermudah input elevasi node mengikuti kontur yang dibuat

15. Masih banyak fasilitas lain yang tersedia yang dirasakan sangat membantu dalam usaha menghitung dan merencanakan jaringan distribusi air atau fluida dalam pipa.

(23)

2.13 Air Buangan

Air buangan adalah air yang berasal dari perumahan, industri, sekolah dan sebagainya yang sudah tidak digunakan lagi. Untuk menentukan debit air buangan atau air kotor berdasarkan kebutuhan air tiap orang dalam satu hari.

Diperkirakan besarnya air buangan 90% dari kebutuhan air dalam satu hari.

Perhitungan debit air buangan atau air kotor dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Menentukan kebutuhan air bersih maksimum

2. Menentukan Jumlah air buangan maksimum per hari (qm) adalah kebutuhan air bersih maksimum / hari x 0,90

3. Menentukan jumlah air buangan atau air kotor maksimum per hari (qr) dengan cara (

)

4. Debit air buangan maksimum

(Qpeak) = p x qm ... (2.12) p = 1,5 +

... (2.13) 5. Debit puncak air buangan (air kotor) adalah Qpeak x kepadatan penduduk

2.14 Drainase

Menurut Suripin (2004) drainase adalah usaha untuk mengurangi kelebihan air di suatu kawasan, sehingga kawasan tersebut tidak mengalami gangguan. Kelebihan air tersebut bisa berasal dari hujan, rembesan atau kelebihan air irigasi.

1. Fungsi drainase

(Penataan Drainase Perkotaan Mulyanto, 2013)Drainase memiliki beberapa fungsi, sebagai berikut:

a. Mengalirkan air berlebih

Fungsi mengalirkan air yang berlebih ke saluran akhir seperti sungai, danau atau laut.

b. Mengangkat limbah dan mencuci polusi

Sebagai saluran buangan drainase memiliki kemampuan untuk mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh debu dan sampah organik yang dapat mencemari lingkungan. Dengan bantuan hujan debu dan sampah organik

(24)

tersebut terbawa oleh air hujan yang akan mengarah ke saluran drainase dan selama proses pengaliran terjadi juga proses netralisir oleh air hujan.

c. Mengatur arah dan kecepatan aliran

Dengan adanya saluran drainase air buangan dapat diarahkan dan diatur kecepatan airnya. Pengarahan aliran pada saluran drainase dilakukan guna mengarahkan air buangan ke saluran penampungan akhir. Sedangkan pengaturan kecepatan aliran guna mengurangi pengendapan pada saluran drainase yang dilalui oleh air buangan.

d. Mengatur elevasi muka air tanah

Pengaturan elevasi muka air tanah guna mengetahui elevasi air yang baik pada saluran drainase. Karena bila muka air tanah dangkal akan menyebabkan daya serap hujan menjadi kecil dan bisa menyebabkan banjir, sedangkan apabila muka air tanah terlalu dalam bisa menyulitkan tumbuhan penghijau untuk menyerap air. Muka air tanah dapat mengalami penurunan Pada kondisi yang disebabkan oleh pemadatan atau subsidensi yang terjadi pada muka tanah.

e. Menjadi sumber daya air alternative

Maksud dari menjadi sumber daya air alternatif adalah pemanfaatan ulang air yang ada dari saluran drainase tetapi pemanfaatan ini harus membutuhkan beberapa syarat.

f. Sebagai prasarana pencegahan erosi

Saluran drainase dapat menjadi prasarana mencegah erosi dan gangguan stabilitas lereng pada wilayah yang berada di perbukitan. Limpasan yang terjadi akibat hujan yang berlebih akan mengalir dengan kecepatan tinggi yang bisa menyebabkan pengikisan atau erosi pada permukaan. Untuk menangani hal tersebut dilakukan perencanaan drainase yang dapat menata aliran runoff atau limpasan yang berada pada permukaan atau aliran yang berada pada saluran.

(25)

2. Sistem drainase

Sistem drainase secara umum diartikan sebagai serangkaian bangunan air memiliki tujuan untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air yang disebabkan oleh hujan pada suatu wilayah yang dapat difungsikan secara maksimal (Suripin, 2004). Sistem drainase terdiri dari beberapa bangunan, seperti:

a. Saluran penerima (Interceptor)

Saluran ini memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu wilayah terhadap wilayah yang berada di bawahnya. Saluran ini memiliki outlet yang terletak pada saluran collector atau sungai alami.

Saluran ini dapat dibangun pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur.

b. Saluran pengumpul (collector)

Saluran ini memiliki fungsi sebagai pengumpul debit air yang berasal dari saluran yang lebih kecil dan akan dibuang ke saluran pembawa (conveyor) c. Saluran pembawa (conveyor)

Saluran ini memiliki fungsi untuk membawa air buangan dari suatu wilayah ke lokasi akhir atau pembuangan.

Bila dilihat dari keberadaannya, sistem jaringan drainase dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Drainase alami (Natural drainage)

Yang tergolong dengan drainase alami adalah sungai dan anak-anak sungai yang membentuk alur aliran dan menjadikan sebuah jaringan saluran. Hal ini terjadi karena adanya proses alami selama bertahun-tahun.

b. Drainase buatan (Artificial drainage)

Saluran drainase yang dibuat oleh manusia untuk melengkapi kekurangan dari saluran drainase alami yang berfungsi untuk membuang kelebihan air. Bila ditinjau dari sistem jaringan drainase, kedua jenis saluran ini memiliki fungsi yang sama. Menurut fungsinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:

- Single purpose, yaitu saluran drainase dengan air buangan yang berasal dari satu jenis air buangan

- Multi purpose, yaitu saluran drainase yang memiliki fungsi mengalirkan air buangan yang berasal dari beberapa jenis air buangan

(26)

Ditinjau dari konstruksinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

- Drainase saluran terbuka

Saluran terbuka biasa terbuat dari tanah, pasangan batu kali atau beton.

Saluran ini biasa digunakan untuk daerah pertanian dan daerah dengan kepadatan penduduk yang masih belum padat.

- Drainase saluran tertutup

Drainase dengan saluran tertutup biasa digunakan pada kawasan perkotaan yang padat. Saluran ini biasa terbuat dari beton atau pasangan batu kali yang di beri plat penutup dari beton dan dilengkapi dengan bak pengontrol.

Penggunaan saluran drainase tertutup dapat mengurangi perubahan penampang saluran akibat sedimentasi dan penumpukan sampah.

Dari dua jenis saluran drainase ini memiliki perbedaan pada aliran yang mengalir di saluran tersebut. Perbedaan itu adalah pada saluran terbuka aliran yang berada pada saluran mempunyai permukaan yang bebas, sedangkan untuk saluran drainase tertutup aliran pada saluran tidak memiliki permukaan yang bebas karena adanya air yang memenuhi penampang saluran (Suripin, 2004)

Perencannan saluran drainase yang biasa digunakan adalah saluran terbuka. Penampang saluran untuk perencanaan saluran drainase memilik berbagai tipe . Untuk tipe-tipe penampang saluran dapat dilihat pada gambar berikut

(27)
(28)

Sumber: Chow, 1992

Gambar 2.7 Beberapa bentuk penampang saluran drainase

(29)
(30)

2.15 Analisa Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang membahas karakteristik kuantitas dan kualitas air di bumi yang mencangkup proses hidrologi, pergerakan, penyebaran sirkulasi tamping, eksplorasi, pengembangan maupun manajemen. Kegiatan yang dapat menggunakan ilmu hidrologi adalah pengoperasian dan perencanaan bangunan air, pembangkit listrik tenaga air, pengendali banjir, penyediaan air untuk berbagai keperluan dan sebagainya. Ilmu hidrologi juga dimanfaatkan untuk kegiatan, seperti:

1. Dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya banjir yang ditimbulkan oleh hujan deras, sehingga dapat merencanakan bangunan pengendali banjir.

Bangunan pengendali banjir yang dimaksud seperti tanggul, saluran drainase dan sebagainya

2. Dapat membantu dalam bidang pertanian karena dapat memperhitungkan kebutuhan air yang dibutuhkan oleh suatu jenis tanaman, sehingga dapat merencanakan bangunan air yang dapat melayani kebutuhan air di wilayah tersebut.

3. Dapat memperhitungkan kebutuhan air yang tersedia di suatu sumber air agar dapat digunakan untuk berbagai jenis keperluan seperti air buka (Triatmodjo, 2008)

2.15.1 Analisa Frekuensi

Tujuan analisa frekuensi untuk memperkirakan besaran curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu. Data tersebut dapat digunakan untuk perhitungan debit banjir rencana dengan metode empiris (Suripin, 2004). Metode analisis frekuensi yang digunakan adalah:

1. Distribusi normal 2. Distribusi log normal

3. Distribusi log normal person III 4. Distribusi gumbel

(31)

Keempat distribusi tersebut memiliki persyaratan masing-masing, yaitu:

Table 2.4 Persyaratan parameter statistic suatu distribusi

NO Distribusi Persyaratan

1 Gumbel Cs = 1,14

Ck = 5,4

2 Normal Cs = 0

Ck = 3

3 Log normal Cs = Cv3 + 3Cv

Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3 4 Log normal

person III Selain dari nilai di atas (sumber: Bambang T, 2008)

Keterangan table 2.4

Cs

=

... (2.14)

Ck

=

... (2.15)

Xrt =

... (2.16)

Sd =

... (2.17)

Keterangan:

Ck = koefisien kepuncakan Cs = koefisien kepencengan Sd = Standar deviasi

(32)

2.15.2 Distribusi Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan dengan metode distribusi normal memiliki persamaan sebagai berikut:

XT = Xrt + k . S ... (2.18) Dengan:

Xt = curah hujan rencana untuk kala ulang T tahun K = variable reduksi Gauss (table 2.5)

Xrt = harga rata-rata dari = ... (2.19)

Sd = standar Deviasi = √

... (2.20)

2.15.3 Distribusi Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan dengan metode distribusi log normal, memiliki persamaan berikut:

Log = Log Xrt + k . S Log X ... (2.21)

Dengan:

Log X = variate yang diekstrapolasikan, yaitu curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun

Log Xrt = harga rata-rata dari = ... (2.22)

Sd (standar Deviasi) = ... (2.23) k = variable reduksi Gauss (table 2.5)

(33)

Table 2.5 Variabel Reduksi Gaus

No Periode ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25

12 3,330 0,300 0,52

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 2,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

20 500,000 0,002 2,88

21 1000,000 0,001 3,09

(sumber: Suripin, 2004)

(34)

2.15.4 Distribusi Log Normal Tipe III

Untuk analisa frekuensi curah hujan dengan metode distribusi log normal, memiliki persamaan berikut:

Log = Log Xrt + k . S Log X ... (2.24)

Dengan:

Log X = variate yang diekstrapolasikan, yaitu curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun

Log Xrt = harga rata-rata dari = ... (2.25)

Sd = standar Deviasi = ... (2.26) K = koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai Cs

dengan periode ulang T tahun (table 2.6) Cs = Koefisien kemencengan

C s

... (2.27) Table 2.6 Nilai K untuk Distribusi Log-Person Tipe III

Interval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)

Koef.

G

1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Presentasi peluang terlampaui (percent change of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889 2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705

(35)

2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605 1,8 -1,197 -0,817 -0282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326 -0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 -0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 -0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 -0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 -1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 -1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 -1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 -1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 -1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 -2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990

(36)

-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 -2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832 -2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769 -2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714 -3,0 -7,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667

(Sumber: Suripin,2004)

2.15.5 Distribusi E.J Gumbel

Untuk analisis frekuensi curah hujan dengan metode distribusi E.J Gumbel memiliki persamaan sebagai berikut:

XT = Xrt + k . S ... (2.28) Dengan:

Xt = curah hujan rencana untuk kala ulang T tahun

Xrt = harga rata-rata dari = ... (2.29) Sd = standar Deviasi =

... (2.30) K = faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang dan

tipe frekuensi

Untuk perhitungan faktor frekuensi E.J. Gumbel, sebagai berikut:

K = ... (2.31)

Dengan: Yn = reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (n)

Sn = reduced standard devisation sebagai fungsi dari banyak datan (n) YTr = reduced variate sebagai fungsi dari periode T

Untuk melihat hubungan antara reduced variate dengan periode ulang dapat dilihat di table 2.7 dan table 2.8

(37)

Tabel 2.7 Metode Gumbel – Reduced Mean (Yn)

(Sumber: Suripin, 2004)

Tabel 2.7 Metode Gumbel – Reduced Standard Deviation (Sn)

(Sumber: Suripin, 2004)

Table 2.8 Reduced Variate (YTR) Sebagai Fungsi Periode Ulang Periode ulang (Tr)

(Tahun)

Reduced Variate (TTR)

Periode Ulang (Tr) (Tahun)

Reduced Variate (TTR)

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

(Sumber: Suripin, 2004)

(38)

2.15.6 Uji Kesesuaian Distribusi

Menurut Triatmodjo (2008), pemeriksaan uji kesesuaian distribusi frekuensi memiliki tujuan untuk mengetahui layak atau tidaknya distribusi frekuensi yang digunakan. Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi dilakukan dengan 2 cara yaitu uji Simirnov-Kolomogrov dan uji Chi-Kuadrat

Sebelum melakukan pengujian harus dilakukan ploting data pengamatan pada kertas probabilitas. Dalam kasus ini menggunakan kertas probabilitas log person tipe 3 dengan garis durasi sesuai. Ploting dilakukan dengan tahapan sesuai berikut:

1. Mengurutkan curah hujan maksimum harian rata-rata dari besar ke kecil 2. Hitung peluang (probabilitas) tiap data hujan dengan rumus Weibull, sebagai

berikut:

P =

... (2.33) Dimana: P = Probabilitas (%)

m = Nomor urut data dari kecil ke besar n = Banyak data

3. Masukan data hasil hitungan peluang dan data curah hujanPlotting data curah ke dalam kertas probabilitas yang sesuai

2.15.7 Uji Kesesuaian Distribusi Smirnov-Kolomogrov

Pengujian kesesuaian Smirnov-Kolomogrov tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu, tetapi memperhatikan kurva dan penggambaran data pada kertas probabilitas karena itu pengujian ini biasa disebut pengujian kesesuaian distribusi non parametik. Dalam pengamatan gambar dapat diketahui jarak penyimpanan terbesar (Δmaks) dengan kemungkinan didapat nilai lebih kecil dari nilai (Δkritik), maka jenis distribusi yang dipilih dapat digunakan. Nilai (Δkritik) diperoleh dari table 2.9 sebagai berikut:

(39)

Table 2.9 Nilai Kritis Do untuk Smirnov Kolomogrov

N

α

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N>50

(Sumber: Triadmodjo, 2008)

2.15.8 Uji Chi Kuadrat

Pengujian kesesuaian Chi-Kuadrat menggunakan X2 yang dapat dihitung dengan persamaan berikut. (Triadmodjo,2008):

X2 = ∑

... (2.34) di mana: X2 = Nilai Chi Kuadrat terhitung

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan permbagian kelas

Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama N = Jumlah sub kelompok dalam satu group

(40)

Nilai X2 yang didapat tidak boleh melebihi nilai X2cr (Chi Kuadrat kritik), derajat nyata tertentu uang biasa digunakan sebesar 5%. Derajat kebebasan dihitung dengan persamaan:

DK = K – (α + 1) ... (2.35) di mana: DK = Derajat kebebasan

K = Banyak kelas

α = Banyak ketertarikan (banyak parameter), uji Chi Kuadrat adalah 2

nilai X2cr diperoleh dari table 2.10. disarankan agar banyaknya kelas tingkat kurang dari 5 dan frekuensi absolut tiap kelas tidak kurang dari 5 juga.

Table 2.10 Nilai Kritis Do untuk Smirnov Kolomogrov

α 0,1 0,05 0,025 0,01 0,005

db 1 2,70554 3,84146 5,02390 6,63489 7,87940 2 4,60518 5,99148 7,37778 9,21035 10,59653 3 6,25139 7,81472 9,34840 11,34488 12,83807 4 7,77943 9,48773 11,14326 13,27670 14,86017 5 9,23635 11,07048 12,83249 15,08632 16,74965 6 10,64464 12,59158 14,44935 16,81187 18,54751 7 12,01703 14,06713 16,01277 18,47532 20,27774 8 13,36156 15,50731 17,53454 20,09016 21,95486 9 14,68366 16,91896 19,02278 21,66605 23,58927 10 15,98717 18,30703 20,48320 23,20929 25,18805 11 17,27501 19,67515 21,92002 24,72502 26,75686 12 18,54934 21,02606 23,33666 26,21696 28,29966 13 19,81193 22,36203 24,73558 27,68818 29,81932 14 21,06414 23,68478 26,11893 29,12116 31,31943 15 22,98717 26,29622 27,48836 30,57795 32,80149 16 23,54182 26,29622 28,84532 31,99986 34,26705 17 24,76903 27,58710 30,19098 33,40872 35,71838 18 25,98942 28,86932 31,52641 34,80524 37,15639 19 27,20356 30,14351 32,85234 36,19077 38,58212 20 28,41197 31,41042 34,16958 37,56627 39,99686

21 29,61509 32,67056 35,47886 38,93223 41,40094 22 30,81329 33,92446 36,78068 40,28945 42,79566 23 32,19624 35,17246 38,07561 41,63833 44,18139 24 33,19624 36,41503 39,36406 42,97978 45,55836

(41)

25 34,38158 37,65249 40,64650 44,31401 46,92797 26 35,56316 38,88513 41,92314 45,64164 48,28978 27 36,74123 40,11327 43,19452 46,96284 49,64504 28 37,91591 41,33715 44,46079 48,27817 50,99356 29 39,08748 42,55695 45,72228 49,58783 52,33550 30 40,25602 43,77295 46,97922 50,89218 53,67187 (Sumber: Triadmodjo, 2008)

2.15.9 Analisa Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu (Suripin, 2004). Hujan memiliki sifat umum yaitu kian pendek hujan berlangsung intensitasnya cenderung kian besar serta kian besar kala ulangnya maka tinggi palu intensitasnya.

Kala ulang merupakan waktu hipotetik dimana kemungkinan terjadinya hujan dengan suatu besaran tertentu yang bakal disamai atau dilampaui dalam waktu tertentu. Hubungan antara intensitas, lama hujan serta frekuensi hujan dinyatakan dalam lengkung IDF (Intensity Duration Frequency Curve). Hujan pendek 5 menit, 10 menit serta jam-jamnya untuk membentuk lengkung IDF.

Informasi hujan tipe ini hanya dapat diperoleh dari stasiun hujan yang memiliki pos penakaran hujan otomatis. Berikutnya berdasarkan informasi hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF bisa terbuat dengan salah satu persamaan antara lain rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro

Dari informasi data hujan harian dapat dilakukan perhitungan untuk intensitas hujannya dengan menggunakan rumus Mononobe. Hasil dari alat penakar hujan otomatis dalam suatu satuan waktu di ubah menjadi intensitas hujan per jam. Rumus yang digunakan untuk menentukan intensitas hujan ini digunakan rumus rasional. Perhitungan ini dilakukan bila data hujan harian yang tersedia, sedangkan untuk data hujan jangka pendek tidak tersedia. Untuk rumus perhitungan intensitas hujan (I) dengan rumus rasional dapat diketahui sebagai berikut:

(42)

I =

x ( ) ... (2.36) Dengan:

I = intensitas curah hujan (mm/jam) t = lama hujan (jam)

Tc = waktu konsentrasi

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam)(mm)

2.15.10 Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan aliran air dari titik paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu aliran (Suripin, 2004). Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi bisa dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut:

Tc =

(

)

... (2.37) Di mana:

L= panjang saluran (km) S = kemiringan saluran

Menurut Wesli (2008) waktu konsentrasi dapat dihitung dengan membedakan menjadi dua jenis, yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan pertama masuk saluran sampai titik keluaran (td) sehingga:

to = to + td ... (2.38) Di mana:

Inlet Time (to)

(to) = *

+ ... (2.39) Conduit Time (td)

(td) =

... (2.40)

(43)

Di mana: tc = waktu konsentrasi (jam)

to = Inlet time, waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (menit) td = Conduit time, waktu untuk mengalir dalam saluran ke

tempat yang diukur n = Angka kekasaran maniing S = Kemiringan lahan

L = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m) Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran / sungai (m) V = Kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

Nilai conduit time (td) bergantung pada kondisi saluran yang dilewati.

Untuk saluran alami memiliki sifat hidrolik yang sulit ditentukan sehingga dalam menentukan nilai conduit time (td) dengan memperkirakan aliran yang divariasikan berdasarkan nilai kekasaran dinding menurut Manning, Chenzy atau yang lainnya yang tertera dalam tabel 2.11:

Tabel 2.11 Kecepatan Rata-rata Saluran Berdasarkan Kemiringan Saluran Kemiringan Rata-

rata Dasar Saluran (%)

Kecepatan Rata- rata (m/det)

Kemiringan Rata- rata Data Saluran

(%)

Kecepatan Rata- rata (m/det)

< 1 0,40 4-6 1,20

1-2 0,60 6-10 1,50

2-4 0,90 10-15 2,40

(Sumber: Wesli, 2008)

Untuk menentukan niali (to) dapat ditentukan dengan menggunakan grafik monogram sedangkan untuk menentukan nilai (td) ditentukan dengan cara coba-coba.

Menurut Suhardjono (1948) untuk mengontrol nilai (td ) hasil dari coba- coba dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

td = L / V ... (2.41) Dimana: L = Panjang saluran (m)

V = Kecepatan rata-rata saluran (m/detik)

(44)

2.15.11 Analisa Debit Banjir Rencana

Debit maksimum pada saat hujan maksimum merupakan debit banjir rencana (Suripin, 2004). Untuk menentukan nilai debit banjir rencana dapat menggunakan metode rasional, yaitu:

Q = C x I x A ... (2.42) Apabila digunakan rumus matrik, maka rumus rasional menjadi:

Q = 0,278 x C x I x A ... (2.43) di mana:

Q = debit rencana (m3/detik)

0,278 = konstanta (digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2 I = intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (km2)

2.15.12 Koefisien Pengaliran

Perbandingan koefisien besarnya jumlah air yang dialirkan oleh suatu jenis permukaan dengan jumlah air yang ada merupakan koefisien pengaliran (Suripin,2004). Kondisis permukaan disuatu wilayah menetukan koefisien aliran (C) di wilayah tersebut. Untuk DAS yang terdiri dari berbagai jenis penggunaan lahan yang menyebabkan kondisi permukaan berbeda-beda maka untuk koefisien aliran pada wilayah tersebut juga beragam. Koefisien ini dapat dihitung dengan persamaan:

C =

... (2.44) Di mana:

Ai = luas lahan ke-1 (m2), dimana i = 1,2,…n Ci = koefisien limpasan i = 1,2,…n

Untuk menetukan nilai koefisien limpasan dengan berbagai jenis lahan atau karakeristik permukaan bisa dilihat pada tabel berikut

(45)

Tabel 2.12 Koefisien Limpasan

Jenis Penutup Lahan/Karakteristik permukaan Koefisien Pengaliran (C) Bisnis

 Perkotaan

 Pinggiran 0,70 – 0,95

0,50 – 0,75 Bisnis

 Rumah tinggal

 Multiunit terpisah

 Multiunit tergabung

 Perkampungan

 Apartemen

0,30 - 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 Industri

 Ringan

 Berat

0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 Perkerasan

 Aspal dan Beton

 Batu bata, paving

0,70 – 0,95 0,50 – 0,75 Halaman tanah berpasir

 Datar 2%

 Rata-rata 2-7%

 Curam 7%

0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20

Halaman kereta api 0,10 – 0,35

Taman tempat bermain 0,20 – 0,35

Taman, perkuburan 0,10 – 0,25

Atap 0,75 – 0,95

Hutan

 Datar 0-5%

 Rata-rata 5-10%

 Curam 10-30%

0,10 – 0,40 0,25 – 0,50 0,30 – 0,60 (Sumber: Suripin, 2004)

(46)

2.16 Analisa Hidraulika

Analisis hidraulika bertujuan untuk dapat merancang dimensi, bentuk saluran drainase dan sistem jaringan drainase. Analisa hidraulika dapat menghitung dimensi saluran dan debit rencana pada suatu pemukiman agar dapat menampung kelebihan air yang diakibat oleh debit banjir dengan kala ulang tertentu.

Analisa hidraulika dapat digunakan untuk pekerjaan pengendalian banjir dengan mengetahui profil muka air baik yang sudah memiliki saluran buangan maupun yang belum memiliki saluran buangan. Untuk mendukung analisa hitungan guna mendapatkan design yang efektif dibutuhkan data dan metode perhitungan yang akurat

2.16.1 Tipe Aliran

Saluran drainase merupakan aliran terbuka yaitu aliran di mana muka air mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfer (Suripin, 2004). Berdasarkan perubahan kedalaman aliran disuatu saluran sesuai dengan ruang dan waktu aliran terbuka dapat dibedakan menjadi berbagai tipe, yaitu:

1. Aliran seragam, keadaan dimana aliaran pada saluran memiliki kedalaman yang sama

2. Aliran tidak seragam, keadaan dimana aliran pasa saluran memiliki kedalaman yang tidak sama.

Tipe aliran dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan waktu yang dilalui:

1. Aliran tetap, terjadi karena aliaran disuatu saluran memiliki kedalaman air yang tetap dalam waktu tertentu

2. Aliran tidak tetap, terjadi karena aliran disuatu saluran kemiliki kedalaman air yang berubah-ubah.

Dalam hal ini aliran dalam drainase dianggap mempunyai tipe aliran seragam. Aliran seragam sendiri memiliki sifat sebagai berikut:

1. Memiliki penampang melintang yang kedalaman air, luas penampang basah, kecepatan aliran yang selalu tetap

2. Memiliki garis energy dan dasar saluran sejajar.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Minum
Tabel 2.1 Kriteria Perencanaan Air Bersih berdasarkan SNI tahun 1997
Tabel 2.2 Kebutuhan air non domestik kota Kategori I, II, III dan IV
Tabel 2.3 Kebutuhan air Kategori V
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai galat ini dapat mendukung pemilihan diameter pipa yang tepat dalam perencanaan SPAM di Desa Bangka Kenda.. Nilai-nilai tekanan ini dipengaruhi oleh gesekan air

 Dari reservoir, air dialirkan melalui pipa distribusi dengan ukuran pipa bervariasi mulai dari 2”, ¼”, ½” menuju daerah layanan di mana untuk pelayanan

Analisa kualitatif digunakan untuk menentukan metode pemasangan pipa sesuai dengan kondisi lebar jalan yang ada.. Metode pemasangan pipa dibedakan menjadi 3 metode sesuai

 Detail Engineering Desain (DED) Jalur dan dimensi pipa air limbah infeksius Menentukan jalur pipa air limbah infeksius berdasarkan alat plambing yang digunakan dan

merencanakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) untuk Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru data yang diperoleh digunakan sebagai sumber data perencanaan yang

merencanakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) untuk Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru data yang diperoleh digunakan sebagai sumber data perencanaan yang

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisa distribusi aliran air pada pipa jaringan distribusi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirtanadi cabang Sunggal dengan

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang semakin meningkat setiap harinya, diperlukan perencanaan sistem kinerja dari Instalasi Pengolahan Air Minum IPAM pada kecamatan Samarinda Ulu