• Tidak ada hasil yang ditemukan

NYAWA ( Gynura procumbens)terhadap PERTUMBUHAN STAFILOKOKUS AUREUS ISOLAT PUS INFEKSI ODONTOGENIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NYAWA ( Gynura procumbens)terhadap PERTUMBUHAN STAFILOKOKUS AUREUS ISOLAT PUS INFEKSI ODONTOGENIK"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

NYAWA ( Gynura procumbens)TERHADAP PERTUMBUHAN STAFILOKOKUS

AUREUS ISOLAT PUS INFEKSI ODONTOGENIK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Khairida Nurul Hadi NIM : 140600092

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)

Tahun 2020

Khairida Nurul Hadi.

Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sambung Nyawa (Gynura Procumbens)

Terhadap Pertumbuhan Stafilokokus Aureus Isolat pus Infeksi Odontogenik. xi + 40 halaman

Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi. Infeksi odontogenik biasanya berasal dari bakteri Stafilokokus aureus. Perawatan infeksi odontogenik dilakukan dengan cara insisi dan drainase, setelah dilakukan bedah dianjurkan untuk dilakukan tindakan paska penatalaksaan yaitu pemberian antibiotik. Kasus resitensi bakteri terhadap antibiotik menjadi suatu masalah serius dalam dunia kesehatan.

Salah satu kasus peningkatan infeksi disebabkan oleh patogen opportunistik Stafilokokus aureus. Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman sudah digunakan oleh penduduk di belahan dunia sebagai obat alternatif untuk penyakit-penyakit tertentu. Salah satu obat tradisional yang sudah dikonsumsi oleh banyak orang adalah berasal dari tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens). Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus pada infeksi odontogenik. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Sampel penelitian adakalah biakan Stafilokokus aureus yang di isolasi dari penderita infeksi odontogenik dari Laboraturium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. Dalam penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan yaitu konsentrasi daun sambung nyawa 70%, 80% dan 100%, kontrol positif dan kontrol negatif. Ekstrak daun sambung nyawa di uji menggunakan metode difusi dengan Cloramphenicol sebagai kontrol positif dan dimetil sulfoksida sebagai kontrol positif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa seluruh konsentrasi memiliki perbandingan yang

(3)

tidak berbeda secara signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus. Dengan demikian dapat disimpulkan Ekstrak daun sambung nyawa memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan

Stafilokokus aureus pada konsentrasi 70%, 80% dan 100% . Daftar Rujukan:

38 (2007-2017)

(4)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji

Medan 26 Februari 2019

Pembimbing Tanda Tangan

RahmiSyaflida, drg., Sp. BM ...

NIP 198407724 200801 2 006

(5)

Skripsi ini di pertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 01 Maret 2019

TIM PENGUJI

KETUA ANGGOTA

: Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM : Hendry Rusdy,drg.Sp.BM.,M.Kes

Rahmi Syaflida,drg.,Sp.BM

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa terima kasih saya sampaikan kepada orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Hadi Sucipto dan Ibunda Khairani Fitri yang telah membesarkan dan memberi kasih saying yang tidak terbalas, doa, nasehat, semangat dan dukungan moril maupun materi kepada penulis. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada adek saya yaitu Fira, Rizki, Reza yang telah meberi dukungan kepada saya selama penulisan skripsi ini.

Oleh karena itu, dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp.RKG(K), sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM, sebagai ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku ketua tim penguji atas saran dan masukan kepada saya dalam menyelasikan skripsi ini.

3. Rahmi Syaflida,drg.,Sp.BM, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Hendry Rusdy,drg.Sp.BM.,M.Kes selaku tim penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelasikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas ilmu serta bantuan yang diberikan kepada saya.

6. Pimpinan dan seluruh staf laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU khususnya kepada Rizki Fernando Saragih yang telah membantu saya dalam pelaksaan penelitian.

vi

(7)

saya dalam analisis statistik.

8. Rekan bimbingan saya dalam menyelesaikan skripsi Azwan, Marshal, Riki dan Rifki yang sama-sama berjuang, saling mendoakan dan memberi semangat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU serta teman-teman FKG USU stambuk 2014 yang tidak dapat sayas sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan dan semangat pada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat terbaik saya yaitu Teuku Veldyza Wady Mulie yang memberi dukungan, doa dan semangat serta meluangkan waktu dalam penyelasaian skripsi ini.

11. Temen-temen terdekat saya: Windy Putri Wijaya, Nichy Rilinda, Mahfira Rahmadani, Ririn Melissa dan Muharissa Yuni yang telah memberikan bantuan pikiran dan semangat serta meluangkan waktu dalam penyelesaian skripsi ini serta rekan-rekan sejawat stambuk 2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungan dan semangat dalam Penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik membangun. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

Medan, Januari 2020 Penulis

Khairida Nurul Hadi Nim: 140600092

vii

(8)

Halaman HALAMAN JUDUL ...

PERNYATAAN PERSETUJUAN...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI.....vii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR LAMPIRAN.....xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.....1

1.2 Rumusan masalah.....4

1.3 Hipotesa.....4

1.4 Tujuan Penelitian.....4

1.5 Manfaat Penelitian.....4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi odontogenik.....5

2.1.1 Klasifikasi Infeksi Odotogenik.....5

2.1.1.1 Abses Periapikal.....5

2.1.1.2 Abses Periodontal.....6

2.1.1.3 Ludwig Angina.....7

2.1.2 Perawatan Infeksi Odontogenik.....8

2.1.2.1 Insisi Drainase.....8

2.1.2.2 Pemberian Antibiotik.....8

2.2 Tanaman sambung nyawa.....9

2.2.1 Deskripsi.....9

2.2.2 Morfologi...10

2.2.3 Manfaat...11

2.2.4 Kandungan Senyawa Tanaman Sambung Nyawa...11

2.3 Bakteri stafilokokusaureus...12

2.3.1 Morfologi dan Klasifikasi...12

2.4 Ekstraksi...14

2.5 Uji aktivitas bakteri...14

2.5.1 Jenis Uji Aktivitas Antibakteri...14

2.5.2 Kriteria Daya Hambat...16

viii

(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian...19

3.2 Waktu dan tempat penelitian...19

3.3 Sampel penelitian...19

3.4 Besar sampel...20

3.5 Definisi operasional...20

3.6 Identifikasi variable...21

3.6.1 Variabel Bebas...21

3.6.2 Variabel Terikat...21

3.7 Alur penelitian...21

3.8 Alat dan bahan...22

3.8.1 Alat Penelitian...22

3.8.2 Bahan Penelitian...22

3.9 Prosedur penelitian...24

3.9.1 Pengumpulan Sampel...24

3.9.2 Pembuatan simplisia...24

3.9.3 Penentuan Kadar Air...24

3.9.4 Prosedur pembuatan ekstrak kental...25

3.9.5 Sterilisasi Alat dan Bahan...25

3.9.6 Pembuatan Media Mueller Hilton Agar...25

3.9.7 Penyiapan Mikroba...25

3.9.8 Permunian...25

3.9.9 Pengenceran...25

3.9.10 Uji Daya Hambat...26

3.9.11 Zona inhibisi...26

3.10 Analisa data...26

BAB 4HASIL PENELITIAN 4.1 Zona Hambat...27

BAB 5 PEMBAHASAN...32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan...34

6.2 Saran...34

DAFTAR PUSTAKA...37 LAMPIRAN...

ix

(10)

Tabel Halaman

1 Definisi Operasional...20

2 Diameter zona hambat...28

3 Perbedaan rata-rata zona hambat...29

4 Perbandingan setiap konsentrasi...29

x

(11)

Gambar Halaman

1. Abses periapikal.....6

2. Abses periodontal.....7

3. Ludwig angina.....8

4. Tanaman sambung nyawa...10

5. Bakteri stafilokokusaureus...13

6. Inkubator...23

7. Autoklaf...23

8. Timbangan...23

9. Rotari evapator...23

10. Tabung reaksi...23

11. Ekstrak dan konsentrasi...26

12. Zona hambat yang terbentuk dari beberapa konsentrsi...27

13. Kontrol positif...28

14. Kontrol negatif...29

xi

(12)

Lampiran

1 Daftar riwayat hidup 2Biaya penelitian

3 Jadwal kegiatan

4 Proses pembuatan ekstrak

5 Surat keterangan ethical clearance

6 Surat keterangan Mikrobiologi FMIPA USU

xii

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang banyak didapatkan di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Infeksi ini akan menyebabkan banyak masalah kerugian fisik. Salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia yaitu infeksi odontogenik.1

Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi.

Kebanyakan pasien infeksi ini kurang diperhitungkan dan sering kali ditandai dengan drainase spontan di sepanjangan jaringan gingival pada gigi yang mengalami gangguan.1,2 Penyebaran infeksi odontogenik adalah salah satu jenis yang paling umum dari infeksi orofasial serius yang sering dihadapi oleh dokter gigi. Berawal dari karies gigi hingga yang dapat mengancam jiwa yaitu, ludwig angina dan mediastinitis.

Infeksi odontogenik selalu berasal dari berbagai macam mikroba seperti bakteri aerob dan anaerob fakultatif. Infeksi odontogenik yang sering di laporkan biasanya berasal dari bakteri abses.3Abses adalah rongga berisi nanah dan dikelilingi dengan jaringan inflamasi yang terbentuk dari hasil infeksi yang terlokalisasi. Akumulasi nanah dalam kavitas dibentuk oleh jaringan berdasarkan proses infeksi (biasanya disebabkan oleh bakteri atau parasit). Abses ditandai adanya kerusakan jaringan yang menghasilkan pus.4 Perawatan infeksi odontogenik dilakukan dengan cara insisi dan drainase, setelah dilakukan bedah dianjurkan untuk dilakukan tindakan pasca penatalaksaan yaitu pemberian antibiotik kepada pasien.3

Kasus resitensi bakteri terhadap antibiotik menjadi suatu masalah serius dalam dunia kesehatan. Data Cancer for disease prevention menyebutkan bahwa 13.300 orang meninggal akibat infeksi bakteri yang resisten. Peningkatan kasus resistensi bakteri tidak di imbangi dengan penemuan antibiotik baru. Salah satu kasus peningkatan infeksi disebabkan oleh patogen opportunistik Stafilokokus aureus.5 Penelitian di Amerika tahun 2009 ditemukan infeksi nasokomial 29,4% pada pasien

(14)

penderita endokarditis 27,7%, dan sebanyak 28,9% penderita infeksi resisten metasilin Staphylococcus aureus (MRSA). Penyakit infeksi yang disebabkan Stafilokokus aureus mencapai 70% di Asia pada tahun 2007 dan di Indonesia mencapai 23,5% pada tahun 2006.6Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain dengan pemanfaatan sumber biomaterial alam, karena penggunaan bahan alami relatif lebih dapat diterima tubuh dibandingkan dengan bahan-bahan sintesis.7

Stafilokokus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi yang paling banyak dijumpai di dunia, tingkat keparahan infeksinya bervariasi.

Stafilokokus aureus berasal dari kata staphyle berarti kelompok buah anggur, coccus berarti bulat, dan aureus berarti kemasan.9 Stafilokokus aureus merupakan bakteri dalam rongga mulut yang berpeluang paling besar dalam menyebabkan penyakit.

Stafilokokus aureus dapat menimbulkan peyakit serius antara lain septikemia dan gastroenteritis. Bakteri ini sering dihubungkan dengan inflamasi dan pembentukan abses.5,7 Saat ini, Stafilokokus aureus adalah masalah yang sangat serius karena peningkatan resistensi bakteri ini terhadap berbagai jenis antibiotik. Stafilokokus aureus memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa sehingga bakteri ini resisten pada banyak antibiotik.Stafilokokus aureus tergolong bakteri gram positif resisten terhadap penisilin, nafsilin, dan vankomisin.9

Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman sudah digunakan oleh penduduk di belahan dunia sebagai obat alternatif untuk penyakit-penyakit tertentu.

WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 80% penduduk dunia pernah menggunakan tanaman sebagai obat herbal. Para ahli dari berbagai negara terus melakukan penelitian dan pengujian berbagai tumbuhan yang secara tradisional dipakai untuk penyembuhan penyakit tertentu. Beberapa penelitian dengan teknik modern telah dikonfirmasi bahwa beberapa tanaman dapat digunakan sebagai anti- inflamasi, antimikroba, anti-kanker, dan lain-lain.10 Salah satu obat tradisional yang sudah dikonsumsi oleh banyak orang adalah berasal dari tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens).11

(15)

Sambung nyawa atau tanaman yang memiliki nama latin Gynura procumbensmerupakan tanaman yang tersebar di wilayah Asia Tenggara terutama didaerah melayu seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia sambung nyawa memiliki nama daerah seperti ngokilo dan bluntas. Tanaman sambung nyawa merupakan tanaman perdu yang berasal dari keluarga Asteraceae yang mengandung triterpenoid, polifenol, saponin, steroid, asam klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam kumarat, asam para hidroksi benzoa, minyak atsiri.12 Penelitian Ariyanti dkk.(2007) menyatakan bahwa ekstrak tanaman sambung nyawa aktif sebagai antibakteri. Tanaman sudah dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri pada usia panen 4 bulan. Tanaman ini lebih aktif terhadap bakteri S.aureus dari pada E.coli dan S.typhimurium.13

Sambung nyawa diketahui memiliki beberapa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, saponin, antrakuinon, tannin, terpenoid dan flavonoid.14,15 Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif pada tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Struktur flavanoid memiliki hubungan dengan aktivitasnya sebagai antibakteri.8

Tanaman daun sambung nyawa juga memiliki kandungan alkaloid dan tanin sebagai antibakteri.15 Tanin mampu berikatan membentuk komplek dengan enzim bakteri ataupun substrat, kemudian memasuki sel bakteri melalui dinding sel bakteri.6 Selain itu, khasiat dari daun sambung nyawa adalah sebagai obat radang tenggorokan, batuk, sinusitis, polip, dan amandel.11 Pengetahuan tentang manfaat daun sambung nyawa sebagai antibakteri perlu diketahui oleh masyarakat. Penyebaran informasi mengenai hasil penelitian dan uji terhadap obat dari bahan alam harus menjadi perhatian bagi semua pihak, karena menyangkut keamanan dari bahan alam tersebut.

(16)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana efektivitas ekstrak daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus isolat pus infeksi odontogenik.

1.3 Hipotesa

Ho: Tidak ada pengaruh ekstrak daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus.

Ha: Ada pengaruh ekstrak daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus pada infeksi odontogenik.

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui beberapa konsentrasi minimal dan maksimal daun sambung nyawa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus pada infeksi odontogenik.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat mengenai manfaat sambung nyawa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus.

1.5.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat diaplikasi di bidang kedokteran gigi pada kasus-kasus yang disebabkan Stafilokokus aureus.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Odontogenik

Infeksi adalah masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi. Penyakit infeksi biasanya berasal dari pulpa gigi, poket periodontal yang dalam atau periodontitis. Penyebab utama dari infeksi ini adalah kumpulan bakteri polimikobra di rongga mulut yang memasuki jaringan steril. Bakteri ini menyebabkan pembengkakan dan terjadi pembentukan abses. Kejadian infeksi odontogenik yang membutuhkan perawatan di rumah sakit telah meningkat dalam 10 tahun terakhir.

Sebagian besar infeksi odontogenik ringan dan respon baik terhadap perawatan gigi, perawatan bedah, dan terapi antimikroba. Namun, bila tidak diobati atau tanpa terapi yang memadai infeksi berpotensi menyebar, menyebabkan infeksi maksilofasial yang memerlukan perawatan yang lebih intensif.2

Berdasarkan organisme penyebab infeksi odontogenik diklasifikasi menjadi bakteri, virus, parasit, dan mikotik, sedangkan berdasarkan jaringan, dibedakan menjadi odontogenik. Berdasarkan lokasi masuknya dibedakan menjadi pulpa, periodontal, perikoronal, fraktur, tumor, dan oportunistik. Berdasarkan tinjauan klinisnya dibedakan menjadi akut dan kronik.3

2.1.1 Klasifikasi Infeksi Odotogenik 2.1.1.1 Abses Periapikal

Kerusakan jaringan keras gigi akibat karies, apabila dibiarkan terlalu lama tanpa perawatan lama kelamaan akan mengakibatkan bakteri akan berinvasi pada jaringan pulpa yang mengakibatkan kematian pulpa (nekrosis), penyebaran infeksi dapat berlanjut kejaringan periapikal yang mengakibatkan timbulnya abses periapikal.16

(18)

Gambar 2.1. Abses Periapikal31

2.1.1.2 Abses Periodontal

Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi seawal mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis. Penyakit periodontal itu sendiri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher gigi. Penyakit periodontal ini dapat ringan seperti gingivitis (peradangan hanya pada gusi), biasanya gigi berwarna merah dan mudah berdarah. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi kerusakan tulang pendukung gigi dan juga abses periodontal. Jaringan periodontal terdiri dari bermacam-macam spesies bakteri yang sebagian besar merupakan penghuni tetap plak gigi. Mikroorganisme rongga mulut dapat menjadi kumpulan bakteri yang mempunyai potensi patogen yang dapat merusak jaringan mulut. Jaringan periodontal mempunyai faktor-faktor pertahanan jaringan yang ditujukan untuk memonitor kolonisasi bakteri dan mencegah masuknya bakteri ke dalam jaringan.17

(19)

Gambar 1. Abses Periodontal32

2.1.1.3 Ludwig Angina

Infeksi gigi kebanyakan ringan namun pada beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi serius. Salah satu komplikasi tersebut adalah plegmon/angina ludwig. Angka kejadian penyakit ini 13% dari seluruh infeksi leher dalam. Penyakit ini jarang terjadi namun dapat mengancam jiwa. Infeksi primer dapat berasal dari gigi (odontogenik) seperti perluasan infeksi/abses periapikal, osteomelitis dan perikronitis yang berkaitan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal.1

Gambar 2. Ludwig Angina.33

(20)

2.1.2 Perawatan Infeksi Odontogenik 2.1.2.1 Insisi dan Drainase

Salah satu perawatan yang baik dalam menangani abses adalah melakukan drainase. Pemilihan cairan irigasi pada saat drainase mempengaruhi kecepatan penyembuhan. Cairan irigasi yang baik dapat membantu menghambat pertumbuhan bakteri didalamnya.7 perawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan sederhana seperti pembukaan rongga pulpa gigi dan ekstripasi pulpa gigi nekrotik, sampai tindakan komples membuat insisi yang luas pada jaringan lunak region submandibula dan leher pada kasus-kasus infeksi yang parah.4

Tujuan utama dilakukannya pembedahan gigi dan ekstripasi pulpa gigi nekrotik, sampai tindakan komples membuat insisi yang luas pada jaringan lunak region submandibula pada kasus-kasus infeksi yang parah yaitu untuk menghilangkan penyebab infeksi. Tujuan keduanya adalah untuk membuat jalan keluar atau drainase bagi nanah dan debris nekrotik yang terakumulasi. Tujuan ketiga adalah mencegah komplikasi yang lebih berat berupa selulitis (ludwig angina), trombosus sinus karvenosus dan penyebaran infeksi kedaerah mediastinum.3

2.1.2.2 Pemberian Antibiotik

Memilih antibiotik yang tepat untuk mengobati infeksi odontogenik harus dilakukan dengan hati-hati. Berbagai faktor harus dipertimbangkan ketika memilih antibiotik , meskipun pengunaan yang tepat dapat menghasilkan resolusi dramatis dan menyembuhkan pasien dengan infeksi, penggunaan antibiotik yang tidak tepat memberikan sedikit atau tidak ada manfaat untuk mengimbangi risiko dan biaya yang terkait dengan pemberian antibiotik. Penelitian menunjukan bahwa pemberian penisilin oral meningkatkan pertumbuhan organisme resisten penisilin di flora orofaring fasien.18

Salah satu contohnya yaitu Stafilokokus aureus yang tergolong bakteri gram positif resisten terhadap penisilin, nafsillin dan vankomisin. Resistensi dari antibiotik terhadap Stafilokokus aureus pertama kali mucul 60 tahun yang lalu. Antibiotik yang menjadi korban dari Stafilokokus aureus adalah penisilin. Penisilin pertama muncul

(21)

pada tahun 1940 dan dalam waktu 10 tahun, penisilin sudah tidak efektif untuk tatalaksana Stafilokokus aureus. Hingga akhirnya penisilin resisten Stafilokokus aureus menjadi pademik sepanjang akhir tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an.9

Untuk menangani resisten penisilinStafilokokus aureus, munculah metasilin pada tahun 1959. Akan tetapi, dua tahun setelah antibiotik diperkenalkan untuk penanganan resisten penisilin Stafilokokus aureus, kasus resisten metasilin Stafilokokus aureus (MRSA) telah dilaporkan. Resisten metasilin Stafilokokus aureus merupakan strein Stafilokokus aureusyang telah resisten terhadap antibiotik golongan β-laktam, termasuk glongan penicilinase-resisten penisilin (axocasilin, nafsilin, eloxasilin docloxasilin), cephalosporin carbapenem. Selain itu resisten silang juga terjadi pada antibiotik non β-Laktam seperti eritomisin, klindamisin, gentamisin, kroktrimoksasol dan siprofloksasin.9

2.2 Tanaman Sambung Nyawa 2.2.1 Deskripsi

Klasifikasi ilmiah tanaman Sambung Nyawa:

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyt Subdivisio : Angiospermae Clas : Discotyledoneae Ordo : Asterales

Familia : Astera Genus : Gynura

Species : Gynura procumbens

Tanaman sambung nyawa dikenal dengan daun dewa (melayu), ngokilo (jawa), di Cina di kenal nama she juan jao atau fujung jao.

(22)

Gambar 3. Daun Sambung Nyawa34

2.2.2 Morfologi

Tanaman sambung nyawa berupa tanaman perdu tegak jika mudah dan merambat jika sudah tua, berperawakan herba beraging batangnya segi empat beruas- ruas bewarna hijau dengan bercak ungu daungnya berupa daun tunggal berbentuk elips memanjang, berambut halus, panjang tangkai 0,5-3,5 cm, helaian daun 3,5-12,5 cm dengan bagian atas berwarna hijau mengkilat, tulang dun menirip dan menonjol pada permukaan daun bagian bawah dan lebar daunnya 1-5,5 cm. Susunan bunga majemuk cawan bewarna hiaju/jingga..12

2.2.3 Manfaat

Daun sambung nyawa digunakan sebagai obat tradisional dimasyarakat untuk mengobati beberapa penyakit seperti demam, penyakit nginjal, migran, konstipasi, hipertensi, diabetes mellitus dan kanker.15

1. Antidiabetes

Penelitian yang telah dilakukan bahwa daun sambung nyawa memiliki efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah) dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa dari darah ke sel.19

2. Anti-inflamasi

Flavonoid diperkirakan memiliki aktivitas antiinflamasi dengan menghambat Glycogen Syntase Kinase - 3β (GSK3β). Flavonoid berperan dalam menghinhibisi Glycogen Synthase Kinase -3β (GSK3β) kaemferol.15

(23)

3. Antibakteri

Aktifitas antibakteri dari daun sambung nyawa juga telah diuji dengan ekstrak yang menunjukan aktivitas antibakteri terhadap bakteri bakteri gram positif dan gram negatif.20

4. Antikanker

Daun sambung nyawa juga memiliki aktifitas sebagai antikanker. Daun sambung nyawa juga dapat digunakan untuk treatment leukemia, uterin, dan kanker payudara.15

5. Antioksidan

Ekstrak daun sambung nyawa memiliki aktivitas sebagai penurun tekanan darah. Hal ini didapat dari percobaan menggunakan hewan.21

2.2.4 Kandungan Senyawa Tanaman Sambung Nyawa

Sambung nyawa merupakan tanaman perdu yang berasal dari keluarga Asteracae yang mengandung tirtepenoid, polofenol, sapanoin, steroid, asam klorogenal, asam kafeat, asam vanilat, asam kumarat, asam para hidroksi benzoate, flavonoid, dan minyak atsiri.12 Daun sambung nyawa memiliki skrining fitokimia didapat senyawa organik yakni senyawa karbohidrat, falvonoid, tirtepenoid, enzim asparaginase dan protein. Ekstrak metanol dan etanol daun sambung nyawa mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, antrakuinon, tanin dan terpenoid.14

Flavonoid dan tanin merupakan salah satu senyawa aktif pada tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai anti bakteri.Tanin mampu berikatan membentuk komplek dengan enzim bakteri ataupun substrat, kemudian memasuki sel bakteri melalui dinding sel bakteri. Manfaat dari flavonoid adalah sebagai pelindung sel, meningkatkan manfaat dari flavonoid adalah sebagai pelindung sel, meningkatkan efektivitas vitamin c, antiinflamasi, mencegah kropos tulang dan sebagai antibiotik.22 Struktur flavanoid memiliki hubungan dengan aktivitasnya sebagai antibakteri.8 Mekanisme flovonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa komopleks terhadap protein ekstraseluler yang menggangu keutuhan membran sel

(24)

bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel bakteri tanpa diperbaiki lagi.23 Hasil identifikasi isolate flavonoid daun sambung nyawa dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis menghasilkan serapan maksimun pada panjang gelombang 370 nm (pita1) dan 250 nm (pita2) yang merupakan golongan flavonol. Identifikasi menggunakan LC-MS menghasilkan berat molekul isolat yaitu 286,37 g/mol yang di duga isolat A1 merupakan kaemferol.14

2.3 Bakteri Stafilokokus aureus 2.3.1 Morfologi dan Klasifikasi

Stafilokokus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus berbentuk garis tengah sekitar 1 mikron yang pada pewarnaan bersifat gram positif dan jika dilihat dibawah mikroskop bakteri tersebut berbentuk seperti kelompok anggur. Stafilokokus aureus tidak aktif bergerak, tidak membentuk spora bersifat katalase positif.24 Pada lempengan agar, koloni yang dibentuk berwarna abu-abuan hingga kuning tua kecoklatan.25Suhu untuk pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus adalah 15oC dan 40oC dan paling cepat berkembang adalah pada suhu 37o C. bakteri tersebut dapat tahan panas sampai setinggi 50o C selama 30 menit tahan kekeringan dan kadar garam yang tinggi.23,24

Klasifikasi Stafilokokus aureus adalah seperti berikut : Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteri Phylum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcacea Genus : Stafilkokus

Spesies : Stafilokokus aureus

(25)

Gambar 5. Bakteri Stafilokokus aureus35,36

Stafilokokus aureus tersebar luas di alam danada yang hidup sebagai flora normal pada manusia yang terdapat di aksila, daerah inguinal dan perineal dan lubang hidung bagian dalam anterior. Sekitar 25-30% manusia membawa Stafilokokus aureus didalam ronggga hidung dan kulitnya. Stafilokokus aureus bersifat katalase positif dan mengadakan fermentasi terhadap mannitol. Stafilokokus aureus mempunyai faktor koagulase darah yang mampu mengumpulkan faktor fibrinogen didalam plasma untuk melindungi diri terhadap fagositosis dan respon imun hospes.

Koagulase merupakan salah satu faktor virulensi Stafilokokus aureus selain itu spesies ini juga menghasilkan eksotoksin sitolik, leukosidin dan eksfoliatin yang mampu merusakan sel hospes.25

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam perut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sample penyaringan.

Ragram ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang di ekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi.26

Ekstraksi dapat dilakukan dengan macam-macam metode yaitu metode infundasi, maserasi, perkolasi dan sokletasi, tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarutr yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana dilakukan yaitu metode maserasi.27

(26)

Maserasi adalah proses perendaman sampel yang diinginkan dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungannya yakni lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dan tidak memerlukan pemanasan.27

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai kedalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Maserasi digunakan pada sampel yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah menembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, streak dan lain-lain.26

2.5 Uji Aktivitas Bakteri

Daya hambat antibakteri berbeda-beda. Antibakteri merupakan bahan atau senyawa khusus digunakan untuk kelompok bakteri. Antibakteri dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu antibakteri yang menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membrane sel atau menghambat pengangkutan aktif melaui membrane sel, antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel. Aktivitas antibakteri dibagi menjadi dua yaitu bakteriostatik (menhambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh) dan bakterisid (bakteri tidak dapat tumbuh lagi walaupun tidak terkena zat itu lagi).28

2.5.1 Jenis Uji Aktivitas Bakteri

Penentuan kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode yaitu difusi dan dilusi. Metode ini dapat dilakukan untuk memperkirakan potensi antibiotik dalam sampel maupun. Berikut kedua metode tersebut :

1.Metode Dilusi

Terdapat dua cara untuk melakukan metode ini, metode dilusi cair (broth dilution) dan metode dilusi padat (solid dilution test). 10 metode dilusi digunakan

(27)

untuk menentukan konsentrasi hambat minimum atau konsentrasi bunuh minimum dari antimikroba terhadap mikroba yang diujikan. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai kadar hambat minimum. Selanjutnya larutan tersebut dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji maupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam.

Setelah diinkubasi media cair yang tetap jernih ditetapkan sebagai kadar bunuh minimum.29

1. Metode Difusi

Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa cara:

a. Metode disc diffusion (Tes Kirby & amp; bauer)

Metode disc diffusion digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.

Metode ini dilakukan dengan meletakkan piringan (blanc disc) yang sudah diisi dengan suatu zat antimikroba pada media agar yang telah ditanami mikroorgarnisme.

Area jernih mengindikasi adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba.29

Metode E-test digunakan untuk menentukan konsentrasi minimal suatu agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Cara yang dilakukan menggunakan strip plastic yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang sudah ditanam mikroorganisme.29

c. Ditch-plate technique

Metode ini dilakukan dengan meletakkan agen antimikroba pada parit yang telah dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur kemudian mikroba uji digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba.29

d. Cup-plate technique (Metode Lubang)

(28)

Cup-plate technique memiliki prinsip yang serupa dengan metode disk diffusion.

Pada metode ini, media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dibuat lubang yang kemudia diisi dengan zat antimikroba yang akan diuji.29

2.5.2. Kriteria Daya Hambat

Pengukuran diameter zona hambat dilakukan untuk menggolongkan kekuatan antibakteri. Zona bening yang terdapat disekitar cakram kertas uji menandakan bahwa terjadi aktivitas daya hambat. Adanya zona bening disekitar cakram kertas merupakan daerah difusi dalam mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Kekuatan antibakteri dapat diketahui dengan mengukur besarnya diameter dari zona hambat yang terbentuk oleh ekstrak yang di uji. Kekuatan daya hambat bakteri dikatagorikan menurut Davis dan Stout dibagi atas : sangat kuat (zona bening > 20 mm), sedang (zona bening 5-10mm), lemah (<5mm).30

(29)

2.6 Kerangka Teori

Infeksi odontogenik

Penyebab

Bakteri Aerob dan Anaerob

Kronis Akut

Selulitis Abses

Abses Periapikal Abses Periodontal Ludwig Angina

Perawatan

Pemberian Antibiotika

Alternarif bahan antibiotik Daun sambung nyawa Ekstrak daun sambung nyawa

Meninaktivasi adhesi bakteri Menghambat pertumbuhan bakteri

Insisi dan Drainase

Pus

Isolat

Stafilokokus aureus

(30)

2.7 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Pertumbuhan Stafilokokus Larutan ekstrak tanaman obat aureus dengan pengukuran

diameter zona hambat

(31)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus pada infeksi odontogenik.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada : 1. Waktu : Juli-Agustus2018

2. Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU dan Laboratorium MIPA USU.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adakalah biakan Stafilokokus aureus yang di isolasi dari penderita infeksi odontogenik dari Laboraturium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.

3.4 Besar Sampel

Penentuan jumlah sampel dihitung menurut rumus Federer:

Rumus (k-1)(n-1)≥15

Keterangan : k = Jumlah kelompok perlakuan

n = Jumlah sampel dalam tiap kelompok

dalam penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif dan kontrol, konsentrasi daun sambung nyawa 70%, 80% dan100% sehingga berdasarkan rumus Federer di dapatkan jumlah sampel dari setiap kelompok perlakuan sebagai berikut :

(32)

(k-1).(n-1) ≥15 (5-1).(n-1) ≥15

4n.-4 ≥15

4n ≥19

n ≥4,75

sehingga jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 5.

3.5 Definisi Operasional No. Variabel Definisi

Cara Ukur Skala Ukur Hasil

Operasional Ukur

1 Zona hambat Daerah sekeliling Penggaris Diamter Numerik kertas cakram atau jangka zona

dengan yang tidak dengan hambat

panjang panjang 30 (mm)

ditemukan adanya cm, dengan pertumbuhan ketelitian 1 Stafilokokus mm

aureus

2 Konsentrasi Ekstrak dilarutkan Alat ukur s Jumlah Katagorik

ekstrak dengan dan ekstrak

sambung menggunkan timbangan sesuai

nyawa Dimetil dengan

Sulfoksida besar

(DMSO) dibuat konsentrasi

dengan beberapa konsentrasi 70%,80% dan 100%

3 Kontrol Kertas cakram Penggaris Diameter Katagorik

(33)

negatif kosong yang dengan zona direndam dalam panjang 30 hambat

DMSO cm, dengan

ketelitian 1 mm

4 Kontrol Penggaris Diameter

Positif dengan zona

panjang 30 hambat cm, dengan

ketelitian 1 mm

3.6 Identifikasi Variabel 3.6.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang apabila ia berubah akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daum sambung nyawadengan berbagai konsentrasi.

3.6.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang berubah akibat perubahan bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan Stafilokokus aureus.

3.7 Alur Penelitian

Pengumpulan Uji

daun sambung penghambat

pertumbuhan

nyawa bakteri

Pembuatan Konsentrasi Penyiapan

ekstrak daun ekstrak daun mikroba

sambungnya sambung

wa nyawa

(34)

3.8 Alat dan Bahan Penelitian 3.8.1 Alat Penelitian

 Autoclaf

 Cawan petri

 Gelas elenmeyer

 Galas ukus

 Gelas kimia

 Inkubator

 Lemari pendingin

Lamina air flow

 Lampu spritus

 Ose lurus

 Ose bulat

Rotary Evaporator

 Timbangan analitik

 Tabung reaksi

 Vial

3.8.2 Bahan penelitian

 Koloni bakteri

 Mueller Hilton agar

 DMSO

(35)

Gambar 6. Inkubator Gambar 7. Autoklaf

Gambar 8. Timbangan Gambar 9.Rotary evapator

Gambar 10. Tabung reaksi

(36)

3.9 Prosedur Penelitian 3.9.1 Pengumpulan sampel

Sampel yang digunakan diambil di sekitar tempat tinggal peneliti. Bagian yang akan digunakan di dalam penelitian yaitu daunnya.

3.9.2 Pembuatan simplisia

Daun sambung nyawa segar yang telah dikumpulkan sebanyak 2 kg, kemudian dicuci bersih dengan air yang mengalir. Kemudian dikeringkan dengan diangin- angikan pada suhu ruang dan terhindar dari matahari langsung. Simplisia yang telah kering, dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk, disimpan dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari.

3.9.3 Penentuan Kadar Air

Kadar air ditentukan dengan menimbang 2 g sampel. Sampel dimasukkan di dalam oven pada suhu 105°C selama 3-5 jam, kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, setelah itu sampel ditimbang.

Perlakuan ini dilakukan beberapa kali hingga berat sampel konstan. Kadar air dihitung berdasarkan rumus:

%% Kadar Air = x 100%

3.9.4 Prosedur pembuatan ekstrak kental

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengambil ekstrak adalah dengan cara maserasi. Masukkan 200 gram serbuk kering simplisia ke dalam wadah, kemudian tambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 2000 ml. Wadah ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan direndam selama 6 jam pertama sambil sekali- sekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam. Dipisahkan maserat dengan cara disaring menggunakan kain flanel, ulangi proses penyaringan sekurang-kurangnya dua kali. Dikumpulkan semua maserat, kemudian diuapkan menggunakan rotary

(37)

evaporator hingga diperoleh ekstrak kental yang kemudian diuapkan sampai terpisah dari etanol .

3.9.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Seluruh alat danyang akan digunakan dalam penelitian disterilisasi didalam autoclave selama 15 menit pada suhu sebesar 121o C dengan mengatur tekanan sebesar 1,5 atm setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan dan dibungkus dengan kertas atau aluminium foil.

3.9.6 Pembuatan Media Mueller Hilton Agar

Timbang 38 gram media agar, tambahkan 1 liter aquadest. Panaskan sampai mendidih untuk melarutkan media. Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit. Tunggu suhu sampai hangat (45˚C-50˚C), kemudian tuangkan ke dalam cawan petri steril. Simpan pada suhu 2-8˚C.

3.9.7 Penyiapan Mikroba

Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini ialah biakan Stafilokokus aureus yang di isolasi dari penderita infeksi odontogenik, dari Laboraturium Mikrobilogi Fakultas Kedokteran USU.

3.9.8 Permunian

Biakan Stafilokokus aureus diinkulasi pada media MHA dengan cara yaitu memanaskan ose diatas lampu spritus sampai membara lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi biakan murni Stafilokokus aureus, tetapi sebelum menyentuh sediaan. masukkan kedalam masing-masing media MHA dengan metode streak atau gores berulang ulang secara merata.

3.9.9 Pengenceran

Pengenceran bertujuan untuk menghasilkan beberapa konsentrasi yang akan digunakan dari ekstrak daun sambung nyawa yang dapat menghambat pertumbuhan

(38)

Stafilokokus aureus dan zona penghambatnya. Pengenceran dibuat 70%, 80% dan 100%.

3.9.10 Uji Daya Hambat

 Menyiapkan lima buah cawan petri berisi Mueller Hilton Agar (MHA) yang telah dioleskan dengan bakteri Stafilokokus aureus.

 Memanaskan ujung pinset agar streril.

 Menyiapkan 5 paper disk untuk menguji masing-masing konsentrasi daun sambung nyawa dan 1 disk kontrol positif dan 1 disk kontrol negatif.

 Merendam sejenak 5 paper disk kedalam bahan daun sambung nyawa masing-masing 70%, 80% dan 100%

 Memasukan 5 buah paper disk yang telah direndam dengan berbagai macam konsentrasi daun sambung nyawa,1 disk cloramphenicol sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatifkedalam cawan petri.

 Semua cawan petri diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37% C.

3.9.11 Zona inhibisi

Daya hambat diketahui berdasarkan pengukuran diameter zona inhibisi (zona bening atau daerah jernih tanpa pertumbuhan mikroorganisme) yang terbentuk disekitar paper disk. Pengukuran tersebut menggunakan jangka sorong dan dinyatakan dalam millimeter.

3.10 Analisa Data

Hasil data yang dieroleh dari hasil penelitian di Laboraturium diolah dengan statistic yaitu Analysis Of Varians (ANOVA).

(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas ekstrak daun sambung nyawa (Gynura procumbens) terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus isolat pus infeksi odontogenik. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan Stafilokokus aureus isolat pus infeksi odontogenik. Sampel bakteri Stafilokokus aureus diperoleh dari Laboraturium Mikrobiologi Fakulstas Kedokteran USU.

Setelalah mendapatkan ekstrak daun sambung nyawa, dilakukan pengenceran di laboraturium yaitu memakai Dimetil sulfoksida (DMSO) untuk memperoleh masing-masing ekstrak dengan konsentrasi 70%, 80% dan 100%. Menyediakan DMSO sebagai kontrol negatif dan cloramphenicol sebagai kontrol positif.

Setelah itu dimasukkan minimal 5 disk cakram pada masing-masing tabung atau botol yang mempunyai bahan uji dan dibiarkan selama beberapa menit.

Kemudian siapkan 3 petri yang berisi Mueller Hilton Agar (MHA) untuk tiga konsentrasi ekstrak daun sambung nyawa dan 2 petri yang berisi MHA untuk kontrol positif dan negative. Kemudian ambil supensi bakteri Stafilokokus aureus dengan menggunakan ose yang telah disterilkan lalu masukkan kedalam masing-masing kemedia MHA dengan metode streak atau gores berulang ulang secara merata.

Gambar 11. Ekstrak daun sambung nyawa

(40)

70% 80% 100

Gambar 12.konsentrasi ekstrak daun sambung nyawa

4.1 Zona Hambat Ekstrak Daun Sambung Nyawa Terhadap Pertumbuhan Stafilokokus aureus

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian ini, ditemukan zona hambat atau zona bening disekitar cakram yang berisi bahan ekstrak daun sambung nyawa dengan konsentrasi 70% 80% 100% dan kontrol positif sedangkan DMSO tidak menunjukan daya hambat terhadap Stafilokokus aureus yang terbentuk.

Gambar 13. Zona hambat yang terbentuk dari beberapa konsentrasi

Gambar 14.Kontrol positif

(41)

Gambar 15. Kontrol negatif

Tabel 4.1 Diameter zona hambat ekstrak daun sambung nyawa untuk lima kali pengulangan.

Diameter Daya Hambat (mm)

Perlakuan Uji 1 Uji 2 Uji 3 Uji 4 Uji 5 Rata-rata

70 20 12 14 16 17 15,8

80 22 21 20 19 17 19,8

100 23 22 21 20 20 21,2

Cloramphenicol 31 31 31 31 31 31

DMSO 0 0 0 0 0 0

Tabel 4.2 Perbedaan rata-rata zona hambat ekstrak daun sambung nyawa 70%, 80%, 100%, Cloramphenicol dan DMSO.

Kelompok Perlakuan n Rerata±Standar Deviasi ANOVA

DMSO 5 0±0

Cloramphenicol 5 31±0

p = 0,000

70% 5 15.8±3.03315

80% 5 19.8±1.92354

100% 5 21.2±1.30384

Hasil yang diperoleh dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa dari lima kali pengulangan rata-rata zona hambat bahan coba ekstrak daun sambung nyawa konsentrasi 70% (15,8mm), konsentrasi 80% (19,8mm), konsentrasi 100% (21,2mm), DMSO (0,0 mm) dan Cloramphenicol (31mm). Ternyata hasil yang paling tinggi zona

(42)

hambatnya adalah cloramphenicol dan untuk ekstrak daun sambung nyawa adalah pada konsentrasi 100%.

Tabel 4.3 Perbandingan Setiap Konsentrasi dalam Membentuk Zona Hambat

Kelompok DMSO Cloramphenicol 70% 80% 100%

Perlakuan

DMSO -

Cloramphenicol p = 0.000

70% p = 0.000

80% p = 0.000

100% p = 0.000

p = 0.000 - p = 0.000 p = 0.000 p = 0.000

p = 0.000 p = 0.000

- p = 0.001 p = 0.000

p = 0.000 p = 0.000

p = 0.000 p = 0.000

p = 0.001 p = 0.000

- p = 0.210

p = 0.210 -

Jika pada uji ANNOVA dapat dilihat bahwa P adalah 0,00. Hal ini berarti didapatkan hasil nilai p<0,05 yaitu nilainya signifikan maka selanjutnya dilakukan analisa post hoc, analisa ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat tiap kelompok konsentrasi yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus dengan cara membandingkan setiap kelompok konsentrasi. Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa seluruh konsentrasi memiliki perbandingan yang signifikan, kecuali pada konsetrasi 80% dan 100% didapatkan nila p = 0,210 > 0,05 yang artinya, konsentrasi tersebut memiliki daya hambat yang tidak berbeda secara signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus. Hasil penelitian ini menunjukan hipotesis diterima yaitu terdapat pengaruh ekstrak daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus.

(43)

Zonahambat

Diagram 4.1 Rata-rata zona hambat konsentrasi ekstrak daun sambung nyawa, kontrol negatif dan cloramphenicol.

(44)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas ekstrak daun sambung nyawa (Gynura Procumbens) terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus isolat pus infeksi odontogenik. Untuk melihat efektivitas antibakteri daun sambung nyawa dilakukan dengan metode difusi media Mueller Hilton Agar(MHA). Zona hambat merupakan daerah atau wilayah jernih yang tampak disekeliling kertas cakram, zona yang terbentuk dilihat setelah media uji diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37˚C.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper.

Pembuatan ekstrak daun sambung nyawa dilakukan dengan metode maserasi.

Masukkkan 200 gram serbuk kering simplisia ke dalam wadah, kemudian tambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 2000 ml yang kemudian diuapkan sampai bebas dari pelarut dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu sehingga didapatkan ekstrak kental.

Menurut Davis dan Stout klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri yang dilihat berdasarkan diameter zona bening terdiri dari atas 4 kelompok yaitu respon lemah (diameter ≤ 5mm), sedang (diameter 5-10 mm), kuat (diameter 10-20 am) dan sangat kuat (diameter ≥20 mm). Berdasarkan klasifikasi tersebut didapatkan hasil bahwa konsentrasi ekstrak daun sambung nyawa memiliki efek terhadap pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus dengan kategori kuat pada konsentrasi 70% , 80% dan pada konsentrasi 100% didapatkan hasil dengan katogeri sangat kuat.20

Perlakuan dengan ekstrak daun sambung nyawa konsentrasi 70%, 80% dan 100% dinyatakan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat. Pada hasil juga menunjukan, semakin tinggi konsentrasi semakin besar zona hambat yang terbentuk disekeliling kertas cakram.20

(45)

Meningkatnya konsentrasi zat menyebabkan meningkatnya kandungan senyawa aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuan dalam membunuh suatu bakteri juga semakin besar.37

Pada Penelitian Ariyanti dkk.(2007) menyatakan bahwa ekstrak tanaman sambung nyawa aktif sebagai antibakteri. Tanaman sudah dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri pada usia panen 4 bulan. Tanaman ini lebih aktif terhadap bakteri S.aureus dari pada E.coli dan S.typhimurium.13

Kandungan dalam daun sambung nyawa yang menjadi zat antibakteri adalah flavonoid dan tanin.Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif pada tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Struktur flavanoid memiliki hubungan dengan aktivitasnya sebagai antibakteri sedangkan tanin mampu berikatan membentuk komplek dengan enzim bakteri ataupun substrat, kemudian memasuki sel bakteri melalui dinding sel bakteri.6,8

Tanin memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Toksisitas tannin dapat merusak membran sel bakteri, mekanisme kerja senyawa tanin dalam menghamat sel bakteri yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat sel bakteri yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transport zat dari sel satu ke sel lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat. Tanin dapat membentuk komplek dengan protein dan interaksi hidrofobik, jika terbentuk ikatan hydrogen antara lain tanin dengan protein enzim yang terdapat pada bakteri maka kemungkinan akan terdenaturasi sehingga metabolism bakteri terganggu, selain itu dengan adanya tanin (asam tanat) maka akan terjadi penghambat metabolisme sel, mengganggu sintesa dinding sel dan protein dengan menggagu aktivitas enzim.37

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba dapat dibagi menjadi 3 yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel dan menghambat metabolisme energi.Mekanisme antibakteri flavonoid menghambat sintesis asam nukleat adalah cincin A dan B yang memegang peran penting dalam proses interkelasi atau ikatan hydrogen dengan menumpuk basa asam nukleat yang menghambat pembentukan DNA dan RNA.

(46)

Mekanisme flovonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa komopleks terhadap protein ekstraseluler yang menggangu keutuhan membran sel bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel bakteri tanpa diperbaiki lagi.Sedangkan kerja flavonoid dalam menghambat metabolisme energi adalah dengan menghambat penggunaan oksigen oleh bakteri38

(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian uji efektivitas daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus isolat pus infeksi odontogenik dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak daun sambung nyawa memiliki efek antibakteri terhadap

pertumbuhan Stafilokokus aureus pada konsentrasi 70%, 80% dan 100%

2. Terdapat perbedaan zona hambat ekstrak daun sambung nyawa terhadap pertumbuhan Stafilokokus aureus pada konsentrasi 70%, 80% dan 100%

dimana pada konsentrasi 100% memiliki rata-rata diameter zona hambat terbesar yaitu 21,2 mm yang termasuk katagori sangat kuat, diikuti ekstrak daun sambung nyawa pada konsentrasi 80 % sebesar 19,8 dan pada konsentrasi 70% sebesar 15,8 termasuk kategori kuat

3. Konsentari ekstrak daun sambung nyawa yang efktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus ada pada konsetrasi 100% dimana pada konsentrasi ini didapatkan hasil 21,2 yang termasuk kategori sangat kuat

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan hal-hal sebagao berikut:

a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang efektivitas antibakteri ekstrak daun sambung nyawa dengan konsentrasi dan metode yang berbeda untuk menghambat pertumbuhan bakteri Stafilokokus aureus.

b. Perlu dilakukan penelitian efektivitas ekstrak daun sambung nyawa terhadap bakteri patogen dalam rongga mulut.

(48)

c. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai kemampuan daun sambung nyawa apabila diaplikasikan sebagai bahan pasta dan antiseptik rongga mulut.

(49)

Daftar Pustaka

1. Triana D. Frekuensi β-Lactmase hasil staphylococus aureus secara iodometri di laboraturium mikrobiologi fakultas kedokteran universitas andalas. Jurnal gradiedn 2014;10(2) : 992-95.

2. Mahmodi B, Weusman J, Braun B, Walter C, Willerhausen B. Odontogenic infection: A 1- yea restrospective study. The jurnal of contempry dental practice 2015;16(4): 253-58.

3. Toppo s. Tajirin A. Abses spasium temporal akibat infeksi odontogenik. JKG UH 2013;1-10.

4. Dahong F. Abses dentogen subkutan. Dentofasial 2009;8(2): 19-73.

5. Setiawan A. Peningkatan resistensi kultur bacteria staphylococus aureus terhadap amoxillin mengggunakan metode adaptif gradual. Jurnal farmasi Indonesia 2013;7(3): 191.

6. Minasari, Amelia S, Sinurat J. Efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap petumbuhan staphylococus aureus dari abses. Makkasar Dent J 2016;5(2): 34-9.

7. Komariah A. Efektivitas antibakteri nanokitosan terhadap pertumbuhan staphylococus aureus (invitro). Jurnl FKIP 2014;11(1): 371-77.

8. Suteja IKP. Identifikasi dan uji aktivitas senyawa flavonoid dari ekstrak daun trembesi (Albizia saman(jacq).Merr) sebagai antibakteri escherichiacoli. Jurnal Kimia 2016;10(1): 141-48.

9. Afifurrahman, Samadin KH, Aziz S. Pola kepekaan bakteri staphylococus aureus terhadap antibiotic vancomysin di RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Mks th 2014;4(6): 266-70.

10. Pangemanan A, Fatimawali, Budiarso F. Uji daya hambat rimpang kunyit (curcum longa) terhadap pertumbuhan bakteri staphylococus aureus dan pseudomonas sp. Jurnal e-Biomedik 2016;4(1): 81-85.

(50)

11. Simarmata R, Lekatompessy S, Sukirman H. Isolasi mikroba endofit dari tanaman obat sambung nyawa (gynura prcumbens) dan analisis potensinya sebagai antimikroba. Berk. Penel 2007;85-95.

12. Sinaga MS, Siagian PD, Ariska R. Pemanfaatan ekstrak daun sambung yawa (Gynura procumbens[lour]Merr) sebagai antioksidan pada minyak kelapa menggunakan pelarut metanol. Jurnal teknik kimia USU 2017;6(2): 41-47.

13. Aryanti, Harsojo, Syafria Y, Ermayanti TM. Isolasi uji antibakteri batang sambung nyawa (gynura procumbens) umur panen 1,4 dan 7 bulan. Jurnal bahan alami Indonesia 2007;6(20): 43-45.

14. Musanti D, Fachriyah E, Kursini D. Isolasi identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa flavonoid daun sambung nyawa (gynura procumbens[lour]Merr). Reorientasi biokteknologi dan pembelajarannya untuk menyiapkan generasi Indonesia berdasarkan enterepreneurship 2016;315-21.

15. Putri NSE. Tijitrasmi A. Aktivitas gynura procumbens untuk terapi farmakologi: sebuah review. Farmaka Suplemen 2017;15(1): 213-21.

16. Rchma T, Untara RTE. Perawatam saluran akar satu kunjungan pada gigi molar pertama kanan mandibula nekrosis pulpa dengan abses periapikal dan fistula. Majalah Kedokteran Gigi 2011;18(1):117-21.

17. Kiswaluyo. Perawatan periodontal pada puskesmas sumberasari, puskesmas wuluhan dan rs bandowoso. JK.G Unej 2013;10(3):115-20.

18. Gonul O, Aktop S, Satilmis T, Garip H, Goker K. A textbook of advanced oral and maxillofacial surge Oral and maxillofacial surgery. London: Intechopen, 2013;48-64.

19. Utami p, Puspaningtyas DE. The miracle of herbs. Ed. Q Jakarta: PT agro media pustaka 2013;163-66.

20. Tan HL, Chan KG, Pusparajah P, Lee LH, Goh BH. Gynura procumbens: AN overview of the biological activities. Frontiers in pharmacology 2016;(7):1-3.

21. Hoe SZ, Lee CN, Mok SL, Kamaruddin MY, Lam SK. Gunura procumbens merr. deacreases blood pressure in raty by vasodilatation via inhibition of calcium channels. Clinnics 2011;66(1): 143-50.

(51)

22. Lumbessy M, Abidujulu L, Jessy JEP 2013. Uji total flavonoid pada beberapa tanaman obat tradisional di desa waitina kecamatan mangoli timur kepulauan sula provinsi maluku utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online 2013;2(1): 50-55.

23. Juliantina F, Citra DA, Nirwani B, Nurmasitoh T, Bowo ET. Manfaat sirih merah (piper crocatumi) sebagai agen antibakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia 2009;1(1):30-35.

24. Brooks GF, Carrol KC, Butel JS, Morse SA, Mistzener TA, Melnick and Adelberg Medical Microbiologi. The McGraw-hill Companies 2012;194-8.

25. Soedarto. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: anggota IKAP 2015.194-98.

26. Mukriani. Ekstraksi Pemisahan senyawa dan identifikasi senyawa aktif.Jurnal Kesehatan 2014;7(2):361-67.

27. Putra AAB, Bogariani NW, Diantariani NP, Sumadewi NLU. Ekstraksi warna alam dari bonggol tanaman pisang (musa paradiasciaca l.) dengan metode maserasi, refluks, dan sokletasi. Jurnal Kimia 2014;8(1):113-19.

28. Jawetz, Melnick, Adebelg’s. Mikrobiologi kedokteran. Salemba Medika.

Jakarta: Buku Kedokteran 2008.204-7.

29. Pratiwi ST. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Airlangga 2008.188-91.

30. Bian Fahri, Febby E.F. Kondou. Marhaenus J.Rumondur. Daya hambat ekstrak etanol schimatoglotti sp terhadap bakteri staphylococus aureus dan escherichia coli. Jurnal Ilmiah Sains 2015;15(2):150-53.

31. Supriyadi. Pedoman interpretasi radiografi lesi-esi di rongga mulut.J.K.G Unej 2012;9(3):134-39.

32. Fragiskos D. Oral Sugery. Greece: Springer 2007.206-7.

33. Baliji SM. Oral and maxillofacial surgery.1Sted. New Delhil: Elsevier 2007.133-34.

34. Hariana A.Tumbuhan obat dan khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya 2015.312-13.

35. Nasution M.Pengantar mikrobiologi. Medan USU press, 2014: 58-60.

36. Harti AS. Mikrobiologi kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi Offset 2015.9-11.

(52)

37. Roslizawati, Ramadani NY, Fakhrurrazi, Herrialfian. Aktivitas antibakterial ekstrak etanol dan rebusan sarang semut (Myrmecodia sp) terhadap bakteri Eschericha coli. Jurnal Medika Veterinaria 2013;7(2) 91-94.

38. Ernawati, Sari K, Kandungan senyawa kimia dan aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah alpukat (persea Americana p.mill) terhadap bakteri vibrio alginolyticus. Jurnal Kajian Veteriner 2015;3(2) 203-211.

(53)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NamaLengkap : Khairida Nurul Hadi

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 11 September 1996 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. tanjung Permai raya Komp.btn No.5

Orangtua :

Ayah : Hadi Sucipto

Ibu : Khairani Fitri

RiwayatPendidikan :

1. 2001-2002 : TK Sholeha

2. 2003-2008 : SD Muhamddiyah 31 3. 2009-2011 : SMP Negri 1 Medan 4. 2011-2014 : SMA Negri 4 Medan

5. 2014-2018 : S1-1 FakultasKedokteran Gigi USU,Medan

(54)

RINCIAN PENELITIAN

1. Biaya pembuatan proposal : Rp 1.000.000,- 2. Biaya bahan penelitian : Rp 1.000.000,- 3. Biaya Statistik : Rp 300.000,- Biaya ditanggung oleh peneliti sendiri

Peneliti

Khairida Nurul Hadi

(55)

JADWAL KEGIATAN

(56)

Daun sambung nyawa Daun sambung nyawa yang sudah dikeringkan

Pembuatan serbuk simplisia Serbuk simplisia

Simplisia direndam dengan etanol 70% Hasil maserat yang diperoleh

Ekstrak kental yang diperoleh

(57)

SURAT KETERANGAN ETHICAL CLEARANCE

(58)

SURAT KETERANGAN FMIPA USU

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian komunikasi bahaya ( Hazard Communication ) kepada pekerja baik lisan, tulisan maupun verbal merupakan unsur yang sangat penting dalam menunjang budaya

Gambar 4.8 Diagram Jaringan Kerja Awal dengan Waktu Rata-rata 57 Gambar 4.9 Usulan Diagram Jaringan dengan Waktu Rata-rata 58 Gambar 4.10 Berbagai Jenis Waktu pada Setiap

Hasil tindakan secara empirik yaitu: melalui penerapan metode simulasi dapat meningkatkan hasil belajar TIK materi menggunakan perangkat lunak pengolah kata word

Penelitian kualitatif tentang permasalahan membaca pemahaman pada siswa tunarungu berat atau tuli di SMALB kelas XI di SLB Pembina Nasional Malang menunjukkan bahwa siswa tunarungu

penambahan pembangkit baru ke dalam sistem grid tersebut tetap menjamin sistem dalam margin stabilitasnya yang terdiri dari: indeks stabilitas tegangan (IST) dan

Seberapa lama infrastruktur standby power dapat menyokong beban listrik suatu data center dinamakan run time, dan prinsip utama yang dipegang untuk menentukan run time

Pratama, KUD dan BUMD memberikan hasil bahwa pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit tersebut layak dan menguntllngkan untllk dilaksanakan. Dari kajian yang dilakukan pada

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik dan kandungan senyawa kimia dari simplisia dan ekstrak etilasetat daun pugun tanoh serta