• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BAGI ANGKATAN KERJA DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN KERJA MEDAN SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BAGI ANGKATAN KERJA DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN KERJA MEDAN SKRIPSI OLEH :"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BAGI ANGKATAN KERJA

DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN LATIHAN KERJA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara

OLEH :

ESTER SURDINA SIMANGUNSONG

140903108

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ABSTRAK

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah kurang tersedianya tenaga kerja yang kompeten untuk mengisi lowongan kerja yang ada. Oleh sebab itu dilakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja agar mampu bersaing di pasar kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Medan. Penelitian ini menggunakan teori efektivitas Duncan yang terdiri dari indikator pencapaian tujuan, integrasi dan adaptasi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif untuk menggambarkan fenomena sebenarnya dari kejadian di lapangan. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumen yang terkait dengan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi pada indikator pencapaian tujuan sudah berjalan secara efektif dilihat dari sasaran yang sudah tercapai, pada indikator integrasi masih kurang efektif sehingga menyebabkan kurang dikenalnya pelatihan yang diadakan oleh balai tersebut. Dan yang terakhir pada indikator adaptasi, pelatihan berbasis kompetensi yang dilaksanakan dengan jurusan bangunan dan pariwisata telah mengikuti kebutuhan daerah Sumatera Utara yang sedang giat untuk membangun infrastruktur dan juga mengembangkan pariwisata.

Kata kunci : Efektivitas, Pelatihan Berbasis Kompetensi, Angkatan Kerja

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada penyelesaian skripsi ini, peneliti sangat banyak mendapatkan bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan mengarahkan peneliti dalam pengerjaan skripsi ini

5. Seluruh Jajaran Dosen atau Staf Pengajar Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 6. Seluruh staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh Pegawai, Staf dan Peserta Pelatihan yang ada di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Medan yang telah membantu proses pemberian data guna penyelesaian skripsi ini

8. Kedua Orangtuaku Bapak Kusler Hot Tiopan Simangunsong dan Mama Murni Purba yang telah mendukung dan menyemangati penulis selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini

(4)

9. Kedua kakakku Puspita Tiarani Simangunsong S.Pd dan Febrina Irawati Simangunsong S.M, juga kepada adik-adikku Melani Ekklesia Simangunsong, Putri Nomenselli Simangunsong, Judika Aditia Romaito Simangunsong dan Bunga Simangunsong yang telah mendoakan dan memotivasi peneliti dalam penyelesaian studi selama 4 tahun ini

10. Orangtua saya di Medan, Paktua M.Marbun dan Maktua R.Br Purba, serta keluarga yang saya kasihi ito Nando, ito Memory, ito Erwin dan Adik Duma Simamora yang mendukung peneliti selama proses perkuliahan dan pengerjaan skirpsi ini hingga selesai

11. Kakak pembimbing rohani Kak Mery Esra Situmeang S.Sos dan Kak Fhida JF Samosir S.AP yang telah mendoakan dan menyemangati peneliti dalam proses perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini

12. Para sahabat dan seluruh teman seperjuangan di Departemen Ilmu Administrasi Publik angkatan 2014

13. Keluarga besar IMDIAN FISIP USU, GAMADIKSI USU, YIPC Medan, dan SUMUT Mengajar yang telah menjadi tempat peneliti menempa diri dalam berorganisasi

14. Dan, seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna baik dari materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap, skripsi ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita bersama.

Medan, Juni 2018

Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas ... 9

2.2 Pelatihan ... 14

2.2.1 Tujuan Pelatihan ... 16

2.2.2 Tahap Pelatihan ... 17

2.3 Kompetensi ... 20

2.4 Pelatihan Berbasis Kompetensi... 21

2.5 Angkatan Kerja ... 23

2.6 Definisi Konsep ... 26

2.7 Hipotesis Kerja... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 28

3.2 Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Informan Penelitian ... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.5 Teknik Analisis Data ... 35

3.6 Validitas Data ... 37

(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Profil BBPLK Medan ... 39

4.1.2 Visi, Misi, Tugas Pokok dan Fungsi ... 40

4.1.3 Bentuk, Bidang dan Jenis Pelatihan ... 41

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 44

4.2.1 Karakteristik Informan Penelitian ... 45

4.3 Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi .... 47

4.3.1 Pencapaian Tujuan ... 47

4.3.2 Integrasi ... 58

4.3.1 Adaptasi ... 62

4.4 Pembahasan ... 66

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi BBPLK Medan

Gambar 4.2 Formulir pendaftaran peserta pelatihan secara online Gambar 4.3 Dokumentasi saat calon peserta mengikuti tes tertulis Gambar 4.3 Dokumentasi saat calon peserta mengikuti tes wawancara Gambar 4.5 Dokumentasi proses pelatihan sub kejuruan tukang finishing Gambar 4.6 Dokumentasi proses pelatihan sub kejuruan cookery

Gambar 4.7 Dokumentasi proses pelatihan sub kejuruan surveyor

(8)

DAFTAR TABEL

3.1 Keterangan Informan

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara

Lampiran 2 : Pedoman Observasi

Lampiran 3 : Pedoman Dokumentasi

Lampiran 4 : Transkrip Wawancara, Observasi dan Dokumentasi

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menciptakan sesuatu hal yang belum ada menjadi ada dan memperbaiki hal yang sudah ada menjadi lebih baik lagi. Pembangunan dalam suatu negara tidak hanya meliputi pembangunan fisik saja, namun perlu juga pembangunan non fisik misalnya pembangunan terhadap sumber daya manusia. Pembangunan fisik yang dilakukan berupa pembangunan infrastruktur, memang diperlukan untuk menghubungkan wilayah yang satu dengan yang lainnya. Sudah banyak pembangunan infrastruktur dilakukan di negeri ini, mulai dari jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, saluran telekomunikasi, hingga sarana-dan prasarana pendidikan. Namun pembangunan ini hanya akan dinikmati beberapa saat saja jika tidak diimbangi dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Pembangunan nasional memerlukan manusia yang potensial dan produktif untuk mendukung pelaksanaannya secara maksimal. Kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan tidak saja ditentukan secara kuantitatif oleh jumlah penduduk dan angkatan kerja dari tahun ketahun, melainkan juga secara kualitatif ditentukan oleh tingkat kemampuan dan keterampilan tenaga kerja yang diperlukan. Jumlah penduduk Indonesia yang melimpah merupakan aset penting dalam pembangunan nasional. Total penduduk Indonesia menurut Badan Pusat Statistik pada Agustus 2017 berdasarkan hasil proyeksi penduduk 2010‒2035 diperkirakan sebanyak 262,41 juta orang.

(11)

Jumlah penduduk yang melimpah menjadi modal bagi Indonesia untuk bersaing secara global. Terkait dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada Desember 2015, Indonesia akan menjadi pasar potensial bagi negara-negara Asean mengingat posisinya yang strategis dan jumlah penduduknya yang besar sehingga memiliki tingkat konsumsi yang tinggi, hal ini akan menjadi peluang bagi pembangunan ketenagakerjaan.

Dalam rencana strategis Kementerian Ketenagakerjaan terkait dengan pembangunan ketenagakerjaan, upaya yang dapat dilakukan untuk merealisasikan hal tersebut adalah dengan memperluas lapangan kerja, meningkatkan iklim investasi, meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta pengembangan sistem kerja yang layak, dan pendalaman pendidikan tenaga kerja. Dimana hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan peningkatan kualitas kompetensi SDM.

Peningkatan kualitas SDM Indonesia, terutama yang berkaitan dengan aspek pendidikan dan kompetensinya telah diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kedua undang-undang tersebut mengamanatkan peningkatan kualitas SDM berbasis kompetensi. Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan kerja, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Sistem Pelatihan Kerja Nasional ini menggariskan prinsip-prinsip dasar pelatihan berbasis kompetensi. Sistem Pelatihan Kerja Nasional, disusun dan dikembangkan sejalan dengan Rekomendasi International Labor Organization (ILO) Nomor 195 Tahun 2004 Tentang Human Resource Development. Rekomendasi ILO tersebut juga menggariskan pentingnya pengembangan sumber daya manusia berbasis

(12)

kompetensi yang bersifat ”Life long learning”. (Dikutip dari buku pedoman penyelenggaraan sistem pelatihan kerja nasional di daerah. Hlm.2)

Persoalan mendasar dalam dunia kerja sekarang ini adalah kurang tersedianya tenaga kerja terdidik dan terlatih untuk mengisi lowongan yang tersedia. Dalam arti luas, kualitas tenaga kerja di Indonesia relatif rendah, sehingga menjadi penghalang bagi pelaksanaan pembangunan. Indonesia termasuk dalam negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber daya tenaga kerja yang melimpah dan sebagian besar masih dalam kualitas rendah dilihat dari latar belakang pendidikan yang diperoleh. Hal ini didukung dengan data Badan Pusat Statistik pada Februari 2017 yang mencatat jumlah angkatan kerja nasional sebanyak 131,55 juta orang dimana masih didominasi oleh individu-individu berlatarbelakang pendidikan rendah. Rinciannya yaitu, lulus pendidikan dasar sebesar 54,44%, lulusan sekolah menengah sebesar 28,13%, tamatan sekolah tinggi sebesar 14,26%. Dan angkatan kerja yang tidak mengenyam bangku pendidikan formal sebesar 3,17%. Hal ini menjadi pendukung bagi permasalahan yang terjadi.

Banyaknya penduduk usia kerja yang tidak bekerja disebabkan oleh ketidakmampuannya bersaing di pasar kerja. Yang menjadi salah satu penyebab hal tersebut adalah adanya ketidaksesuaian kurikulum yang digunakan pada saat mengenyam pendidikan formal dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh industri atapun pasar kerja. Oleh karena itu, penyiapan tenaga kerja terampil dan ahli melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat dan terarah sangat diperlukan.

(13)

Dewasa ini peran pendidikan dan pelatihan vokasi semakin penting untuk menghasilkan SDM yang kompeten guna memenuhi kebutuhan dunia kerja. Salah satu strategi yang ditempuh ialah dengan menerapkan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK). Adapun yang menjadi latar belakang diadakannya program pelatihan berbasis kompetensi di balai latihan kerja adalah pentingnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia agar memiliki daya saing dan memiliki standar global. Berbeda dengan pelatihan konvensional, PBK memerlukan standar kompetensi, sumber daya pelatihan dan metode pelatihan yang memenuhi persyaratan tertentu. Kesemuanya diwujudkan sejak proses persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Sebagai acuan pelaksanaan PBK telah diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan semakin giat menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing di pasar kerja global.

Yang dilaksanakan melalui pelatihan kerja secara terstruktur, sistematis dan profesional agar dihasilkan output sesuai dengan apa yang diharapkan yakni tenaga kerja yang kompeten. Pengembangan kompetensi tenaga kerja merupakan tugas yang tidak ringan dan dibutuhkan keterlibatan para pihak terkait.

Ketersediaan lembaga pelatihan yang didukung dengan sumber daya manusia, perlengkapan pelatihan dan program yang memadai merupakan suatu hal yang penting dalam mengembangkan suatu sistem pelatihan guna menghasilkan peserta pelatihan yang mempunyai kompetensi dan dapat memenuhi harapan pasar kerja. Para pencari kerja, buruh lepas harian dan kelompok kerja yang rentan kemiskinan lainnya membutuhkan layanan Balai

(14)

Latihan Kerja, karena berbasis kompetensi dan sertifikasi merupakan gerbang utamamasuk dalam dunia kerja yang lebih layak.

Upaya lainnya yang ditempuh oleh Kementerian Ketenagakerjaan adalah dengan melakukan terobosan guna mempercepat peningkatan daya saing SDM Indonesia. Terobosan dilakukan lewat program Reorientasi, Revitalisasi dan Rebranding (3R) Balai Latihan Kerja (BLK) milik Pemerintah yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri nomor 23 tahun 2017. Program ini ditujukan untuk mempercepat proses produksi SDM yang berkompeten di beberapa bidang kejuruan prioritas, sekaligus meningkatkan relevansi keluaran BLK sesuai kebutuhan pasar kerja dalam maupun luar negeri.

Reorientasi, revitalisasi dan rebranding atau yang lebih dikenal dengan program 3R diperlukan untuk memfokuskan produksi SDM melalui pelatihan berbasis kompetensi, sehingga lebih jelas dan terarah sesuai kebutuhan prioritas pasar kerja dan industri. Dimana selama ini produksi SDM di BLK terlalu luas dan tersebar di banyak kejuruan, namun produksinya terbatas. Oleh sebab itu, program 3R membuat skema pelatihan kerja di BLK semakin fokus dan masif, dengan arti memilih satu dua kejuruan prioritas dan dilakukan produksi secara masif, sehingga output dari pelatihan berbasis kompetensi di BLK semakin besar dan sesuai kebutuhan industri.

Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) juga telah menerapkan program 3R yang dimulai sejak tahun 2018 ini. BBPLK Medan adalah UPTP dibidang pengembangan dan perluasan kerja yang berkedudukan di Provinsi Sumatera

(15)

Utara dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. BBPLK Medan dan Ditjen Binalattas Kemnaker secara berkelanjutan melakukan perubahan peningkatan kapasitas dan kapabilitas untuk melakukan peningkatan pelatihan kerja bagi angkatan kerja agar mampu mengisi permintaan pasar global dan menciptakan lapangan kerja secara profesional dan mandiri.

Sesuai dengan target program 3R, mulai tahun 2018 BBPLK Medan akan fokus pada pelatihan kejuruan bangunan dan pariwisata. Sebelumnya pada tahun 2017, BBPLK Medan menyelenggarakan pelatihan untuk 11 program kejuruan.

Meliputi kejuruan bangunan, bisnis dan manajemen, garmen apparel, processing, refrigation, teknik elektronika, teknik las, teknik listrik, teknik manufaktur, teknik otomotif, dan teknik informasi dan komunikasi. Dikutip dari berita harian Kemnaker, selain lebih memfokuskan pada dua program kejuruan, Fahrurozi selaku Kepala BBPLK Medan menjelaskan bahwa ke depan BBPLK Medan juga akan terus ditingkatkan kapasitas pelatihannya. Adapun pada tahun 2017, BBPLK Medan telah melatih hampir 6 ribu orang dan ditargetkan sebanyak 12.064 pada tahun 2018.

Namun dalam perkembangannya, BBPLK Medan sebagai lembaga yang memberikan pelatihan masih terus melakukan perbaikan-perbaikan. Perbaikan yang dilakukan adalah untuk mendukung program 3R yang ingin diterapkan di balai latihan kerja diseluruh Indonesia. Perbaikan sistem pelatihan, sarana dan prasarana dilakukan agar mendukung target yang ingin dicapai yakni fokus dan masifikasi pelatihan. Fokus artinya kejuruan pelatihan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan pasar kerja saat ini dan masifikasi artinya semakin banyak yang

(16)

mengikuti pelatihan serta mendapatkan sertifikat atas kompetensi yang telah dimiliki setelah pelatihan selesai.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pelaksanaan pelatihan di BBPLK Medan. Sehingga penelitian ini berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi Bagi Angkatan Kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Medan ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : “Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana efektivitas pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan. Jelasnya, tujuan penelitian yang akan dicapai peneliti adalah :

1. Mengetahui dan menganalisis pencapaian tujuan terkait pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan

(17)

2. Mengetahui dan menganalisis integrasi terkait pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan

3. Mengetahui dan menganalisis adaptasi terkait pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari program studi Ilmu Adminitrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Secara akademis, diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai efektivitas pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Medan.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberi manfaat serta masukan yang berguna bagi instansi terkait khususnya dalam pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian tentang Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kata lain suatu aktivitas disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian efektivitas pelaksanaan suatu organisasi secara umum diartikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi dengan kemampuan yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara objektif.

Efektivitas menurut Kurniawan (2005) adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari suatu organisasi dengan tidak ada tekanan atau ketengangan diantara pelaksananya.

Sedarmayanti (2006) mendefinisikan konsep efektivitas sebagai suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat.

Makmur (2011:5) menggungkapkan efektivitas berhubungan dengan tingkat kebenaran atau keberhasilan dan kesalahan. Ia berpendapat bahwa untuk menentukan tingkat efektivitas keberhasilan seseorang, kelompok, organisasi bahkan sampai kepada negara kita harus melakukan perbandingan antara

(19)

kebenaran atau ketepatan dengan kekeliruan yang dilakukan. Semakin rendah tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi, tentunya akan semakin mendekati ketepatan dalam pelaksanaan setiap aktivitas atau pekerjaan yang dibebankan kepada setiap orang.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menilai tingkat efektivitas dapat digunakan perbandingan antara rencana awal dengan hasil kenyataan yang didapat. Semakin efektif jika tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi rendah. Begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat kesalahan daripada rencana awal maka semakin tidak efektif. Efektivitas adalah suatu ukuran tentang bagaimana suatu target atau sasaran yang telah ditentukan tercapai yang mengacu pada hasil akhir. Hasil akhir adalah tujuan utama. Semakin mencapai target yang ditentukan maka efektivitasnya semakin baik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmudi (2005: 92) yang mendefinisikan efektivitas adalah merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Jadi dalam hal ini yang dimaksud dengan output disini adalah hasil dari program pelatihan berbasis kompetensi.

Target sasaran atau tujuannya adalah untuk menyiapkan tenaga kerja yang memiliki etos kerja, disiplin, terampil, berjiwa mandiri, jujur untuk dapat mengisi hubungan kerja ataupun mendirikan usaha mandiri. Dapat dikatakan efektif apabila program ini mampu meningkatkan kompetensi dari peserta pelatihan sehingga sesuai dengan tujuan awal yang telah ditetapkan.

(20)

Tingkat efektivitas dapat dilihat dan dinilai dari hasil yang telah dicapai.

apabila output atau hasil yang dicapai sesuai atau mencapai target sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, maka hal itu dapat dikatakan efektif. Namun sebaliknya dapat dikatakan tidak efektif apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan target sasaran yang telah ditentukan. Untuk itu diperlukan suatu indikator atau ukuran untuk melihat tingkat efektivitas.

Menurut pendapat David dkk dalam Danim (2004) menyebutkan indikator efektivitas adalah sebagai berikut:

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan

Hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output), usaha dengan hasil, persentase pencapaian program kerja dan sebagainya.

2. Tingkat kepuasan yang diperoleh

Ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu).

3. Produk kreatif

Penciptaan hubungan kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan.

4. Intensitas yang akan dicapai

Memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa ukuran efektivitas harus dilihat dari perbandingan antara masukan dan keluaran, tingkat kepuasan yang diperoleh, penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta adanya rasa saling memiliki yang tinggi. Rasa memiliki yang tinggi tersebut bukan berarti berlebihan. Makmur (2011:7-9) mengungkapkan indikator efektivitas dilihat dari beberapa segi kriteria efektivitas, sebagai berikut :

1. Ketepatan waktu

Waktu adalah sesuatu yang dapat menentukan keberhasilan sesuatu kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi tapi juga dapat berakibat terhadap kegagalan suatu aktivitas organisasi. Penggunaan

(21)

waktu yang tepat akan menciptakan efektivitas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Ketepatan perhitungan biaya

Berkaitan dengan ketepatan dalam pemanfaatan biaya, dalam arti tidak mengalami kekurangan juga sebaliknya tidak mengalami kelebihan pembiayaan sampai suatu kegiatan dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik. Ketepatan dalam menetapkan satuan–satuan biaya merupakan bagian daripada efektivitas.

3. Ketepatan dalam pengukuran

Dengan ketepatan ukuran sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya sebenarnya merupakan gambaran daripada efektivitas kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam sebuah organisasi.

4. Ketepatan dalam menentukan pilihan.

Menentukan pilihan bukanlah suatu persoalan yang gampang dan juga bukan hanya tebakan tetapi melalui suatu proses, sehingga dapat menemukan yang terbaik diantara yang baik atau yang terjujur diantara yang jujur atau kedua-duanya yang terbaik dan terjujur diantara yang baik dan jujur.

5. Ketepatan berpikir

Ketepatan berfikir akan melahirkan keefektifan sehingga kesuksesan yang senantiasa diharapkan itu dalam melakukan suatu bentuk kerjasama dapat memberikan hasil yang maksimal.

6. Ketepatan dalam melakukan perintah

Keberhasilan aktivitas suatu organisasi sangat banyak dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin, salah satunya kemampuan memberikan perintah yang jelasa dan mudah dipahami oleh bawahan. Jika perintah yang diberikan tidak dapat dimengeri dan dipahami maka akan mengalami kegagalan yang akan merugikan organisasi.

7. Ketepatan dalam menentukan tujuan

Ketepatan dalam menentukan tujuan merupakan aktivitas organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang ditetapkan secara tepat akan sangat menunjang efektivitas pelaksanaan kegiatan terutama yang berorientasi kepada jangka panjang.

8. Ketepatan sasaran

Penentuan sasaran yang tepat baik yang ditetapkan secara individu maupun secara organisasi sangat menentukan keberhasilan aktivitas organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika sasaran yang ditetapkan itu kurang tepat, maka akan menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri.

Berdasarkan uraian indikator efektivitas oleh Makmur di atas intinya dapat dilihat bahwa efektivitas merupakan suatu pengukuran dalam tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan ukuran- ukuran ketepatan efektivitas dimana suatu target atau sasaran dapat tercapai sesuai

(22)

dengan apa yang telah direncanakan. Sedangkan Duncan dalam Steers (1980:53) menggungkapkan ada 3 indikator dalam mengkaji efektivitas, yaitu sebagai berikut :

1. Pencapaian tujuan

Pencapaian tujuan merupakan keseluruhan upaya yang dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari 3 sub-indikator, yaitu kurun waktu, sasaran yang merupakan target konkret dan juga dasar hukum.

2. Integrasi

Integrasi berkaitan dengan tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi atau komunikasi dan pengembangan konsensus.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berkaitan dengan kesesuaian pelaksanaan program dengan keadaan di lapangan dan terkait juga dengan sarana dan prasarana yang digunakan.

Berdasarkan beberapa indikator efektivitas yang diungkapkan beberapa ahli di atas, peneliti menggunakan indikator efektivitas menurut Duncan. Alasan peneliti menggunakan teori ini adalah karena keseluruhan indikator efektivitas dalam teori ini sesuai dengan fokus dan permasalahan penelitian yang peneliti lakukan yaitu melihat bagaimana efektivitas pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja.

Indikator pertama yakni pecapaian tujuan, yang terdiri dari 3 sub-indikator, yaitu kurun waktu, sasaran dan dasar hukum. Pelatihan berbasis kompetensi di BBPLK Medan dilaksanakan setiap 1 periode yaitu 1 tahun. Rencana awal adalah target awal atau tujuan yang telah disusun untuk satu tahun kedepan. Apabila program tidak berjalan sesuai atau melebihi batas waktu satu tahun namun program yang telah dibuat belum terselesaikan maka ini dapat menimbulkan

(23)

kegagalan. Kemudian apabila program telah diselesaikan semua sesuai dengan kurun waktu satu tahun namun target sasaran atau tujuan awal tidak tercapai maka akan menimbulkan kegagalan atau kedua-duanya tidak efektif.

Kemudian yang kedua, indikator integrasi. Dalam indikator integrasi melihat bentuk sosialisasi yang telah dilakukan. Apakah sosialisasi kegiatan dalam program pelatihan berbasis kompetensi ini telah dilakukan dengan baik atau telah dilakukan sosialisasi tapi tidak maksimal atau juga telah dilakukan sosialisasi dengan maksimal tapi masyarakatnya yang masih kurang tanggap atau tertarik.

Indikator yang terakhir, yaitu indikator adaptasi. Alasan mengapa digunakan teori ini adalah selain menggunakan indikator pencapaian tujuan dan integrasi, teori ini juga menggunakan indikator adaptasi yang dapat digunakan untuk melihat kesesuaian antara program organisasi dengan keadaaan di lapangan dan juga penggunaan sarana dan juga prasarana yang sesuai. Organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi. Jenis kompetensi yang dilatih harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja atau kebutuhan masyarakat di Sumatera Utara dan sekitarnya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan angkatan kerja melalui pelatihan.

2.2 Kajian tentang Pelatihan

Pelatihan berasal dari kata dasar ”latih” yang berarti belajar dan membiasakan diri agar mampu melakukan sesuatu. Latihan adalah bagian dari

(24)

pendidikan yang menyangkut proses belajar, untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan. Dimana keterampilan ini sangat dibutuhkan oleh setiap angkatan kerja untuk beradaptasi dengan kemajuan serta mampu mengisi pasar kerja.

Dalam pasar kerja, kualifikasi lapangan kerja membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas. Karenanya tidak hanya dibutuhkan pendidikan formal saja, tetapi juga melalui pelatihan kerja dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja yang potensial dan produktif. Manullang (1995) mengatakan bahwa : Latihan kerja adalah seluruh kegiatan untuk memberikan dan memperoleh serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian dan sikap kerja diluar sistem pendidikan formal yang berlaku dalam waktu tertentu dengan metode mengutamakan praktek daripada teori.

Dari pendapat Manullang peneliti dapat memahami bahwa pelatihan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan, dimana keterampilan ini sangat dibutuhkan untuk mampu bersaing di pasar kerja.

Proses pelaksanaan pelatihannya juga lebih mengutamakan praktek daripada teori sehingga lebih mudah untuk mengasah keterampilan dan bisa langsung turun ke lapangan. Sedangkan menurut Hamalik (2000:10) pelatihan adalah:

Suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.

Berbeda dengan pendapat Manullang, Hamalik berpendapat bahwa pelatihan merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam bidang pekerjaan tertentu. Dengan memiliki kemampuan tersebut, peserta yang mengikuti pelatihan bisa bekerja lebih

(25)

produktif. Dan hal ini berdampak baik bagi organisasi atau perusahaan yang mempekerjakan orang yang telah dilatih tersebut.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dirangkum bahwa pelatihan kerja adalah seluruh proses kegiatan yang dilaksanakan dengan sengaja dalam satuan waktu tertentu berupa pemberian bekal keterampilan dan keahlian tertentu bagi tenaga kerja oleh tenaga professional untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta agar efektif dan efisien.

Dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud pelatihan kerja yaitu pembangunan ketenagakerjaan yang bertujuan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara efektif dan manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembagunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya tersebut tidak terlepas dari upaya peningkatan produktifitas.

Sesuai dengan definisi pelatihan di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan kerja adalah suatu kegiatan, tindakan, upaya yang dilakukan secara berencana dalam bimbingan tenaga professional kepelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang terampil, kreatif, profesional, dan memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya.

(26)

2.2.1 Tujuan Pelatihan

Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pelatihan pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan mengadakan pelatihan kerja. Tujuan utama dari pelaksanaan pelatihan kerja adalah peningkatan kompetensi atau keterampilan kerja. Disamping tujuan utama, pelatihan juga mempunyai beberapa tujuan lain.

Berkaitan dengan pelatihan, Manullang (1995) menyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya pelatihan yaitu menyiapkan tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja dengan memberikan serta meningkatkan keterampilan dan keahlian peserta pelatihan kerja guna membentuk sikap kerja, mutu kerja dan produktivitas kerja.Selanjutnya Hamalik (2000:16-17) mengemukakan tujuan pelatihan yaitu :

a. Secara umum bertujuan mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan berdisiplin yang baik. Kemampuan profesional mengandung aspek kemampuan keahlian dalam pekerjaan, kemasyarakatan dan kepribadian agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.

b. Secara khusus pelatihan bertujuan untuk :

1.Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki keterampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program organisasi di lapangan.

2.Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenagakerjaan yang memiliki kemampuan dan hasrat belajar terus untuk meningkatkan dirinya sebagai tenaga yang tangguh, mandiri, profesional, beretos kerja tinggi dan produktif.

3.Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan bakat, minat, nilai dan pengalamannya masing-masing (individual)

4.Mendidik, melatih tenaga kerja yang memiliki derajat relevansi yang tinggi dengan kebutuhan pembangunan.

Dari pendapat di atas peneliti memahami bahwa tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang agar mampu

(27)

melakukan pekerjaan dengan baik. Selanjutnya tujuan pelatihan secara lebih spesifik yaitu untuk membangun atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan individu agar mampu mandiri, berdaya saing serta memiliki etos kerja yang baik. Dimana hal ini sangat dibutuhkan dalam era perkembangan teknologi yang tak terkendali dan juga persaingan kerja yang semakin tinggi.

Dalam melaksanakan pelatihan juga dibuat tahapan-tahapan agar proses pelaksanaannya lebih sistematis.

2.2.2 Tahap Pelatihan

Dalam merencanakan suatu kegiatan pastinya memiliki tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut. dan untuk mencapai tujuan tersebut dibuat tahapan-tahapan agar proses pelaksanaannya sistematis dan terarah. Dalam rangka mencapai tujuan pelatihan, terdapat tahap pelatihan. Menurut Gomes (2003) terdapat 3 tahap utama dalam pelatihan yaitu:

1. Penentuan kebutuhan latihan.

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan atau menentukan perlu tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut (identifikasi kebutuhan).

2. Mendesain program pelatihan

Tujuan untuk memutuskan program pelatihan yang tepat untuk memutuskan program pelatihan yang tepat untuk dijalankan. Ketepatan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan yang hendak dicapai.

Dalam kaitannya dengan mendesain program pelatihan tersebut harus pula diperhatikan tersebut harus pula diperhatikan unsur-unsur program pelatihan yang meliputi :

a. peserta pelatihan b. pelatih (instruktur) c. waktu pelatihan d. bahan latihan e. bentuk latihan

3. Evaluasi efektivitas program pelatihan

Tujuannya adalah menguji apakah pelatihan tersebut efektif dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

(28)

Pada tahap pertama, dalam menentukan kebutuhan pelatihan kerja diarahkan agar pelatihan kerja mampu berfungsi memenuhi tuntutan pasar kerja. Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku-pelaku ini terdiri dari pengusaha yang membutuhkan tenaga, pencari kerja, dan perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan. Salah satu aspek pasar kerja adalah bagaimana mengisi lowongan yang ada dengan orang yang sesuai. Sesuai artinya bahwa orang yang akan ditempatkan mengisi lowongan tersebut mampu melakukan fungsi-fungsi atau menjadi tanggungjawabnya dengan baik.

Selanjutnya Payaman (1985) menjelaskan tentang karakteristik pasar kerja yang diantaranya meliputi :

1. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan, tingkat produktivitas kerja, dan sikap pribadi yang berbeda.

2. Tiap lowongan kerja mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan dan membutuhkan tenaga dengan tingkat pendidikan, keterampilan bahkan sikap pribadi yang berlainan pula.

3. Perbedaan pencari kerja dan perbedaan lowongan kerja yang mengakibatkan bahwa tidak setiap pelamar dapat cocok dan dapat diterima mengisi lowongan yang ada.

4. Setiap perusahaan atau unit usaha mempunyai lingkungan kerja yang berbeda: masukan (input), keluaran (output), teknologi, manajemen, lokasi, pasar dll. Dengan demikian tiap perusahaan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memberikan upah, jaminan sosial dan lingkungan kerja.

5. Dengan kondisi dan kemampuan perusahaan yang berbeda, tiap pencari kerja mempunyai preferensi yang berbeda akan lowongan pekerjaan.

Pencari kerja mempunyai harapan-harapan yang berbeda mengenai lowongan pekerjaan dan perusahaan dimana lowongan itu tersedia.

Kenyataan-kenyataan di atas menunjukkan bahwa baik pencari kerja maupun pengusaha membutuhkan berbagai macam informasi kerja sebelum pengisian suatu lowongan kerja berlangsung.

(29)

Latihan kerja merupakan hal yang perlu untuk dilaksanakan serta didukung oleh aparatur pemerintahan yang kuat, dukungan dan peran swasta, dukungan dari penelitian-penelitian untuk memperoleh gambaran yang tepat untuk pelatihan sehingga mengetahui lebih jelas metode, jenis pelatihan, pola dan struktur pelatihan, yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, perkembangan teknologi dan pembangunan. Secara umum dapat dibedakan adanya tiga kelompok kebutuhan latihan sesuai dengan dunia kerja dan pasar kerja, yaitu kebutuhan latihan untuk bekerja dalam hubungan kerja, ebutuhan latihan untuk bekerja mandiri, kebutuhan latihan untuk ”upgrading” bagi yang sudah bekerja.

Setelah menentukan kebutuhan latihan, kemudian tahap selanjutnya adalah mendesain program pelatihan yang bertujuan untuk memutuskan program pelatihan yang tepat yang ingin dijalankan dengan memperhatikan unsur program pelatihan yakni adanya peserta, pelatih, waktu pelatihan, bahan yang digunakan serta bentuk pelatihannya. Dalam hal ini pelatihan yang dilakukan di BBPLK Medan adalah pelatihan berbasis kompetensi.

Tahap terakhir dalam pelatihan adalah melakukan evaluasi baik kepada peserta, pelatih maupun bahan ajar yang digunakan dalam pelatihan. Hal ini dilakukan untuk melihat sudah sejauh mana peserta memahami pelajaran yang diberikan atau sudah sejauhmana peserta bisa mempraktekkan ilmu yang didapat selama pelatihan, bagaimana pelatih mengajarkan dan membimbing peserta pelatihan serta apakah bahan ajar yang digunkaan dapat meningkatkan kompetensi peserta selama mengikuti pelatihan.

(30)

2.3 Kajian tentang Kompetensi

Spencer dalam Moeheriono (2014) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan. Dimana dari defenisi tersebut terkandung makna karakteristik dasar kompetensi merupakan bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.

Dari karakteristik dasar kompetensi tersebut tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata- rata. Oleh karena itu, penentuan ambang kompetensi tersebut sangat dibutuhkan dan penting sekali tentunya, karena akan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi proses rekrutmen, seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumber daya manusia lainnya.

Dalam setiap kompetensi individu, terdapat pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dari ketiga kompetensi tersebut masing-masing ada yang mempunyai nilai lebih tinggi atau ada pula yang lebih rendah. Oleh karenanya, dalam setiap penempatan terkadang terdapat ketidaksesuaian, misalkan seorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan sangat bagus, tetapi di lain pihak mempunyai sikap

(31)

perilaku kurang baik atau rendah, begitupun sebaliknya mempunyai sikap yang baik namun keterampilan dan pengetahuannya kurang sesuai.

Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana pengembangan kompetensi seseorang yang belum sesuai dengan standar kompetensi yang ada melalui pelatihan yang dilakukan oleh BBPLK Medan dengan program yang bernama pelatihan berbasis kompetensi.

2.4 Pelatihan Berbasis Kompetensi

Pelatihan berbasis kompetensi merupakan sebuah wadah bagi angkatan kerja untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sesuai minat, bakat dan kebutuhan. Pelaksanaan pelatihan kerja berbasis kompetensi merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang memerlukan pengelolaan secara baik dan professional sehingga output/lulusan dari pelatihan tersebut dapat memiliki nilai tambah, baik secara ekonomis maupun sosial. Secara ekonomis berarti para lulusan segera terserap di pasar kerja dengan memperoleh imbalan gaji yang memadai. Sedangkan secara sosial, berarti pula bahwa lulusan pelatihan memperoleh kedudukan/pekerjaan yang baik dibandingkan dengan rekan- rekannya yang berpendidikan formal sama tetapi tidak mengikuti pelatihan.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pedoman Peyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi pasal (1) ayat (7) dijelaskan bahwa pelatihan kerja berbasis kompetensi yang kemudian disingkat PBK merupakan pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan pesyaratan tempat kerja.

(32)

Dalam melaksanakan pelatihan kerja perlu untuk memperhatikan prinsip dasar pelatihan berbasis kompetensi yang terdapat dalam pasal (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2014, yakni :

1. Dilaksanakan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan atau satandar kompetensi. Standar kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan pekerjaan.

2. Adanya pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki. Yang dimaksud pengakuan adalah dengan memberikan sertifikat kompetensi bagi peserta yang telah selesai mengikuti pelatihan.

3. Berpusat kepada peserta pelatihan dan bersifat individual. Maksudnya pelatihan diberikan pada peserta pelatihan yang telah mengikuti seleksi yakni, tes tertulis dan wawancara.

4. Multi-entry/ multi-exit, yang memungkinkan peserta untuk memulai dan mengakhiri program pelatihan pada waktu dan tingkat yang berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta pelatihan.

5. Setiap peserta pelatihan dinilai berdasarkan pencapaian kompetensi sesuai dengan standar kompetensi.

6. Dilaksanakan oleh lembaga pelatihan baik lembaga pelatihan milik pemerintah maupun swasta yang teregistrasi atau terakreditasi nasional.

Dalam pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi pada setiap kejuruan maupun sub kejuruan, program pelatihan harus memenuhi komponen PBK.

Komponen tersebut yaitu standar kompetensi kerja, strategi dan materi belajar, serta pengujian yang merupakan penilaian atas pencapaian kompetensi.

(33)

Pelatihan berbasis kompetensi disetiap lembaga pelatihan diselenggarakan melalui tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap persiapan merupakan proses mempersiapkan dan merencanakan aktivitas pelatihan yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan PBK untuk mencapai tujuan pelatihan. Selanjutnya tahap pelaksanaan merupakan interaksi antara tenaga pelatih dan peserta dengan menerapkan berbagai metode dan teknik pelatihan, serta pemanfaatan perangkat media pelatihan yang relevan untuk mencapai tujuan pelatihan. Tahap yang terakhir yakni evaluasi merupakan proses untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program PBK melalui pengumpulan dan pengolahan data dan informasi.

2.5 Angkatan Kerja

Kebutuhan dunia industri tidak akan pernah lepas dengan ketersediaan sumber daya manusia yang berperan untuk menggerakan roda industri tersebut, permasalahan yang timbul adalah akankah sumber daya manusia tersebut mampu untuk menjawab tantangan dunia industri yang selalu menuntut untuk adanya kreatifitas dari karyawan yang ada agar dapat tetap eksis dan maju, tapi permasalahan yang ada sekarang adalah banyaknya sumber daya manusia atau tenaga angkatan kerja yang melimpah namun belum mampu untuk menjawab tantangan yang ada.

Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia tahun 1983 angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun sampai 64 tahun yang secara aktif melakukan kegiatan ekonomis, yang terdiri dari penduduk yang bekerja, mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara tidak bekerja dan tidak mempunyai sama sekali pekerjaan tetapi mencari pekerjaan secara aktif. Sejalan dengan pengertian yang

(34)

diungkapkan oleh Swasono dan Sulistyaningsih (1987: 20-21) yang menyatakan angkatan kerja (labour force) adalah bagian penduduk (usia kerja) baik yang bekerja maupun mencari kerja, yang masih mau dan mampu untuk melaksanakan pekerjaan.

Dalam Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja adalah penduduk yang telah memasuki usia kerja serta siap bekerja jika terdapat kesempatan kerja.

Adapun kesempatan kerja adalah suatu keadaan dimana peluang kerja tersedia bagi para pencari kerja. Kesempatan kerja merupakan pertemuan antara permintaan tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja.

Penawaran tenaga kerja datang dari para pencari pekerja, sedangkan permintaan tenaga kerja datang dari pihak yang membutukan tenaga kerja, baik swasta maupun pemerintahan.

Kesempatan kerja dapat diartikan juga sebagai jumlah lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakat, baik yang sudah ditempati maupun jumlah lapangan kerja yang masih kosong (permintaan tenaga kerja). Sebagian dari tenaga kerja ada yang tidak siap, tidak bersedia, tidak mampu dan atau tidak sedang mencari pekerjaan, mereka disebut dengan bukan angkatan kerja. Sedangkan tenaga kerja yang siap dan mampu bekerja, baik yang sudah mendapat pekerjaan maupun sedang mencari pekerjaan disebut dengan angkatan kerja. Dengan demikian, tenaga kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(35)

1. Angkatan Kerja (labour force)

Angkatan kerja adalah tenaga kerja yang siap, mampu dan berkeinginan atau bersedia untuk bekerja jika terdapat kesempatan kerja. Baik yang sudah mendapat pekerjaan maupun yang sedang mencari pekerjaan. Angkatan kerja yang sudah mendapat pekerjaan disebut pekerja, sedangkan angkatan kerja yang sedang mencari atau belum mendapat pekerjaan di sebut pengangguran.

Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan (saat disensus atau disurvai) memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja, cotohnya petani yang sedang menanti panen atau wanita karir yang tengah menjalani cuti melahirkan.Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, atau orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan.

2. Bukan Angkatan Kerja

Bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan. Tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi:

penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah atau kuliah,

mengurus rumah tangga (tanpa mendapat upah), serta

penerima pendapatan lain yakni mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan, atau sewa atas milik, serta

(36)

mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, seperti karena lanjut usia, cacat, di penjara atau sakit kronis.

2.6 Definisi Konsep

Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian. Definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti. Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

a. Efektivitas adalah segala usaha yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi dengan kemampuan yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara objektif. Efektivitas dapat dikaji dari pencapaian tujuan, integrasi dan adapatasi.

b. Pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan untuk meningkatkan kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan ditempat kerja yang mengacu pada persyaratan yang ditetapkan.

c. Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja, baik yang sudah bekerja, belum bekerja, atau sedang mencari pekerjaan.

Angkatan kerja adalah bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif.

2.7 Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja merupakan suatu proposisi yang disusun oleh peneliti untuk mengarahkan dan menganalisis tujuan penelitian. Hipotesis kerja disusun

(37)

berdasarkan teori yang dipandang handal. Oleh karena itu, berdasarkan teori- teori yang telah dikemukakan di atas, peneliti merumuskan hipotesis kerja yaitu

“Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi Bagi Angkatan Kerja di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Medan terkait pencapaian tujuan, integrasi, serta adaptasi.”

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan perumusan masalah yang dikaji, maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran secara lengkap mengenai suatu kenyataan empiris, keadaan, sifat, gejala maupun frekuensi hubungan tertentu dan gejala lain dari subjek yang dijadikan penelitian. Menurut Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2001:3) metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pemilihan data pada penelitian ini didasarkan data-data yang bersifat deskriptif.

Menurut Moleong (2001:6) data deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Penelitian tersebut yang diambil adalah berupa kata-kata yang diamati dari objek penelitian.

Data yang dikumpulkan harus menggambarkan atau melukiskan keadaan yang sebenarnya. Penelitian ini mengunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Dari penelitian tersebut, peneliti memperoleh data dari hasil yang berlatar belakang alamiah. Penelitian ini akan menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari obyek penelitian dengan mengambarkan atau melukiskan keadaan yang sebenarnya.

(39)

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi dengan mengaitkan indikator efektivitas berdasarkan pendapat Duncan yang menyatakan bahwa efektivitas pelaksanaan program dapat diketahui melalui tiga indikator yaitu pencapaian tujuan, integrasi dan adaptasi. Ketiga variabel ini yang akan menjadi acuan dalam pembuatan pertanyaan wawancara dan juga pedoman dalam melakukan observasi pada saat penelitian dilakukan. Peneliti memilih pendekatan penelitian tersebut karena penelitian kulitatif bersifat menyeluruh (holistic), dinamis dan tidak menggeneralisasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja yang beralamat di Jalan Gatot Subroto Km. 7,8 Medan Sumatera Utara, terletak di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, merupakan wilayah strategis yang dekat dengan perumahan, pertokoan, perkantoran dan pelayanan jasa maupun produksi di kota Medan.

Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Medan adalah salah satu lembaga pemerintah di bawah naungan Kementerian Tenaga Kerja yang menyelenggarakan program pelatihan dalam rangka pengembangan mutu, kualitas, dan produktivitas angkatan kerja di Sumatera Utara dan sekitarnya. Dan merupakan sebuah organisasi publik yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat sekarang ini tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana pelatihan kerja yang sebenarnya dilakukan oleh BBPLK Medan.

(40)

3.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut Bungin (2009:76-77) menjelaskan objek dan informan penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus dan lokus penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran.

Sasaran penelitian tidak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Jadi, objek penelitiannya adalah Program Pelatihan Berbasis Kompetensi di BBPLK Medan dan informan penelitiannya diperoleh dengan cara teknik pengambilan sumber data yang sering digunakan yaitu teknik purposive sampling.

Purposive sampling adalah merupakan metode penetapan sampel dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana informan di dapat dalam situasi yang sesuai dengan fokus penelitian.

Menurut Faisal dalam Sugiyono (2009:221) mengutip pernyataan Spradley menyatakan bahwa informan yang berperan sebagai sumber data hendaknya memiliki beberapa kriteria, antara lain :

1.Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses ekulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.

(41)

2.Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.

3.Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.

4.Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri.

5.Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Berdasarkan kriteria di atas, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi informan peneliti adalah semua pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja di BBPLK Medan, adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah kepala bagian tata usaha, kepala seksi program, kepala seksi penyelenggara, kepala seksi evaluasi, instruktur, serta peserta yang mengikuti pelatihan di BBPLK Medan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Keterangan dan Kode Informan Penelitian

Kode Informan

Nama Jabatan/ Pekerjaan

I-1 Huminsa Tambunan Kepala Bagian Tata Usaha I-2 Jonni Marpaung Kepala Seksi Penyelenggara I-3 Romulo Sugianto Sagala Kepala Seksi Program I-4 Logi Kawan Sebayang Kepala Seksi Evaluasi I-5 Ahmad Pasya Siregar Instruktur

I-6 Parrakittry Penomena Instruktur

I-7 Juli Peserta Pelatihan Tour Guide

I-8 Frengky Peserta Pelatihan Tour Guide

I-9 Nisa Peserta Pelatihan Tour Guide

(42)

Sumber: Catatan Peneliti 2018

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Guna memperoleh data yang relevan dan lengkap, maka dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Menurut Bungin (2009:108) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara I-10 Abdul Peserta Pelatihan Front Office Agent I-11 Mayang Peserta Pelatihan Front Office Agent I-12 Fenny Peserta Pelatihan Commercial Cookery I-13 Sri Wahyuni Peserta Pelatihan Commercial Cookery I-14 Ridho Peserta Pelatihan Drafter Arsitektur I-15 Syahrul Peserta Pelatihan Drafter Arsitektur I-16 Sumi Hutasoit Peserta Pelatihan Surveyor

(43)

dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.

Esterberg dalam Sugiyono (2009:72) mendefinisikan interview atau wawancara sebagai berikut:

“a meeting of two person to exchange information and idea through question in respond, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Artinya: wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin meneliti studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti mengetahui hal-hal dari responden yang mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi.

Selanjutnya Lincon dan Guba dalam Sugiyono (2009:76), mengemukakan ada tujuh langkah dalam pengunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan

3. Mengawali atau membuka alur wawancara 4. Melangsungkan alur wawancara

5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6. Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan

7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu informan, kriteria informan, dan pedoman wawancara yang disusun dengan rapi dan terlebih dahulu dipahami

(44)

peneliti, sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian

b. Menjelaskan alasan mengapa informan terpilih untuk diwawancarai c. Menentukan strategi dan taktik wawancara

d. Mempersiapkan pencatat data wawancara

Hal ini dilakukan untuk memberikan keterangan kepada informan untuk melakukan wawancara serta menghindari rasa curiga informan supaya memberikan keterangan dengan jujur. Selanjutnya, peneliti mencatat keterangan yang diperoleh dengan cara pendekatan kata – kata serta merangkainya kembali menjadi kalimat.

2. Observasi

Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan melakukan pengamatan langsung terhadap objek-objek yang diteliti, kemudian dari pengamatan tersebut melakukan pencatatan data-data yang diperoleh yang berkaitan dengan aktivitas penelitian.

Menurut Sutopo (2002:64) bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar. Spradly seperti yang dikutip oleh Sutopo (2002:65) juga menjelaskan bahwa pelaksanaan teknik dalam observasi dapat dibagi menjadi : 1) tidak berperan sama sekali, 2) Observasi berperan yang terdiri dari berperan aktif,

(45)

berperan pasif, dan berperan penuh. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Observasi tak berperan

Dalam observasi tak berperan, peneliti sama sekali kehadirannya dalam melakukan observasi tidak diketahui oleh subyek yang diamati.

2. Observasi berperan

a. Observasi berperan pasif

Dalam observasi ini peneliti hanya mendatangi lokasi tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain pengamat pasif, namun hadir dalam konteksnya.

b. Observasi berperan aktif

Observasi ini merupakan cara khusus dan peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu yang berkaitan dengan penelitiannya, dengan pertimbangan dises yang bisa diperolehnya dan dimanfaatkan bagi pengumpulan data.

c. Observasi berperan penuh

Jenis observasi ini diartikan bahwa peneliti memang memiliki peran dalam lokasi studinya sehingga benar-benar sebagai penduduk atau sebagai anggota lembaga atau organisasi yang sedang dikaji

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi berperan pasif. Teknik observasi berperan pasif artinya bahwa peneliti akan mendatangi langsung lokasi tetapi sama sekali tidak berperan apapun selain sebagai pengamat

(46)

pasif artinya bahwa dalam observasi tersebut peneliti mendatangi lokasi penelitian dan hanya mengamati objek yang diteliti.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data- data, dokumen-dokumen dalam rangka mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan obyek penelitian yang diambil dari beberapa sumber demi kesempurnaan penganalisaan. Data tersebut berupa buku-buku, arsip-arsip, tabel-tabel, foto dan bahan-bahan dokumentasi lainnya yang bermanfaat sebagai sumber data.

Menurut Sutopo (2002:54) dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen yang menjadi sumber data penelitian meliputi segala bentuk arsip dan dokumen operasional yang relevan dengan objek penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, maka tahap selanjutnyaadalah proses analisis data. Moleong (2001:103) menyatakan analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Menurut Miles dan Huberman sebagaimana dikutip oleh Sutopo (2002:94) analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen, yaitu :

a. Reduksi data

(47)

Reduksi data merupakan bagian analisis yang berlangsung terus menerus selama kegiatan penelitian bahkan sebelum data benar-benar tekumpul, artinya sebelum data terkumpul secara keseluruhan, proses analisis sudah dilakukan.

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data juga merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan penelitian dapat dilakukan.

b. Sajian data

Proses analisis selanjutnya adalah penyajian data, yaitu mengorganisir informasi secara sistematis untuk mempermudah peneliti dalam menggabungkan dan merangkai keterkaitan antar data dalam menyusun penggambaran proses serta memahami fenomena yang ada pada objek penelitian

c. Penarikan kesimpulan

Data yang diperoleh di lapangan, sejak awal peneliti sudah menarik kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih belum jelas dan masih bersifat sementara, tetapi kemudian meningkat sampai pada kesimpulan yang mantap yaitu pernyataan yang telah memiliki landasan yang kuat dari proses analisis data yang dilaksanakan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dapat segera ditarik kesimpulan yang bersifat sementara. Dari sajian data yang tersusun selanjutnya peneliti dapat menarik suatu kesimpulan akhir.

Gambar

Tabel 3.1 Keterangan dan Kode Informan Penelitian
Gambar 4.1 Struktur Organisasi BBPLK Medan
Gambar 4.1 Formulir Pendaftaran Peserta Pelatihan secara online
Gambar 4.2 Dokumentasi saat calon peserta mengikuti tes tertulis
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

3 (tiga) indikator lainnya menunjukkan tingkat kemanfaatan yang masih relatif rendah, yaitu indikator: (c) tingkat kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam

Bentuk infeksi FAM pada jaringan akar tanaman surian pemberian beberapa dosis inokulan FMA pada media tanah ultisol dengan campuran pupuk kompos memberikan

Hasil penelitian mengenai studi tentang keamanan pejalan kaki di kampus Unsika dari 200 responden diperoleh hasil 77% responden merasa tidak aman dan 23% merasa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi, kendala atau hambatan dalam pelaksanaan permohonan pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas secara online

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai

Pelaksanaan pemenuhan pembiayaan akad mudharabah setelah proses pergantian subyek hukum pada akad mudharabah dalam hal mudharib meninggal dunia adalah dengan cara

Contoh: Amir dan Usamah telah mempraktikkan ilmu yang dipelajari di politeknik untuk menghasilkan projek mesin 2 dalam 1 bagi membajak tanah pertanian untuk

Diskusi: Kualitas pemeriksaan fisik oleh perawat diruang medikal bedah dewasa di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung termasuk dalam kategori rendah dengan