• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T Vol. 2 No. 2 Thn E-ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T Vol. 2 No. 2 Thn E-ISSN:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol.2 No.2 Hal 52 – 59 2020 | 52 Vol. 2 No. 2 Thn. 2020 E-ISSN: 2684-9879

Composition of White Potato Starch (Ipomea batatas L.) with Avocado Seed Starch (Persea americana Mill) and Glyserol Concentration in Edible Film

Musdar1), Lukmanul Hakim 2)*, Juliani3), Jailani4)

1) Program Studi Teknik Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah 2) Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah 3) Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah

4) Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan., Universitas Serambi Mekkah

*Email lukmanulhakim@serambimekkah.ac.id

Article Info Article history:

Received : 11/21/2020

Received in revised:

11/30/2020 Accepted : 11/05/2020

Abstract

White sweet potato starch (Ipomea batatas L.) and avocado seed starch (Parsea americana Mill) derived from local plants have the potential to be developed as agricultural products. Starch is a hydrocolloid compound as a potential local resource to be utilized. Glycerol function as an anti-freezing which is hygroscopic. This study aims to determine the ratio of white sweet potato starch with avocado seed starch and the concentration of glycerol for making edible film. This study was an experiment using a completely randimized factorial design with 2 (two) main factor consisting of a comparison of white sweet potato starch and avocado seed with 3 levels: P1 = 35%:65%., P2=50%:50%., P3=65%:35% and glycerol concentration with 3 levels: G1=1%., G2=2%., G3=3%. The best result reasearch were content of 23.03%

(tratment P1G1), solubility of 55.57% (treatment P3G2)., swelling test of 9.83% (treatment P2g3)., elongation of 8.18% (treatment P3G2)

Keywords: Starch, gliserol, edible film.

Perbandingan Pati Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L.) dengan Pati Biji Alpukat (Persea americana Mill) dan konsentrasi Glyserol Pada Pembuatan

Edible Film

Abstrak

Pati ubi jalar putih (Ipomea batatas L.) dan pati biji alpukat (Parsea americana Mill) berasal dari tanaman lokal berpotensi untuk dikembangkan sebagai produk hasil pertanian. Pati adalah senyawa hidrokoloid sebagai sumber daya lokal sangat potensial untuk dimanfaatkan. Gliserol berfungsi sebagai anti pembekuan yang berifat higroskopis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pati ubi jalar putih dengan pati biji alpukat dan konsentrasi gliserol untuk pembuatan edible film. Penelitian ini merupakan eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2(dua) faktor utama terdiri dari Perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat dengan 3 level: P1=35%:65%, P2=50%:50%, P3=65%:35% dan Konsentrasi gliserol dengan 3 level: G1=1%, G2=2%, G3=3%. Hasil penelitian terbaik untuk kadar air 23,03% (perlakuan P1G1), kelarutan 55,57% (perlakuan P3G2), uji swelling 9,83% (perlakuan P2G3), elongasi 8,18% (perlakuan P3G2).

Kata kunci: pati, gliserol, edible film.

(2)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 53 PENDAHULUAN

Edible film merupakan pelapis bahan makanan yang terbuat dari bahan tanaman yang mengandung pati yang dapat dimakan bersama produk pangan sekaligus memberikan perlindungan fisik dari tekanan lingkungan. Komponen penyusun edible film terdiri dari protein (polipeptida), karbohidrat (polisakarida) dan lemak (lipida) yang merupakan makromolekul penyusun bahan pangan (Widodo et al., 2019).

Penggunaan pati ubi jalar putih sebagai dasar pembuatan edible film berasal dari bahan tanaman pangan lokal, karena biaya murah dan untuk meningkatkan nilai jual produk hasil tanaman pertanian. Pati yang disyaratkan untuk pembuatan edible film adalah yang mengandung kadar amilosa lebih besar 30 % (Bae et al., 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Irhamni et al., ( 2019) ubi jalar mengandung pati 59,2- 80,76 % dengan nilai rata-rata 73,49 %.

Untuk meningkatkan kualitas edible film, selain penggunaan pati ubi jalar juga diperlukan penambahan bahan-bahan lain seperti pati biji alpukat dan gliseror dengan tujuan untuk meningkatkan daya fleksibilitas. Pati biji alpukat mengandung amilase sebanyak 43,3 % (Asfan et al., 2018). Penggunaan gliserol pada pembuatan edible film adalah sebagai plasticizer untuk mengatasi sifat rapuh dan rendahnya elastisitas. Pati biji alpukat mengandung sejumlah bahan yang diperlukan untuk proses pembuatan produk pangan, diantaranya adalah kadar pati 80,10

% yang terdiri dari amilosa 43,30 % dan amilopektin 37,70 % (Winarti dan Purnomo, 2014). Biji alpukat juga mengandung lemak 6,50 gram, vitamin A 180,00 Si, vitamin C 13,00 mg (Ashari, 2014).

Gliserol salah satu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industri kosmetik, farmasi dan untuk pelapis pada permukaan produk pangan, seperti edible film. Bahan baku utama pembuatan gliserol dapat berasal dari minyak nabati, seperti minyak sawit, biji karet, biji kapuk dan biji tumbuhan lain yang mengandung minyak (Azis et al., 2013). Fungsi utama gliserol pada produk olahan pangan adalah sebagai anti beku (anti freeze) bersifat higroskopis sehingga sangat cocok digunakan untuk mencegah kekeringan pada produk-produk pascapanen, seperti tembakau, pembuatan parfum, kosmetik, makanan dan minuman (Wahyuni, 2017). Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian sebelumnya, dimana setiap kutipan dari sumber aslinya tercantum di dalam daftar pustaka. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penggunaan bahan dasar edible film dari pati biji alpukat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan pati ubi jalar putih, pati biji alpukat, dan konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film sebagai pelapis produk pangan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan eksperimen yang dilakukan pada bulan Juli 2019 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah. Alat yang digunakan terdiri dari alat pemotong, gelas ukur, hot plate, spatula, pipet tetes, cawan petri, termometer, desikator, timbangan analitik, micrometer scrup. Sedangkan bahan terdiri dari ubi jalar putih varietas lokal asal Saree Aceh, biji alpukat varietas lokal asal Takengon, dan bahan Gliserin yang diperoleh dari pasar. Metoda yang digunakan dengan pendekatan kuantitatif

(3)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 54 dan kualitatif dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 (dua) taraf, masing- masing perlakuan dengan 3 kali ulangan, yang erdpat dalam Tabel 1 di bawah.

Tabel 1. Susunan kombinasi perlakuan Perlakuan Konsentrasi gliserol

G1 (1%)

G2 (2%)

G3 (3%) P1

(35%:65%)

P1G1 P1G2 P1G3 P2

(50%:50%)

P2G1 P2G2 P2G3 P3

(65%:35%)

P3G1 P3G2 P3G3

Analisis data menggunakan ANAVA dan jika masing-masing perlakuan berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 0,05%.

BNT α = tα (v) √2KT galat n Prosedur penelitian

1. Ekstraksi pati ubi jalar dan pati biji alpukat

2. Ubi jalar dan biji alpukat yang sudah dikupas kulitnya dicuci dan diparut, selanjutnya melakukan pengepresan sampai patinya terekstrak.

3. Dilakukan pengendapan untuk memisahkan antara pati dan air.

4. Endapan padat dioven sampai kadar air mencapai 12 %

Pembuatan edible film

a. Sebanyak 200 gram pati ubi jalar dan pati alpukat dicampurkan aquades dengan volume 80 ml sambil mengaduk selama 1-3 menit.

b. Selanjutnya adonan pati ubi jalar dan pati biji alpukat dipanaskan pada suhu 70oC sambil mengaduk.

c. Penambahan Gliserol pada konsentrasi 1%, 2%, dan 3% (b/b) dan

menambahkan aquades sampai mencapai 100 ml.

d. Pemanasan ke 2 dilakukan pada suhu 70oC selama 15-20 menit.

e. Langkah berikutnya dilakukan pencetakan dengan ukuran 20 x 15 cm.

f. Hasil cetakan dikeringkan dengan oven pada suhu tetap 40oC selama 14 jam.

g. Produk edible film sebelum dianalisis disimpan pada suhu kamar dengan kelembaban (Rh) 60%.

Variabel pengamatan dan analisis produk

Setelah data dianalisis statistik, kemudian dilanjutkan analisis produk yang dilakukan di laboratorium terhadap beberapa variabel dengan formula dan prosedur sebagai berikut:

1. Kadar air Kadar air = 𝑊1−𝑊2

𝑊1 x 100%

Dimana :

W1 = berat sampel awal

W2 = berat sampel setelah dikeringkan (akhir)

2. Kelarutan

Kelarutan =

berat awal sampel−berat akhir sampel

berat awal sampel 𝑥 100%

3. Uji swelling

Derajat swelling = berat akhir −berat awal berat awal

4. Elongasi (perpanjangan) Elongasi =

Panjang putus−panjang awal

panjang awal 𝑥 100%

(4)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 55 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dinyatakan berdasarkan berat basah (b/b) bahan pangan.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air edible film dengan perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat dengan konsentrasi gliserol Perbandingan

pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat

Konsentrasi gliserol 1 %

(G1)

2 % (G2)

3 % (G3) 35%:65%

(P1)

23.03 24.70 25.53 50%:50%

(P2)

26.23 33.27 33.67 65%:35%

(P3)

30.90 36.63 37.10

Hasil analisis sidik ragam perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat dan konsentrasi gliserol berpengaruh nyata pada uji anava pada taraf 0,05% berdasarkan tabel F hitung.

Pengaruh interaksi antara perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat dengan perbandingan persentase gliserol seperti terlihat pada Grafik 1 berikut.

Grafik 1. Pengaruh interaksi antara perbandingan pati ubi jalar putih dan biji alpukat dengan konsentrasi gliserol terhadap kadar air edible film BNT0,05=2,63 dan KK = 1,74% (nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata).

Semakin tinggi penambahan pati ubi jalar dan pati biji alpukat kadar air edible film semakin tinggi. Hal ini disebabkan pati ubi jalar dan pati alpukat lebih kuat mengikat air karena sifat fisik pati higroskopis karena dipengaruhi oleh lingkungan mikro, demikian juga dengan penambahan gliserol akan meningkatkan sifat kohesif atau daya lekat satu sama lain diantara bahan. Peningkatan kadar air juga dapat disebabkan bahan pati yang bersifat hidrofilik dengan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air (Jacoeb et al., 2014). Lebih lanjut Kusumawati et al.

(2013) menambahkan, bahwa penambahan pati pada edible film akan menurunkan laju transmisi uap air dikarenakan amilosa pada pati yang mampu membentuk matrik film yang kuat sehingga akan memperkecil transmisi uap air. Penambahan pati dan gliserol pada pembuatan edible film dapat meningkatkan jarak intermolekuler, sehingga mempermudah uap air masuk ke dalam molekuler film dan dapat meningkatkan laju transmisi uap air.

a []

b []

c []

ab []

cd []

e []

ab []

d []

e []

0 5 10 15 20 25 30 35 40

P1 = 35% : 65% P2 = 50% : 50% P3 = 65% : 35%

Kadar air (%)

Perbandingan pati ubi jalar putih dan biji alpukat (%)

Konsentrasi gliserol

G1 = 1%

G2 = 2%

G3 = 3%

(5)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 56 1. Kelarutan

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisik lapisan dengan persentase berat kering bahan terlarut setelah dicelupkan kalam air selama 24 jam. Kelarutan lapisan menunjukkan integritas lapisan dalam lingkungan air. Lapisan dengan kelarutan yang tinggi menunjukkan adanya ketahanan lapisan terhadap air akan lebih rendah.

Kelarutan dipengaruhi oleh ikatan gugus hidroksil pati. Rata-rata kelarutan edible film terdapat dalam Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Nilai rata-rata kelarutan (%) edible film dengan perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat dengan konsentrasi gliserol

Perbandingan pati ubi jalar putih dan pati

biji alpukat

Konsentrasi gliserol 1 %

(G1)

2 % (G2)

3 % (G3)

Rer ata

35%:65%

(P1)

43.93 44.37 43.8 3

44.04

50%:50%

(P2)

47.67 47.90 50.4 3

48.67

65%:35%

(P3)

54.53 55.57 55.9 0

55.33

Konsentrasi gliserol berpengaruh terhadap kelarutan edible film yang mana semakin tinggi konsentrasi gliserol yang diberikan, maka kelarutan dari edibel film semakin meningkat. Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap kelarutan edible film yang dihasilkan yang tedapat dalam Grafik 2 berikut ini:

Grafik 2. Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap kelarutan edible film yang dihasilkan. BNT0,05=1,98 dan KK

= 2,55% (nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata).

2. Uji Swelling

Uji swelling adalah uji kemampuan melewatkan partikel uap air dan gas pada satuan luas bahan pangan pada kondisi tertentu. Nilai swelling dipengaruhi oleh faktor kimia dan struktur dasar polimer penyusun. Hal ini dapat terlihat dari Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Nilai rata-rata nilai sweling edible film dengan perbandingan pati ubi jalar putih dan biji alpukat dengan konsentrasi gliserol (%)

Perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat

Konsentrasi gliserol 1 %

(G1)

2 % (G2)

3 % (G3)

Rerata

35%:65% (P1) 12.21 10.10 10.04 10.78 50%:50% (P2) 13.53 11.60 9.83 11.65 65%:35% (P3) 9.96 11.65 8.70 10.10

Nilai rata-rata swelling produk edible film dari perbandingan pati ubi jalar dan pati biji alpukat dengan penambahan

a []

b []

c []

0 10 20 30 40 50 60

G1 = 1% G2 = 2% G3 = 3%

Kelarutan (%)

Konsentrasi gliserol (%)

(6)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 57 konsentrasi gliserol berkisar antara 10,10-

11,65%.

Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap swelling edible film seperti tertera pada Grafik 4 berikut ini.

b

10.78 a

11.65

a 10.10

0 2 4 6 8 10 12 14

G1 = 1% G2 = 2% G3 = 3%

Swelling (%)

Konsentrasi gliserol (%)

Grafik 3. Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap nilai swelling edible film yang dihasilkan.

BNT0,05=2,50 dan KK = 15,07% (nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata).

Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada pembuatan edible film derajat swelling cenderung menurun. Hal ini disebabkan gliserol memiliki sifat hidrofobik dan tidak larut di dalam air. Gliserol dengan ikatan hidrogen akan sulit bergabung dengan air. Menurut Irhamni et al. (2019) sifat dasar granula pati memiliki kemampuan membengkak (swelling) dan membentuk pasta. Bila suspensi pati dipanaskan, maka granular pati akan sangat menyerap air, dan dapat pula sebaliknya melepaskan air. Hasil swelling dipengaruhi oleh kandungan amilopektin yang menyebabkan jumlah air yang terserap pada produk edible film lebih banyak. Penambahan gliserol pada produk edible film dengan tujuan untuk memperkecil absorpsi air ke dalam produk, sehingga dengan penambahan gliserol pada

edible film untuk menghalangi air bebas yang terikat pada substansi edible film (Kanani et al., 2017).

3. Elongasi

Pengukuran elongasi dilakukan sama dengan pengukuran kuat tarik dan nilai elongasi dapat diperoleh dari perbandingan antara jarak renggang saat menjelang putus dengan panjang awal sampel yang dinyatakan dengan persen (Fera dan Nurkholik, 2018). Elongasi merupakan kondisi fisik lempengan menjelang putus suatu adonan setelah mengalami perubahan panjang dari ukuran sebelumnya saat mengalami perenggangan.

Hasil rata-rata elongasi edible film terdapat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata elongasi edible film dengan perbandingan pati ubi jalar putih dan biji alpukat dengan konsentrasi gliserol (%)

Perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat

Konsentrasi gliserol 1 %

(G1)

2 % (G2)

3 % (G3) 35%:65% (P1) 4.06 16.92 32.03 50%:50% (P2) 6.71 25.45 18.20 65%:35% (P3) 7.22 8.18 43.49

Berdasarkan hasil analisis ditemukan rerataan elongasi edible film dari perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat dengan konsentrasi gliserol berkisar antara 4,06-43,94% dengan nilai rata-rata 8,08%. Nilai elongasi terpanjang ditemukan pada perlakuan perbandingan pati ubi jalar putih dan pati biji alpukat berbanding 65%:35% konsentrasi gliserol 3%. Nilai elongasi terndah pada perbandingan pati ubi jalar dan pati biji alpukat dengan konsentrasi gliserol 1%.

Hasil analisis sidik ragam pengaruh interaksi antara perbandingan pati

(7)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 58 ubi jalar dan pati biji alpukat dengan

konsentrasi gliserol terhadap elongasi edible film seperti pada Grafik 4 berikut.

Grafik 4. Pengaruh interaksi antara perbandingan pati ubi jalar putih dan biji alpukat dan konsentrasi gliserol terhadap elongasi edible film BNT0,05=17,37 dan KK = 36,21% (nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata)

Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan, bahwa semakin tinggi konsentrasi pati ubi jalar dan konsentrasi gliserol, maka nilai elongasi yang dihasilkan semakin meningkat. Menurut Warkoyo et al., (2014) penambahan pati yang disertakan dengan konsentrasi gliserol mengakibatkan sifat flastis film semakin rendah dan perpanjangan edible film semakin menurun. Apabila gliserol ditambahkan ke dalam larutan edible film akan trjadi berbagai perubahan pada struktur jaringan pati, sehingga fleksibilitas edible film meningkat. Pada sisi lain Mulyadi et al., (2016) menambahkan, bahwa pemanjangan edible film cenderung meningkat dengan diikuti penambahan pati pada perbandingan gliserol tetap.

Peningkatan konsentrasi gliserol yang bersifat hidrofilik dapat berpengaruh pada perpanjangan elongasi edible film. Hal ini dapat disebabkan penambahan gliserol secara bersama-sama pada pati, maka akan mengubah sifat pati yang telah mengalami gelatinasi. Hasil secara relatif telah dilaporkan Kanani et al., (2013) pada pembuatan edible film dari kitosan yang mana produk film yang dihasilkan menjadi elastis. Hal ini disebabkan dengan penambahan gliserol, sehingga mobilitas antar molekul meningkat dan persentase elongasi pada edible film meningkat..

KESIMPULAN

Perbandingan pati ubi jalar putih (Ipomea batatas L.), pati biji alpukat (Persea americana Mill) dan penambahan konsentrasi gliserol berpengaruh terhadap kadar air, kelarutan, uji swelling, elongasi.

Perlakuan terbaik untuk kadar air pada penambahan pati ubi jalar dan pati biji alpukat berbanding 35%:65% dan konsentrasi gliserol 1%. Kelarutan 55,57%, uji swelling 9,83%, elongasi 8,18%. Pati ubi jalar dan pati biji alpukat sesuai untuk dijadikan bahan dasar produk edible film sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bagi petani produsen.

DAFTAR RUJUKAN

Asfan., Ulum, M., Muktamar, 2018.

Karakteristik Edible Film Hasil Kombinasi Pati Biji Alpukat dan Pati Jagung Untuk Meningkatkan Mutu Produk Pangan. Jurnal Rekayasa, Vol. 11, No. 2: 132-145.

Ashari, 2014. Meningkatkan Keunggulan Buah-buahan Tropis Indonesia.

Andi Afset. Yogyakarta.

Azis, I., Siti, N., Juwita, S., 2013.

Pembuatan Gliserol Dengan Reaksi Hidrolisis Minyak Goreng Bekas.

a []

a []

a []

a []

b []

a []

b []

a []

c []

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

P1 = 35% : 65% P2 = 50% : 50% P3 = 65% : 35%

Elongasi (%)

Perbandingan pati ubi jalar putih dan biji alpukat (%)

Konsentrasi gliserol

G1 = 1%

G2 = 2%

G3 = 3%

(8)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 2 Hal 52.- 59 2020 | 59 Jurnal Chem. Prog. Vol. 6, No. 1:

19-28.

Bae, H.J., Cha, D.S., Whiteside., 2014. Film and Pharmaceutical Hard Capsule Formation Properties of Mungbean, Water Chesnut and Sweet Potato Starches. Food Chemistry. Teks Book. Jhon Willey. USA.

Fera, M., dan Nurkholik, 2018. Kualitas Fisik Edible Film Dengan Kombinasi Gelatin Kulit Domba dan Tepung Agar. Jurnal JFLS, Vol.

2, No. 1:45-56.

Irhamni, Chairil, A., Mulla, K., 2019.

Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Pati Ubi Jalar Dengan Mengkaji Varietas dan Suhu Pengeringan. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 20, No. 1 : 33-44.

Jaoeb, A.M., Roni, N., Siluh, P.T.D.U., 2014. Pembuatan Edible Film Dari Pati Buah Lindur Dengan Penambahan Gliserol dan Karanginan. Jurnal JHPI., Vol. 17, No.1:140-148.

Kanani, N., Wardalia, Endarto, Y.W., Rusdi, 2013. Pengaruh Temperatur Pengeringan Terhadap Swelling dan Tensile Streng Edible Film dari Kulit Singkong. Jurnal Konversi.

Vol. 6, No. 2:73-84.

Kusumawati, D.H., Widya, D.W.P., 2013.

Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film Pati Jagung Yang Diinkoporasikan Dengan Perasan

Temu Hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.1, No. 1:90-97.

Mulyadi, A.F., Muimunah, H.P., Nur, Q., 2016. Pembuatan Edible Film dan Antibacterial dengan Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak Daun Bluntas.

Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. Vol.5, No. 3:149-158.

Wahyuni, 2017. Sifat Fisiko Kimia Produk Esterifikasi Berbasis Gliserol Hasil Samping Biodisel Pada Berbagai Tingkat Kemurnian. Jurnal Agroindustri Halal. Vol. 2, No. 2:

160-169.

Warkoyo., Budi, R.,Djagal, W.M., Joko, N., Wahyu, K., 2014. Sifat Fisik, Mekanik dan Barrier Edible Film Berbasis Pati Umbi Kimpul yang Diinkorpurasikan Dengan Kalium Sorbat. Jurnal Agritech. Vol. 34, No.1:72-81.

Widodo, L.U., Sheila, N.W., Nimade, A.P., 2019. Pembuatan Edible Film Dari Labu Kuning dan Kitosan Dengan Gliserol Sebagai Plasticizer. Jurnal Teknologi Pangan. Vol. 13, No. 1:

59-65.

Winarti, S., dan Purnomo, Y., 2014. Produk Olahan dari Biji Alpukat. Andi Ofset. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam soal tersebut duabelas buah jambu dan delapan buah mangga yang berharga tiga puluh enam ribu dalam pengerjaanya saya mengubah jambu tersebut saya misalkan dengan x

(1) Dalam rangka pengembangan sistem statistik nasional, masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) wajib memberitahukan sinopsis kegiatan statistik

Produk maltodekstrin tidak berasa dan dikenal sebagai bahan tambahan makanan yang aman (Blancard dan Katz, 1995). Maltodekstrin memiliki kelarutan yang tinggi dan

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan 5 kali ulangan untuk kualitas kimia.. Uji kualitas hedonik

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali,

Bursa AS dan bursa Eropa pada perdagangan Senin kemarin ditutup menguat, seiring dengan ekspektasi para pelaku pasar yang mulai optimis mengenai pertumbuhan ekonomi global yang

Negeri Trimulyo blum sepenuhnya mampu melaksanakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dengan optimal. Hal ini karena rencana dan kebijakan sekolah mutlak di tangan

Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi penerimaan perilaku underreporting of time atau dapat