Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan NIP
Bebas
158
0
0
Teks penuh
(2) ABSTRAK Beton Prategang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat misalnya dalam jembatan. Gelagar jembatan beton prategang dewasa ini terdiri beberapa jenis bentuk penampang dengan spesifikasi yang sesuai standard seperti U Girder, Box Girder, I Girder, dan Precast Double Tee Beam. Precast Double Tee Beam (PDT) adalah inovasi terbaru dalam dunia konstruksi jembatan yang didesain sebagai gelagar utama, yang dewasa ini belum diterapkan di Indonesia. Pada tugas akhir ini penulis akan mengkaji kelayakan pemakaian Precast Double Tee pada konstruksi jembatan bentang menengah statis tak tentu secara khusus dalam analisa gaya prategangnya dengan metode pratarik (pretension method) sehingga didapat informasi mengenai besarnya kabel prategang yang digunakan, analisa lendutan, dan kehilangan gaya prategangnya kemudian kontrol dan analisa tegangan dilakukan sesuai persyaratan building code. Sebagai pembanding penulis akan membandingkan kajian Precast Double Tee dengan Precast I Girder sebagai profil gelagar yang telah lazim digunakan di Indonesia dengan ruang lingkup analisis yang sama sehingga didapat juga informasi mengenai tingkat keekonomisan dari segi struktural diantara kedua gelagar tersebut. Adapun dasardasar dalam analisis dan perencanaan ini mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (RSNI-T-12-2004), Standar Pembebanan Jembatan (RSNIT-02-2005), Standar Penampang dari PCI. Hasil dari pengkajian ini adalah bentuk desain Precast Double Tee yang layak pakai sebagai gelagar jembatan sesuai persyaratan jembatan yang ada di Indonesia dan diperoleh nilai perbandingan tingkat keekonomisan dari segi struktural antara Precast Double Tee dan Precast I Girder. Kata kunci : precast double tee, pretension method, analisa tegangan, statis tak tentu.. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(3) KATA PENGANTAR Segala syukur, puji dan hormat bagi Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah menolong dan memberikan kasih karuniaNya kepada saya, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana teknik sipil bidang Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul : “KAJIAN GAYA PRATEGANG PRECAST DOUBLE TEE PADA KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 20M+20M”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu studi tentang beton precast yang menganalisa. perencanaan. gelagar. jembatan. bentang. menengah. dengan. menggunakan penampang yang belum diterapkan di Indonesia yaitu Precast Double Tee beam, yang khusus mengkaji gaya prategangnya sehinggga didapat informasi tentang perencanaan kabel prategang, lendutan serta besarnya kehilangan gaya prategang. Penampang Precast Double Tee beam ini juga akan akan dibandingkan dengan penampang yang sudah biasa digunakan di Indonesia yaitu Precast I Girder Beam, dengan metode analisis dan pengkajian yang sama, sehingga didapat juga informasi tentang tingkat keekonomisan diantara keduanya dari segi analisis struktural. Tugas akhir ini dapat disusun berkat adanya bimbingan dan kerjasama beberapa dosen maupun mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Disamping itu penulis juga mencari literature yang berhubungan dengan perencanaan tersebut. Saya menyadari bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada. iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(4) kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang sangat saya kasihi, Ayah saya P.Lumbantobing, dan Ibu saya, D.Simanjuntak yang tetap setia mendoakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih banyak kepada beberapa pihak yang berperan penting, yaitu : 1. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing saya, yang sudah menjadi inspirasi saya dan telah memberikan dukungan, masukan, waktu, tenaga serta pikiran dalam membantu saya menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir.Syahrizal, M.Sc selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 3. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini kepada saya. 4. Kakak dan abang kandung yang sangat saya kasihi, Elfi Suryani Lumbantobing, Sarah Sartika Lumbantobing, Andrian Suwardi Putra Lumbantobing, Irwan Rikky Lumbantobing, keluarga bg Freddy Hutagalung dan kak Eva Lumbantobing serta keponakan saya Darren A M Hutagalung. yang. selalu. mendukung didalam. segala hal. dalam. menyelesaikan Tugas Akhir ini. 5. Adik-adik kelompok saya Teofilus, Tuti Oktavianita, Rebeca Meinita, Joshua Nainggolan, Sem Kennedy dan Quasimodogeniti, Lintong Situmorang, Oshinda M Simangunsong, yang senantiasa mendukung dalam doa.. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(5) 6. Teman-teman satu kelompok saya, Lae Ronald Berutu, Sintong Butarbutar, Immanuel Butarbutar, Tambang Manik, Aditya Pratama Manalu, Brian H Pardosi, Joshua Manggala, dan kepada abang kelompok saya bg Elwis Sitorus, ST, dan Sahputra Munthe ST 7. Teman-teman seperjuangan saya di koordinasi UP FT, Miska, Ami, Nelson, Frans, Romario, Yogi, Anita, Elfrida, Mien, Grace, Juang, Winda, Adven, Ronald, Tambang, Sintong, Lina, Shelly, Putri, dan Wika. 8. Teman-teman sepelayanan, Ruth G Malau, Masita Lumbantoruan, Talenta Panggabean, Trisno Simanungkalit, Ester Gultom, Ardi Ginting, dan rekan-rekan yang lain. 9. Teman-teman seperjuangan saya di kampus, Frans Nainggolan, Luccas Anthonio, Erick Gultom, Ecy, Astrya, Michan, Rinaldi, Hizkia, Hendra, Novita, Claudya, Ahmed, dan rekan-rekan sipil USU 2012 yang lain. Walaupun dalam penyusunan Tugas Akhir ini Penulis telah berusaha untuk mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, penulis sadar Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga Tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca.. Medan,. November. George S Lumbantobing Penulis. v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(6) DAFTAR ISI. ABSTRAK ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR NOTASI ................................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 I.1 Latar Belakang ...............................................................................................1 I.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................8 I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................8 I.4 Aplikasi ..........................................................................................................9 I.5 Batasan Masalah ...........................................................................................10 I.6 Metode Penulisan .........................................................................................11 I.7 Sistematika Penulisan ...................................................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................13 II.1 Jembatan ......................................................................................................13 II.1.1 Umum....................................................................................................13 II.1.2 Klasifikasi Jembatan .............................................................................13 II.2 Beton Prategang ...........................................................................................15 II.2.1 Prinsip Mekanika dan Konsep Dasar ....................................................15. vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(7) II.2.2 Material .................................................................................................24 II.2.2.1 Beton .............................................................................................24 II.2.2.2 Baja ................................................................................................29 II.2.3 Sistem Statis Tak Tentu ........................................................................32 II.2.3.1 Pengaruh Prategangan Struktur Statis Tak Tentu ..........................34 II.2.3.2 Pola Tendon Menerus ....................................................................36 II.2.3.3 Defenisi dan Istilah Umum ............................................................37 II.2.4 Sistem Prategang ...................................................................................39 II.2.4.1 Sistem Pratarik (Pretensioned System)..........................................39 II.2.4.2 Sistem Pascatarik (Posttensioned System).....................................40 II.2.5 Kehilangan Gaya Prategang ..................................................................42 II.3 Precast Double Tee (NEXT Beam) .............................................................45 II.4 Konsep Analisa Gaya Prategang ..................................................................49 II.5 Pembebanan Jembatan .................................................................................50 II.5.1 Aksi Tetap ........................................................................................51 II.5.2 Aksi Lalu Lintas ...............................................................................53 II.5.3 Aksi Lingkungan ..............................................................................58 BAB III METODE ANALISA ..............................................................................61 III.1 Bagan Alir Analisa .....................................................................................61 III.2 Asumsi Dasar..............................................................................................62 III.3 Pemilihan Sistem Beton Prategang ............................................................62 III.4 Pembebanan Struktur Prategang .................................................................63 vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(8) III.5 Persyaratan Tegangan Ijin Bahan ...............................................................63 III.6 Desain Penampang Balok Beton Prategang ...............................................65 III.6.1 Desain Penampang Precast Double Tee Beam ....................................65 III.6.2 Desain Penampang Precast I Girder Beam .........................................66 III.6.3 Mechanical Properties Penampang .....................................................68 III.7 Kondisi Tegangan .......................................................................................69 III.7.1 Batas-Batas Tegangan Serat Atas dan Serat Bawah ............................69 III.7.2 Gaya Prategang ....................................................................................71 III.7.3 Analisis Tegangan untuk Balok Komposit ..........................................73 III.8 Perencanaan Kabel Prategang ....................................................................73 III.9 Lendutan Balok Prategang .........................................................................74 BAB IV APLIKASI DAN PEMBAHASAN .........................................................76 IV.1 Profil Jembatan ...........................................................................................76 IV.2 Data Struktur Jembatan dan Penentuan Bahan ..........................................77 IV.3 Preliminary Design Precast Double Tee ....................................................77 IV.3.1 Perencanaan Penampang Gelagar........................................................78 IV.3.2 Perhitungan Mechanical Properties .....................................................79 IV.3.2.1 Penampang Sebelum Komposit ...................................................79 IV.3.2.2 Penampang Komposit ..................................................................82 IV.4 Analisa Pembebanan Precast Double Tee ..................................................86 IV.4.1 Analisa Aksi Tetap ..............................................................................86 IV.4.2 Analisa Aksi Lalu Lintas .....................................................................87 viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(9) IV.4.3 Analisa Aksi Lingkungan ....................................................................88 IV.5 Analisa Struktur Pembebanan Precast Double Tee ....................................89 IV.6 Analisa Tegangan dan Gaya Prategang Precast Double Tee .....................91 IV.7 Analisa Momen Sekunder Precast Double Tee ..........................................95 IV.8 Perencanaan Kabel Prategang Precast Double Tee ..................................102 IV.9 Analisa Kehilangan Gaya Prategang Precast Double Tee .......................102 IV.10 Analisa Lendutan Precast Double Tee ...................................................106 IV.11 Preliminary Design Profil I Girder .........................................................108 IV.12 Perhitungan Mechanical Properties I Girder ..........................................112 IV.12.1 Penampang Sebelum Komposit.......................................................112 IV.12.2 Penampang Setelah Komposit .........................................................114 IV.13 Analisa Pembebanan Precast I Girder ....................................................116 IV.13.1 Analisa Aksi Tetap ..........................................................................116 IV.13.2 Analisa Aksi Lalu Lintas .................................................................117 IV.14 Analisa Struktur Pembebanan Precast I Girder ......................................119 IV.15 Analisa Tegangan dan Gaya Prategang I Girder ....................................121 IV.16 Analisa Momen Sekunder Precast I Girder ............................................125 IV.17 Perencanaan Kabel Prategang Precast I Girder ......................................131 IV.18 Analisa Kehilangan Gaya Prategang Precast I Girder ...........................132 IV.19 Analisa Lendutan Precast I Girder .........................................................136 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................138 V.1 Kesimpulan ................................................................................................138 ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(10) V.2 Saran ..........................................................................................................139 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xviii. x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(11) DAFTAR GAMBAR. Gambar 1.1. Jenis-jenis penampang gelagar jembatan prategang ........................1. Gambar 1.2. Potongan Melintang Jembatan New Bridge in York Maine ............3. Gambar 1.3. Ereksi Precast Double Tee ...............................................................3. Gambar 1.4. New Bridge in York Maine ..............................................................3. Gambar 1.5. Tampak samping jembatan ..............................................................7. Gambar 1.6. Potongan A-A ..................................................................................8. Gambar 1.7. Penampang Double jembatan type NEXT 36 F ...............................8. Gambar 2.1. Tendon konsentris hanya gaya prategang P ...................................17. Gambar 2.2. Tendon konsentris gaya prategang P dan beban merata ................18. Gambar 2.3. Tendon eksentris hanya gaya prategang P .....................................18. Gambar 2.4. Tendon eksentris gaya prategang P dan beban merata...................19. Gambar 2.5. Diagram tegangan beton prategang ................................................20. Gambar 2.6. Momen Penahan Internal pada beton prategang dan betulang.......22. Gambar 2.7. Beton Prategang dengan Tendon parabola .....................................23. Gambar 2.8. Tipikal diagram tegangan regangan beton .....................................29. Gambar 2.9. Jenis-jenis baja yang digunakan untuk beton prategang ................30. Gambar 2.10 Reaksi Redundan dan Momen sekunder pada Balok prategang menerus .........................................................................................35 Gambar 2.11 Pola tendon monolitik ...................................................................36 Gambar 2.12 Pola tendon non monolitik ............................................................37. xi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(12) Gambar 2.13 Garis tekan pada suatu balok Prategang menerus .........................38 Gambar 2.14 Tahapan proses beton prategang sistem pratarik ..........................40 Gambar 2.15 Tahapan proses beton prategang sistem pascatarik .......................41 Gambar 2.16 Proses stressing dan reinforcing ....................................................47 Gambar 2.17 Proses ereksi di pabrik ..................................................................47 Gambar 2.18 Proses transportasi ke lapangan ....................................................47 Gambar 2.19 Proses ereksi di lapangan ..............................................................47 Gambar 2.20 Penampang NEXT BEAM F .........................................................48 Gambar 2.21 Penampang NEXT BEAM D ........................................................49 Gambar 2.22 Gambar beban D ...........................................................................54 Gambar 2.23 Pembebanan Truk “T”....................................................................56 Gambar 2.24 Pembebanan untuk pejalan kaki ....................................................58 Gambar 3.1. Grafik penentuan jenis dimensi gelagar NEXT Beam ..................66. Gambar 3.2. Bagan untuk dimensi pendahuluan penampang beton prategang ..67. Gambar 3.3. sketsa penampang precast double tee ............................................68. Gambar 3.4. Tegangan akibat prategang, beban mati, dan beban terpasang ......70. Gambar 3.5. Analisis tegangan komposit Balok T Ganda .................................73. Gambar 4.1. tampak samping jembatan .............................................................76. Gambar 4.2. potongan A-A jembatan ................................................................76. Gambar 4.3. NEXT BEAM Section Properties .................................................78. Gambar 4.4. NEXT Beam Type 36.....................................................................78. Gambar 4.5. bagian potongan penampang Double Tee .....................................79 xii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(13) Gambar 4.6. lebar efektif pelat komposit double tee .........................................82. Gambar 4.7. Bagian-bagian penampang komposit double tee ...........................83. Gambar 4.8. Analisa struktur akibat beban mati (b.sendiri) ...............................90. Gambar 4.9. Analisa struktur akibat beban mati (b.tambahan) ..........................90. Gambar 4.10 Analisa struktur akibat beban hidup ..............................................91 Gambar 4.11 Analisa Momen Sekunder Double Tee .........................................97 Gambar 4.12 Diagram Kontrol Tegangan keadaan transfer (tumpuan) PDT .....99 Gambar 4.13 Diagram kontrol tegangan keadaan service (tumpuan) PDT ........99 Gambar 4.14 Diagram Kontrol Tegangan keadaan transfer (lapangan) PDT ...101 Gambar 4.15 Diagram Kontrol Tegangan keadaan service (lapangan) PDT ...101 Gambar 4.16 Diagram Kontrol Tegangan keadaan service (tumpuan) PDT dengan kehilangan teoritis ...........................................................105 Gambar 4.17 Diagram Kontrol Tegangan keadaan service (lapangan) PDT dengan kehilangan teoritis ...........................................................106 Gambar 4.18 Bagan dimensi pendahuluan penampang beton prategang ..........108 Gambar 4.19 Penampang Profil I girder yang direncanakan ............................111 Gambar 4.20 Potongan melintang jembatan dengan Profil I Girder ................111 Gambar 4.21 Potongan Melintang Penampang I Girder ...................................112 Gambar 4.22 lebar efektif pelat komposit I Girder ...........................................114 Gambar 4.23 Potongan Melintang Penampang I girder Komposit ...................115 Gambar 4.24 Analisa struktur akibat beban mati (b.sendiri) I Girder ...............119 Gambar 4.25 Analisa struktur akibat beban mati (b.tambahan) I Girder ..........120. xiii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(14) Gambar 4.26 Analisa struktur akibat beban hidup I Girder ...............................120 Gambar 4.27 Analisa Momen Sekunder I Girder .............................................126 Gambar 4.28 Diagram Kontrol Tegangan keadaan transfer (tumpuan) PIG ....128 Gambar 4.29 Diagram kontrol tegangan keadaan service (tumpuan) PIG .......129 Gambar 4.30 Diagram Kontrol Tegangan keadaan transfer (lapangan) PIG ....130 Gambar 4.31 Diagram Kontrol Tegangan keadaan service (lapangan) PIG .....131 Gambar 4.32 Diagram Kontrol Tegangan keadaan service (tumpuan) PIG dengan kehilangan teoritis .......................................................................135 Gambar 4.33 Diagram Kontrol Tegangan keadaan service (lapangan) PIG dengan kehilangan teoritis ...........................................................135. xiv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(15) DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 tipikal baja prategang ..........................................................................31 Tabel 2.2 Types from CPCI metric design manual .............................................32 Tabel 2.3 Jenis-jenis kehilangan gaya prategang (N Krishna Raju ) ...................42 Tabel 2.4 Jumlah lajur lalu lintas rencana ..........................................................53 Tabel 2.5 Koefisien seret Cw ..............................................................................59 Tabel 2.6 Kecepatan angin rencana ....................................................................59 Tabel 4.1 Perhitungan titik berat dan momen inersia penampang Double Tee ...79 Tabel 4.2 Perhitungan propertis penampang komposit double tee .....................84 Tabel 4.3 Perhitungan mechanical properties penampang I Girder ..................112 Tabel 4.4 Perhitungan mechanical properties penampang I girder komposit ....115. xv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(16) DAFTAR NOTASI π΄. luas potongan melintang. π΄π . luas penampang kabel prategang. π·π. kerapatan beton. πΈπ. modulus elastisitas beton. πΈπ . modulus elatisitas baja. πΌ. momen inersia penampang. πΏ. bentangan efektif. π. momen lentur secara umum. ππ. momen rencana (keadaan batas kemampulayanan). ππ. momen lentur yang disebabkan beban mati. ππ. momen lentur yang disebabkan beban hidup. ππ’. momen ultimit. π. gaya prategang. ππ. gaya prategang awal. ππ‘. gaya prategang setelah waktu t. π. momen tahan (modulus penampang). ππ‘. momen tahan serat paling atas dari balok. ππ. moment tahan serat paling bawah dari balok. πΏ. lendutan. β. koefisien momen. π. lebar penampang atau bidang tekan xvi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(17) ππ€. lebar badan. π. kedalaman efektif tulangan tarik. π. eksentrisitas gaya prategang terhadap titik berat penampang beton. π′π. kekuatan tekan silinder beton yang ditentukan. πππ. kekuatan tekan beton pada awal transfer prategang. πππ. tegangan tekan ijin beton. πππ‘. tegangan tarik ijin beton. ππππ. prategang pada beton pada dasar penampang (bagian bawah). πππ’. kekuatan karakteristik tendon prategang. ππ π’π. prategang pada beton pada tepi atas penampang. ππ‘π‘. tegangan tarik yang diperkenankanpada beton pada awal transfer prategang. ππ‘π€. tegangan tarik yang diperkenankanpada beton dibawah beban layan. ππ¦. kekuatan karakteristik tulangan. π. beban mati terbagi atau percepatan gravitasi. β. tinggi total penampang. βπ. tebal flens tekan. π. jari-jari girasi. π. konstanta. ππππ. beban terbagi rata minimum. ππ’π. beban rencana ultimit. π. faktor reduksi untuk kehilangan prategang. xvii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(18) ππ. lebar efektif pelat komposit. π π. reaksi tumpuan akibat momen sekunder. ππ . momen sekunder. ππ. momen primer. πππ‘. momen tahanan komposit serat paling atas dari balok. πππ. momen tahanan komposit serat paling bawah dari balok. π. rasio modulus awal. πππ . tegangan tarik yang terjadi di tengah penampang. πΎππ. koefisien rangkak. πππ. tegangan pada beton pada pusat tendon akibat beban mati. πππ . regangan susut sisa total. π½. faktor waktu. ππ». kehilangan akibat tengangan susut. πΆπ . kehilangan tegangan akibat rangkak. πΈπ. perpendekan elastic beton. ππ‘. tegangan pada serat beton paling atas. ππ. tegangan pada serat beton paling bawah. π¦π‘. jarak titik netral ke serat beton bagian atas. π¦π. jarak titik netral ke serat beton bagian bawah. ππ. beban garis terpusat. π. beban merata tersebar. xviii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(19) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teknologi dibidang beton terkusus beton prategang telah banyak mengalami perkembangan.Seiring dengan perkembangan dunia konstruksi, beton prategang juga mengalami kenaikan akan permintaan. Beton prategang telah menjadi pilihan yang sangat ideal untuk berbagai konstruksi contohnya dalam bidang percanaan jembatan. Dalam perencanaan suatu jembatan, jembatan layang (fly over structure), digunakan berbagai macam bentuk penampang yang telah memenuhi standar spesifikasi perencanaan suatu struktur jembatan, misalnya penampang I girder, U girder, Box girder, penampang T dan juga penampang T berganda (double Tee for bridge) yang baru-baru ini diterapkan, seperti pada gambar berikut :. (a) I girder. (b) Box girder. 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(20) (c) U girder. (d) Double Tee. Gambar 1.1 Jenis-jenis penampang gelagar jembatan prategang (a) I Girder, (b) Box Girder, (c) U Girder, (d) Double Tee (Sumber. Precast/Prestressed Concrete Institute Northeast) Precast Double Tee beam adalah suatu struktur beton prategang yang menyerupai dua balok T yang terhubung satu sama lain tepatnya dibagian flange balok tersebut. Dalam penerapannya Precast Double Tee beam ini digunakan dalam perencanaan elemen struktur bangunan misalnya roofing,lantai struktur bangunan parkir (flooring), wall panel dan sebagainya. Namun dalam inovasinya precast double tee beam sekarang dapat digunakan sebagai bagian elemen konstruksi jembatan terkhusus pada balok induk/gelagar jembatan . Adalah. PCI. (Precast. Concrete. Institute. ). yang. dewasa. ini. mengembangkan suatu struktur balok induk jembatan dengan penampang double tee dengan standar yang sudah ditetapkan. Jenis balok precast ini dinamakan NEXT Beam (Northeast Extreme Tee Beam) yang terdiri dari beberapa jenis struktur balok induk jembatan dengan penampang Double Tee. Penggunaan Double Tee pada Jembatan oleh PCI adalah salah bentuk inovasi yang sudah dilakukan. Jenis Double Tee Beam pada NEXT dibagi dua bagian besar yaitu Double Tee D (Deck) dan Double Tee F (Flange). Double tee F (Flange) dalam 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(21) penerapannya dikompositkan dengan deck yang terbuat dari beton sehingga menjadi konstruksi yang monolitik, sedangkan Double tee D (Deck) dalam penerapannya tidak membutuhkan deck beton dalam pelaksanaannya karena tebal flens yang cukup (lebih tebal dari Double Tee F) dapat menggantikan pemakaian concrete deck. Lauren S Gardner dan Steven M Hodgdon dalam PCI journal Winter 2013, memberikan gambaran tentang desain, pabrikasi dan konstruksi Precast Double Tee yang pertama pada konstruksi jembatan di USA. New Bridge in York, Maine adalah produk NEXT beam yang pertama dengan spesifikasi jembatan panjang 150 m yang terdiri dari 7 bentang dan lebar jembatan 11.65 m yang terdiri dari 4 buah precast double tee beam type NEXT 36 F seperti pada gambar berikut.. Gambar 1.2 Potongan melintang jembatan New Bridge in York Maine (Sumber. The First Next Beam Bridge, PCI Journal, 2013). 4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(22) Gambar 1.3 Ereksi precast double. gambar 1.4 New Bridge in York Maine. (Sumber. The First Next Beam Bridge, PCI Journal, 2013) Dalam penerapannya Precast Double Tee beam untuk jembatan banyak memberikan manfaat. Berdasarkan Rita Seraderian (2012) ada beberapa manfaat yang diberikan dengan penggunaan Precast Double tee secara nilai ekonomis pada jembatan diantaranya dapat menghemat jumlah tenaga kerja di bagian pabrikasi dan pekerjaan dilapangan, mengurangi penggunaan scaffolding, menghemat biaya dalam pembuatan deck, misalnya produk jenis Double Tee D (Deck) tidak membutuhkan deck lagi dalam proses pemakaiannya pada jembatan, produk yang dihasilkan oleh NEXT beam terkhusus Precast Double Tee beam tidak membutuhkan diafragma, dapat dipergunakan untuk jembatan melengkung (direncakan dalam proses pabrikasi), dapat direncanakan pada jembatan miring dengan ketentuan sudut 30 derajat kemiringan, Precast double tee juga dapat dibuat dengan strand yang melekuk / harp ataupun lurus (straight strands). Michael P Gulmo dan Rita L Seraderian (2010) menggambarkan bahwa Precast Double Tee Beam (NEXT Beam) adalah hasil pengembangan dari. 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(23) penampang Box Beam untuk struktur jembatan. Dimana untuk Box Beam tidak cukup bagus untuk semua jenis struktur jembatan, akomodasi yang cukup sulit, proses perawatan yang cukup rumit karena struktur adalah penampang tertutup (close section). Hal ini pada september 2006, PCI mengembangkan Ide dengan memodifikasi penampang Box Beam menjadi struktur balok penampang terbuka Precast Double Tee dengan menambah permukaan bidang tekan (flange widht) yang bekerja dengan baik pada jembatan bentang menengah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Precast Concrete Institute Northeast, suatu gelagar jembatan double tee yang dalam hal ini disebut dengan NEXT (Northeast Extreme Tee Beam) dikatakan memenuhi persyaratan struktur gelagar dikarenakan : βͺ. struktur terdiri dari dua stem (batang) dan permukaan tekan yang cukup luas (flange width) sehingga memberikan tahanan yang sangat baik dalam menahan beban lentur. βͺ. Precast Double Tee merupakan struktur yang terbentuk dari dua balok T yang terhubung di bagian flange, sehingga struktur Precast Double Tee memiliki Kekakuan Struktur yang cukup baik, sehingga dalam penerapannya tidak membutuhkan diafragma sebagai pengaku struktur.. βͺ. Berdasarkan pengujian Precast Concrete Institute Northeast di Loveland, Colorado 2008. Untuk standar pembebanan jembatan yang berlaku, Precast Double Tee dinyatakan lulus persyaratan karena memenuhi pengujian ACI 318-11.. βͺ. Dalam menerima beban berdasarkan standar pembebanan jembatan yang berlaku precast double tee beam harus memiliki minimal tebal 10 cm dan. 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(24) lebar minimal 3.14 m dan maksimal 3.35 m serta jarak antar stem 150 cm untuk semua jenis ukuran (Tipe NEXT Beam F atau D) Selain PCI, beberapa peneliti juga telah melakukan penelitian dalam hal desain precast double tee sehingga mendukung pernyataan tentang kualitas dari precast double tee tersebut. Marc Maguire (2013) dalam risetnya mengatakan bahwa precast double tee memiliki kelebihan dengan memanfaatkan bahan mutu tinggi dapat menekan nilai ekonomi, daya tahan yang diberikan dan kecepatan konstruksi jalan raya. Dia bersama-sama dengan rekannya meneliti precast double tee tipe pi-girder untuk jembatan dengan spesifikasi yang sama, bentang 15,24 m dengan ukuran lebar 1,21m,tinggi/kedalaman (height) 0.5m, dan tebal web 0.152m dan tebal flens 64 mm yang dikompositkan dengan sebuah deck setebal 102 mm. Penelitian tersebut dilakukan di University of Nebraska, dengan menggunakan beton mutu tinggi 103 Mpa pada saat umur 28 hari dan dikombinasikan dengan menggunakan strands berdiameter 18 mm kelas 1860 MPa spasi 51mm-51mm. Penelitian yang dilakukan terhadap setiap specimen berupa pengujian kapasitas lentur,dan pengujian geser vertical dan horizontal. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa penggunaan strands diameter 18 mm sangat baik dikombinasikan dengan beton mutu tinggi 103 Mpa untuk bentang 15,24 m baik untuk pengujian kapasitas lentur bahkan untuk pengujian geser horizontal maupun vertikal dengan menggunakan konsep eksentrisitas dalam penempatannya (curve strands), dibandingkan dengan perhitungan secara teoritis untuk beberapa pengujian pada precast double tee . Dalam perencanaan jembatan dengan menggunakan precast double tee juga bervariasi dari jenis ukuran dan bentuk struktur yang digunakan. Adalah M T. 7 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(25) R. Jayasinghe. (University. of. Moratuwa,. 2000). dalam. penelitiannya. mengembangkan sebuah gelagar jembatan penampang terbuka (open section) precast double tee struktur statis tak tentu bentang 100 m (30m+40m+30m) dengan tipe super single double tee beam dengan menggunakan prinsip iterasi komputer untuk meminimalisir waktu pengerjaan untuk mendapatkan penampang yang memenuhi persyaratan dalam hal penentuan besarnya momen sekunder akibat gaya prategang dan bentuk profil yang digunakan pada struktur statis tak tentu tersebut.. Didapat. dimensi kedalaman web 2,6m ,lebar flange 11m. ,ketebalan dari flens 0,35m ,lebar web 0,45m dengan luas area 2,93m2 yang memenuhi persyratan kekuatan lentur baik akibat kompleksitas momen sekunder,torsi dan geser. Di Indonesia sendiri sebagai Negara berkembang, berbagai jenis tipe jembatan telah dikembangkan berdasarkan bentang yang direncanakan, baik itu dari mulai bentang pendek, sederhana, hingga bentang panjang. Dan banyak dari tipe gelagar jembatan seperti I girder,U girder,T girder telah umum digunakan untuk berbagai bentang tergantung kebutuhan, namun untuk Precast Double Tee untuk jembatan belum diterapkan dalam konstruksi jembatan di Indonesia. Oleh karena itu penulis dalam hal ini akan membuat tugas akhir tentang precast double tee terkhusus dalam pengkajian gaya prategang sehingga didapat desain strands (strands design), kehilangan prategang, dan lendutan untuk bentang menengah dengan standard pembebanan yang berlaku di Indonesia.. 8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(26) I.2 Rumusan Permasalahan Precast Double Tee secara umum dalam pelaksanaannya lebih mengacu pada sistem pratarik sehingga dapat menghemat pemakaian waktu pelaksanaan di lapangan dengan tahapan pabrikasi, pengangkutan dan pemasangan precast double tee. Perencanaan perhitungan dan analisa gaya prategang dilakukan berdasarkan beberapa keadaan misalnya komposit atau tidak dan mengacu pada pembebanan yang berlaku. Pada penulisan tugas akhir ini akan dilakukan analisis dan perencanaan,diantaranya : 1. Kajian gaya prategang precast double tee komposit 2. Perencanaan kabel pada precast double tee. 3. Analisis kehilangan gaya prategang dan lendutan precast double tee 4. Kajian tegangan setelah mengalami kehilangan gaya prategang teoritis 5. Membandingkan design hasil precast double tee dengan profil I girder yang biasa digunakan dalam jembatan dengan bentang dan pembebanan yang sama. I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini adalah 1. Untuk mendapatkan besarnya gaya prategang precast double tee sesuai standar pembebanan. 2. Untuk memperoleh kabel prategang yang sesuai dengan gaya prategang 3. Untuk mendapatkan desain precast double tee yang memenuhi standar pembebanan jembatan di Indonesia. 9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(27) 4. Mendapatkan perbandingan penerapan precast double tee beam dengan gelagar prategang I girder yang biasa yang digunakan dalam jembatan.. Manfaat penulisan Tugas Akhir : 1. Sebagai bahan referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya pada precast double tee jembatan. 2. Sebagai pertimbangan pilihan gelagar alternatif (precast double tee) yang baik bagi perencanaan jembatan bentang pendek sampai sedang.. I.4 Aplikasi Perencanaan jembatan dewasa ini didesain berdasarkan bentang yang sudah direcanakan serta beban-beban yang bekerja.. yang. Untuk bentang >25 m. biasanya tidak lagi menggunakan dua perletakan sederhana,namun dimodelkan dengan perletakan statis tak tentu.. Gambar 1.5 Tampak samping jembatan. 10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(28) Gambar 1.6 potongan A-A. Gambar 1.7 penampang double tee jembatan type 36 F.. I.5 Batasan Masalah Dalam penyusunan tugas akhir ini yang menjadi batasan permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Perletakan yang digunakan adalah statis tak tentu yaitu bentang 20m + 20 m (gambar 1.5). 11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(29) 2. Tafsiran penampang yang digunakan adalah precast double tee F type 36.(gambar 1.7) 3. Beban yang digunakan berdasarkan beban yang mengacu pada RSNI-T02-2005 tentang “Standar pembebanan untuk jembatan” 4. Tebal deck komposit 18 cm 5. Tidak merencanakan struktur bawah jembatan 6. Mutu beton yang digunakan f’c = 70 MPa 7. Mutu beton pelat komposit f’c = 45 MPa 8. Menurut ASTM A416 ; mutu strand 1860 Mpa, diameter strand 15,2 mm, dan luas strand 140 mm2 9. Menggunakan sistem pretension.. I.6 Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah analisa literature yaitu dengan mengumpulkan teori-teori dan rumus rumus yang dibutuhkan dari text book (buku-buku yang berhubungan dengan tugas akhir ini), jurnal-jurnal dan masukan-masukan dari dosen pembimbing. Kemudian perencanaan dilakukan berdasarkan teori-teori dan rumus yang sudah ada. I.7 Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 12 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(30) BAB III. METODE ANALISA. BAB IV. APLIKASI DAN PEMBAHASAN. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(31) BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Jembatan II.1.1 Umum Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang memiliki peranan yang sanagat penting bagi kelangsungan aktivitas pergerakan manusia. Jembatan adalah struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api, ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk penyeberangan jalan kaki, kendaraan atau kereta api di atas halangan. Jembatan memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air,lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.Secara umum jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas dengan baik,dalam perancangan dan perencanaan jemabatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi,persyaratan teknis dan estetika arsitektural yang meliputi :Aspek lalu lintas,Aspek teknis,Aspek estetika.(Supryiadi dan Muntohar ,2007). II.1.2 Klasifikasi Jembatan Seiring perkembangan zaman teknologi dibidang infrastruktur terkhusus jembatan juga mengalami perkembangan yang pesat.Sejarah telah membuktikan bagaimana teknologi di bidang jembatan mengalami kemajuan baik dalam hal kenyamanan,keamanan,kekuatan serta estetika jembatan. Berikut adalah beberapa model jembatan yang biasa digunakan :. 14 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(32) 1. Ditinjau dari material yang digunakan jembatan bisa dibedakan yakni a. Jembatan kayu b. Jembatan gelagar baja c. Jembatan beton bertulang d. Jembatan komposit 2. Ditinjau dari statika konstruksi,jembatan bisa dibedakan atas : a. Jembatan statis tertentu b. Jembatan statis tak tentu 3. Ditinjau dari fungsi kegunaannya, jembatan bisa dibedakan atas: a. Jembatan untuk lalu lintas kereta api b. Jembatan untuk lalu lintas biasa atau umum c. Jembatan untuk pejalan kaki/umum d. Jembatan berfungsi ganda, misalnya untuk lalu lintas kereta api dan mobil untuk lalu lintas umum air minum dan sebagainya e. Jembatan untuk lalu lintas khusus, misalnya jembatan untuk jalan air, minyak. f. Jembatan untuk lalu lintas militer. 4. Ditinjau dari letak lantai jembatan,jembatan dibedakan menjadi a. Jembatan lantai kendaraan di bawah b. Jembatan lantai kendaraan di atas c. Jembatan lantai kendaraan di tengah d. Jembatan lantai kendaraan di atas dan di bawah 5. Ditinjau dari pembagian kelas jembatan (m),dan Loading Bina Marga (LBM) 100%, jembatan dibedakan atas :. 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(33) a. Jembatan kelas A, lebar 1.0 + 7.0 + 1.0 LBM 100% b. Jembatan kelas B, lebar 0.5 + 6.0 + 0.5 LBM 70% c. Jembatan kelas C,lebar 0.35 + 3.5 + 0.5 LBM 50% II.2 Beton Prategang II.2.1 Prinsip Mekanika dan Konsep Dasar Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan atau mempunyai kekuatan tekan yang tinggi,tetap lemah dalam kondisi tarik/kekuatan tarik yang rendah,kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 persen (Edward G,Nawy 2000).Karena rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, dengan demikian suatu penampang beton dapat mencapai kapasitas optimal untuk menahan lenturan, geser , dan torsi. Gaya longitudinal yang diterapkan diatas adalah gaya prategang yaitu suatu gaya tekan yang memberikan prategangan pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban horizontal lainnya (Edward G,Nawy 2000). Berdasarkan mekanisme gaya-gaya dalam penampang maka perbedaan utama antara beton bertulang dan beton bertulang adalah. 16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(34) a. Beton Bertulang, mengkombinasikan antara beton dan baja tulangan dengan membiarkan kedua material tersebut bekerja sendiri-sendiri, dimana beton bekerja memikul tegangan tekan dan baja penulangan memikul tegangan tarik. Jadi dengan menempatkan baja-baja tulangan pada tempat yang tepat,beton bertulang dapat sekaligus memikul tegangan tekan maupun tarik b. Beton Prategang, beton bermutu tinggi dan baja bermutu tinggi dikombinasikan secara aktif,berbeda dengan beton bertulang yang pasif.Cara aktif ini dapat dicapai dengan menarik baja dengan menahannya ke beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang beton telah tertekan sebelum beban bekerja, maka bila beban bekerja, tegangan tarik yang terjadi dapat dieliminir oleh tegangan tekan yang diberikan pada penampang sebelum bekerja.. Gaya prategang P ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip mekanika dan hubungan tegangan-regangan sebagai berikut : 1. Balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana,diberi gaya prategang konsentris P, sehingga balok tersebut mengalami tegangan tekan sebesar : π π = − … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.1) π΄ Dimana :. f = tegangan P = gaya tekan konsentris A = luas penampang. 17 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(35) Gambar 2.1 tendon konsentris,hanya gaya prategang P (Sumber. Desain Praktis Beton Prategang Andri Budiadi, 2008) 2. Balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana,diberi gaya prategang konsentris P dan beban merata,sehingga timbul momen di tengah bentang,tegangannya menjadi :. Dimana. ππ‘ = −. π ππ¦ − … … … … … … … . . … … … … … … … … … (2.2) π΄ πΌ. ππ = −. π ππ¦ + … … … … … … … . … . … … … … … … … … (2.3) π΄ πΌ. ππ‘. = tegangan di serat atas. ππ. = tegangan di serat bawah. P. = gaya tekan konsentris. A. = Luas penampang. y. = titik berat penampang. I. = momen inersia bruto penampang. M. = momen lentur. 18 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(36) Gambar 2.2 tendon konsentris, gaya prategang P dan beban merata (Sumber. Desain Praktis Beton Prategang Andri Budiadi, 2008) 3. Balok prategang dengan tumpuan sederhana,diberikan gaya prategang eksentris P,sehingga balok tersebut mengalami tegangan tekan sebesar :. ππ‘ = −. π πππ¦ − … … … … … … … . … . … … … … … … … … (2.4) π΄ πΌ. ππ = −. π πππ¦ + … … … … … … … . … . … … … … … … … … (2.5) π΄ πΌ. Gambar 2.3 tendon eksentris,hanya gaya prategang P (Sumber. Desain Praktis Beton Prategang Andri Budiadi, 2008) 4. Balok prategang dengan tumpuan sederhana,diberikan gaya prategang eksentris P dan beban merata, sehingga balok tersebut mengalami tegangan sebesar :. 19 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(37) Dimana. ππ‘ = −. π πππ¦ ππ¦π − − … … … … … . … . … … … … … … … … (2.6) π΄ πΌ πΌ. ππ = −. π πππ¦ ππ¦π + + … … … … … . … . … … … … … … … … (2.7) π΄ πΌ πΌ. ππ‘. = tegangan di serat atas. ππ. = tegangan di serat bawah. P. = gaya tekan konsentris. A. = Luas penampang. y. = titik berat penampang. I. = momen inersia bruto penampang. M. = momen lentur. e. = jarak eksentrisitas dari centroid ke pusat gaya prategang. Gambar 2.4 tendon eksentris,gaya prategang P dan beban merata (Sumber. Desain Praktis Beton Prategang Andri Budiadi, 2008) Ada 3 (tiga) konsep yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton prategang / pratekan yaitu : 1. Konsep pertama. Sistem prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastic. Eugene Freyssinet menggambarkan dengan. 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(38) memberikan tekanan terlebih dahulu (pratekan) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elatis. Dengan memberikan tekanan (menarik baja mutu tinggi) beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya gaya internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.. Gambar 2.5 diagram tegangan beton prategang (Sumber. Konstruksi Beton Pratekan Soetoyo,2007) Akibat diberi gaya prategang P yang bekerja pada pusat penampang beton akan memberikan tegangan tekan merata di seluruh penampang beton sebesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton. Akibat beban merata tersebut (termasuk berat sendiri), akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah. 21 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(39) π= Dimana. ππ … … … … … … … . … . … … … … … … … . . … … … (2.8) πΌ. f. = tegangan lentur. M. = momen lentur pada penampang yang ditinjau. c. = jarak garis netral ke serat terluar penampang. I. = momen inersia penampang. Jika kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah : a. Diatas garis netral ftotal =. P Mc + … … … … … … … . … . … … … … … … … . . … … … (2.9) A I. → tidak boleh melampaui tegangan hancur beton b. Dibawah garis netral ftotal =. P Mc − ≥ 0 … … … … … … … . … . … … … … … . . … … (2.10) A I. → tidak boleh lebih kecil dari nol Jadi dengan adanya gaya internal ini, maka beton akan dapat memikul tegangan tarik. 2. Konsep kedua. Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dan beton mutu tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton prategang merupakan kombinasi beban kerja sama antara baja prategang dan beton, dimana beton menahan beban tekan dan baja menahan beban tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :. 22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(40) Gambar 2.6 Momen penahan internal pada beton prategang dan bertulang (Sumber. Konstruksi Beton Pratekan Soetoyo,2007) Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya T yang mana membentuk suatu momen kopel dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen akibat beban luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi penulangan menahan gaya tarik T akibat beban luar, yang juga membentuk kopel momen dengan gaya tekan beton pada C untuk melawan momen luar akibat beban luar. 3. Konsep ketiga. Sistem prategang untuk mencapai keseimbangan beban Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada desain struktur beton prategang, pengaruh dari pretagang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga batang yang mengalami lendutan seperti pelat,balok dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Penjelasannya dapat dilihat dalam gambar berikut :. 23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(41) Gambar 2.7 Beton Prategang dengan Tendon Parabola (Sumber. Konstruksi Beton Pratekan Soetoyo,2007) suatu balok beton diatas dua perletakan (simple beam) diberi gaya prategang P melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata kearah atas dinyatakan : ππ = Dimana. 8πβ … … … … … … … . . … … … (2.11) πΏ2. Wb. = beban merata kearah atas,akibat gaya prategang F. H. = tinggi parabola lintasan kabel prategang. L. = bentangan balok. P. = gaya prategang. Jadi beban merata akibat beban (mengarah kebawah) diimbangi oleh gaya merata adalah akibat beban Wb yang mengarah ke atas. 24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(42) II.2.2 Material II.2.2.1 Beton Beton adalah campuran komposit antara air, agregat, semen, dan bahan aditif dalam perbandingan tertentu. Beton prategang memerlukan beton yang mempunyai kekuatan tekan yang lebih tinggi pada usia cukup muda, dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton biasa. Susut yang rendah, karakteristik rangkak minimum dan nilai modulus Young yang tinggi pada umumnnya dianggap perlu untuk beton prategang. Beberapa sifat yang diinginkan seperti daya tahan,impermeabilitas, dan daya tahan terhadap abrasi sangat dipengaruhi oleh kekuatan beton. Dengan berkembangnya teknik abrasi dalam tahun 1930, telah dimungkinkan untuk menghasilkan beton berkekuatan tinggi yang mempunyai kekuatan tekan kubus sesudah 28 hari diantara 30-70 N/mm2 tanpa banyak kesulitan. Perkembangan-perkembangan terakhir dalam bidang desain campuran beton telah menunjukkan bahwa dalam keadaan sekarang ini dimungkinkan untuk menghasilkan beton berkekuatan sangat tinggi yang mempunyai kuat tekan kubus yang diinginkan setelah 28 hari antara 70-100 N/mm2, tanpa mengalami bantuan material atau proses luar biasa serta tanpa mengalami sesuatu kesulitan teknis yang berarti (N Khrisna Raju 1998). Kekuatan tekan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristiknya pada usia 28 hari.Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran tekan uniaksial yang diambil dari tes pengukuran standar, yaitu kubus 150 mm x 150 mm atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan kubus akan lebih tinggi daripada dengan silinder.. 25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(43) Rasio kekuatan antara silinder dengan kubus adalah 0,8. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas bahan penyusun, nilai faktor air semen, gradasi agregat ,ukuran maksimum agregat, cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan, dan perawatan) serta umur beton (Tjokrodimuljo, 1996). 1. Persyaratan Kekuatan Beton Kekuatan tekan kubus 28 hari minimum yang ditentukan didalam peraturan I.S adalah 40 Mpa untuk batak pratarik dan 30 Mpa untuk batang pascatarik.Suatu kadar semen minimum sebesar 300 sampai 360 kg/m3 telah ditetapkan terutama untuk memenuhi persyaratan daya tahan. Pada campuran beton berkekuatan tinggi,kadar air haruslah serendah mungkin dengan memperhatikan kemudahan kerja yang cukup serta beton yang bersangkutan harus cocok untuk pemadatan dengan perlengkapan yang tersedia dilapangan. Sudah merupakan cara pelaksanaan yang umum untuk memakai cara vibrasi guna mencapai pemadatan beton yang merata pada batang prategang. Untuk mengamankan terhadap susut yang berlebihan, peraturan B.S (British System) menetapkan bahwa kadar semen dalam campuran sebaiknya tidak melebihi 530 kg/m3. Kekuatan tekan minimal kubul 40 Mpa yang diperlukan untuk batang prategang dapat dengan mudah dicapai bahkan pada usia 7 hari dengan memakai semen portlanda yang cepat mengeras.. 26 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(44) 2. Susut Beton Susut pada beton prategang disebabkan oleh kehilangan kelembapan secara bertahap yang mengakibatkan perubahan volume. Susut pengeringan tergantung daripada tipe dan kuantitas agregat, kelembapan relatif, perbandingan air/semen. dalam. campuran,. dan. waktu. pemaparan.. Campuran. gemuk. menunjukkan susut yang relative lebih besar daripada campuran kurus oleh karena kontraksi gel semen bertambah bila kadar semennya bertambah. Susut juga tergantung pada derajat pengerasan beton pada permulaan pengeringan Tingkat serta banyaknya susut pada batang struktur dalam kondisi biasa akan sangat banyak bergantung pada perbandingan luas permukaan terhadap volume batang, karena pertukaran kelembapan antara beton dan udara harus terjadi lewat permukaan. Agregat dari tipe batuan yang mempunyai modulus elastisitas tinggi serta perbedaan regangan yang rendah ternyata lebih efektif dalam menghambat kontraksi pasta semen dan pemakaiannya akan menghasilkan susut beton yang kecil. Agregat yang biasa digunakan untuk menghambat susut, dengan urutan efektifitas yang makin besar, ialah batu pasir, basalt, kerikil, granit, kuarsa, dan batu kapur. Nilai-nilai regangan susut sisa total yang dianjurkan dalam I.S untuk keperluan desain adalah 3,0 x 10-6 untuk batang pratarik dan (2,0 x 10-4)/log(t + 2) untuk batang pascatarik, dimana t adalah umur beton pada saat transfer dalam hari. Nilai susut yang lebih tinggi dianjurkan untuk batang baja pratarik daripada batang dengan baja pascatarik, karena dalam kasus yang pertama, susut total harus ditinjau tetapi dalam kasus yang belakangan hanya susut sesudah transfer yang. 27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(45) perlu diperhitungkan.Bila dipakai agregat ringan, nilai susut harus ditambah sekitar 50 % (sumber : N Krishna Raju 1988). 3. Rangkak Beton Susut dan rangkak beton pada dasarnya asalnya sama, sebagai besar adalah akibat perpindahan tempat air didalam lobang-lobang kapiler pasta semen. Untuk keperluan desain, adalah mudah untuk membedakan deformasi yang disebabkan oleh tegangan yang terjadi tanpa tegangan yang diterapkan dari luar, dinyatakan sebagai susut. Oleh karena bertambahnya regangan dibawah suatu tegangan yang terus menerus adalah beberapa kali besarnya regangan pada pembebanan, maka regangan merupakan hal penting dalam batang struktur. Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembapan relative, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan, perbandingan air/semen, dan tipe semen serta agregat pada beton. Untuk tegangan sampai dengan kira-kira setengah kekuatan hancur beton, rangkak berbanding lurus dengan tegangan, akan tetapi diatas nilai ini, rangkak bertambah lebih cepat. Rangkak beton terus berlangsung untuk waktu yang sangat lama, yang cenderung mencapai nilai suatu batas setelah waktu yang tak terhingga dibawah beban, meskipun kecepatan rangkaknya makin lama makin berkurang. Telah diteliti bahwa hampir 55 % dari rangkak selama 20 tahun terjadi dalam 3 bulan dan 76 persen dari rangkak selama 20 tahun terjadi dalam satu tahun. Kehilangan prategang akibat rangkak beton dapat diperkirakan dengan menggunakan metode koefisien rangkak. Nilai koefisien rangkak yang merupakan rasio regangan rangkak ultimit terhadap regangan elastic adalah 2,2 pada. 28 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(46) pembebanan 7 hari, 1,6 pada 28 hari, dan 1,1 bila usia pada pembebanan adalah 1 tahun. 4. Karakteristik Deformasi dari Beton Karakteristik tegangan regangan yang terjadi dari beton dalam keadaan tertekan adalah tidak linear, tetapi untuk beban yang tidak melebihi 30 persen dari kekuatan pecah, perilaku deformasi beban dapat dianggap linear. Karakteristik deformasi dari beton dibawah beban jangka pendek dan beban tetap diperlukan untuk menentukan kekuatan lentur dari balok serta untuk mengevaluasi modulus elastisitas yang diperlukan untuk perhitungan lendutan batang prategang. Modulus elastisitas statis jangka pendek yang ditentukan dalam hampir semua aturan bersesuaian dengan modulus tekan yang ditentukan dari suatu hubungan tegangan-regangan eksperimental yang ditunjukkan dengan contohcontoh standar dibawah beban sebesar sepertiga kekuatan tekan kubus beton. Modulus elastisitas beton bertambah sesuai dengan kekuatan tekan rata-rata beton, tetapi dengan laju rata yang menurun. Beberapa rumus empiris telah dianjurkan dalam berbagai peraturan masing-masing Negara untuk perhitungan modulus elastisitas beton yang selalu dinyatakan sebagai fungsi dari kekuatan tekan beton. 1. Menurut Peraturan Standar India ( I.S code) πΈπ = 5700 (πππ’ )1/2 Mpa… … … … … … … . … … … … … … . . . . … … … (2.12) 2. Menurut ketentuan Komite Beton Eropa (C.E.B) πΈπ = 6000 (πππ’ )1/2 Mpa… … … … … … … . … … … … … … . . . . … … … (2.13) 3. Menurut American Concrete Institute (ACI) πΈπ = 4800 (πππ’ )1/2 Mpa… … … … … … … . … … … … … … . . . . … … … (2.14). 29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(47) Untuk beban yang mengalami pembebanan diatas 30 % pembebanan runtuh dan akan terus bertambah, maka perilaku tegangan dan regangan tidak akan menunjukkan sifat yang linear namun di presentasikan dengan sifat yang non linear sampai pada batas keruntuhan beton, seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut,. Gambar 2.8 tipikal diagram tegangan regangan beton (Sumber. Desain Praktis Beton Prategang Andri Budiadi, 2008) II.2.2.2 Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan beberapa elemen lainnya,termasuk karbon dengan kadar tertentu sesuai dengan grade-nya.Untuk beton prategang ada beberapa jenis baja berkekuatan tinggi yang dipakai pada umumnya seperti : 1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension) 30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(48) 2. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang untuk beton prategang dengan system pascatarik (post-tension) 3. Kawat batangan (bars), sering digunakan untuk baja prategang pada beton prategang, dengan system pratarik (pre-tension) 4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak ditarik),. seperti. tulangan. memanjang,. sengkang,. tulangan. untuk. pengangkuran dan lain-lain.. (a) wires. (c) bars. (b) Strand. (d) tulangan non prategang. Gambar 2.9 Jenis-jenis Baja yang digunakan untuk beton prategang (Sumber. Tianjin Shengjintai Steel and Iron Co. Ltd). 31 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(49) Tabel 2.1 Tipikal baja prategang. (Sumber. Desain Praktis Beton Prategang Andri Budiadi, 2008) Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sistem pretension adalah seven wire strand dan single wire. Untuk seven wire ini, untuk satu ikat kawat terdiri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal. Sedangkan untuk beton prategang sistem post-tension sering digunakan tendon monostrand, batang tunggal, multiwire, dan multi strand. Untuk jenis post tension ini tendon dapat bersifat bonded (dimana saluran kecil diisi dengan material grouting) unbounded saluran kabel diisi dengan minyak gemuk dan grease. Tujuan utama dari grouting ini adalah untuk melindungi tendon dari korosi dan mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton sekitarnya. Material grouting ini biasanya terdiri dari campuran semen dan air dengan w/c ratio 0.5 dan bahan tambahan (admixture).. 32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(50) Tabel 2.2 Types from CPCI metric design manual. (Sumber. Standard Spesification of ASTM A-416) II.2.3 Sistem Statis Tak Tentu Dalam perencanaan sebuah konstruski beton prategang bentang yang panjang, sistem statis tak tentu dapat menjadi pilihan yang baik dimana sistem ini dapat mereduksi momen dan tegangan di tengah bentang sehingga menghasilkan komponen struktur dengan tinggi lebih kecil dibandingkan dengan komponen struktur yang ditumpu sederhana atau dengan sistem statis tertentu dengan bentang dan panjang yang sama. Berbeda dengan sistem post-tension, di bagian tumpuan pemakaian angker dapat dikurangi. Dengan demikian struktur yang dihasilkan lebih ringan, beban yang dipikul pondasi pun lebih ringan sehingga menghasilkan harga bahan dan biaya pelaksanaan yang lebih rendah. Selain itu, kestabilan struktural dan tahanan terhadap beban lateral dan longitudinal biasanya akan meningkat.. 33 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(51) Di samping beberapa keuntungan yang ditawarkan, sistem dengan statis tak tentu juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya : 1. Kehilangan gesekan lebih besar karena tendonnya lebih panjang dan lebih banyak mempunyai lengkungan 2. Adanya momen dan geser di tumpuan, yang berarti mengurangi kekuatan momen di penampang daerah tumpuan 3. Dalam struktur balok dan kolom, momen dan gaya-gaya lateral yang berlebihan di kolom, khususnya jika kolom tersebut terhubung kaku dengan balok. 4. Efek tegangan sekunder yang besar akibat susut, rangkak, dan variasi temperature, dan penurunan tumpuan 5. Momen sekunder akibat rekasi di kolom yang diakibatkan oleh gaya prategang 6. Kemungkinan terjadinya momen yang berbalik arah akibat pembebanan di bentang yang berganti-ganti. 7. Nilai momen di tumpuan antara yang membutuhkan penulangan tambahan di tumpuan, yang mungkin tidak dibutuhkan pada balok yang ditumpu sederhana Semua nilai-nilai faktor di atas diperhitungkan satu persatu untuk mendapatkan desain struktur sistem statis tak tentu yang memenuhi. Masalah kerugian gesekan yang berlebihan dapat diatasi dengan mengurangi kelengkungan kabel yang ditempatkan di dalam batang dengan berbagai kedalaman dan juga dengan memberikan tegangan lebih sementara (temporarily prestressing) pada tendon-tendon dari kedua ujungnya. Tegangan-tegangan akibat momen sekunder. 34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(52) dapat dihilangkan dengan memilih profil tendon yang sesuai dengan sesuai yang tidak menimbulkan momen-momen sekunder. Dimungkinkan juga untuk menentukan tegangan-tegangan sekunder di dalam desain. Kalau dipakai penampang dengan tulangan-tulangan (under-reinforced) redistribusi momen akan mendekati lengkap, yang menghasilkan beban-beban runtuh yang lebih tinggi. Beban ini dapat dihitung dengan memakai teori plastis yang redistribusi momenmomen akan mendekati lengkap, yang menghasilkan beban runtuh yang lebih tinggi (N Khrisna Raju, 1988). II.2.3.1 Pengaruh Prategangan Struktur Statis Tak Tentu Apabila suatu struktur statis tak tentu diberi prategang, reaksi-reaksi redundan akan timbul yang disebabkan oleh unsur-unsur redundan yang melakukan pengekangan pada tumpuan-tumpuannya. Sementara struktur statis tertentu bebas berubah bentuk bila diberi prategang , suatu struktur menerus tidak dapat berubah bentuk secara bebas. Namun lendutannya harus sesuai dengan hukum deformasi konsisten. Reaksi-reaksi redundan yang timbul sebagai konsekuensi prategangan suatu struktur statis tak tentu menghasilkan momenmomen sekunder. Terjadinya reaksi redundan dan momen-momen sekunder diuji dengan memakai suatu balok menerus dua bentangan yang diberi prategang dengan suatu kabel lurus yang terletak pada suatu eksentrisitas yang merata seperti yang ditunjukkan gambar (a) dibawah. Akibat gaya prategang P, balok akan melendut seperti yang ditunjukkan dalam gambar (b) kalau tidak dikekang pada tengah tumpuan B. Suatu reaksi redundan R seperti ditunjukkan dalam gambar (c) timbul di tumpuan tengah kalau. 35 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(53) balok tersebut di kekang di B sehingga lendutan tidak mungkin terjadi pada tumpuan ini. Sebagai konsekuensi dari reaksi redundanyang bekerja dibawah ini timbul momen-momen sekunder pada balok menerus ABC seperti ditunjukkan dalam gambar d. Gambar 2.10 Reaksi Redundan dan Momen sekunder pada Balok prategang menerus (Sumber. Beton Prategang N Krishna Raju, 1986). 36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(54) II.2.3.2 Pola Tendon Menerus Sistem konstruksi yang digunakan, panjang masing-masing bentang serta kemampuan perencana menentukan jenis pola dan metode yang digunakan untuk mendapatkan kontinuitas. Pada dasarnya ada 2 kategori kontinuitas di balok, yaitu: 1. Kontinuitas monolitik, dimana semua tendon pada dasarnya kontinu di seluruh atau di sebagian bentang dan semua tendon diberi prategang di lokasi. Pemberian prategang semacam ini dilakukan dengan cara posttension.. gambar 2.11 Pola tendon monolitik (Sumber. Beton Prategang N Krishna Raju, 1986) 2. Kontinuitas non-monolitik dimana elemen pracetak digunakan sebagai balok sederhana dengan kontinuitas dicapai di penampang tumpuan melalui beton bertulang cor di tempat yang memberikan taraf kontinuitas yang dikehendaki untuk menahan beban hidup dan beban mati tambahan sesudah beton mengeras. 37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(55) (a). (b) Gambar 2.12 Pola tendon non monolitik (Sumber. Beton Prategang N Krishna Raju, 1986). II.2.3.3 Defenisi dan Istilah umum Terminologi yang dipakai dalam studi batang beton prategang menerus didefenisikan dibawah ini. Momen Primer. Momen primer adalah momen lentur yang nyata pada penampang struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh eksentrisitas tendon terhadap garis berat yang sesungguhnya. Dengan memperhatikan gambar , momen primer pada setiap potongan melintang balok menerus dua bentangan adalah –Pe karena momen tersebut merupakan suatu momen negative (hogging moment).. 38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(56) Gambar 2.13 Garis tekan pada suatu balok Prategang menerus (Sumber. Beton Prategang N Krishna Raju, 1986) Momen sekunder (momen lentur parasitis). Momen sekunder adalah momen tambahan yang ditimbulkan pada suatu penampang struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh reaksi-reaksi redundan yang timbul sebagai. 39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(57) konsekuensi dari pemberian potongan pada struktur. Variasi momen sekunder pada suatu balok menerus dua bentangan yang diberi prategang dengan suatu tendon eksentris lurus ditunjukkan dalam gambar . Momen Resultan. Momen resultan pada suatu penampang struktur prategang statis tak tentu ialah jumlah momen-momen primer dan sekunder. M.R = ( M.P + M.S) … … … . … … … . . . … … … (2.15). II.2.4 Sistem Prategang II.2.4.1 Sistem Pratarik (Pre-tension Method) Metode ini baja prategang diberi gaya prategang terlebih dahulu sebelum beton dicor, oleh karena itu sistem ini dinamakan pre-tension method. Adapun prinsip dari sistem pratarik dapat dilihat pada gambar berikut ini :. 40 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(58) Gambar 2.14 Tahapan proses beton prategang sistem pratarik (Sumber. Konstruksi Beton Pratekan Soetoyo, 2007) Dalam gambar a, kabel (tendon) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker pada suatu abutment tetap, kemudian beton dicor pada cetakan (formwork) dan landasan yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering (gambar b). Setelah beton mengering dan cukup kuat umur untuk menerima gaya prategang, tendon dipotong, dan dilepas sehingga gaya prategang ditransfer ke beton (gambar c) II.2.4.2 Sistem Pascatarik Pada metode pascatarik (post-tension method), beton dicor terlebih dahulu, dimana sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau yang disebu duct. Secara singkat prinsip metode ini adalah sebagai berikut ;. 41 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(59) Gambar 2.15 Tahapan proses beton prategang sistem pascatarik (Sumber. Konstruksi Beton Pratekan Soetoyo, 2007) Dengan cetakan (formwork) yang sudah disediakan lengkap dengan saluran / selongsong kabel prategang (tendon-duct) yang dipasang melengkung sesuai dengan bidang momen balok,beton dicor (gambar a). Setelah beton cukup kuat memikul gaya prategang, tendon dimasukkan kedalam duct, kemudian ditarik untuk mendapatkan gaya prategang. Metode pemberian gaya prategang ini, salah satu ujung kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik (ditarik dari satu sisi) dan ada juga yang ditarik dari kedua sisinya. Setelah diangkur saluran digrouting melalui lubang yang disediakan (gambar b).Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang ditransfer ke beton, karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang tendon memberikan beban merata ke balok yang arahnya ke atas,akibatnya balok melengkung ke atas (gambar c). 42 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(60) II.2.5 Kehilangan Gaya Prategang Prategang efektif pada beton mengalami pengurangan secara berangsurangsur sejak dari tahap transfer (kehilangan jangka pendek) hingga tahap service (kehilangan jangka panjang) akibat berbagai sebab. Secara umum ini dinyatakan sebagai kehilangan gaya prategang. Suatu perkiraan yang baik atas besarnya kehilangan gaya prategang diperlukan dari sudut pandang desain. Berbagai jenis kehilangan yang dijumpai dalam sistem pratarik dan pascatarik seperti pada tabel berikut : Tabel.2.3 Jenis-jenis kehilangan gaya prategang Pratarik (Pre-tension) Pascatarik (Post-tension) 1.Deformasi elastisitas 1.Tidak ada kehilangan beton akibat deformasi elastic jika semua kawat ditarik secara bersamaan. Jika kawat ditarik secara berurutan akan terdapat kehilangan prategang akibat deformasi elastisitas beton 2.Relaksasi pada baja. tegangan 2.RelaksasiTegangan pada baja. 3.Penyusutan beton. 3.Penyusutan beton. 4.Rangkak beton. 4.Rangkak beton 4.Gesekan. 5.Slip (tergelincir) angkur (Sumber. Beton Prategang N Krishna Raju 1986) Berikut penjelasan jenis-jenis kehilangan gaya prategang untuk sistem pratarik :. 43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(61) 1. Kehilangan akibat deformasi elastis beton (ES) Pada struktur yang menggunakan kabel tunggal, tidak ada kehilangan gaya prategang akibat perpendekan beton, karena gaya pada kabel diukur setelah perpendekan terjadi. Pada penampang yang menggunakan lebih dari satu kabel, kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel, kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga setengahnya untuk mendapatkan rata- rata semua kabel. Kehilangan gaya prategang pada struktur pasca tarik dapat ditentukan seperti berikut : πΈπ = π πππ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.16) Dimana. fcs = tegangan pada penampang n = modulus ratio awal. 2. Kehilangan prategang akibat rangkak beton (CR) Rangkak beton terjadi karena deformasi akibat adanya tegangan pada beton sebagai satu fungsi waktu. Pada struktur beton prategang, rangkak mengakibatkan berkurangnya tegangan pada penampang. Untuk struktur dengan lekatan yang baik antara tendon dan beton, kehilangan tegangan akibat rangkak dapat diperhitungkan dengan persamaan berikut : πΆπ = πΎπΆπ . πΈπ (π − πππ ) … … … … … . . . . … … … (2.21) πΈπΆ ππ. Dimana πΎπΆπ . = koefisien = 2,0 untuk pratarik 1,6 untuk pascatarik. πΈπΆ. = modulus elastisitas beton saat umur beton 28 hari. 44 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(62) πΈπ . = modulus elastisitas baja prategang. πππ. = tegangan pada beton pada level pusat baja segera setelah transfer. πππ. = tegangan pada beton akibat beban mati tambahan setelah. prategang diberikan. 3. Kehilangan gaya prategang akibat susut beton (SH) Seperti halnya pada rangkak beton, besarnya susut pada beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, tipe perawatan, waktu antara perawatan eksternal dan pemberian prategang, ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan. Untuk komponen struktur pascatarik, kehilangan prategang akibat susut agak lebih kecil karena sebagian susut telah terjadi sebelum pemberian pasca tarik. Besarnya kehilangan prategang akibat susut pada beton dapat dihitung dengan rumus : ππ» = ππΆπ πΈπ πΆπ = πΎπΆπ . πΈπ (π − πππ ) … … … … . … . . . . … … … (2.22) πΈπΆ ππ. Dimana πΈπ . = modulus elatisitas baja prategang. ππΆπ. = regangan susut sisa total dengan harga. ππΆπ. = 300 x 10-6 untuk struktur pratarik. ππΆπ. =. 200 π₯ 10−6 log(π‘+2). untuk struktur pascatarik dengan t adalah usia beton. pada waktu transfer prategang dalam hari.. 45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
(63) 4. Kehilangan gaya prategang akibat susut beton (SH) Akibat perpendekan elastis (kehilangan gaya prategang seketika setelah peralihan) dan gaya prategang yang tergantung waktu, CR, dan SH ada pengurangan berkelanjutan pada tegangan beton, jadi kehilangan gaya prategang akibat relaksasi berkurang. Sebenarnya balok prategang mengalami perubahan regangan baja yang konstan didalam tendon bila terjadi rangkak yang tergantung pada nilai waktu. Oleh karena itu, ACI memberikan perumusan untuk menghitung kehilangan gaya pratekan dimana nilai dari KRE, J, dan C tergantung dari jenis dan tipe tendon, Adapun perumusan tersebut yaitu : π πΈ = πΆ(πΎπ πΈ − π½(ππ» + πΆπ + πΈπ)) … … … … … . . . . … … … (2.23) Dimana : πΎπ πΈ. = koefisien relaksasi. J. = faktor waktu (0.05-0.15). C. = faktor relaksasi. SH. = kehilangan tegangan akibat susut. CR. = kehilangan tegangan akibat rangkak. ES. = kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis. II.3 Precast Double Tee (NEXT BEAM) Precast Double Tee beam adalah suatu struktur beton prategang yang menyerupai dua balok T yang terhubung satu sama lain tepatnya dibagian flange balok tersebut. Dalam penerapannya Precast Double Tee beam ini digunakan dalam perencanaan elemen struktur bangunan misalnya roofing, lantai struktur. 46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Garis besar
Dokumen terkait