• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada rumah di kawasan permukiman tepi laut akibat reklamasi pantai. Kawasan permukiman ini dihuni oleh masyarakat pesisir yang masih tetap mempertahankan pola kehidupannya pada suatu wilayah perairan laut pulau Muna bagian Timur.

Kelompok masyarakat ini berprofesi sebagai pelaut atau nelayan, sehingga kelompok tersebut menamai dirinya dengan sebutan sebagai pengembara laut (Baja Ngkalao-lao). Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan beberapa subbab,

yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan penelitian dan kerangka pikir penelitian.

1.1. Latar Belakang Penelitian

Tepi laut atau pesisir pantai merupakan ruang yang relatif dominan bagi permukiman perairan di Indonesia. Dari sekian banyak permukiman perairan di Indonesia, salah satu di antaranya adalah permukiman Desa Lagasa, Kecamatan Duruka Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara bagian Indonesia Tengah.

Secara geografis Desa Lagasa adalah desa pantai yang terletak + 8 Km

dari Ibukota Kabupaten Muna (Raha) Sulawesi Tenggara, dengan tipe iklim tropis

basah. Kawasan ini didominasi oleh penduduk yang bermata pencaharian utama

sebagai nelayan. Dominasi aktivitas homogen ini, tidak diikuti dengan lingkungan

permukiman warga yang berbentuk rumah panggung, setengah panggung dan

(2)

nonpanggung. Kondisi bentuk rumah yang heterogen seperti ini disebabkan oleh adanya reklamasi pantai yang dilakukan oleh pemerintah.

Terkait dengan kondisi tersebut, masyarakat Desa Lagasa merupakan masyarakat pesisir (suku bajo) yang hidup mengembara di lautan dan melakukan segala aktivitas serta menghabiskan hidupnya di atas perahu yaitu berlayar mengarungi lautan. Hal ini merupakan suatu kebiasaan yang selalu dijalani oleh warga secara turun temurun sejak beberapa abad yang lalu. Berangkat dari masa lalu, bahwa nenek moyang masyarakat pesisir ini memiliki tempat tinggal di atas perahu (sampan) yang sangat sederhana dengan bentuk atap yang menyerupai rumah dan memiliki fasilitas seadanya. Tempat tinggal tersebut masyarakat menamainya dengan sebutan sapau (rumah perahu). Sapau berfungsi sebagai tempat tinggal dan dijadikan sebagai sarana dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Bersama dengan perkembangan waktu dan zaman, masyarakat ini kemudian mulai berpikir untuk menetap dalam suatu hunian (rumah) dengan membentuk suatu permukiman yang mengelompok di perairan laut bagian pesisir pantai. Proses masa perkembangan kawasan permukiman ini tumbuh secara spontan dengan teknis yang praktis dan sederhana serta tidak menghilangkan budaya laut yang mempengaruhi pola hidup warga sampai saat ini.

Jika dilihat dari proses terbentuknya permukiman masyarakat pesisir di

Desa Lagasa sampai dengan saat ini, tidak lepas dari kondisi geografis dan

lingkungan alam kawasan yang di latar belakangi oleh kegiatan keseharian warga

sebagai nelayan/pelaut. Meskipun demikian, masyarakat di kawasan ini bukan

(3)

berarti tidak menginginkan perubahan yang bersifat positif pada lingkungan permukimannya. Salah satu bentuk perubahan yang dimaksud adalah seperti penelitiannya (Hikmah, 2005:110) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan pola hidup masyarakat perairan laut di Desa Lagasa adalah adanya pembangunan jalan yang menghubungkan Ibu Kota Kabupaten Muna dengan Desa Lagasa.

Bentuk perubahan tersebut linier dengan perkembangan jaman dan teknologi saat ini, sehingga pada lingkungan permukiman perairan laut di Desa Lagasa tidak ketinggalan dalam mengikuti perkembangan tersebut, baik dari bentuk material bangunan rumah maupun pola permukiman penduduk. (Gallion, 1963 dalam penelitian Pramudya Aditama Vidyabrata, 2002:3) mengatakan bahwa berkembangnya pola struktur sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berarti berkembang juga kegiatan fungsional masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan perkembangan dan perubahan fisik suatu lingkungan karena manusia dalam melakukan kegiatan hidup dan penghidupannya akan menuntut kebutuhan ruang.

Kondisi lingkungan dan pola hidup yang berubah pada masyarakat tepi laut yang telah diuraikan di atas berkaitan dengan paparan (Rapoport, 1969) yang mengatakan bahwa perubahan merupakan akibat dari proses aktivitas penyesuaian yang dilakukan oleh manusia itu sendiri agar kebutuhannya dapat terpenuhi, akan tetapi ada juga hal-hal yang tidak berubah pada lingkungan fisik permukiman yaitu berupa tradisi atau kebiasaan dari kelompok masyarakat itu sendiri.

Pernyataan Amos Rapoport tersebut sejalan dengan pendapat (Sarwono, 1992

(4)

dalam Syahriana, 2003:3), yang mengatakan bahwa ada dua jenis lingkungan dalam hubungan antara manusia dengan kondisi fisik lingkungannya. Jenis pertama adalah lingkungan yang sudah akrab dengan manusia yang bersangkutan, seperti halnya masyarakat perairan laut yang dikenal dengan masyarakat nelayan yang akrab dengan kehidupan laut, sehingga masyarakat ini tidak bisa terpisahkan dengan laut. Untuk manusia lingkungan yang sudah diakrabinya memberi peluang lebih besar untuk tercapainya keadaan homeostasis (keseimbangan). Dengan demikian, lingkungan jenis ini cenderung dipertahankan. Jenis yang kedua adalah lingkungan yang masih asing, kemungkinan timbul stres lebih besar. Manusia terpaksa melakukan penyesuaian diri atau bahkan meninggalkan lingkungan tersebut.

Dalam hubungannya dengan uraian di atas, maka titik berat dalam

penelitian ini akan menyoroti tentang bagaimana masyarakat tepi laut dengan

menggunakan pengalaman hidupnya melakukan adaptasi-adjustment terhadap

tempat tinggalnya di lingkungan permukiman Desa Lagasa pasca reklamasi

pantai. namun hal ini, mempunyai interpretasi yang luas sehingga membutuhkan

penekanan yang tegas dalam penjabaran masalahnya, yakni menguraikan

bagaimana konsep masyarakat perairan laut dalam mempertahankan unsur

arsitektur yang dipertahankan pada rumah tinggal masyarakat Desa Lagasa pasca

reklamasi pantai. Dengan demikian akan memberikan suatu pemahaman dan

pengetahuan mengenai unsur arsitektur yang unik pada rumah masyarakat di

kawasan permukiman Desa Lagasa, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna,

Provinsi Sulawesi Tenggara.

(5)

1.2. Perumusan Masalah

Rapoport (1969) mengemukakan bahwa rumah adalah merupakan ungkapan daya cipta dan manifestasi beberapa aspek kehidupan baik ritual, kultural, maupun sosial ekonomi. oleh karena itu rumah tidak hanya menunjukkan susunan dari beberapa elemen bahan bangunan, akan tetapi rumah juga dibuat berdasarkan suatu tujuan yang sangat kompleks, sehingga dalam proses pembuatannya selalu diikuti oleh berbagai sistem atau tradisi yang berlaku pada masing-masing komunitas lingkungannya.

Kawasan permukiman perairan laut Desa Lagasa pasca reklamasi pantai mengalami perubahan, yaitu letak rumah warga tidak sepenuhnya berada di atas perairan laut, akan tetapi sebagian rumah warga berada di daratan. Perubahan tersebut diikuti oleh kondisi ekonomi, kondisi sosial dan bentuk rumah tinggal warga Desa Lagasa. Meskipun demikian kondisinya, masyarakat perairan laut di kawasan ini masih tetap mempertahankan pola kehidupan tradisional yang merupakan suatu kebiasaan atau tradisi secara turun temurun oleh masyarakat dalam membangun rumah dan memiliki nilai positif yang tidak bisa diabaikan dari kehidupan perairan laut. Oleh karena itu,

permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah “ Unsur Arsitektur Yang Dipertahankan Pada Rumah Di Kawasan Permukiman Desa Lagasa Pasca Reklamasi Pantai ”. Dari permasalahan

tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Unsur-unsur arsitektur apa saja yang dipertahankan pada rumah masyarakat pesisir pantai di kawasan permukiman Desa Lagasa pasca reklamasi pantai?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi unsur arsitektur tersebut

dipertahankan?

(6)

1.3. Tujuan Penelitian

Berangkat dari permasalahan yang telah diungkap pada uraian latar belakang, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menemukan dan mengkaji unsur arsitektur yang dipertahankan pada rumah masyarakat pesisir pantai di kawasan permukiman Desa Lagasa pasca reklamasi pantai.

2. Mengidentifikasi dan merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi unsur arsitektur yang dipertahankan pada rumah masyarakat pesisir pantai di kawasan permukiman Desa Lagasa pasca reklamasi pantai.

1.4. Manfaat/Hasil Yang Diharapkan

Bagi ilmu pengetahuan hasil penelitian ini untuk memperluas wawasan arsitektur dan dapat dijadikan sebagai inventaris budaya lokal di Kabupaten Muna serta dapat digunakan sebagai dasar penelitian-penelitian lebih lanjut tentang unsur arsitektur yang dipertahankan pada rumah di kawasan permukiman perairan laut yang sejenis.

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi penentu

kebijakan untuk membangun permukiman tepi laut berdasarkan kapasitas internal

masyarakatnya (community based development). Dengan begitu, ketika

merencanakan dan merancang permukiman di perairan laut diharapkan mampu

mewadahi perkembangan mobilitas penghuninya dan berusaha melestarikan nilai-

nilai arsitektur tradisional yang sesuai dengan tradisi masyarakat perairan laut.

(7)

1.5. Keaslian Penelitian

Kawasan permukiman tepi laut Desa Lagasa dipilih sebagai lokasi penelitian adalah berdasarkan pengamatan dan penglihatan penulis, bahwa kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang kondisi permukimannya mengalami perubahan. Kondisi awal permukiman ini sepenuhnya berada di atas air laut, namun karena akibat reklamasi pantai sebagian permukiman ini berada di darat. Meskipun demikian kondisinya, permukiman ini masih tetap berada di tepi laut. Oleh karena itu, tema yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Rumah Masyarakat Pesisir Pantai Di Kawasan Permukiman Desa Lagasa Pasca Reklamasi Pantai”.

Diketahui bahwa penelitian mengenai permukiman perairan laut telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, tetapi penelitian yang dilakukan saat ini lebih mengkhusus pada konsep masyarakat perairan laut dalam mempertahankan unsur arsitektur pada rumah di kawasan permukimannya pasca reklamasi pantai, sehingga unit hunian masyarakat di wilayah perairan laut pesisir pantai Desa Lagasa ini tetap memiliki nilai.

Hingga penelitian ini dilaksanakan, sepengetahuan penulis belum ada

peneliti yang melakukan pengkajian tentang konsep masyarakat terhadap unsur

arsitektur yang dipertahankan pada rumah di kawasan permukiman tepi laut Desa

Lagasa pasca reklamasi pantai. Meskipun demikian, ada beberapa penelitian yang

berhubungan dengan permukiman perairan laut telah dilakukan oleh peneliti-

peneliti sebelumnya dengan fokus penelitian yang berbeda-beda, baik dalam

lingkungan Pascasarjana Teknik Arsitektur UGM maupun di luar lingkungan

Pascasarjana UGM, yaitu sebagai berikut:

(8)

1. Hikmah Nilawati Syarifuddin tahun 2005 yaitu fokus meneliti tentang Pengaruh Penataan Ruang Terhadap Perubahan Pola Hidup Masyarakat Pesisir, lokus penelitian yaitu Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten Muna.

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pembangunan jalan merubah pola hidup masyarakat pesisir dan melihat bagaimana masyarakat pesisir tersebut dalam menghadapi perubahan pola hidupnya. Metode yang di lakukan oleh peneliti adalah metode survei dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data primer di peroleh dari survei lapangan dan wawancara dengan masyarakat baik yang mengalami perubahan maupun yang tidak. Sedang data sekunder diperoleh dari Instansi pemerintah seperti : Bappeda Kabupaten Muna, Dinas PU Kabupaten Muna dan BPS Kabupaten Muna. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya pembangunan jalan yang menghubungkan Kota Raha dengan Desa Lagasa menyebabkan perubahan pada fisik, sosial, budaya dan ekonomi.

2. Awaluddin Hamzah tahun 2008, fokus penelitiannya adalah respons komunitas nelayan terhadap modernisasi nelayan, dengan lokus penelitian adalah nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: (1) hubungan makna laut dan

makna pekerjaan nelayan terhadap penerimaan (adopsi) terhadap modernisasi

perikanan (2) dampak modernisasi perikanan pada pola kerja nelayan Suku

Bajo, struktur sosial nelayan Suku Bajo, serta tingkat kesejahteraan nelayan

Suku Bajo. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif yakni

pengembangan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan

(9)

pengujian hipotesa, serta analisis hubungan antar variabel untuk uji hipotesa dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modernisasi berupa alih teknologi kapal dan alat tangkap (mini pursein dan pukat cincin) gae diperkenalkan di desa Lagasa tahun 1976- 1977, serta menunjukkan bahwa jumlah adopter cenderung lebih banyak untuk Pengadopsi Lambat (PL) dibanding Pengadopsi Cepat (PC) maupun Pengadopsi Sedang (PS).

3. Asniawaty tahun 2000, fokus penelitiannya adalah Pola Spasial Permukiman Desa Pantai Galesong dengan lokus penelitian yaitu Kajian Terhadap Pola Spasial Permukiman Di Desa Pantai Galesong Dan Pengaruh Pembentuknya.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk merumuskan: (a) deskripsi bentuk pola spasial yang terdapat di Desa Pantai Galesong, (b) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan bagaimana (c) faktor- faktor tersebut mempengaruhi pola spasial permukiman tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara Pendekatan kualitatif rasionalistis. Penelitian dimulai dengan observasi keseluruhan area desa kemudian menentukan materi penelitian dan batas spasial kelompok-kelompok rumah. Desa pantai Galesong terdapat 6 buah kelompok rumah dan dianalisis.

Referensi teori dan kondisi lain memperkuat temuan. Temuan penelitian

secara garis besar dapat dibedakan atas; Pertama : Pola spasial kelompok

rumah yang terbentuk di desa pantai Galesong terdiri dari: (a) rumah-rumah

tumbuh mengelompok membentuk open space-open space dengan komposisi

rumah yang tidak rapat dan dipisahkan oleh gang-gang (akses) di antara

(10)

bangunan rumah dan (b) rumah-rumah yang tumbuh secara rapat dan berorientasi ke jalan sebagai akses utama. Kedua : Pola spasial permukiman desa pantai Galesong secara umum adalah kelompok-kelompok rumah membentuk open space desa sebagai space pengikat/penghubung antara kelompok-kelompok rumah yang terdapat di sekelilingnya. Lebih lanjut dalam penelitian ini juga ditemukan : (a) pola proses pertumbuhan kelompok rumah, yaitu rumah bertumbuh secara linier dari Selatan ke Utara (kelompok rumah bagian Selatan Lebih tua daripada kelompok rumah bagian Utara) dan (b) komposisi kelompok rumah, yaitu kelompok rumah semakin mendekati laut semakin tidak teratur (acak) dan demikian pula sebaliknya semakin mendekati infrastruktur komposisi rumah semakin teratur. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan pola-pola tersebut adalah kondisi sosial-budaya dan geografis masyarakat pantai Galesong.

4. Muh. Rizal Ruslin tahun 2005, fokus penelitiannya adalah faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap pola ruang permukiman nelayan. Lokus penelitiannya

yaitu di pulau Lakkang, Sulawesi Selatan. tujuan penelitian ini mengetahui

pola ke ruangan dan lingkungan yang ada: hunian, infrastruktur, mengetahui

tipe dan bentuk arsitektural di kawasan serta arahan konsep penampilan

kawasan hunian tepian sungai di pulau Lakkang yang sesuai. Metode

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan deskripsi untuk membuat

gambaran secara sistematis di lapangan. Hasil penelitian ini menyimpulkan

bahwa pola interaksi kawasan terdapat tujuh yang dapat memberikan dampak

negatif dan positif di kawasan dalam perkembangannya dan pola jaringan jalan

(11)

di kawasan adalah linear, linear konfigurasi dan pola menyebar. Ruang terbuka yang terdapat di kawasan terdapat pada jalan utama, di antara bangunan dan jalan. Bangunan di kawasan berpola linear terhadap jalan dan cluster pada akhir jalan dengan orientasi bangunan pada jalan dan beberapa ruang terbuka.

Faktor yang mempengaruhi kawasan adalah kontur, kepemilikan lahan, jalan dan pola aktivitas.

5. Baiq Yulia Kusumayanti tahun 2006, fokus penelitian ini adalah perbandingan partisipasi masyarakat di kampung nelayan tanjung karang dan kampung pedagang babakan dalam pembangunan infrastruktur permukiman kumuh perkotaan kota Mataram. Lokus penelitian ini berada pada kampung nelayan tanjung karang dan kampung pedagang babakan di Kota Mataram. tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi dan bentuk partisipasi spesifik masyarakat dalam pembangunan infrastruktur permukiman kumuh di kampung pedagang dan kampung nelayan Kota Mataram; (2) membandingkan bentuk partisipasi spesifik yang dimiliki oleh masyarakat di kedua kampung tersebut terkait dengan pelaksanaan program Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Kota Mataram.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deduktif kuantitatif komparatif

dengan pendekatan positivistik. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah sampel acak (simple random sampling), dengan unit analisis keluarga

pedagang dan keluarga nelayan. Jumlah sampel di kampung pedagang Babakan

sebanyak 217 unit dari 506 unit populasi dan di kampung nelayan Tanjung

Karang sebanyak 165 unit dari 290 unit populasi. Cara memperoleh data

(12)

dengan kuesioner, pengamatan lapangan, dan data dari instansi terkait. Analisis data menggunakan prosedur statistik berupa analisis univariate dan analisis bivariate dengan metode Chi Square (X2) dan Koefisien Korelasi Pearson (r).

Temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) terdapat perbedaan karakteristik sosial ekonomi dan bentuk partisipasi masyarakat di kampung pedagang dan di kampung nelayan dalam pembangunan infrastruktur jalan dan drainase; (2) bentuk partisipasi masyarakat kampung pedagang dalam pembangunan infrastruktur jalan dan drainase adalah bentuk uang, sedangkan di kampung nelayan Tanjung Karang adalah bentuk nonuang; (3) faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi bentuk partisipasi masyarakat di kampung pedagang adalah lama pendidikan, lama menempati rumah, dan pengeluaran rata-rata perbulan, sedangkan di kampung nelayan hanya lama menempati rumah.

Berdasarkan dari uraian pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini tidak memiliki kesamaan dengan penelitian yang telah ada. Namun keaslian penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk sumber-sumber dan literatur dalam mendukung keberhasilan penelitian.

1.6. Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini difungsikan untuk membantu proses

penelitian dalam menelusuri objek yang akan diteliti, sehingga dapat menemukan

dan merumuskan hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

ditetapkan. Objek penelitian ini di batasi dalam lingkup kawasan permukiman

(13)

secara fisik dan nonfisik dalam skala mikro. Peneliti mengambil Dusun Wabhahara sebagai lokus karena dusun ini merupakan dusun yang paling banyak penduduknya di antara dusun-dusun yang ada di Desa Lagasa dan menurut peneliti dusun ini dapat mewakili kawasan permukiman yang ada di Desa Lagasa karena pada prinsipnya rumah-rumah di kawasan tersebut memiliki kesamaan bentuk yaitu rumah yang berbentuk panggung, setengah panggung dan tidak panggung pasca reklamasi pantai.

Diketahui rumah di kawasan permukiman ini mengalami perkembangan dengan hadirnya reklamasi pantai, akan tetapi kehadiran reklamasi ini tidak mengubah pola orientasi hidup masyarakat sebagai pelaut. Hal ini linier dengan konsep pengetahuan warga dalam mendirikan tempat tinggal (rumah) yaitu mempertahankan unsur-unsur arsitektur yang memiliki nilai-nilai tradisi dan memiliki hubungan dengan kebiasaan hidup warga. Oleh karena itu dalam penelitian ini di batasi pada unsur-unsur arsitektur yang dipertahankan.

1.7. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian digunakan sebagai alur berpikir dalam proses kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini. Alur pikir tersebut berisikan latar belakang penelitian, sasaran penelitian, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, hasil yang diharapkan atau manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan konseptual penelitian, metode penelitian, cara memperoleh data, cara analisis data, temuan penelitian dan kesimpulan penelitian.

Berdasarkan alur pikir yang telah disebutkan di atas, maka hal tersebut dapat

dikerangkakan secara rinci seperti terlihat pada gambar 1.1. di bawah ini:

(14)

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian

(Analisis Peneliti, 2013)

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian (Analisis Peneliti, 2013)

Referensi

Dokumen terkait

1) Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah tujuan.. 2) Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran kepada Warung Pecel Dedy yaitu: Sebaiknya Warung Pecel Dedy membangunkan bangunan pada rumah

Tindakan bodoh adalah sesuatu yang dilakukan tapi tidak membuat Anda mendekati yang Anda inginkan atau, bahkan lebih buruk lagi, menjauhkan dari yang Anda

Menimbang : bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 tahun 2017 tentang

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

Jika Anda ingin membuat sebuah gambar transparan, tutup kotak dialog ini, klik tombol Set Transparent Color ( ) pada toolbar Picture , lalu klik bagian gambar yang Anda

Semakin jauh jarak pelanggan dari sentral, maka akan semakin kecil nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa jarak berbanding