• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

A. Pengertian Jual Beli

Sebelum membahas pengertian jual beli, ada baiknya mengetahui pengertian perjanjian secara umum terlebih dahulu. Perjanjian adalah hal yang lazim dalam kehidupan masyarakat. Hampir semua orang pernah melakukan perjanjian baik dalam bentuk yang formal maupun dalam bentuk yang sederhana sekalipun. Namun kadang- kadang apa yang menjadi pengertian dari perjanjian itu sendiri kurang dipahami secara benar, terlebih perjanjian dalam pengertian yuridis.

Mengenai pengertian perjanjian pada umumnya, ada berbagai macam pendapat di kalangan para ahli hukum, dimana masing-masing menggunakan pengertian yang berbeda-beda. Adanya perbedaan pengertian tersebut perlu pula diketahui agar tidak terjadi kesalahpahaman didalam penafsirannya. Perbedaan pendapat dikalangan para ahli hukum adalah wajar karena adanya perbedaan latar belakang pola berpikir ataupun pandangan hidup yang dianutnya.

Menurut Purwahid Patrik, perjanjian merupakan perbuatan hukum, perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dimana untuk terjadinya ataulenyapnya hukum atau hubungan hukum sebagai akibat yang dikehendaki oleh perbuatan orang atau orang- orang itu. 15 Dalam Pasal 1313 KUHPerdata bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih.

Menurut definisi perjanjian tersebut, maka hukum perjanjian yang didalamnya termasuk perjanjian jual beli masuk bagian hukum perdata, merupakansendi yang

15

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994,

hlm 47

(2)

sangat penting. Oleh karena di dalam hukum perdata banyak mengandung peraturan hukum yang berdasarkan janji seseorang.

Adapun bentuk-bentuk dari perjanjian, antara lain :

1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.

2. Perjanjian obligator adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan (perjanjian kebendaan).

3. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Penyerahan itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal perjanjian jual beli benda tetap, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga perjanjian jual beli sementara.

4. Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.

Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat. 16 Perjanjian jual beli termasuk ke dalam kelompok perjanjian bernama, yang artinyaundang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama

16

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, hlm 66

(3)

dapat diaturdalam KUHPerdata maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 KUHPerdata. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

Mengenai pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUHPerdata diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :

a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.

Menurut Salim H, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli. 17

Perjanjian jual-beli adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 18

Perkataan jual-beli menunjukkan bahwa dari suatu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilahBelanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt”

(menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli).Barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepadasi pembeli. Dengan

17

M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni,Bandung, 1986, hlm 181

18

R.Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti,Bandung, 1995, hlm 2

(4)

demikian adalah sah menurut hukummisalnya jual-beli mengenai panenan yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang tanah tertentu. 19

Perjanjian jual-beli adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah perjanjian dengan mana penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak milik atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga. 20

Terdapat 2 unsur penting dalam jual beli, yaitu : a. Barang/benda yang diperjualbelikan

Bahwa yang harus diserahkan dalam persetujuan jual beli adalah barang berwujud benda (zaak). Barang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek harta benda atau harta kekayaan.

Menurut ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barang-barang yang biasa diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan.

KUHPerdata mengenal tiga macam barang dalam Pasal 503-505 KUHPerdata yaitu :

(a) Ada barang yang bertubuh dan ada barang yang tak bertubuh.

(b) Ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak.

19

Ibid.

20

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 2010, hlm 24

(5)

(c) Ada barang yang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan;

Penyerahan barang-barang tersebut diatur dalam KUHPerdata sebagaimana berikut :

(1) Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu (Pasal 612 KUHPerdata).

(2) Untuk barang tak bergerak penyerahan dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan yaitu dengan perbuatan yang di namakan balik nama di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama (Pasal 616 dan Pasal 620 KUHPerdata).

(3) Untuk barang tidak bertubuh dilakukan dengan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain (Pasal 613 KUHPerdata).

b. Harga

Harga berarti suatu jumlah yang harus dibayarkan dalam bentuk uang.

Pembayaran harga dalam bentuk uang lah yang dikategorikan jual beli.

Harga ditetapkan oleh para pihak. 21 Pembayaran harga yang telah disepakati merupakan kewajiban utama dari pihak pembeli dalam suatu perjanjian jual beli. Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan memakai metode pembayaran sebagai berikut :

(a) Jual beli tunai seketika

Metode jual beli dimana pembayaran tunai seketika ini merupakanbentuk yang sangat klasik, tetapi sangat lazim dilakukan

21

Yahya Harahap, Op.cit hlm 182

(6)

dalam melakukan jual beli. Dalam hal ini harga rumah diserahkan semuanya, sekaligus pada saat diserahkannya rumah sebagai objek jual beli kepada pembeli.

(b) Jual beli dengan cicilan/kredit

Metode jual beli dimana pembayaran dengan cicilan ini dimaksudkan bahwa pembayaran yang dilakukan dalam beberapa termin, sementara penyerahan rumah kepada pembeli dilakukan sekaligus di muka, meski pun pada saat itu pembayaran belum semuanya dilunasi. Dalam hal ini, menurut hukum, jual beli dan peralihan hak sudah sempurna terjadi, sementara cicilan yang belum dibayar menjadi hutang piutang.

(c) Jual beli dengan pemesanan / indent

Metode jual beli perumahan dimana dalam melakukan transaksi jual beli setelah indent atau pemesanan (pengikatan pendahuluan) dilakukan, maka kedua belah pihak akan membuat suatu perjanjian pengikatan jual beli yang berisi mengenai hak-hak dan kewajiban keduanya yang dituangkan dalam akta pengikatan jual beli. 22

Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada di

22

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung ,

1994, hlm 25

(7)

dalam perundang-undangan (KUHPerdata) atau biasa disebut unsur naturalia. 23 B. Asas-Asas dan Syarat Perjanjian Jual Beli

Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada 5(lima), yaitu :

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak (freedom of making contact) mempunyai arti bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa

saja walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang. Asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh 3 (tiga) hal yaitu :

a. tidak dilarang oleh undang-undang.

b. tidak bertentangan dengan kesusilaan

c. tidak bertentangan dengan kepentingan umum 24

Asas kebebasan berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat(1) KUHPerdata yang berbunyi, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian.

23

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 127

24

J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Alumni, Bandung , 1993,

hlm 36

(8)

2. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme ini, dapat dilihat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwasalah satu syarat adanya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belahpihak. Asas konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Dengan kata lain bahwa perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.

Konsensulisme berasal dari kata “konsensus” yang berarti kesepakatan.

Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam kata “sepakat” tersebut. 25

Asas konsensualisme yang terkandung dalam Pasal 1320 KUHPerdata jika dihubungkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, tampak jelas pula dari perumusan-perumusan berbagai macam perjanjian. 26

Kalau kita ambil perjanjian yang utama, yaitu jual-beli, maka konensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi : “jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.

25

R. Subekti, Op.cit hlm 7

26

Ibid hlm 8

(9)

Code Civil Perancis sendiri mengatakan bahwa jual-beli yang sifatnya

konsensual itu sudah pula memindahkan hak milik atas barang yang diperjul- belikan,sehingga disitu dinamakandeliverence(penyerahan)yang hanyamerupakan penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang hak

miliknya sudah berpindah sewaktu perjanjian jual-beli ditutup. 27 3. Asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servanda)

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya.” Pengertian berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya, menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang. Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

Konsekuensi dari asas ini bahwa sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian, maka sejak itu pula perjanjian mengikat bagi para pihak. Mengikat sebagai undang-undang berarti, perlanggaran terhadap perjanjian tersebut berakibat hukum sama dengan melanggar Undang-Undang. Maksud dari asas ini adalah memberikan kapastian hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

4. Asas itikad baik (goede trouw)

27

Ibid.

(10)

Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Apa yang dimaksud dengan itikad baik (te goede trouw ; good faith), perundang-undangan tidak memberikan definisi yang

tegas dan jelas. Wirjono Prodjodikoro memberikan batasan itikad baik dengan istilah “dengan jujur” atau “secara jujur”.

Pengaturan Pasal 1338 KUHPerdata menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik (kontrak berdasarkanitikad baik). Maksudnya ialah perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. 28 Wirjono Prodjodikoro membagi itikad baik menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

a. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad baik disini biasanya berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat- syarat yang diperlukan bagi dimulainya hubungan hukum telah terpenuhi.

Dalam konteks ini, hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang beritikad tidak baik harus bertanggung jawab dan menanggung risiko. Itikad baik semacam ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata dan Pasal 1963 KUHPerdata, dimana terkait dengan salah satu syarat untuk memperoleh hak milik atas barang melalui daluarsa. Itikad baik ini bersifat subjektif dan statis.

b. Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam hubungan hukum itu. Pengertian itikad baik semacam ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah bersifat objektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya. Titik berat itikad

28

Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung,

2014, hlm 106

(11)

baik disini terletak pada tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai pelaksanaan sesuatu hal. 29

5. Asas kepribadian

Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata tentang janji untuk pihak ketiga.

Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata merupakan syarat sahnya perjanjian jual beli dimana perjanjian jual beli merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Sepakat juga dinamakan suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak sama sama setuju mengenai hal-hal yang pokok dari suatu perjanjian yang diadakan. Dalam hal ini kedua belah pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Pernyataan timbal balik dari kedua belah pihak merupakan sumber untuk menetapkan hak dan kewajiban bertimbal balik diantara mereka.

Dapat dikatakan bahwa menurut ajaran yang sekarang dianut dan juga menurut yurisprudensi, pernyataan yang boleh dipegang untuk dijadikan

29

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Sumur, Bandung ,1992, hlm 56-62

(12)

dasar sepakat, adalah pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya. Suatu pernyataan yang kentara dilakukan secara tidak sungguh-sungguh (secara senda gurau) atau yang kentara mengandung suatu kekhilafan atau kekeliruan, tidak boleh dipegang untuk dijadikan dasar kesepakatan. 30

Pasal 1321KUHPerdata memberikan ketentuan bahwa kata sepakat tidak didasarkan atas kemauan bebas / tidak sempurna, apabila didasarkan :

1) Kekhilafan (dwaling) 2) Paksaan (geveld) 3) Penipuan (bedrog)

Adanya kesepakatan tersebut, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua belah pihak serta dapat dilaksanakan.

b. Kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Pada dasarnya, setiap orang sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang, dianggap cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian.

Hal ini ditegaskan di dalam ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata yang menyatakan “setiap orang adalah cakap untuk

membuat perikatan-perikatan, kecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap”. Orang-orang yang akan mengadakan pejanjian harusorang- orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu orang yang sudah

30

Firman Floranta Adonara, Op.cit hlm 77

(13)

dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun dan/atau sudah menikah sesuai dengan Pasal 330 KUHPerdata. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan bahwa orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :

1) Orang yang belum dewasa atau anak dibawah umur 2) Orang yang dibawah pengampuan;

3) Seorang istri. Tetapi dalam perkembangannya, istri dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 31 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. 31

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuatsesuatu, biasa disebut dengan prestasi ( pokok perjanjian ). Prestasi terdiri atas perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri dari :

1) Memberikan sesuatu ; misalnya membayar harga, menyerahkan barang.

2) Berbuat sesuatu ; misalnya memperbaiki barang yang rusak, mem- bangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan.

3) Tidak berbuat sesuatu ( Pasal 1234 KUHPerdata ) ; misalnya

31

Ibid, hlm84

(14)

perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu. 32

Prestasi dalam suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat :

(a) Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat ditentukan jenisnya. Misalnya : A menyerahkan beras kepada B 1 kwintal.

(b) Prestasi harus mungkin dilaksanakan.

(c) Prestasi harus diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

(d) Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan. Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan. Misalnya concurrentie beding (syarat untuk tidak bersaingan). Contoh : A

membeli pabrik sepatu dari B dengan syarat bahwa B tidak boleh mendirikan pabrik yang memproduksi sepatu pula. Karena A menderita kerugian, maka pabrik sepatu diganti dengan produk lain. Dalam hal ini B boleh mendirikan pabrik sepatu lagi,

karena antara A dan B sekarang tidak ada kepentingan lagi.Prestasi harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Artinya dalam mengadakan perjanjian isi perjanjian harus dipastikan, Misalnya, A membeli mobil pada B dengan harga Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Ini berarti objeknya adalah mobil,

32

Ibid, hlm 85

(15)

bukan benda lainya. Objek perjanjian merupakan bagian dari syarat objektif dari suatuperjanjian. 33

d. Adanya suatu kausa (sebab) yang halal

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian kausa (sebab) yang halal. Di dalam Pasal 1337 KUHPerdata, hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Maka, dapat disimpulkan bahwa suatu sebab yang halal ialah isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Beberapa ketentuan di dalam KUHPerdata tentang sebab-sebab dilarang, yaitu :

1) Pasal 1335 KUHPerdata yang menyatakan “suatu perjanjian

tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.

2) Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan “pasal ini pada dasarnya hanya mempertegas kembali mengenai salah satu syarat objektif dari keabsahan perjanjian, yaitu mengenai sebab yang halal. Dimana, apabilasuatu perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut tidak mempuyai kekuatan atau yang lazim disebut batal

demi hukum”.

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut pihak- pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat

33

Ibid.

(16)

disebut syarat objektif karena menyangkut ojek perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak dapat mengajukan pada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian ynag disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan, perjanjian tersebut tetap dianggap sah. Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari. 34

C. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli

Dalam perjanjian jual-beli, para pihak yang terikat, baik penjual maupunpem- beli sama-sama memiliki hak dan kewajiban akan perjanjian atau perikatan yang mereka adakan.

1. Hak dan kewajiban penjual

Hak dari penjual umumnya menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. 35 Didalam KUHPerdata, di jelaskan mengenai hak-hak dari penjual, yaitu :

a. Penjual berhak menuntut pembayaran harga pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. (vide Pasal 1513 jo Pasal 1514 KUHPerdata).

34

Ibid, hlm 87

35

R. Subekti, Op.cit hlm. 8

(17)

b. Penjual berhak atas pembayaran bunga dari harga pembelian, jika ternyata barang yang telah dijualnya menghasilkan pendapatan bagi pembeli (vide Pasal 1515 KUHPerdata).

c. Penjual berhak menahan barangnya atau tidak menyerahkan kepada

pembeli jika pembeli belum membayar harganya (vide Pasal 1478 KUHPerdata).

d. Dalam hal pembeli telah mendapat manfaat karena kerugian yang disebabkan oleh penjual, maka penjual berhak untuk mengurangi uang harga dengann suatu jumlah yang sama dengan keuntungan tersebut (vide Pasal 1497 KUHPerdata)

e. Penjual berhak membeli kembali barang yang telah dijualnya apabila telah diperjanjikan tersebut dengan mengembalikan harga pembelian asal. (vide Pasal 1519 KUHPerdata).

Sedangkan Kewajiban Penjual adalah sebagai berikut :

1) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan itu dari si penjual kepada si pembeli. 36 Dalam KUHPerdata mengenal 3 (tiga) jenis benda yaitu, benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh. Maka penyerahan hak miliknya juga ada 3 (tiga) macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu :

(a) Penyerahan benda bergerak

36

Ibid.

(18)

Penyerahan benda bergerak terdapat dalam Pasal 612 KUHPerdata yang menyatakan penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kuncidari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.

(b) Penyerahan benda tidak bergerak

Mengenai penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616- 620 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah

dilakukan dengan Akta PPAT sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris. 37

(c) Penyerahan benda tidak bertubuh

Mengenai penyerahan benda tidak bertubuh diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada debitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya.

Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerah-

an surat disertai dengan endosemen. 38

c. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi

37

Ibid.

38

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Op.cit hlm 128

(19)

Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. 39 Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan dari pihak ketiga, dengan putusanHakim dihukum untuk menyerahkan barang yang telah dibelinya kepada pihak ketiga tersebut.Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat-cacat tersembunyi, dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacad-cacad tersebut, ia sama sekali tidak akan membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Si penjual tidak diwajibkan menanggung terhadap cacad-cacad yang kelihatan dan ini memang juga sudah sepentasnya. Kalau cacat itu kelihatan, dapat dianggap bahwa pembeli menerima adanya cacad itu. Dan juga sudah barang tentu harga sudah disesuaikan dengan adanya cacad tersebut. 40

Perkataan “tersembunyi” harus diartikan demikian bahwa cacattidak mudah dapat dilihat oleh seorang pembeli yang normal, bukannya seorang pembeli

39

R. Subketi, Aneka Perjanjian,Op.cit hlm 17

40

Ibid, hlm 19

(20)

yang terlampau teliti, sebab adalah mungkin sekali bahwa orang yang sangat teliti akan menemukan cacat itu. 41

1. Hak dan kewajiban pembeli

Hak dari pembeli umumnya untuk menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis. Didalam KUHPerdata, dijelas-kan mengenai hak-hak dari pembeli, yaitu :

a. Pembeli berhak mendapatkan jaminan untuk dapat memiliki barang itu secara aman dan tentram. Serta terhadap cacat yang tersembunyi, yang dapat dijadikan alasan untuk pembatalan pembelian (vide Pasal 1491, 1504, 1506, 1509, 1510 KUHPerdata).

b. Pembeli berhak menuntut pembatalan pembelian, jikalau penyerahan barang tidak dapat dilaksanakan karena akibat kelalaian penjual (vide Pasal 1480 KUHPerdata).

c. Baik penjual maupun pembeli berhak membuat persetujuan yang isinya memperluas atau mengurangi kewajiban yang telah ditentukan dalam KUHPerdata tersebut, bahkan untuk membebaskan penjual dari tanggungan apapun (vide Pasal 1493 KUHPerdata).

Sedangkan, kewajiban utama dari pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. 42 Termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran. Kewajiban pihak pembeli, yaitu:

41

Ibid, hlm 20

42 Ibid.

(21)

1) Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat.

2) Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya

Pembeli, biarpun tidak ada suatu janji yang tegas, diwajibkan membayar bunga dari harga pembelian jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan. 43 Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan hak bagi pihak penjual dan sebaliknya kewajiban dari penjual adalah merupakan hak bagi pembeli.

D. Peralihan Hak Milik dalam Jual Beli

Peralihan hak milik melalui perjanjian jual beli yang dilakukan dimana ke -

tentuan undang-undang mensyaratkan bahwa perolehan hak milik berdasarkan penyerahan, harus memenuhi dua syarat, yaitu adanya peristiwa perdata untuk memindahkan hak milikdan dilakukannya penyerahan yang semuanya harus dibuat dan dilakukan oleh seorang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap kebendaan yang akan dialilhkan tersebut.

Pasal 584 KUHPerdata menyatakan :

“Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimilik, dengan perlekatan, dengan daluwarsa, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dam dengan penujukkan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahanhak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap orang itu”

Yang termasuk dalam peristiwa perdata tersebut adalah perbuatan hukum

berupa perjanjian yang dibuat oleh dua pihak dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik atas kebendaan tertentu.

43 Ibid, hlm 21

(22)

Secara yuridis dapat dilihat bahwa jual beli merupakan perjanjian konsensuil melalui rumusan Pasal 1458 KUHPerdatayang menyatakan :

“Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.”

Uraian diatas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya, setiap penerimaan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan, maupun yang dibuat dalam bentuk tertulis, menunjukkan saat lahirnya perjanjian. Perjanjian yang berhubungan dengan tujuan pengalihan hak milik dapat kita temui dalam ketentuan :

a. Jual beli, yang diatur dalam Bab V Buku III KUHPerdata;

b. Tukar Menukar, yang diatur dalam Bab VI Buku III KUHPerdata;

c. Hibah, yang diatur dalam Bab X Buku III KUHPerdata.

Menurut Pasal 1428 KUHPerdata, pada penyerahan terhadap suatu barang/benda

dari hasil jual beli, ada ketentuan bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi

segala sesuatu yang menjadi pelengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya

yang tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada.

Referensi

Dokumen terkait

 Perusahaan belum pernah melakukan penjualan produknya oleh karena itu dokumen V-Legal untuk produk yang wajib dilengkapi dengan Dokumen V-Legal tidak diverifikasi dan

Kencolepot adalah aplikasi mobile yang dirancang dan dibuat untuk membantu wisatawan, warga Bandung, ataupun pelajar yang sedang menuntut ilmu di Bandung jika mereka

MenurutAndadari dkk (2018;154) menyatakan bahwa “Promosi penjualan adalah insentif jangka pendek yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan atau pembelian dari

Objek penelitian tindakan kelas ini adalah menggunakan metode outdoor study yang akan dibelajarkan pada tema 9 lingkungan sahabat kita subtema 1 manusia dan

Dalam rentang sejarah sastra Indonesia selama ini tercatat sejumlah teks sastra yang boleh dikatakan “menembus zaman” dengan pengertian tidak hanya dibaca oleh

Berdasarkan hasil analisis dokumentasi MTs Swasta Amal Shaleh tentang keterlibatan guru dalam pembinaan kepribadian siswa dapat dipahami bahwa Guru memiliki peran yang strategis

 setiap individu tidak dapat hidup sendiri. perlu bantuan

satu tahun dengan sistem tumpangsari yang umum dilakukan di lahan kering bukan hanya dapat mengurangi resiko kegagalan panen, tapi juga dapat memberikan keuntungan terhadap