• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN. Setelah dilakukan terapi sebanyak 10 kali sesi terapi dalam jangka waktu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN. Setelah dilakukan terapi sebanyak 10 kali sesi terapi dalam jangka waktu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini dalam studi kasus ini akan membahas mengenai keberhasilan dan faktor penghambat program terapi yang telah direncanakan serta faktor – faktor yang mempengaruhinya.

Setelah dilakukan terapi sebanyak 10 kali sesi terapi dalam jangka waktu dua bulan maka diperoleh hasil bahwa konsentrasi pasien mengalami peningkatan.

Hal ini dapat dilihat pada saat pasien pertama kali datang ke unit okupasi terapi pasien mampu berkonsentrasi kurang dari 5 menit, kemudian setelah dilakukan terapi sebanyak 10 kali sesi terapi pasien sudah mampu berkonsentrasi tanpa terdistraksi lebih dari 20 menit dalam menyelesaikan suat aktivitas (LTG tercapai). Berdasarkan reevaluasi yang dilakukan pada tanggal 19 Maret 2019, maka dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan konsentrasi pada pasien. Long term goal yang diprogramkan sepenuhnya berhasil, pasien mampu berkonsentrasi menyelesaikan permainan tradisional engklek modifikasi bentuk geometri dan angka secara mandiri, meskipun dalam pelaksanaan permainan engklek pasien harus di pegangi pada saat melompat satu kaki. Pasien masih mengalami kesulitan saat aktivitas melompat dengan menggunakan satu kaki.

A. Keberhasilan Program Terapi 1. Pemeriksaan

Pemeriksaan yang fokus pada permasalahan pasien dapat mempermudah proses okupasi terapi. Proses okupasi terapi meliputi pertama, screening yaitu meninjau dokumen dan berdiskusi dengan

(2)

staf. Kedua yaitu initial assessment dengan wawancara dan mengamati pasien saat terapi. Ketiga, mengidentifikasi model treatment yang akan digunakan. Keempat yaitu assessment dilakukan dengan wawancara terstruktur, observasi klinis, mengelola tes, dan hasil penilaian pemeriksaan. Kelima, mengidentifikasi masalah yang dialami dan membuat diagnosis okupasi terapi. Keenam yaitu mengembangkan rencana terapi dengan memilih tujuan terapi dan strategi intervensi yang sesuai dengan diagnosis okupasi terapi.

Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data.

Menurut Sugiyono (2011) menyatakan bahwa melalui observasi, akan mengetahui tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Dilakukan observasi langsung seperti pengamatan (watching) dan menyimak (listening) perilaku individu (Salim, 2006). Berdasarkan observasi dan interview yang dilakukan dengan orang tua pasien maka dapat diketahui bahwa masalah yang dialami oleh pasien yaitu belum mampu berbicara lancar, hiperaktif, mudah terdistraksi dan kurang konsentrasi.

Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan yang tepat sesuai dengan permasalahan pasien untuk mengumpulkan data dari pasien.

Pemeriksaan tersebut yaitu screening test, pemeriksaan ADHDT (Attention deficit hyperactive disorder test), pemeriksaan motorik kasar, pemeriksaan motorik halus dan pemeriksaan konsep dan persepsi. Screening test dilakukan dengan tujuan mengetahui

(3)

informasi awal mengenai kondisi pasien. Pemeriksaan ADHDT dilakukan dengan tujuan mengetahui derajat ADHD dan skor pada sub hyperactivity, impulsivity, serta inattention pada pasien. Pemeriksaan ADHDT (examiner’s) bisa dilakukan oleh orangtua dan terapis okupasi. Pemeriksaan motorik kasar dan halus dilakukan dengan tujuan mengetahui kemampuan gerak kasar dan halus pasien.

Pemeriksaan konsep dan persepsi dilakukan dengan tujuan mengetahui kemampuan pasien dalam mengenal angka.

2. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan orang-orang terdekat yang dimiliki anak, dan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anak berkebutuhan khusus. Salah satu peran dan fungsi keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam memberikan kasih sayang (Friedman, 2010). Seorang anak berkebutuhan khusus juga sangat membutuhkan adanya pengakuan baik dari keluarganya maupun dari lingkungan masyarakat. Dengan adanya dukungan emosi, instrumental (bantuan), penghargaan yang diperoleh dari keluarga, teman serta masyarakat atau aksebilitas yang mendukung bagi individu berkebutuhan khusus dapat memberikan kesejahteraan, kepuasan hidup dan kebahagiaan (Indrakentjana, 2013). Sehingga dalam proses terapi keluarga harus memberikan dukungan kepada pasien dan

(4)

keluarga harus ikut berpartisipasi aktif dalam mendukung pelaksanaan terapi.

Dalam hal ini keluarga sangat mendukung pelaksanaan terapi yang dilakukan, dimana orang tua sangat menyayangi pasien, orang tua pasien selalu mendampingi pasien saat terapi, aktif bertanya mengenai kondisi pasien dan keluarga selalu rutin untuk mengantar pasien datang terapi. Orang tua dalam membimbing anak harus memberikan peluang anak untuk mandiri melakukan aktivitasnya.

Orang tua dapat mengontrol kebiasaan anak saat dirumah seperti penyediaan handphone dan televisi.

3. Proses pelaksanaan terapi

Terapis melakukan pelaksanaan terapi sesuai dengan tahapan intervensi okupasi terapi yang meliputi adjunctive methods, enabling activity, purposeful activity dan occupational performance. Okupasi terapis untuk melakukan tatalaksana mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 76 Tahun 2014 intervensi terapi okupasi meliputi adjunctive therapy yaitu tahap persiapan pasien untuk melakukan aktivitas terapi, enabling activityuntuk menilai kemampuan pasien dalam menyelesaikan tugas dengan menggunakan media terapi, purposefull activity yaitu aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan media yang mengarah ke occupational anak, dan occupational activity yaitu tahap yang ingin dicapai berdasarkan masalah yang dimiliki anak.

(5)

Intervensi terapi okupasi dilaksanakan dengan mengutamakan keselamatan pasien, dilakukan berdasarkan program perencanaan intevensi dan dapat dimodifikasi setelah dilakukan evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan pasien atau keluarganya terlebih dahulu. Tujuan yang direncanakan yaitu meningkatkan konsentrasi melalui aktivitas permainan tradisional engklek. Dengan tahapan intervensi yang dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus mampu memudahkan terapis dalam pencapaian tujuan terapi yang telah direncanakan.

4. Penggunaan kerangka acuan dam pemilihan strategi/teknik yang sesuai

Kerangka acuan merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan terapi. Untuk melakukan tujuan terapi, terapis menggunakan kerangka acuan kognitif perilaku. Kerangka Acuan Cognitive Behavior memiliki asumsi bahwa pola berfikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku dan perubahan pada kognisi ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan (Nevid, 2005). Kerangka acuan cognitive behavior bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang dengan mengubah pemikiran dan persepsi terutama pola berpikirnya. Terapi ini melatih kemampuan berpikir, menggunakan pendapat dan membuat keputusan, dengan fokus memperbaiki defisit memori, konsentrasi dan atensi, persepsi, proses

(6)

belajar, membuat rencana, serta pertimbangan (Hersen & Gross, 2008).

Strategi atau tekhnik yang digunakan diantaranya yaitu modelling dan imitation (pemberian contoh dan menirukan), listening for must (mendengarkan apa yang harus dikerjakan), dan problem solving atau pemecahan masalah. Metode modeling dan imitationyaitu terapis berperan sebagai model untuk memeragakan urutan dari sebuah aktivitas, serta memberikan kesempatan kepada klien untuk mempraktikan kembali apa yang telah dicontohkan untuk mencapai kompeten pada setiap tahapan sebelum mencapai tahapan selanjutnya.

Listening for must, pasien harus mendengarkan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Terapis memberikan instruksi dengan jelas dan perlahan. Terapis juga mengembangkan pengetahuan dengan cara memberikan informasi kepada pasien tentang permainan engklek, dan puzzle untuk melatih kemampuan problem solving pasien. Kerangka Acuan Cognitive Behavior cocok bagi anak-anak yang kurang terampil dalam kemampuan sosial dan keterampilan memecahkan masalah (problem solving) (Wanders, 2008).

Keterampilan problem solving dalam permainan tradisional engklek berupa kemampuan dalam melempar gacu agar tepat didalam kotak dan tidak boleh keluar dari kotak, kemampuan melompat dengan menggunakan satu kaki ke setiap kotak dan tidak boleh menginjak garis, dan konsep dalam memahami permainan engklek

(7)

saat melompat dengan menggunakan satu kaki atau menggunakan dua kaki.

5. Waktu pelaksanaan

Waktu pelaksanaan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam terapi. Waktu yang sesuai dan dilakukan secara rutin dapat memperoleh hasil terapi yang lebih maksimal. Frekuensi untuk anak yang membutuhkan terapi intensif dan anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan sebanyak 1 sampai 2 kali dalam satu minggu.

Frekuensi terbaik untuk anak yang menunjukkan perkembangan yang lambat dapat dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan dengan jarak yang tetap (Bailes, dkk, 2008). Studi kasus ini waktu pelaksanaan terapi sesuai dengan pendapat Bailes, dkk yaitu 2 kali dalam 1 minggu dengan durasi 30 menit siap satu kali sesi terapi, 1 kali pertemuan saat terapi di RS pada hari sabtu dan 1 kali pertemuan dilakukan dirumah yang menyesuaikan jadwal pasien.

B. Faktor yang menghambat

Berdasarkan reevaluasi yang dilakukan pada tanggal 19 Maret 2019, diperoleh hasil yaitu untuk LTG sudah tercapai dan terdapat faktor yang menghambat diantaranya sebagai beikut:

1. Lingkungan

Anak dengan gangguan ADHD dalam mengerjakan setiap aktivitas mudah sekali terganggu dengan suasana yang berisik, sehingga anak tidak mampu untuk mempertahankan konsentrasinya

(8)

saat menyelesaikan suatu aktivitas. Menurut Matsumoto (2004) menjelaskan bahwa lingkungan merupakan segala sesuatu disekitar subjek manusia yang terkait dengan aktivitasnya. Lingkungan akan mempengaruhi efektifitas dalam belajar, karena dapat menjadi sebuah distraktor dan penghambat perkembangan apabila lingkungan sebagai tempat belajar tidak nyaman dan tidak mendukung.

Lingkungan di rumah sakit, anak mudah sekali terdistraksi ketika pasien berada diruang terapi bersamaan dengan temannya yang melakukan terapi. Sedangkan lingkungan dirumah, ketika dilakukan terapi anak juga cenderung mudah terdistraksi karena anak selalu ingin menunjukkan bakat atau barang yang dimilikinya. Orang tua harus mengatur jadwal untuk penyediaan layanan seperti handphone dan televisi, serta biasakan anak untuk melakukan aktivitas secara mandiri.

2. Kondisi

Pelaksanaan tujuan jangka panjang mengalami hambatan karena pasien memiliki perilaku hiperaktif, inatensi dan impulsif yang berdampak pada tujuan terapi yang telah direncanakan. Hambatan lain yang menyertai yaitu kemampuan motorik kasar pasien belum mampu untuk mengangkat satu kaki dan melompat dengan menggunakan satu kaki yang setara usia 3 tahun 5 bulan sampai 4 tahun. Pada kemampuan konsep atau persepsi pasien mampu berhitung 1 sampai 10 tetapi pasien baru mampu mengidentifikasi angka 1 sampai 5.

(9)

Terapi okupasi pada anak memfasilitasi sensori dan fungsi motorik yang sesuai pada pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menunjang kemampuan anak dalam bermain, belajar dan berinteraksi di lingkungannya. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui kegiatan terhadap anak yang mengalami gangguan kondisi sensori motor (Kosasih, 2012). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 571 tahun 2008 okupasi terapi menggunakan aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik, pesepsi, kognitif, sosial dan spiritual) dan area kinerja okupasional (perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang) sehingga pasien/klien mampu meningkatkan kemandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan partisipasi di masyarakat sesuai perannya.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);.. Peraturan Menteri Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta.. Kementerian Kesehatan Republik

Berdasarkan pada permasalahan dan solusi diatas, maka ide dalam penelitian yang akan diajukan adalah merancang desain metode kontrol optimal untuk mengontrol

Jika dulu, perniagaan jenis ini memerlukan modal yang besar, pejabat, mungkin juga sebuah kilang, tetapi dengan kecanggihan teknologi, anda kini mampu memulakan perniagaan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini dengan judul “Pencabutan Hak

• Produk adalah laporan tertulis formal yang mengungkapkan pendapat tentang keandalan asersi dalam laporan keuangan ; sesuai dengan GAAP.. (Prinsip akuntansi yang

a) 2 buah benda uji untuk uji kuat tarik badan dan perpanjangan putus yang dipotong dari bagian badan ban dalam pada kedua sisi yang berlawanan; dan.. Lakukan

Teori yang dikemukakan oleh Max Weber tidak sependapat dengan Marx, yang mana menyatakan jika ekonomi menjadi kekuatan pokok perubahan sosial.. Dari karyanya yaitu