BERJ UDUL “BAHASYIM SALABIM”
( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo
Edisi 31 J anuar i – 6 Febr uar i 2011 )
SKRIPSI
O l e h :
RISTA VIVIN NURRITA
0643010312
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN & PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL " VETERAN" J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
( Studi Semiotik Pemaknaan Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari-6 Febr uar i 2011)
Disusun Oleh : RISTA VIVIN NURRITA
0643010312
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur Pada Tanggal 30 September 2011
Menyetujui
Tim Penguji : Pembimbing Utama : 1. Ketua
J uwito, S.Sos, M.Si J uwito, S.Sos, M.Si NPT. 36704 9500361 NPT. 36704 9500361
2. Sekretaris
Dr s. Saifudin Zuhr i, M.Si NPT. 37006 9400351 3. Anggota
Zainal Abidin, S.Sos, M.Si NPTY. 373059901701
Mengetahui Dekan
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
ABSTRAKSI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa ... 11
2.1.2 Majalah ... 13
2.1.3 Ilustrasi Cover ... 14
2.1.4 Krikatur dan Kartun ... 15
2.1.5 Karikatur dalam Media Massa ... 17
2.1.6 Fungsi dan Tujuan Karikatur ... 18
2.1.7 Karikatur Sebagai Kritik Sosial ... 19
2.1.8 Komunikasi Politik ... 21
2.1.9 Pembicaraan Politik Sebagai Kegiatan Simbolik... 21
2.1.10 Relasi Politik Dengan Hukum ... 22
2.1.11 Pengertian Korupsi ... 24
2.1.12 Konsep Jaksa dan Pengertian Jaksa ... 26
2.1.13 Pemaknaan Warna ... 33
2.2 Kerangka Berpikir ... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 46
3.1 Metode Penelitian ... 46
3.2 Korpus ... 47
3.3 Unit Analisis ... 48
3.3.1 Ikon... 48
3.3.2 Indeks ... 49
3.3.3 Simbol... 49
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 50
3.5 Teknik Analisis Data ... 51
3.5.1 Obyek ... 52
3.5.2 Sign... ... 52
3.5.3 Interpretant... ... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 56
4.1.1 Pemaknaan Terhadap Karikatur “BAHASYIM SALABIM” ... 56
4.1.2 Majalah Tempo ... 57
4.2 Penyajian Data ... 61
4.3 Analisa Pemaknaan Karikatur “BAHSYIM SALABIM” ... 64
4.3.1 Ikon... 64
4.3.2 Indeks ... 69
4.3.3 Simbol... 74
4.4 Analisis Pemaknaan Warna Pada Cover Majalah Tempo Yang Berjudul “BAHASYIM SALABIM... 77
4.4.1 Biru ... 77
4.5 Makna Keseluruhan Pada Karikatur “BAHASYIM SALABIM”
dalam Model Segitiga menurut Pierce ... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA
RISTA VIVIN NURRITA. PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJ ALAH TEMPO
EDISI 31 J ANUARI – 6 FEBRUARI 2011. (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan
Karikatur Cover Majalah Tempo Edisi 31 J anuari-6 Februari 2011).
Sumber dari penelitian ini berdasarkan fenomena permasalahan yang diangkat oleh
majalah tempo edisi 31 Januari-6 Februari mengenai kasus skandal megadana Rp 64 Miliar yang
dilakukan oleh Bahasyim Assifie. Pada penelitian ini melakukan pemaknaan atau
menginterprestasikan dengan cara mengidentifikasi secara keseluruhan. Karikatur pada cover
majalah tempo akan dianalisa. sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari interprestasi data
mengenai penggambaran karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Cover Majalah Tempo edisi
31 Januari - 6 Februari 2011.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotic Charles S. Pierce. Teori
semiotic Pierce berpendapat bahwa tanda dibentuk melalui hubungan segitiga yaitu tanda
berhubungan dengan obyek yangdirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretan. Peirce
menjelaskan modelnya sebagai berikut: Tanda adalah sesuatu yang member arti atas sesuatu bagi
seseorang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan semiotik. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualtatif terdapat beberapa
faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan
apabila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan
secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif
kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi
Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan sebenarnya secara
pengetahuan mereka memahami isi slogan Dua Anak Lebih Baik. Sebagian informan
mempersepsikan negatif dan memilih acuh terhadap isi slogan Dua Anak Lebih Baik, namun
ada pula sebagian informan yang menganggap isi slogan Dua Anak Lebih Baik itu berperan
penting dalam kehidupan ber
keluarganya.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa komunikasi antar manusia, maka media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indra manusia seperti mata dan telinga. Pesan–pesan yang diterima panca indra selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengkontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media yang dimaksud adalah media yang digolongkan atas empat macam media, yakni media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan media massa.
Media massa adalah penyaji realita. Para pengelola media massa ibarat koki yang memproses peristiwa menjadi berita, features, investigative
reporting, artikel, foto-foto, gambar bergerak, suara penyiar dan sound effect,
lain-lain. Media massa dan elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media cetak seperti majalah, surat kabar, dan buku justru mammpu memberi pemahaman yang tinggi kepada para pembacanya, karena ia sarat dengan analisa yang lebih dalam dibanding media lainnya (Cangara, 2005:128).
Majalah merupakan medium yang memiliki kualitas dalam penyajian informasi. Majalah juga memiliki kemampuan membawa pesan yang sangat spesifik untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau hiburan dengen penyajian mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain. Pesan-pesan yang terdapat pada majalah dibentuk melalui proses interpretasi atau fenomena yang terjadi. Hal ini diperkuat sebagai berikut, di Indonesia sendiri, majalah lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretatif ketimbang koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sjian utama. Aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan dan analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Tidak hanya itu saja, dalam kenyataannya, majalah ikut berperan dalam reformasi politik maupun sosial. Majalah tidak seperti koran yang biasanya memiliki perspektif nasional, sehingga terbebas dari sentimen kedaerahan. Bahkan majalah juga ikut memelihara kesadaran tentang kesatuan bangsa, dan menyadarkan tentang berbagai topik diskusi kepada semua orang (River, 2003:212).
majalah terbit dan hadir dalam bentuk dan sajian yang menarik. Karena dicetak dengan kualitas yang tinggi serta kemasan yang sangat menarik. Kini majalah semakin tersegmentasi, dengan mulai adanya majalah khusus anak-anak, seperti majalah BOBO. Khusus remaja, Gadis, Kawanku, dll. Untuk majalah politik, ada majalah Tempo dan Gatra. Selain itu ada juga majalah untuk olahraga, keluarga, pria dan juga wanita. Hal ini yang menyebabkan masyarakat semakin selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka terhadap informasi maupun hiburan.
informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).
Pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri atau yang ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, cara berfikir, ide, harapan, dan banyak hal lain (Sobur, 2003:163). Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki makna yang dapat digali. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap maksud dan artinya.
Memahami makna karikatur sama susahnya dengan membongkar makna sosial dibalik tindakan manusia, atau mengintrepretasikan maksud dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Indarto (1999:1) menyatakan dibalik tindakan manusia ada makna yang harus di tangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing-masing tanda.
Karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikaural sangat bergantung pada isu besar yang berkembang dijadikan headline.
bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.
Dalam bentuk karikatur, wahana penyampaian kritik sosial dapat kita temui dalam berbagai media cetak, dalam media ini karikatur menjadi pelengkap terhadap tajuk rencana, opini, serta artikel pilihan lainnya. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel-artikel yang lebih serius dengan deretan huruf yang cukup melelahkan pembacanya. Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat artikel-artikel, namun pesan-pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar itu terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasa melecehkan atau bahkan mempermalukan.
sehingga pembaca tertarik untuk untuk sekedar melihat atau bahkan berusaha memahami makna dan pesan yang terkandung dalam gambar kartun tersebut.
Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif terhadap sesuatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140).
Cover atau sampul juga perlu di desain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak untuk membacanya. Pemilihan gambar harus dapat dimengerti oleh pembacanya. Pemilihan gambar harus dapat dimengerti oleh khalayak. Pada sebuah cover / sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili isi dalam bentuk grafis yang memikat. Meskipun ilustrasi merupakan attention-getter (penarik perhatian) yang paling efektif, tetapi akan lebih efektif lagi bila ilustrasi tersebut juga mampu menunjang pesan yang terkandung dari sebuah isi. Dengan ilustrasi, maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca akan lebih mudah mengikat gambar dari pada kata-kata.
alasan Jaksa yakin uang itu bukan hasil dari korupsi. Dan setiap gambar yang muncul (melalui karikatur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Oleh karena itu para desaigner-desaigner dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau memberikan sebuah informasi yang salah satunya melalui karikatur tersebut.
Penelitian ini berusaha menangkap makna yang terkandung pada karikatur yang terdapat pada opini majalah Tempo edisi 31 Januari - 6 Februari 2011 dengan judul “BAHASYIMSALABIM” (Betulkah tersangka korupsi pajak ini kongkalikong dengan jaksa). Karikatur tersebut menggambarkan tangan seorang jaksa yang membawa palu untuk memukul uang yang pada gambar di lukiskan dalam bentuk dolar. Disekitarnya terdapat lima lubang yang masing-masing lubangnya juga terdapat uang dolar dengan background berwarna biru muda kombinasi biru tua. Pada salah satu lubang tersebut muncul wajah Bahasyim Assifie dengan rambut klimis dan mengenakan kaca mata, serta ekspresi wajah khas ala Bahasyim.
di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh wilayah Indonesia (www.tempointeractive.com).
Dengan pendekatan teori semiotika diharapkan dapat diketahui studi tentang tanda dan yang berhubungan dengannya, baik tanda verbal maupun tanda visual untuk mendukung kesatuan penampilan karikatur serta mengetahui muatan isi pesan (verbal dan visual). Selain itu juga menggunakan warna sebagai acuan untuk meneliti karikatur karena warna memiliki makna yang bermacam-macam.
Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda yangdigolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pasan yang terkandung dalam ilustrasi cover depan majalah tempo edisi 31 Januari - 6 Februari 2011.
1.2 Per umusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yakni bagaimana makna karikatur pada cover Majalah Tempo “BAHASYIMSALABIM” (Betulkah tersangka korupsi pajak ini kongkalikong dengan jaksa) edisi 31 Januari - 6 Februari 2011.
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian diharapkan dapat memberikan guna baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Kegunaan teoritis yakni untuk dapat menambah wacana serta memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi sebagai bahan masukan maupun referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Kegunaan praktis yakni untuk dapat memberikan dan dapat menjadi
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa
Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki kedalaman isi yang jauh lebih panjang dari surat kabar yang banyak menyajikan berita. Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik.
Jenis-jenis majalah itu sendiri dapat dibedakan atas dasar frekuensi penerbitan dan khalayak pembaca. Sedangkan frekuensi penerbitan di Indonesia pada umumnya terbit mingguan, bulanan, dua kali sebulan, tiga kali sebulan, dan ada pula yang terbit triwulanan.
Klasifikasi majalah menurut khalayak pembaca umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Majalah Konsumen
konsumsinya. Majalah-majalah jenis ini dijual secara eceran, langganan, dan di toko-toko buku.
2. Majalah Bisnis
Majalah bisnis adalah majalah yang ditujukan untuk kepentingan kalangan bisnis.
3. Majalah Per tanian
Majalah pertanian adalah majalah yang ditujukan kepada para petani atau peminat dibidang pertanian dan perkebunan.
Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis, misalnya, majalah anak-anak, remaja, pria, remaja wanita, wnita dewasa atau editorial. Dari segi kebijakan editorial dapat dibedakan antara Majalah Berita (Tempo, Editor), Majalah Umum (Intisari), Wanita (Femina, Kartini), Bisnis (Swasembada, Warta Ekonomi) dan Special Interest (ASRI) dan lain-lain.
magazine), yang masin-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup khusu (Shimp, 2003:517).
2.1.2 Majalah
Majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui oleh konsumen pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar atau kertas glosi. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan ciri dari komunikasi massa.
Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
Menurut Junaedhie (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Majalah Umum
b. Majalah Khusus
Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, politik dan ekonomi.
2.1.3 Ilustr asi Cover
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pengertian ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan)untuk membantu memperjelas isi suatu buku, majalah, karangan dan dapat pula berupa gambar, desain atau diagram penghias halaman cover.
Sesuai dengan pengertian tersebut maka ilustrasi cover adalah sebuah gambar atau lukisan dan tulisan-tulisan yang dipergunakan untuk menghiasi sebuah majalah, sekaligus sebagai media untuk memperjelas pandangan dan penilaian dari pihak tim kreatif suatu majalah akan suatu fenomena kehidupan.
Dengan adanya ilustrasi berupa gambar pada cover, khalayak atau pembaca diharapkan tertarik dan tergugah untuk mengetahui pesan, sesuai dengan yang diharapkan melalui ilustrasi, khalayak dapat lebih mudah mendapatkan pemahaman serta lebih kaya lagi terhadap ide-ide yang terdapat pada isi majalah tersebut.
stuktur rupa seperti garis, warna dan komposisi. Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Gambar banyak dimanfaatkan sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka ilustrasi cover sangat berperan dalam mengefektifkan komunikasi, karena ilustrasi merupakan sebuah proses komunikasi dimana terdapat informasi atau pesan yang sengaja digunakan oleh komunikator (illustrator) untuk disampaikan atau ditransmisikan kepada komunikan (khalayak atau pembaca) dengan menggunakan bahasa.
2.1.4 Kar ikatur dan Kar tun
Karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya orang terkenal dengan “mempercantiknya” dengan menggunakan penggambaran ciri khas lahiriahnya untuk tujuan mengejek. (Sudarta, 1987 dalam sobur, 2006:138).
yakni versi lain dari editorial, atau tajuk rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang disebut sebagai karikatur. (Sudarta, 1987 dalam sobur, 2006:139)>
Dalam Encyclopedia of The Art dijelaskan, karikatur merupakan representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebih-lebihkan sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai sarana kritik sosial dan politik. (Sumandiria, 2005:8).
Karikatur adalah produk suatu keahlian seseorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi, refrensi, bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. (Sobur, 2006:140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik. (Sobur, 2006:140).
Karena itu bisa mendeteksi tingkat intelektual yang membuat kartun dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140)
2.1.5 Kar ikatur dalam Media Massa
Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio, televise dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan estetika, disamping kadar humornya.
Karikatur penuh dengan perlambangan-perlambangan yang laya akan makna, oleh karena itu karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang sedang hangat di permukaan.
yanghanya berisikan humor semata tanpa membawa beban kritik sosial apapun biasanya disebut kartun. (Sobur, 2006:38).
Menurut Anderson dalam memahami studi komunikasi politik di Indonesia akan lebih mudah di analisa mengenai konsep politik Indonesia dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan direct
speech (komunikasi langsung) dan symbolic speech (komunikasi tidak
langsung).
Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argument, intrik, dan lain-lain. Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung dipahami maupun diteliti seperti patung, monument dan simbol-simbol lainnya. (Bintoro dalam marliani, 2004:49).
Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan diatas merupakan alas an utama dijadikan karikatur sebagai objek studi ini. Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik yang sehat dan juga suatu keahlian seseorang karikaturis adalah bagaimana dia memilih topik-topik isu yang tepat dan masih kontroversi.
2.1.6 Fungsi dan Tujuan Kar ikatur
masalah pada proporsi yang sebenarnya secara satristik dan humoristic. Karikatur harus bermuatan kritik (membangun) berwawasan humor yang cerdas dan komunikatif.
Tujuan Karikatur untuk merubah pendapat atau kebijaksanaan seseorang. Dengan karikatur kita bisa menciptakan imajinasi permasalahan yang ada di masyarakat tentang masalah yang terjadi sekarang. Tujuannya yang lain karikatur sebagai hiburan agar tidak jenuh.
2.1.7 Kar ikatur Sebagai Kr itik Sosial
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber control terhadap jalannya sebuah system sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur, penting dalam memelihara system sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana konvervasi dan reproduksi sebuah system sosial atau masyarakat (Masoed, 1999:47).
kurang didasarkan pada peneroopongan kepentingan diri saja, melainkan justru melebatkan dan mengajak masyarakat stsu khslsysk untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya.
Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila control sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian.
2.1.8 Komunikasi Politik
Politik seperti halnya dengan komunikasi yaitu merupakan suatu proses, komunikasi politik melibatkan pembicaraan. Pembicaraan dalam hal ini bukanlah pembicaraandalam arti sempit seperti kata yang diucapkan melainkan pembicaraan dalam arti kata yang lebih inklusif, yang berarti segala cara orang bertukar simbol, kata-kata yang dituliskan dan diucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh dan pakaian.
Komunikasi politik itu lebih bermuara sharring (berbagi) simbol, gagasan, kepentingan dan sebagainya diantara sejumlah pihak, komunikator dalam proses komunikasi politik memainkan pesan sosial, terutama dalam pembentukan opini politik. Mark Roelofs mengemukakan peran komunikator politik sebagai pemimpin public
opinion, karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan yang
mula-mula di tolak, kemudian dipertimbangkan dan akhirnya di terima massa (Ali dalam Marliani, 2003:13).
2.1.9 Pembicar aan Politik Sebagai Kegiatan Simbolik
Sebagai pengguna dan penafsir lambang, manusia terkadang irasional dengan mengganggap seolah-olah ada hubungan antara suatu lambang dengan apa yang dilambangkannya sebagai contoh, warna dalam konteks perpolitikan dapat dianggap sebagai lambang tertentu yang dipersepsi sebagai sesuatu yang memiliki daya atau kekuatan tertentu sehingga pihak-pihak yang berkepentingan merasa perlu melakukan perang dengan mengadakan warna atau meniadakan warna tersebut. Akhrnya politik kita menjadi sekedar adu warna dan bukan menjadi adu politik hal ini sekali lagi membuktikan bahwa sebuah proses simbolik itu manusiawi dan tidak terhindarkan (Mulyana, 1999:80).
2.1.10 Relasi Politik Dengan Hukum
didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakati/diterapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik.
Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas dari proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip pembangunan supermasi hukum yang berkeadilan.
2.1.11 Penger tian Kor upsi
Pengertian korupsi (bahasa latin:corruptio dari kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan politik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan melawan hukum
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana 3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi 4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan) 2. Penggelapan dalam jabatan
3. Pemerasan dalam jabatan
4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
Dalam arti luas, korupsi atau korupsi olitis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, da mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya sangat penting untuk membedakan korupsi dan kriminalitas.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.Kondisi yang mendukung munculnya korupsi :
2. Kurangnya transparasi di pengambil keputusan pemerintah
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”
6. Lemahnya ketertiban hukum 7. Lemahnya profesi hukum
8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa 9. Gaji pegawai pemerinta yang sangat kecil
10.Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum
11.Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”
2.1.12 Konsep J aksa dan Penger tian J aksa
diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan pelaksanaan Penetapan Hakim. Kejaksaan ialah lembaga penuntutan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Hal ini berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
A. Misi
1. Lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan HAM, serta pemberantasan KKN
2. Mampu mewujudkan kepastian hukum, keadilan, dan kebenaran hukum
3. Mampu terlibat dalam proses pembangunan, antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
4. Berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewajiban pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat
B. Tugas dan Wewenang
Tugas dan wewenang dari seorang Jaksa, antara lain : 1. Bertindak sebagai Penuntut Umum
3. Wewenang lain berdasarkan undang-undang
Menurut Pasal 14 KUHP, tugas dan wewenang dari seorang Penuntut Umum ialah:
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau dari penyidik pembantu
2. Megadakan prapenuntutan apabila terdapat kekurangan pada penyidikan dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik
4. Membuat surat dakwaan
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan
6. Menyampaikan pemberitahuan atas ketentuan waktu sidang disertai surat panggilan atas saksi dan terdakwa
7. Melakukan penuntutan
8. Menutup perkara demi kepentingan umum
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggungjawab sebagai Penuntut Umum
10.Melaksanakan tetapan hakim
penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.
C. Tanggungjawab Dalam Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, seorang jaksa dalam pelaksanaan tugas dan wewenang :
1. Bertindak untuk dan atas nama negara, bertanggungjawab sesuai saluran hirarki
2. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketentuan Yang Maha Esa, melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasar alat bukti yang sah
3. Senantiasa bertindak berdasar hukum, mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan
4. Wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya
dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Pertanggungjawaban Jaksa Agung disampaikan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan prinsip akuntabilitas. Dalam pelaksanaan tugas, terdapat istilah Single
Prosecution System dimana kejaksaan adalah satu dan tidak
terpisahkan, satu landasan dalam pelaksanaan tugas di bidang penuntutan yang bertujuan pelihara kesatuan kebijakan penuntutan yang menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja kejaksaan.
D. Kode Etik J ak sa (Tata Kr ama Adhyaksa)
1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dari kepribadian yang utuh dalam pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila 2. Jaksa sebagai insan yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa
mengamalkan dan melestarikan Pancasila serta aktif dan kreatif menjadi pelaku pembangunan hukum dalam mewujudkan masyarakat yang adil yang berkemakmuran dan makmur berkeadilan
3. Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara dari pada kepentingan pribadi atau golongan
5. Dalam melaksanakan tugas, melindungi kepentingan umum sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan menggali nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat
6. Jaksa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan mengindahkan disiplin hukum, memantapkan pengetahuan, keahlian hukum serta memperluas wawasan mengikuti perkembangan kemajuan
7. Jaksa berlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan
8. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban tercermin dari sikap dan perilaku baik di dalam maupun di luar kedinasan
9. Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat yang tercermin dari sikap dan perilaku baik di dalam maupun di luar kedinasan
10.Jaksa terbuka untuk menerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani, bertanggungjawab dan menjadi teladan di lingkungannya
11.Jaksa mengindahkan norma-norma kesopanan dan kepatuhan dalam menyampaikan pandangan dan menyalurkan aspirasi profesi
13.Jaksa memelihara rasa kekeluargaan, semangat kesetiakawanan dan mendahulukan kepentingan korps dari pada kepentingan pribadi
14.Jaksa menjunjung dan membela kehormatan korps serta menjaga harkat dan martabat profesi
15.Jaksa senantiasa membina dan mengembangkan kader Adhyaksa dengan semangat ingngarso sung tulodo, ingmadyo
mangun karso, tut wuri handayani
16.Jaksa wajib menghormati dan mematuhi kode etik jasa serta mengamalkan secara nyata dalam lingkungan kedinasan maupun dalam lingkungan masyarakat
E. Pengawasan J aksa
dari pengaruh kekuasaan manapun, dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden (Modul Tanggung Jawab Profesi Tahun 2007 Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
2.1.13 Pemak naan War na
Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata seperti : merah, kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Rogert’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003: 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal : daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.
Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat kebaikan, seperti: murni, bersih, dan suci. Jadi kata hitam umumnya berkonotasi negatif dan warna putih berkonotasi positif (Sobur, 2001:25).
dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsure-unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari situasi.
Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. Dalam bukunya “periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan Karena perpaduan dan kombinasi warna yang emnarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :
1. Merah
Merah merupakan warna power, energy, kehangatan,cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktifbersaing, warna ini memberikanberkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung.
2. Kuning
termasuk pada golongan warna yang mudah menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikan metabolism.
3. Biru
Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealism, empati, dingin, konservatisme, persahabatab dan harmoni serta kasih saying, kalem, ketenangan, menenangkan namun juga dapat berarti dingin dan depresi dari akibat efek menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi. 4. Putih
Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan, steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri,spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.
5. Oranye
pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independent.
6. Hitam
Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri,ketakutan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negative, mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri, dan ketangguhan.
7. Merah muda
Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra keberanian dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi.
8. Hijau
kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala, dan berpendirian retap.
9. Ungu atau jingga
Ungu atau jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, upacara kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi, ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri, independensi, kontemplasi, dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim, artistik, kuno dan romantik. 10.Coklat
Warna coklat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi aumber energy yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.
11.Abu-abu
2.1.14 Pendekatan Semiotika
Kata “Semiotika” yang berarti tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Derida (dalam Kurniawan, 2008:34) memiliki pendapat bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, “there is nothing outside
language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”.
berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan seperti objek manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal-hal abstrak lainnya. Apapun alasannya (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media antar perupa (seniman) dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa dalam segitiga,estetis-simbolis-bercerita (story telling). Bahas merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.
Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen, antara lain :
1. Sign atau tanda itu sendiri
hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya.
2. Codesi atau kode
Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.
3. Budaya
Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakangnya budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti Saussure, Pierce dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Pierce, karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.
2.1.15 Analisis Semiotik Char les S. Pier ce
Model dasar semiotik dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pada perkembangannya sangat mempengaruhi model-model berikutnya. Peirce menekankan pada hubungan antara tanda, obyek dan peserta komunikasi. Hubungan antara ketiga unsure tersebut adalah untuk mencapai suatu makna, terutama antara tanda dan obyeknya. Karena itu hubungan antara ketiganya disebut hubungan makna. Bila Peirce menekankan pada fungsi logika tanda, maka Saussure yang dianggap sebagai pendiri linguistic modern, lebih menekannkan pada hubungan dari masing-masing tanda, dan menurut Saussure tanda merupakan obyek fisik yang penuh dengan berbagai makna. Saussure tidak terlalu memperhatikan realitas dari makna seperti yang dikemukakan oleh Pierce. (Bintoro, 2002:12)
dijadikan alasan penggunaan model semiotik Pierce, karena Peirce dalam hal ini lebih memperhatikan realita makna. Dengan demikian penelitian ini termasuk pada bidang studi semiotic budaya tempat kode-kode dan tanda-tanda digunakan.
Teori semiotic Pierce berpendapat bahwa tanda dibentuk melalui hubungan segitiga yaitu tanda berhubungan dengan obyek yangdirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretan. Peirce menjelaskan modelnya sebagai berikut: Tanda adalah sesuatu yang member arti atas sesuatu bagi seseorang. Tanda ditujukkan kepada seseorang, karenanya membuat seseorang menciptakan tanda yang ekuivalen atau tanda yang lebih berkembang di dalam benaknya. Tanda yang diciptakan itu saya sebut interpretant dari tanda yang pertama. Tanda member arti atas sesuatu yang disebut obyek (Fiske, 1985:45). Model semiotik menurut Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segi tiga makna seperti berikut :
Sign
Interpretant Obyek Gambar 2.1 :
Elemen Makna Pier ce
[image:48.612.224.398.494.621.2]oleh seseoramg. Interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant merupakan konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman penggunaan tanda terhadap sebuah obyek. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Diantara ketiganya, interpretanlah yang paling sulit dipahami. Interpretan adalah tanda sebagaimana diserap oleh benak kita, sebagai hasil penghadapan kita dengan tanda itu sendiri.
Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas icon (ikon),
index (indeks), dan symbol (simbol). Ketiga kategori tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut: ikon
Indeks simbol
Gambar 2.2: Model Kategor i Tanda
Ikon (icon) adalah suatu benda fisik (Dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang dipresentasikan dan di tandai dengan kemiripan. Misalnya patung sukarno adalah ikon sukarno.
[image:49.612.233.401.419.538.2]hubungan sebab akibat yang punya kedekatan eksistensi.,missal: awan gelap adalah indeks hujan yang akan turun
Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama, missal: Bendera. (Mulyana, 2000:84).
2.2 Ker angka Ber pikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field Of Experience) dan pengetahuan (Field Of Prefrence) yang berbeda-beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
tanda. Maka digunakan ikon, indek dan simbol untuk mengklasifikasikan sebuah tanda secara spesifik.
Yang diutamakan disini adalah pemaknaan yang mendalam dari karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari - 6 Februari 2011, sehingga peristiwa yang melatar belakangi pembuatan karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Majalah Tempo dapat terungkap. Pierce menggunakan tanda istilah (sign) yang merupakan representasi dari sesuatu di luar tanda, yaitu objek dari penelitian ini adalah karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari - 6 Februari 2011.
Pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan pendekatan semiotika. Adapun hasil kerangka berfikir diatas dapat di gambarkan dalam bentuk bagan:
[image:51.612.130.515.448.601.2]
Gambar 2.3
Kerangka Berfikir Penelitian Karikatur:
“BAHASYIMSAL ABIM” pada Majalah Tempo edisi 31 Januari - 6
Februari 2011
Analisis Kualitatif dengan pendekatan
Semiotika Peirce: • Ikon • Indeks • Simbol
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualtatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan apabila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 220:33).
Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji data (Sobur, 2004:15). Denagn menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam karikatur Cover Majalah Tempo. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui pemaknaan dari karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Cover Majalah Tempo Edisi 31 Januari – 6 Februari 2011.
3.2 Kor pus
Korpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif.
3.3 Unit Analisis
Unit analisis data pada penelitian ini adalah keseluruhan tanda yang ada di dalam karikatur pada majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 yang berupa karikatur Bahasyim Assafie dengan judul “BAHASYIMSALABIM”, yang berupa gambar, benda, dan warna yang terdapat pada cover Tempo tersebut menggambarkan sorang Bahasyim Assafie seorang Pejabat eselon 2 Direktorat Jendral Pajak diikuti dengan adanya beberapa simbol atau bendaberupa palu, beberapa lubang yang di dalamnya terdapat uang dolar yang seolah-olah menjadi pelengkap di dalam karikatur, serta warna background yang sanagt dominan. Kemudian ini semua diinterpretasikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol).
3.3.1 Ikon (icon)
Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan (Sobur, 2001:41). Dengan kata lain, tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apanyang dimaksudkan. Apabila pada Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ditunjukkan:
3.3.2 Indeks (index)
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan pertanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam karikatur yang dimuat Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ditunjukkan dengan
1. Tangan kanan mengenakan pakaian warna hitam-putih dengan memegang palu
2. Palu
3. Lembaran uang dolar
4. Lubang yang berisi lembaran uang dolar
3.3.3 Simbol (symbol)
Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan pertandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Simbol dalam karikatur yang dimuat di Cover Majalah Tempo “BAHASYIMSALABIM” edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ditunjukkan dengan:
1. Palu yang dipegang oleh tangan 2. Uang dollar yang dipukul oleh palu 3. Tangan
5. Pakaian hitam putih 6. Rambut
7. Kacamata 8. Kumis
Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak yang memaknainya. Sehingga penempatan tanda-tanda dalam karikatur “BAHASYIMSALABIM” di atas, yang mana sebagai ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
untuk mengetahui penafsiran makna karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dilumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap obyek yang diteliti. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam karikatur yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dalam acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).
Dengan studi semiotik penelitian dapat memaknai gambar dan pesan yang terdapat dalam karikatur “BAHASYIMSALABIM” serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap karikatur ini. Majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ini akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur, untuk mengetahui maknanya.
penelitian kualitatif denganmenggunakan metode deskriptif arikatur “BAHASYIMSALABIM” ada cover majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011.
Terkait dalam penelitian ini, agar mengetahui isi pesan dalam karikatur pada cover majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011. Peneliti mengamati sign atau system tanda yang tampak dalam karikatur, kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang terdiri dari:
3.5.1 Obyek
Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah karikatur “BAHASYIMSALABIM” pada cover majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011.
3.5.2 Sign
“BAHASYIMSALABIM” (Betulkah tersangka korupsi pajak ini kongkalikong dengan jaksa) bagian atas ada judul artikel lain “Mengapa Deni Indrayana dibidik?”(Tidak termasuk penelitian), artikel lain “KPK tangkap 19 mantan anggota DPR”(Tidak termasuk penelitian), bagian bawah ada ISBN dan harga majalah Tempo tersebut.
3.5.3 Inter pr eta nt
Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretant dari peneliti. Berdasarkan obyeknya peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ketiga kategori tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Ikon (icon)
lima lubang yang menyerupai lubang tikus juga menjadi ikon pada cover majalh Tempo edisi 31 Januari-6 Februari 2011.
2. Indeks (Index)
Adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan pertanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam karikatur yang dimuat Cover Majalah Tempo edisi 31 Januari – 6 Februari 2011 ditunjukkan dengan :
a. Tangan kanan yang mengenggam palu
b. Baju yang berwarna hitam-putih terlihat dikenakan pada tangan kanan
c. Uang dollar yang bertebangan d. Lubang yang berisikan uang dollar e. Bayangan pukulan palu
f. Ekspresi wajah seorang Bahasyim assifie
3. Simbol (Symbol)
Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan pertandanya. Hubungan diantaranay bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Simbol dalam karikatur yang dimuat pada Majalah Tempo ini adalah:
c. Tangan d. Lubang
e. Pakaian hitam-putih f. Rambut
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambar an Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data
4.1.1 Pemak naan Ter hadap Kar ikatur “BAHASYIM SALABIM” Karikatur “BAHASYIM SALABIM” yang menjadi objek penelitian ini dimuat pada rubrik opini majalah Tempo edisi Februari 2011. Gambar yang mengangkat masalah permainan hokum, dimana dalam gambar ini menggambarkan isu yang sedang beredar dalam masyarakat mengenai Bahasyim Assifie yakni seorang mantan kepala kantor pelayanan pajak (Pejabat Eselon 2 Direktorat Jendral Pajak) dengan menggunakan tanda serta atribut-atribut lain sebagai pendukung kejelasan dari karikatur tersebut.
Karikatur “BAHASYIM SALABIM” ini diciptakan sebagai sebuah wahana untuk memberikan informasi kepada masyarakat seputar kabar tentang masih adanya mafia hokum di tanah air, yang membuktikan bahwa uang masih bisa dengan leluasa berbicara di lembaga pertahanan hukum.
Karikatur “BAHASYIM SALABIM” (Betulkah tersangka korupsi pajak ini kongkalikong dengan jaksa) ini menggambarkan tangan seseorang jaksa yang membawa palu untuk memukul uang yang ada pada gambar di lukisan dalam bentuk dollar. Disekitarnya terdapat lima lubang yang masing-masing dari lubang tersebut terdapat uang dollar. Pada salah satu lubang tersebut muncul wajah Bahasyim Assifie dengan rambut klimis dan mengenakan kacamata, serta ekspresi wajah khas ala Bahasyim.
4.1.2 Majalah Tempo
jurnalistik telah membuat Tempo sebagai legenda dan menjadi Ikon didalam industri pers di Indonesia selain juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara. Tempo pernah dibredel pada tahun 1982 dan tahun 1984, Tempo tidak pernah berhenti untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kendaraan atau sarana kebebasan pers yang sedang dinikmati Indonesia saat ini.
Tempo adalah standart kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya selalu dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan pandangan dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar sebagaimana, seperti tahun 1971. Nama “TEMPO” dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau cocok telah menetapkan sebuah standart dan langkah yang oleh penerbitan lain akan selalu dijadikan perbandingan. Tempo hari ini adalah sebuah tongkat ukuran yang ditiru oleh semuanya tetapi tetap tidak akan tertandingi. Sebagai Majalah berita tertua di Indonesia, Tempo kembali terbit pada Oktober 1998 membuktikan kebebasan dan juga kekuasaan dalam bersuara.
menengah. Mereka itulah yang secara ekonomis mampu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi Negara selalu dalam keadaan yang dinamis. Tempo kembali bersikulasi tepatnya 6 Oktober 1998, dimana pada saat itu keadaan pasar telah berubah secara signifikan sejak tahun 1994, oleh sebab itu Tempo menjelajah setiap kesempatan dengan semangat perubahan dan pembaharuan.
Kehadiran kembali Tempo disambut dengan antusias oleh Indonesia, sehingga sejak edisi pertamanya Tempo akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula sebagai pemimpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya sekarang setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat dipasar sebelum pembredelan Tempo 21 Juni 1994. Hingga saat ini Majalah Tempo berhasil menguasai hamper 60% dari pasar. Kebutuhan untuk menciptakan produk-produk baru sesuai dengan misinya yang utama yaitu telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Peluncuran Tempo edisi berbahasa Inggris pada tanggal 12 September 2000 didesain untuk meningkatkan penetrasi (penembusan) ke pasar global.(Diakses : www.tempointeractive.com)
Isi Halaman PRELUDE: Album Etalase Inovasi Kartun 12 14 16 18 POLITIK: Momen Nasional 20 34 SAINS: Lingkungan Digital 45 52 SENI: Seni Rupa Sinema 55 60 INTERMEZO:
Intermezo 63
GAYA HIDUP: Kesehatan Gaya Hidup Sport 75 78 82 EKBIS (Ekonomi Bisnis):
Momen 116
INTERNASIONAL: Internasional Momen 117 122 OPINI: Bahasa Kolom Kolom Catatan Pinggir 62 42 124 130 TOKOH:
Tokoh dan Pokok 128
HUKUM:
Hukum 97
4.2 Penyajian Data
Dari hasil pengamatan peneliti yang dilakukan pada majalah Tempo mengenai pamaknaan karikatur “BAHASYIM SALABIM” maka akan disajikan data-data yang didapat dari gambar dan warna yang dimuat pada rubrik opini majalah Tempo edisi Februari 2011 yaitu gambar karikatur “BAHASYIM SALABIM”. Data-data yang dianalisis terdiri dari sekumpulan tanda-tanda spesifik yang akan dipilah-pilah yang disesuaikan dengan materi yang tersedia. Tanda tersebut berupa, tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indicator pengamatan dalam penelitian. Pengkategorian tanda pada karikatur ini berdasarkan landasan teori Semiotika Charles Sanders Pierce, dimana untuk mengetahui makna yang terkandung dalam karikatur “BAHASYIM SALABIM” pada rubrik opini majalah Tempo edisi Februari 2011.
Pada perkembangannya Pierce merekankan pada hubungan antara tanda, objek dan peserta komunikasi. Hubungan antara ketiga unsur tersebut adalah untuk mencapai suatu makna terutama antara tanda dan objeknya. Pierce berpendapat bahwa tanda dibentuk melalui hubungan segitiga yaitu tanda behubungan dengan objek yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretan.
terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam model Semiotik Pierce yang membagi tanda atas tiga kategori, yaitu: Ikon, indeks, dan simbol, sehingga akan diperoleh interprestasi dari karikatur melalui kategori tanda tersebut.
Ikon, dalam tampilan karikatur “BAHASYIM SALABIM” adalah wajah seorang yang keluar dari lubang yang mirip dengan mantan kepala pelayanan pajak yaitu Bahasyim Assifie dengan rambut klimis, menggunakan kacamata dan berkumis serta ekspresi wajah Bahasyim seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Selain itu pada cover majalah Tempo edisi 31 Januari-6 Februari 2011 ini terdapat lubang-lubang yang menyerupai lubang tikus, dan ikon terakhir pada cover majalah ini adalah sebuah palu yang berada tepat diatas uang dollar.
Indeks, dalam tampilan karikatur “BAHASYIM SALABIM” adalah tangan kanan yang menggenggam palu, baju berwarna hitam-putih yang terlihat dikenakan pada tangan kanan, uang dollar yang berterbangan, tiga lubang yang berisikan uang dollar, satu lubang yang terdapat karikatur wajah seorang Bahasyim Assifie, serta bayangan pukulan palu.
Simbol, dalam tampilan karikatur “BAHASYIM SALABIM” adalah palu, yang dipegang oleh tangan uang dollar, tangan, lubang, pakaian hitam-putih, rambut, kacamata, kumis.
Ikon
Wajah orang yang keluar dari lubang yang mirip dengan mantan kepala kantor pelayanan pajak yaitu Bahasyim Assifie dengan rambut klimis, menggunakan kacamata, berkumis dengan ekspresi wajah seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, lubang yang menyerupai lubang tikus, dan palu yang berada tepat diatas uang dollar.
Indeks
Tangan kanan yang menggenggam palu
Baju berwarna hitam-putih yang terlihat dikenakan pada tangan kanan
Uang dollar yang berterbangan Tiga lubang yang berisikan uang dollar
Bayangan pukulan palu.
Ekspresi wajah seorang Bahasyim Assifie
Simbol
Palu yang dipegang oleh tangan Uang Dollar yang dipukul oleh palu Tangan Lubang Pakaian hitam-putih Rambut Kacamata Kumis
Gambar 4.1
Gambar karikatur “BAHASYIM SALABIM” dalam kategori tanda Pierce
Gambar tersebut merupakan gambar-gambar interprestasi yang dilakukan terhadap karikatur “BAHASYIM SALABIM” pada rubrik opini majalah Tempo edisi Februari 2011. Karikatur “BAHASYIM SALABIM” merupakan suatu bentuk sistem yang merujuk pada sesuatu diluar tanda itu sendiri yang ada didalam karikatur tersebut. Karikatur “BAHASYIM SALABIM” digunakan oleh peneliti untuk menginterprestasikan sistem tanda dalam penelitian ini.
[image:69.612.145.515.195.410.2]waena yang sangat mendominasi adalah warna biru. Namun pada tulisan Bahasyim Salabim menggunakan warna kuning dan putih. Dengan penjelasan warna kuning pada tulisan Bahasyim dan warna putih pada tulisan Salabim.
4.3 Analisis Pemak naan Kar ikatur “BAHASYIM SALABIM”
Menurut Pierce, sebuah tanda itu adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau keputusan. Dalam pendekatan Semiotik model Charles Sanders Pierce, diperlukan adanya model analisis, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata, karena tanda itu sendiri adalah pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seorang peneliti tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Dalam menganalisis hubungan antara tanda dan acuannya berdasarkan Semiotik Pierce, yaitu Ikon, Indeks, dan Simbol. Maka peneliti akan berusaha menginterprestasikan atau menganalisa segala bentuk pemaknaan yang terdapat dalam karikatur “BAHASYIM SALABIM” berdasarkan model Semiotik Pierce tersebut diatas.
4.3.1 Ikon
yang seolah-olah sedang memikirkan sesuatu adalah untuk menarik perhatian konsumen agar konsumen tertarik untuk membeli majalah tersebut dan kemudian membaca beritanya.
Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Dengan kata lain tanda yang memiliki cirri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Ikon dalam korpus ini adalah gambar wajah seorang pria yang tampak agak sedikit tua dengan lipatan-lipatan raut wajah yang terlihat serta terdapat kumis dibagian atas mulut dan mengenakan kacamata serta tampilan rambut yang klimis. Gambar wajah tersebut disebutkan sebagai Ikon karena gambar-gambar tersebut merupakan tanda yang serupa dengan benda atau realitas yang ditandai atau merupakan representasi korpus yang diteliti.
pada bagian laporan utama terdapat berita mengenai kasus skandal korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh Bahasyim Assifie.
Majalah Tempo edisi Februari 2011 mengangkat berita mengenai Bahasyim Assifie karena pada awal bulan Februari kasus Bahasyim ini mencuat diberbagai media. Seperti yang dituduhkan selain melakukan ti