• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arina Ronaria Siregar S4210100

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arina Ronaria Siregar S4210100"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEUNTUNGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG

HASIL INSEMINASI BUATAN

DI KABUPATEN SRAGEN

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Pertanian dan Agrobisnis

Oleh :

ARINA RONARIA SIREGAR

S4210100

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Demi masa,

Sesungguhnya manusia itu

benar-benar berada dalam kerugian,

Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal

sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran

dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

(QS. Al “Ashr : 1 – 3)

Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya. Ketulusannya sesuai kadar

kemanusiaannya. Keberaniannya sesuai dengan kadar kepekaannya akan

kehormatan dirinya. (Ali Bin Abi Thalib)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada :

v Keluargaku yang senantiasa memberi motivasi untuk terus belajar.

v Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen tempatku mengabdi.

v Almamaterku Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Program Pascasarjana Magíster Ekonomi dan Studi Pembangunan Surakarta.

(7)

Alhamdulillahi Rabbil alamin, ku panjatkan segala puji bagi ALLAH SWT atas segala ridloNya aku bisa menyelesaikan karyaku yang sederhana ini. Untukmu ya Rabbi, terimalah ini sebagai amal ibadah hamba-Mu. “ Sesungguhnya sholatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam” (Q.S. Al An’am: 162)

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang – orang yang sangat berarti dalam hidupku...

Keluargaku tercinta :Suamiku Mas Haryono, anak-anakku Zahra, Ghifari,dan Safira

Ayahanda “H.Ahmad Dahlan Siregar” dan Bunda “Hj.Siti Aisyah Harahap”

Mertuaku yang kukasihi dan kusayangi” Sadi Al Harsadi dan Soekimi” terimakasih atas bimbingan, motivasi, dorongan dan semangat

serta do’a dalam menempuh dan menyelesaikan studiku.

Teman-temanku di Bigram dan Uspetkan yang selalu memotivasi, Menyemangati dan membantuku dengan ikhlas : Mbak Atika,dkk serta Dik Nikko terima kasih atas segala bantuan moral Maupun moril serta do’anya yang menyertaiku selama ini.

Sahabat-sahabat MESPku : Mas Slamet, Mas Darto,Mbak Vivie,Mbak Dias, Mas Yusli,Mas Nug, Mas Sigit,

Mas Hanung, Mbak Ira,Mbak Pipin,Mbak Dania,Mas Crispin, Mbak Asri, Miss Aloyo,Mas Musdi dan Mas Handoko terimakasih, kalian telah

Menemaniku di saat suka maupun duka selama di MESP UNS.

(8)

viii ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG

HASIL INSEMINASI BUATAN

DI KABUPATEN SRAGEN

ARINA RONARIA SIREGAR S4210100

Pembangunan sektor peternakan khususnya sapi potong berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru untuk memenuhi kebutuhan protein hewani berupa daging. Untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi potong di Kabupaten Sragen menggalakkan program inseminasi buatan. Program ini untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak sapi potong yang bermuara pada peningkatan keuntungan dan kesejahteraan peternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keuntungan peternak inseminasi buatan dan non inseminasi buatan; mengetahui pengaruh jumlah sapi, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja dan teknik inseminasi buatan terhadap keuntungan peternak sapi potong. Data yang digunakan adalah data primer kuesioner sejumlah 99 responden peternak sapi potong di Kabupaten Sragen. Alat analisis yang digunakan adalah uji rata-rata dan regresi linier berganda pada tingkat kemaknaan 95% dari data hasil kuesioner.

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama dan parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil Uji hipotesis membuktikan bahwa variabel jumlah sapi dan teknik inseminasi buatan berpengaruh positif; variabel harga pakan dan upah tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak sapi potong.

Saran-saran yang diajukan agar usaha ternak sapi potong harus dilanjutkan, menambah jumlah kepemilikan ternak sapi potong dengan permodalan bergulir melalui lembaga keuangan mikro, sistem gaduhan ternak dan bantuan hibah, baik dari pemerintah atau pihak swasta. Peningkatan pelayanan inseminasi buatan seoptimal mungkin kepada peternak melalui peningkatan ketrampilan petugas inseminasi buatan, penyedian fasilitas kerja dan penyediaan semen/ straw sapi unggul yang diminati peternak. Upaya peningkatan sumber daya manusia dari peternak dengan program pembinaan dan sosialisasi usaha ternak sapi potong melalui metode penyuluhan yang tepat.

Kata kunci : Keuntungan peternak sapi potong, Jumlah sapi, Harga pakan, Harga obat-obatan, Upah tenaga kerja, Teknik inseminasi buatan

(9)

ABSTRACT

ANALYSIS OF LIVESTOCK CATTLE BUSINESS PROFITS MADE OF INSEMINATION

IN THE DISTRICT SRAGEN

ARINA RONARIA SIREGAR S4210100

Development of livestock sector, especially beef cattle as a source of new growth potential to meet the needs of animal protein in the form of meat. To increase the productivity of beef cattle in Sragen promoting artificial insemination program. This program is to increase the population and productivity of cattle and leads to increased profits and welfare of farmers. The purpose of this study was to determine the difference in profit and non-breeders artificial insemination artificial insemination; determine the effect of the number of cows, feed prices, drug prices, wage labor and artificial insemination techniques to benefit cattle ranchers. The data used are the primary data questionnaire a number of 99 respondents cattle ranchers in Sragen. Analysis tool used is multiple linear regression at 95% level of significance of the results of the questionnaire data are normalized by price of output (number of cows).

This study has shown that the independent variables together and the partial effect on the dependent variable. Test results prove the hypothesis that a variable number of cows and artificial insemination techniques have a positive influence; variable feed prices and labor costs negatively affect the gains of beef cattle breeders.

The suggestions put forward in order to beef cattle business should be continued, increasing the number of beef cattle ownership with rotating capital through microfinance institutions, systems and livestock gaduhan grant assistance, either from government or private parties. Artificial insemination service improvement as optimally as possible to the farmer through artificial insemination officer skill enhancement, provision of working facilities and supply of cement / straw that demand superior cattle ranchers. Efforts to improve the human resources of the farmers with training and socialization programs cattle business through appropriate extension methods.

Key words: beef cattle breeders Profit, Number of cows, price of feed, medicine price, wage labor, artificial insemination technique

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul: ”ANALISIS KEUNTUNGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN DI KABUPATEN SRAGEN”, dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan penyelesaian derajat Pascasarjana S-2 Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2011.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. AM. Susilo, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.

2. Dr.Yunastiti Purwaningsih, MP selaku Pembimbing pertama dalam penyusunan tesis yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan berbagai ide selama penulisan penelitian ini.

3. Drs. Wahyu Agung Setyo, MSi selaku Pembimbing kedua penulis dalam penyusunan tesis yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan berbagai ide selama penelitian ini.

4. Segenap Staf UNS.

5. Seluruh rekan–rekan mahasiswa program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret di Surakarta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis selama menyelesaikan usaha penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sumbang dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penelitian ini.

Surakarta, Februari 2012 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoristis ... 9

1. Usaha Ternak Sapi ... 9

2. Inseminasi Buatan ... 12

3. Panca Usaha Ternak Potong ... 23

4. Keuntungan Inseminasi Buatan Pada Ternak Sapi Potong .... 26

5. Pendapatan Usaha Ternak ... 28

6. Tingkat Keuntungan ... 29

7. Fungsi Keuntungan ... 31

(12)

xii

B. Penelitian Terdahulu ... 39

C. Kerangka Pemikiran ... 41

D. Hipotesis Penelitian... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 44

B. Jenis dan Sumber Data ... 44

C. Teknik Penarikan Sampel ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 46

F. Tehnik Analisa Data... 47

1. Uji Rata-rata ... 47

2. Regresi Linier Berganda... 48

a. Uji Asumsi Klasik ... 49

1). Uji Normalitas ... 49

2). Uji Multikolinearitas ... 49

3). Uji Heterokedastisitas ... 50

4). Uji Autokorelasi ... 51

b. Uji Statistik ... 52

1). Uji-F ... 52

2). Koefisien Determinasi ... 53

3). Uji-t ... 53

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 55

1. Obyek Penelitian ... 55

2. Karakteristik Responden ... 62

3. Deskripsi variabel ... 68

B. Analisa Data dan Pembahasan ... 73

C. Inteprestasi Hasil Penelitian………. 83

(13)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 88 B. Limitasi Penelitian ... 88 C. Rekomendasi... 89 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

xiv

4.4 Distribusi Peternak Menurut Umur ... 63

4.5 Distribusi Peternak Menururt Lama Beternak ... 64

4.6 Distribusi Peternak Menurut Pendidikan ... 64

4.7 Distribusi Peternak Menurut Jumlah Ternak ... 65

4.8 Distribusi Peternak Menurut Status Usaha Ternak ... 66

4.9 Distribusi Peternak Menurut Pekerjaan ... 66

4.10 Distribusi Peternak Menurut Asal Mula Mengetahui IB ... 67

4.11 Keuntungan Peternak ... 68

4.17 Rata-rata, Biaya Produksi dan Pendapatan Usaha Ternak Sapi .... 74

4.18 Rata-rata Perbandingan Keuntungan Peternak ... 76

4.19 Ringkasan Estimasi Faktor-faktor Produksi yang mempengaruhi Keuntungan ... 77

4.20 Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 78

4.21 Uji Multikoliniearitas ... 79

4.22 Uji Heteroskedastisitas ... 80

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 42

3.1 Gambar Distribusi T-tabel ... 47

3.2 Distribusi DW-test ... 51

3.3 Distribusi F-tabel ... 52

3.4 Distribusi T-tabel (sisi kanan) ... 54

3.5 Distribusi T-tabel (sisi kiri) ... 54

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 94

2 Rekap Hasil Kuesioner ... 96

3 Rekapitulasi Variabel Penelitian ... 99

4 Data Regresi (Normalisasi Harga Output) ... 101

5 Hasil Uji Rata-rata ... 103

6 Hasil regresi ... 104

7 Distribusi t-tabel ... 106

8 Distribusi F-tabel ... 107

9 Durbin-Watson-tabel ... 108

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah di sektor pertanian. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar penduduknya dan memberikan lapangan kerja bagi semua angkatan kerja yang ada. Dengan menyempitnya lahan pertanian yang digarap oleh petani mendorong para petani untuk berusaha meningkatkan pendapatan melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah kegiatan usaha ternak yang secara umum memiliki beberapa kelebihan seperti: sebagai sumber pendapatan untuk memanfaatkan limbah pertanian, sebagai penghasil daging dan susu, kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik dan kulitnya juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di pedesaan ternak sapi cukup populer sebagai salah satu usaha, baik itu usaha sampingan maupun usaha pokok para petani. Bahkan sapi dianggap sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap saat, khususnya di tengah kebutuhan ekonomi yang mendesak. Pembangunan pertanian sub sektor peternakan sebagai industri biologis yang dikendalikan manusia mencakup empat komponen yaitu peternak sebagai subjek, ternak sebagai obyek, lahan sebagai basis ekologi budidaya serta lingkungan dan teknologi sebagai alat (Soehadji, 1992).

(18)

Pembangunan sub sektor peternakan khususnya sapi potong berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani berupa daging. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2007. Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat 11,366 juta ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Ukuran kebutuhan daging per kapita menurut standart gizi nasional adalah 10,3 kg/kapita/tahun. Kabupaten Sragen sampai saat ini baru mencapai 5,2178kg/kapita/tahun (Disnakkan, 2011).Untuk mengantisipasinya, pemerintah melakukan impor daging sapi dan sapi bakalan untuk digemukkan. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diidentifikasi alternatif pola pengembangan peternakan rakyat yang mempunyai skala usaha ekonomis yang mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga yang cukup memadai. Dalam perspektif ke depan, usaha peternakan rakyat harus mengarah dan mampu menopang dalam pengembangan agribisnis peternakan, sehingga tidak hanya sebagai usaha sampingan, namun sudah mengarah pada usaha pokok dalam perekonomian keluarga.

Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi potong di Kabupaten Sragen, pemerintah menggalakkan program inseminasi buatan. Program inseminasi buatan (IB) di pedesaan pada prinsipnya merupakan

(19)

salah satu program peternakan yang memiliki keunggulan dan meningkatkan pendapatan petani ternak. Program ini diharapkan dapat menutup kebutuhan daging di Jawa Tengah pada umumnya dan di Sragen khususnya. Hal ini terlihat dengan semakin meningkatnya populasi ternak sapi potong di Kabupaten Sragen antara tahun 2009 dan tahun 2010 yang mengalami kenaikan dari 78.371 ekor menjadi 78.504 ekor (Disnakkan Kabupaten Sragen, 2010). Hasil sensus ternak tahun 2011 mengalami kenaikan lagi menjadi 113.566 ekor seperti tertera pada tabel 1.1 (BPS Kabupaten Sragen, 2011).

Tabel 1.1

Jumlah Peternak dan Sapi Potong di Kabupaten Sragen Tahun 2011

(20)

Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa perbandingan jumlah peternak sapi potong Inseminasi Buatan (IB) dan non IB di Kabupaten Sragen adalah peternak IB sejumlah 44.367 orang (77 %) dan peternak non IB sejumlah 13.166 orang (23 %). Dari jumlah tersebut terlihat masih banyak peternak yang belum menggunakan teknologi IB untuk mengembangbiakan ternaknya. Hal tersebut dikarenakan peternak belum memahami betul tentang keunggulan teknologi IB dan menganggap harga kawin suntik (IB) masih terlalu karena diatas harga kawin alami.

Tingkat keberhasilan inseminasi buatan sangat dipengaruhi faktor-faktor meliputi umur sapi jantan dan betina, musim tahunan, umur air mani, penyakit, teknik penanganan air mani, dan pengaruh lingkungan yang lain (Djanuar 1985). Teknologi Inseminasi Buatan di Kabupaten Sragen sudah dimulai sejak lama. Lebih lanjut mengenai populasi ternak sapi potong dan hasil pelayanan inseminasi buatan seperti tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2

Populasi Ternak Sapi Potong dan Realisasi IB di Kabupaten Sragen tahun 2006 – 2010

No Tahun Populasi Sumber: Disnakkan Kabupaten Sragen, 2010

(21)

Kabupaten Sragen masih mengalami fluktuatif. Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB) di Kabupaten Sragen dalam hal pengembangan produksi ternak sapi potong adalah (Disnakkan Kabupaten Sragen, 2010):

1. Pembibitan

a. Belum optimalnya pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB)

b. Belum optimalnya kegiatan pemeriksaan kebuntingan sapi potong hasil IB.

c. Belum optimalnya pengelolaan nutrisi/pakan serta pencatatan hasil program IB guna perencanaan genetik.

2. Sumber daya manusia

a. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (inseminator dan peternak) belum berjalan sesuai dengan rencana karena terbatasnya dana dan kesempatan.

b. Sarana dan prasarana tenaga lapangan masih kurang sehingga kegiatan di lapangan belum berjalan sesuai yang diharapkan.

Oleh karena itu perlu suatu upaya yang bertujuan meningkatkan skala usaha peternakan rakyat sapi potong, meningkatkan populasi dan produktivitas ternak sapi potong yang bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak dengan memanfaatkan program inseminasi buatan secara efisien.

(22)

rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal tersebut sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan agama seperti musim haji, musim hajatan (pernikahan dan lain-lain), musim natal dan tahun baru dan puncaknya adalah hari raya Idul Fitri atau bulan Syawal (Darmono, 1993).

Pendapatan usaha sapi potong bagi peternak diperoleh dengan mengurangkan seluruh biaya pengeluaran tunai atas penerimaan tunai. Komponen biaya pengeluaran meliputi pembelian bibit, pakan, obat-obatan, inseminasi buatan, tenaga serta alat-alat pemeliharaan sapi. Komponen penerimaan diperoleh dari penjualan sapi, nilai tambah ternak, penyewaan tenaga kerja dan penjualan pupuk kandang (Said, 2006).

Dari beberapa uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha ternak sapi potong hasil inseminasi buatan di Kabupaten Sragen.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa seberapa besar perbedaan keuntungan peternak IB dengan non IB dan seberapa besar pengaruh jumlah sapi, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja dan teknologi IB terhadap keuntungan peternak sapi potong di Kabupaten Sragen. Untuk itu pertanyaan peneliti yang diajukan adalah :

(23)

1. Apakah ada perbedaan yang nyata antara keuntungan peternak sapi potong IB dan non IB di Kabupaten Sragen ?

2. Apakah jumlah sapi, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja dan teknologi Inseminasi Buatan berpengaruh terhadap keuntungan peternak sapi potong di Kabupaten Sragen ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian sehingga dengan tujuan penelitian akan dapat bekerja secara terarah dan baik dalam mencari data dan pemecahan masalah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui perbedaan yang nyata antara keuntungan peternak sapi potong hasil IB dan non IB di Kabupaten Sragen.

2. Mengetahui pengaruh jumlah sapi, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja dan teknologi inseminasi buatan terhadap keuntungan peternak sapi potong di Kabupaten Sragen.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

(24)

2. Bagi masyarakat khususnya peternak akan dapat mengetahui sejauh mana teknologi Inseminasi Buatan (IB) dapat meningkatkan jumlah produksi dan pendapatan peternak.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoristis

1. Usaha Ternak Sapi

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1998).

Usaha tani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan. Usaha tani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994). Dalam usaha tani dan usaha peternakan, pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala usaha besar. Petani dalam usaha tani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja, tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usaha tani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1991).

Beberapa karakteristik sosial peternak yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan para peternak yaitu:

(26)

a. Skala Kepemilikan

Menurut Prawirokusumo dalam Siregar (2009), usaha yang bersifat tradisional diwakili oleh para petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-2 ekor ternak. Tipe lahan yang akan digunakan untuk usaha tani termasuk usaha peternakan harus diselidiki dahulu tingkat kesuburannya. Pada dasarnya lahan yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan yang kurus juga dapat ditingkatkan kesuburannya. Lahan harus sesuai untuk ditanami jagung, rumput-rumputan dan leguminosa.

b. Umur

Semakin tinggi usia seseorang semakin kecil ketergantungannya kepada orang lain atau semakin mandiri. Chamdi (2003) mengemukakan, semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. Sedangkan para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru.

c. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu,

(27)

dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan semakin berkembang (Syafaat dkk, 2003). Seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mampu memanfaatkan potensi di dalam maupun di luar dirinya dengan lebih baik. Orang itu akan menemukan pekerjaan yang paling tidak setara dengan pendidikannya. Menurut Soekartawi dkk (2003), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.

d. Pengalaman Beternak

(28)

e. Motivasi Beternak

Menurut Fathoni (2004), kekuatan motivasi dari sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh faktor intrinsik (motivasi yang timbul oleh dorongan yang ditimbulkan dari dalam dirinya) dan lingkungannya. Demikian juga bahwa tanpa ada motivasi dari diri sendiri jelas tipe orang yang sulit untuk diajak bekerja atau berusaha. Jadi orang-orang yang demikian perlu diberikan motivasi atau dorongan sehingga timbul niat untuk bekerja.

2. Inseminasi Buatan (IB) atau Kawin Suntik Pada Sapi

Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma tau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'. Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang

(29)

sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya.

Tujuan Inseminasi Buatan (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) : a. Memperbaiki mutu genetika ternak;

b. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;

c. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;

d. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur; e. Mencegah penularan/ penyebaran penyakit kelamin.

Keuntungan Inseminasi Buatan (IB) (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) : a. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;

b. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;

c. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding); d. Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam

jangka waktu yang lama;

e. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;

f.Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;

(30)

Kerugian IB (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) :

a. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;

b. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed/ turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan/ breed kecil;

c. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;

d. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).

Penampungan Semen (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) : a. Dapat dilakukan 1-3 x/minggu;

b. Harus terampil dalam menyiapkan alat penampung (vagina buatan) dan terampil dalam menampung semen;

c. Evaluasi kualitas semen : gerakan massa, motilitas, LD dan konsentrasi. Hanya yang kualitas baik yang dapat diproses lebih lanjut;

d. Pengenceran dan pengawetan;

e. Pengawetan: semen beku atau semen cair (chilled semen)

Waktu melakukan Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila

(31)

diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) :

a. Permulaan birahi : 44%; b. Pertengahan birahi : 82%; c. Akhir birahi : 75%;

d. 6 jam sesudah birahi : 62,5% ; e. 12 jam sesudah birahi : 32,5% ; f.18 jam sesudah birahi : 28% ; g. 24 jam sesudah birahi : 12%.

Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) :

a. Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek/ rendah; b. Inseminator kurang/ tidak terampil;

c. Petani/ peternak tidak/ kurang terampil mendeteksi birahi;

d. Pelaporan yang terlambat dan/ atau pelayanan Inseminator yang lamban; e. Kemungkinan adanya gangguan reproduksi/ kesehatan sapi betina.

Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara:

(32)

2) Petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi. Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk mendeteksi birahi, adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor/ pudar/ menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina yang lain.

Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) :

a. Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidak kurus (kaheksia);

b. Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi dilakukan maka keguguran akan terjadi;

c. Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama;

d. Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua. Prosedur Inseminasi Buatan adalah (Disnak. Kabupaten Sragen, 2010) :

a. Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB) maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu;

b. Dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya;

(33)

d. Air dengan suhu badan 370C, selama 7-18 detik;

e. Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue;

f. Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih;

g. Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw;

h. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat; i. Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada

tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum;

j. Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu;

k. Semen disuntikkan/ disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat';

l. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan.

(34)

akhir abad ke-19. IB juga digunakan bangsa Rusia untuk menaikkan mutu ternak secara upgrading.

Pada masa sekarang dan akan datang tampak bahwa IB merupakan teknik yang dianggap berhasil dalam bidang pemuliaan ternak. Metode-metode praktis telah dilakukan, dan pelayanan untuk menaikkan mutu sapi menguntungkan bagi para peternak. Peternak atau peternakan kecil dengan jumlah sapi betina yang sedikit dapat meningkatkan mutu ternaknya menggunakan IB menggunakan semen pejantan berdaya pembuahan sangat tinggi dan mutu genetik yang luar biasa dan juga peternak mau membayar lebih tinggi hanya untuk mendapatkan inseminasi yang memuaskan tentunya dengan harapan anak yang didapatkan berkualitas super.

Teknik IB ini mempunyai manfaat maupun kerugiannya, meskipun manfaat yang didapatkan jauh lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkannya. Manfaat Inseminasi Buatan (Yudi, 2010):

a. Inseminasi buatan (IB) sangat mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul. Daya guna seekor pejantan yang secara genetik unggul dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

b. Bagi peternak-peternak kecil seperti umum ditemukan di Indonesia, penggunaan IB sangat menghemat biaya disamping dapat menghindari bahaya dan menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan.

(35)

c. Pejantan-pejantan yang digunakan dalam IB telah dilakukan seleksi secara teliti dan ilmiah dari hasil perkawinan betina-betina dengan pejantan unggul. Dengan lebih banyak betina yang dilayaninya dan dari turunan-turunan hasil perkawinan ini dapat lebih cepat diseleksi dan dipertahankan pejantan-pejantan unggul dan mengeliminir pejantan-pejantan jelek.

d. Penularan penyakit dapat dicegah melalui IB, dengan hanya menggunakan pejantan-pejantan yang sehat atau bebas dari penyakit, menghindari kontak kontak kelamin pada waktu perkawinan, dan membubuhi antibiotika ke dalam semen sebelum dipakai. IB merupakan cara terbaik mencegah penyebaran penyakit veneral dan penyakit menular lainnya seperti Brucellosis, Vibriosis, Leptospirosis dan Trichomoniasis.

e. Karena hanya semen dengan fertilitas tinggi yang diberikan pada peternak, maka calving intervalnya dapat diperpendek dan dapat menurunkan kasus repeat breeder (kawin berulang bagi betina).

(36)

dalam keadaan estrus dan berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk dinaiki pejantan.

Kerugian Inseminasi Buatan (Yudi, 2010): Selain manfaat dari IB ini sangat banyak terutama dalam meningkatkan mutu hasil ternak, akan tetapi harus juga diperhatikan kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh teknik IB ini. Kerugian-kerugiannya adalah:

a. Pelaksana yang terlatih baik dan terampil diperlukan dalam mengawasi atau melaksanakan penampungan, penilaian, pengenceran, pembekuan dan pengangkutan semen dan inseminasi pada ternak betina untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit kelamin menular yang dapat menjangkiti kelompok-kelompok ternak.

b. Kemungkinan besar IB dapat menjadi alat penyebar abnormalitas genetic seperti pada sapi, diantaranya cystic ovary, konformasi tubuh yang buruk terutama pada kaki-kakinya, dan kekurangan libido. Belum banyak penelitian tentang meningkatnya kejadian cystic ovary pada sapi perah yang sebagian besar disebabkan oleh penggunaan IB secara meluas.

c. Apabila persediaan pejantan unggul sangat terbatas, peternak tidak dapat memilih pejantan yang dikehendaki untuk mengikuti program peternakan yang diingininya. Dengan penggunaan seekor pejantan secara terus-menerus, kemungkinan besar akan terjadi “ inbreeding” yang merugikan.

d. IB masih diragukan manfaatnya dalam mengatasi semua infeksi atau abnormalitas saluran kelamin betina, kalaupun ada, jarang terjadi.

(37)

e. Inseminasi intrauterine pada sapi yang bunting dapat menyebabkan abortus.

f. IB tidak dapat digunakan dengan baik pada semua jenis hewan. Pada beberapa spesies masih harus dilakukan penelitian sebelum IB dapat dipakai secara praktis.

Sektor peternakan sejak awal masa pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan berprofesi sebagai peternak (Santosa, 1997).

Tujuan utama pemeliharaan sapi potong adalah untuk menghasilkan daging. Sapi dipelihara dengan baik, setelah tumbuh besar dan gemuk langsung dijual atau disembelih terlebih kemudian dijual dalam bentuk daging. Oleh karena itu, keberhasilan pemeliharaan sapi ini sangat ditentukan oleh kualitas sapi bakalan yang dipilih. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih sapi bakalan untuk sapi potong adalah (Siregar, 1996):

a. Jenis sapi

(38)

sapi potong adalah PO (Peranakan Ongole), Brahman, Simental dan Brangus.

b. Jenis kelamin

Untuk sapi potong sebaiknya dipilih sapi jantan, karena pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan sapi betina. Alasan lainnya adalah untuk menghindari penyusutan populasi sapi betina yang masih produktif.

c. Keadaan fisik

Untuk sapi potong sebaiknya dipilih sapi yang sehat dan tidak terlalu kurus.

d. Umur

Dipilih sapi yang berumur antara 1-4 tahun. Sapi yang terlalu muda atau sudah tua kurang menguntungkan karena pertumbuhan atau penambahan berat dagingnya relatif lambat.

e. Postur tubuh

Postur tubuh sapi bakalan yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Badannya panjang, bulat silindris, dan bila dilihat dari samping

tampak membentuk segi empat.

2) Dada depan lebar, dalam dan menonjol. 3) Kepala pendek dan dahinya relatif lebar.

4) Kulit halus, bersih, supel, tidak kering, dan tidak kendor. 5) Kaki relatif besar dan kuat

(39)

6) Tinggi badan, panjang dan proporsi bagian-bagian tubuh lainnya serasi serta seimbang (Siregar Djarijah, 1996).

3. Panca Usaha Ternak Potong a. Bibit

Menurut Sugeng (2000), dalam hal pemilihan bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran sapi-sapi yang kurang baik dari kelompok sapi yang dipelihara perlu dilakukan. Laju pertumbuhan sapi macam apapun kerapkali tidak dihiraukan, dan yang terpenting bagi peternak ialah kelompok sapi yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak. Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit ternak.

b. Pakan

Keberhasilan usaha ternak sapi baik sapi potong atau kerja hanya mungkin tercapai apabila faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor utama ialah makanan, disamping faktor genetik dan manajemen. Oleh karena itu, bibit sapi yang baik dari jenis unggul hasil seleksi harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula. Terbatasnya pakan ternak sapi, terutama pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun merupakan kendala besar dalam memproduksi daging (Sugeng, 2000).

(40)

omasum dan abomasums. Dengan alat ini sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi. Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat sebagai tambahan. Pada umunya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10% dari berat badan dan pakan penguat cukup 1% dari berat badan (Sugeng, 2000).

c. Kandang

Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya suatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk merencanakan pembuatan kandang dengan peralatan seefisien mungkin. Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang penggembalaan) kandang hanya diperlukan untuk malam hari dimana sapi-sapi tersebut pada pagi harinya dilepas pada padang penggembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga tanpa atap. Lantainya sebaiknya disemen. Sebagai patokan umum seekor sapi dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m2 (kira-kira 1,5 x 2 m) / ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

Konstruksi kandang menurut Sugeng (2000), dibangun dengan perencanaan yang benar dan akan menjamin kenyamanan hidup ternak sebab bangunan kandang sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak. Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk

(41)

beradaptasi ini, maka perencanaan bangunan kandang yang perlu diperhatikan ialah: iklim setempat, konstruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila kesemuanya tadi dipadu dengan baik (AAK, 1991).

d. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Penyakit yang timbul pada sapi potong biasanya dibagi atas empat macam yaitu (i) external parasitis, (ii) internal parasitis, (iii) penyakit menular, (iv) penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting daripada mengobati. Oleh karena itulah maka peternak selalu menjaga kesehatan daripada ternak-ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan dengan desinfektan, vaksinasi secara teratur. Ternak-ternak akan mudah tertular penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit-parasit dan penyakit biasanya berkembang biak pada ternak-ternak yang kondisinya tidak baik dan dapat menyebar pada ternak-ternak yang sehat lainnya (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

e. Pemasaran

(42)

agama seperti musim haji, musim hajatan (pernikahan dan lain-lain), musim natal dan tahun baru dan puncaknya adalah hari raya Idul Fitri atau bulan Syawal (Darmono, 1993).

Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat kearah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbuka perdagangan internasional mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila diikuti dengan peningkatan kualitas (Gunawan, dkk, 1993).

4. Keuntungan Inseminasi Buatan pada Ternak Sapi Potong

Teknik inseminasi buatan telah diperkenalkan di Indonesia sejak permulaan tahun lima puluhan, namun penerapan secara luas tanpa perencanaan yang matang dan pelaksanaan program yang tidak konsekuen telah lebih banyak menyebabkan kegagalan daripada keberhasilan selama dua puluh tahun sejarah perkembangan inseminasi buatan di negeri ini. (Toelihere, 1977). Pelaksanaan kegiatan inseminasi buatan merupakan opersionalisasi dari bioteknologi reproduksi dalam jangka mendukung pengembangan sumber daya peternakan, terutama untuk meningkatkan produktivitas ternak baik ternak potong maupun ternak perah dan meningkatkan pendapatan peternak (Anonim, 1997). Penerapan teknologi Inseminasi Buatan dalam hal ini mengacu pada bagaimana peternak dapat

(43)

memperoleh informasi, kemampuan untuk memperoleh pelayanan dalam hal ini fasilitas pelayanan dan kemampuan menerapkan teknologi Inseminasi Buatan.

Inseminasi buatan memiliki manfaat yang sangat besar, diantaranya adalah mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul karena dengan inseminasi buatan, seekor pejantan dapat melayani 5.000 sampai 10.000 ekor sapi betina per tahun, sedang kawin alam seekor sapi pejantan hanya mempu mengawini sekitar 100 ekor sapi betina setiap tahunnya, selain itu terutama bagi peternak-peternak kecil seperti umum di peternakan di pedesaan, penggunaan inseminasi buatan sangat menghemat biaya disamping dapat menghindari penularan penyakit dari pejantan dan menghemat tenaga perawatan pejantan (Toelihere, 1981).

(44)

Untuk mencapai tujuan program inseminasi buatan terhadap ternak, perlu digunakan pejantan bebas penyakit, secara maksimal yang mempunyai kapasitas tinggi dalam perbaikan genetik, dimana spermatozoa harus disimpan selama beberapa waktu setelah penampungan agar spermatozoa tetap dapat digunakan secara optimal sebagai sarana pembuahan (Djanuar, 1985). Kondisi lapangan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan IB baik segi yang menyangkut kelancaran komunikasi, kepadatan populasi ternak betina, penyediaan bahan makanan ternak dan sebagainya, semuanya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi kegiatan IB. Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi eks import yang bermutu yang melalui IB menunjukkan bahwa F1 dinilai lebih baik oleh petani ternak daripada hasil perkawinan secara alam antar sapi-sapi lokal. Untuk dapat memberikan penilaian yang lebih dapat dipertanggung jawabkan mutlak diperlukan adanya catatan-catatan (records) tentang kemampuan (performance) dari pada sapi-sapi persilangan tersebut. Hasil pengolahan dari catatan (records) tersebut sangat diperlukan dalam menentukan pengarahan program pemuliabiakan ternak.

5. Pendapatan Usaha Ternak

Usaha ternak sapi telah memberi kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi (2003), menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari

(45)

cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi. Pendapatan usaha ternak sapi sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak sapi maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh.

Analisis usaha ternak sapi sangat penting sebagai kegiatan rutin suatu usaha ternak komersial. Dengan adanya analisis usaha dapat dievaluasi dan mencari langkah pemecahan berbagai kendala, baik usaha untuk mengembangkan, rencana penjualan maupun mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu (Murtidjo, 1992).

6. Tingkat Keuntungan

(46)

yaitu jika perubahan penerimaan sama dengan perubahan biaya. Hubungan ini dapat dinyatakan sebagai berikut (Soekartawi, 2003)

π = TR – TC (2.1)

0

MR – MC = 0 sehingga MR = MC

Tingkat keuntungan usaha ternak sapi potong hasil IB adalah selisih penerimaan total dan biaya total yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap, diukur dalam satuan rupiah per satu masa usaha ternak sapi potong. Sedangkan penerimaan total adalah seluruh penerimaan yang diterima dari usaha ternak sapi potong hasil IB, diukur dalam satuan rupiah per satu masa usaha ternak sapi potong.

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usaha sapi potong dengan teknologi IB, diukur dalam satuan rupiah per satu masa usaha ternak sapi potong, terdiri dari :

a. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan pertama kali produksi, diukur dalam satuan rupiah.

b. Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali melakukan usaha ternak sapi potong. Biaya ini terdiri dari biaya konsentrat, hijauan, obat-obatan, upah tenaga kerja, dan sapi induk, ditambah dengan biaya penyusutan kandang, penyusutan alat, serta biaya lain-lain yang terdiri dari pajak listrik dan air, PBB dan biaya transportasi pembelian input dan penjualan output diukur dalam satuan rupiah.

(47)

Menurut Soekartawi (2003) bahwa kondisi usaha dapat diketahui dengan mendeskripsikan seberapa besar tingkat penerimaan total dan biaya-biaya yang dikeluarkan dengan rumus sebagai berikut :

K = Pr. T – B (2.2)

= Pr. T – (BT + BTT) Keterangan ;

K = Keuntungan Pr. T = Penerimaan total BT = Biaya tetap BTT = Biaya tidak tetap

7. Fungsi Keuntungan

Fungsi produksi Cobb-Douglasss pertama kali ditemukan oleh C.W. Cobb dab P.H Douglasss yang menjadi terkenal setelah diperkenalkan oleh Lau dan Yotopoulos pada tahun 1976 menjadi suatu konsep yang dapat dioperasionalkan untuk menguji efisiensi relatif di bidang pertanian.

(48)

Menurut Soekartawi (1994) penggunaan Fungsi keuntungan Cobb-Douglass (C-D) telah populer dikalangan para peneliti karena beberapa hal, antara lain:

a. Karena anggapan bahwa petani atau pengusaha adalah mempunyai sifat memaksimumkan keuntungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

b. Cara pendugaannya juga relatif.

c. Karena memanipulasi terhadap cara analisis mudah dilakukan, misalnya membuat besaran elastistisitas menjadi konstan atau tidak.

d. Dengan cara ini, peneliti sekaligus dapat mengukur tingkatan efisiensi pada tingkatan atau pada ciri yang berbeda.

Fungsi keuntungan Cobb-Douglass dapat diturunkan dengan teknik Unit Output Price Cobb-Douglass Profit Function (CDPF). UOP-CDPF merupakan fungsi yang melibatkan harga faktor produksi dan produksi yang dinormalkan dengan harga tertentu, misalnya dengan harga produksi yang disebut "Normalized Profit Function". Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut (Larsito, 2005):

Y = AF (X, Z) (2.3)

Keterangan : Y = produksi ;

(49)

X = variabel faktor produksi ;

Z = variabel faktor produksi tetap (fixed variabel)

Persamaan keuntungan yang diturunkan dari persamaan fungsi produksi seperti pada persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut: (2.4)

Keterangan :

= besarnya keuntungan A = besarnya efisiensi teknik p = harga produksi persatuan

Xi= faktor produksi tetap yang digunakan, dimana j=1,..n ci = harga faktor produksi per satuan

fj = harga faktor produksi tetap

Penggunaan persamaan di atas berlaku anggapan bahwa dalam jangka pendek maka faktor produksi tetap seperti banyaknya cangkul atau alat pertanian yang lain, tidak mempengaruhi keinginan untuk meningkatkan keuntungan, sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.5)

(50)

(2.6)

Keterangan :

π* = keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga produksi.

βj = koefisien faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga produksi.

αj = koefisien faktor tetap yang telah dinormalkan dengan harga produksi.

Xi* = variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga produksi

Untuk memaksimumkan keuntungan, π * didefinisikan sebagai

Unit Output Price profit function (UOP profit). Kondisi ini diperoleh dari persamaan (2.7) yang dinormalkan dengan harga output dan ditransformasikan dalam bentuk logaritma, maka persamaanya sebagai berikut :

ln Л* = β0 + β1 ln W1 * + …….+ βn ln Wn * + e1 (2.7) Keterangan :

Л* = tingkat keuntungan (selisih antara penerimaan dengan total biaya) yang telah dinormalkan dengan tingkat harga output.

β0 = konstanta

β1-n = koefisien regresi variabel independen

W1 * -n = biaya variabel yang telah dinormalkan dengan harga output.

e1 = variabel gangguan

(51)

Menurut Purwoto (1990) pendekatan fungsi keuntungan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendekatan fungsi produksi, antara lain:

a. Fungsi permintaan input dan fungsi penawaran output dapat diduga secara bersama-sama tanpa harus membuat fungsi produksi yang eksplisit.

b. Karena peubah-peubah yang diamati dalam fungsi keuntungan adalahpeubah harga output maupun harga input, maka hal ini lebih logis mengingat kenyataannya seorang pengusaha umumnya memiliki anggaran (budget line) yang sudah tertentu sehingga faktor penentu dalam pengambilan keputusan adalah tingkat harga-harga.

c. Dapat digunakan untuk menelaah masalah efisiensi teknis, harga maupun ekonomi.

8. Analisis Pendapatan Usaha Tani a. Pendekatan Pendapatan Bersih

Pendekatan ini menghitung pendapatan bersih atau net return dari usaha tani, penghitungannya, dengan rumus (Purwaningsih, 2011): Pendapatan bersih = net return = NR

NR = TR – TC eksplisit (2.8)

(52)

2) Penerimaan output yang tidak dijual = non cash revenue (output yang dikonsumsi, yang masih disimpan, diberikan kepada pihak lain).

Dalam praktek, usahatani tidak hanya pada satu macam komoditas, namun lebih dari satu macam yang diusahakan, seperti padi, palawija, lombok, ternak dan sebagainya, yang diusahakan dalam waktu yang bersamaan.

TC eksplisit = semua pengleuaran yang benar-benar dikeluarkan, seperti : pengeluaran untuk pembelian bibit, pupuk, pestisida, sewa lahan, pembayaran bunga, pajak tanah dan sebagainya.

TC eksplisit terdiri dari :

1) TFC eksplisit = semua pengeluaran yang benar-benar dikeluarkan untuk input tetap seperti sewa tanah, bunga pinjaman, pajak.

2) TVC eksplisit = semua pengeluaran yang benar-benar dikeluarkan untuk input variabel seperti bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga.

b. Pendekatan Keuntungan

Pendekatan ini menghitung keuntungan dari usahatani, dengan rumus (Purwaningsih, 2010) :

Keuntungan = π

π = TR – TC (2.9)

(53)

TR = nilai output yang diproduksi terdiri dari: 1) Penerimaan output yang dijual = cash revenue

2) Penerimaan output yang tidak dijual = non cash revenue (output yang dikonsumsi, yang masih disimpan, diberikan kepada fihak lain)

Dalam praktek, usahatani tidak hanya pada satu macam komoditas, namun lebih dari satu macam komoditas yang diusahakan, seperti padi, palawija, lombok, ternak dan sebagainya, yang diusahakan dalam waktu yang berssamaan.

TC eksplisit = semua pengeluaran yang benar-benar dikeluarkan, seperti : pengeluaran untuk pembelian bibit, pupuk, pestisida, sewa lahan, pembayaran bunga, pajak tanah dan sebagainya.

TC eksplisit terdiri dari :

1) TFC eksplisit = semua pengeluaran yang benar-benar dikeluarkan untuk input tetap seperti sewa tanah, bunga pinjaman, pajak.

2) TVC eksplisit = semua pengeluaran yang benar-benar dikeluarkan untuk input variabel seperti bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga.

(54)

1) TFC implisit = nilai input tetap yang dimiliki petani sendiri seperti biaya oportunitas lahan yang digunakan untuk usahatani (sewa lahan), biaya oportunitas modal uang sendiri yang digunakan untuk usahatani (bunga kredit).

2) TVC implisit = nilai input variabel yang dimiliki petani sendiri, seperti biaya oportunitas untuk tenaga kerja keluarga.

9. R/C Rasio

Suatu usaha dikatakan layak apabila yang dijalankan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan non-finansial sesuai dengan tujuan yang mereka inginkan.

Menurut Purwadi (2009) salah satu ukuran kelayakan adalah dengan menggunakan Revenue Cost Rasio atau R/C. R/C Ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan biaya total. Menurut Hernanto (1993) R/C ratio menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi.

Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usaha tani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu.

(55)

R/C rasio ada 2 yaitu R/C rasio atas biaya eksplisit dan R/C rasio atas biaya total. Secara sistematika dapat dirumuskan sebagai berikut :

(2.10)

(2.11)

Keterangan :

R (Revenue) = Penerimaan total (Rp.) C (Cost) = Biaya (Rp.)

Usahatani dikatakan layak dijalankan apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak layak untuk dijalankan. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al. 1992).

C. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini akan diuraikan hubungan secara empiris penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti dengan model penelitian yang akan dilakukan.

(56)

analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat harga jual ternak sapi hasil IB pada semua tingkat umur lebih tinggi dibandingkan dengan ternak sapi hasil perkawinan secara alami, sehingga melalui sistem perkawinan secara IB dapat meningkatkan penerimaan peternak.

2. Nuranei dan Purwanta tahun 2006 dengan penelitian berjudul Potensi Sumber Daya dan Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Sinjai menggunakan analisis keuntungan dengan hasil penelitian potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sarana penunjang mendukung dalam usaha pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai.

3. Mulyono (2007) penelitian dengan judul “Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peternak sapi potong” (Studi kasus di Sukoharjo). Metode survai sampel kepada peternak sapi potong di Sukoharjo. Variabel dependen: keberhasilan peternak sapi potong, variabel independen: pengalaman usaha, modal usaha, jumlah ternak, jumlah tenaga kerja, pendidikan, ransum makanan dan obat-obatan. Alat analisis regresi inier berganda, hasil penelitian: modal usaha, jumlah ternak, ransum makanan, obat-obatan berpengaruh positif. Pengalaman usaha dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap keberhasilan peternak sapi potong.

4. Susilo (2011) yang berjudul Analisa keuntungan peternak penggaduh sapi pembibitan gaduhan Dinas Pertanian (Studi Kasus di Kabupaten Sukoharjo)

(57)

Metode survai sampel kepada peternak sapi potong di Sukoharjo. Variabel dependen: keuntungan peternak penggaduh, variabel independen: nilai induk pertahun, pakan, biaya IB, biaya obat-obatan, biaya pajak. Alat analisis regresi linier berganda, hasil penelitian: nilai induk pertahun, pakan, biaya pajak berpengaruh positif. Biaya IB dan biaya obat-obatan tidak berpengaruh terhadap keuntungan peternak penggaduh sapi potong. 5. Utami (2011) yang berjudul analisis faktor-faktor produksi yang

mempengaruhi pendapatan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendapatan peternak sapi potong dengan menggunakan teknologi IB lebih tinggi dibandingkan yang tidak menggunakan IB.

D. Kerangka Pemikiran

Dalam meningkatkan skala usaha peternakan rakyat sapi potong, perlu suatu upaya meningkatkan populasi dan produktivitas ternak sapi potong yang bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak dengan memanfaatkan program inseminasi buatan secara efisien.

(58)

Dalam penelitian ini akan difokuskan pada faktor-faktor yang sekaligus merupakan variabel-variabel penelitian, yaitu: pendapatan peternak sapi potong hasil IB dan non IB, jumlah sapi yang diternak, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja dan teknologi inseminasi buatan di Kabupaten Sragen.

Berdasarkan uraian di atas untuk mengetahui pengaruh jumlah sapi yang diternak, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja, teknologi IB terhadap keuntungan peternak sapi potong dan mengetahui perbedaan antara keuntungan peternak sapi potong hasil IB dan non IB, maka digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran. Keterangan :

: Berpengaruh secara bersama-sama : Berpengaruh secara parsial

Peternak sapi potong

IB Non IB

Keuntungan peternak

Teknologi inseminasi Upah tenaga kerja Harga obat-obatan

Jumlah sapi Harga pakan

(59)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga ada perbedaan yang nyata antara keuntungan peternak IB dan non IB di Kabupaten Sragen.

2. Diduga jumlah sapi, harga pakan, harga obat-obatan, upah tenaga kerja dan teknologi inseminasi buatan berpengaruh terhadap keuntungan peternak sapi di Kabupaten Sragen.

a. Jumlah sapi berpengaruh positif terhadap keuntungan peternak. b. Harga pakan berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak. c. Harga obat-obatan berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak. d. Upah tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak. e. Teknologi inseminasi buatan berpengaruh positif terhadap keuntungan

(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei pada peternak sapi potong IB dan non IB di 3 kecamatan Kabupaten Sragen yang mmpunyai jumlah peternak sapi IB dan non IB dengan proporsi yang sama, yaitu: Kecamatan Mondokan, Sambungmacan dan Sumberlawang (Tabel 1.1)

B. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi kuesioner yang diambil dari peternak sapi IB dan non IB di Kabupaten Sragen yang berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder berupa catatan, buku dalam hal ini bersumber dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen.

C. Teknik Penarikan Sampel

Populasi penelitian ini adalah sejumlah peternak sapi potong IB dan non IB yang tersebar di 3 kecamatan sejumlah 12.131, terdiri dari Kecamatan Mondokan sejumlah 4.779, Kecamatan Sambungmacan sejumlah 2.682 dan Sumberlawang sejumlah 4.670 (Tabel 1.1). Dengan demikian populasi dalam penentuan ukuran sampel menggunakan rumus Slovin (Umar, 2004):

(61)

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi

d = galat pendugaan 10% (d = 0,1)

Pengambilan sampel berdasarkan rumus Slovin dengan tingkat signifikan 90% (d= 0,1). Populasi 12.131 dengan jumlah sampel 99 peternak IB dan non IB di 3 kecamatan, perhitungan dengan rumus:

Dengan jumlah sampel peternak IB dan non IB setiap kecamatan sebagaimana dalam Tabel 3.1:

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Peternak IB dan Non IB

No Kecamatan

Jumlah Peternak Jumlah Sampel

IB Non

IB Jumlah IB

Non

IB Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Mondokan 3.336 1.443 4.779 27 12 39

Proporsi (%) 69.8 30.2 100.0

2 Sambungmacan 1.891 791 2.682 16 6 22

Proporsi (%) 70.5 29.5 100.0

3 Sumberlawang 3.221 1.449 4.670 26 12 38 Proporsi (%) 68.9 31.1 100.0

(62)

D. Teknik Pengumpulan Data

Wawancara dengan para peternak sampel, dengan menggunakan kuesioner (terlampir).

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel dalam penelitian ini meliputi:

1. Keuntungan peternak, adalah selisish nilai output yang diproduksi (Penerimaan output yang dijual dan tidak dijual) dengan nilai biaya total produksi (TC eksplisit: semua pengeluaran yang benar-benar dikeluarkan dan TC implisit: nilai input yang dimiliki petani sendiri, yang dilibatkan dalam proses produksi) yang dinormalkan dengan harga output. Diukur dalam satuan rupiah per ekor dalam 1 tahun.

2. Jumlah sapi yang diternak adalah banyaknya sapi yang dibudidayakan responden. Diukur dalam satuan ekor.

3. Harga pakan adalah jumlah harga yang dibutuhkan untuk makanan sejumlah sapi yang diternak yang berupa konsentrat yang dinormalkan dengan harga output. Diukur dalam satuan rupiah per ekor dalam 1 tahun. 4. Harga obat-obatan adalah jumlah harga yang dibutuhkan untuk membeli

obat atau vitamin selama dalam pemeliharaan ternak yang dinormalkan dengan harga output. Diukur dalam satuan rupiah per ekor dalam 1 tahun. 5. Upah tenaga kerja adalah jumlah harga yang dibutuhkan untuk membayar

sejumlah tenaga kerja selama dalam pemeliharaan budidaya tersebut

(63)

berdasarkan harian orang kerja (HOK) yang dinormalkan dengan harga output. Diukur dalam satuan rupiah per ekor dalam 1 tahun.

6. Teknologi inseminasi adalah peternak budidaya sapi potong dengan menggunakan teknologi IB dan non IB. Diukur dalam skala nominal setiap responden, skala 1 = IB ; 0 = non IB.

F. Teknik Analisis Data 1. Uji Rata-rata

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji perbedaan keuntungan peternak sapi IB dengan non IB menggunakan analisis independent samples t-test dengan tingkat signifikan 95% (a=0,05), langkah-langkah sebagai berikut (Ghozali, 2005):

Hipotesis:

a. Ho: µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2 b. Menentukan a = 5% ( 0,05).

c. Daerah kritik: Ho ditolak jika -ttab > thit > ttab

Gambar 3.2 Distribusi T-tabel (Daerah penolakan H0)

Daerah penolakan H0

Daerah penolakan H0

-ttab 0 ttab

(64)

d. Statistik Uji:

derajat bebas (degree of freedom) = n-1, n = jumlah sampel data Keterangan:

1

x : Rata-rata keuntungan 1 (IB) 2 pendapatan peternak IB dengan non IB.

2). Ho ditolak jika: thit > ttab atau thit < -ttab atau jika: nilai sign. (probabilitas value) < α (0,05), berarti ada perbedaan yang nyata antara pendapatan peternak IB dengan non IB.

2. Regresi Linier Berganda

(65)

Untuk mendapatkan hasil estimasi yang optimal maka ditransformasi dalam persamaan double logaritma natural (Ln) dan diolah dengan bantuan software SPSS (Statistical Package for Social Sciences) 16.0 views. Model estimasi persamaan regresi sebagai berikut:

LnY* = β0 + β1LnX1* + β2LnX2* + β3LnX3* +β4LnX4* +β5X5 + e Keterangan:

Y* = Keuntungan peternak yang dinormalkan dengan harga output X1 = Jumlah sapi

X2 * = Harga pakan yang dinormalkan dengan harga output X3 * = Harga obat-obatan yang dinormalkan dengan harga output X4 * = Upah tenaga kerja yang dinormalkan dengan harga output X5 = Teknologi inseminasi

β0 = Nilai konstan

β1,…, β5= Koefisien regresi e = Error/ Disturbance

a. Asumsi Klasik 1). Uji Normalitas

(66)

Apabila nilai signifikansinya lebih dari 0,05 maka data dikatakan mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2005).

2). Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas (Ghozali, 2005). Deteksi ada tidaknya Multikolinearitas yaitu dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas, dapat juga dengan melihat nilai tolerance serta nilai Variance Inflation Vactor (VIF ). Nilai toleransi yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF - 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai kritis yang umum dipakai adalah nilai VIF di atas 10. Apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Dengan rumus (Ghozali, 2005):

i

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedstisitas. Model regresi yang baik

(67)

adalah yang homoskedastisitas. Deteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji korelasi Spearman’s. Model regresi dikatakan terbebas dari heteroskedastisitas apabila masing-masing variabel mempunyai nilai signifikansinya diatas 0,05 (Ghozali, 2005).

4). Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk menguji ada tidaknya problem autokorelasi ini maka dapat melakukan uji Durbin Watson (DW-test) yaitu dengan membandingkan nilai DW statistik dengan DW-tabel. Dengan rumus DW-Satistik (Ghozali,

2005):

Apabila nilai DW statistik terletak pada daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi klasik regresi (Ghozali, 2005).

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

(68)

b. Uji Statistik 1). Uji-F

Uji-F ini digunakan untuk menguji keberartian koefisien regresi secara bersama-sama/ simultan, dengan uji hipotesis(Ghozali, 2005):

a). H0: b1=b2=b3=b4=b5 = 0 b). Menentukan a = 5% ( 0,05).

c). Daerah kritik, Ho ditolak jika: Fhit > Ftab

Gambar 3.3 Distribusi F-tabel (Daerah penolakan H0)

d). Statistik Uji:

k = Banyaknya Kelompok (dependen dan idependen)

e) Dengan Kriteria:

(1) Ho diterima jika: Fhit < Ftab atau jika: nilai sign. (probabilitas value) > α (0,05), berarti secara simultan variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Daerah penolakan H0

F tab

Gambar

Tabel  1.1 Jumlah Peternak dan Sapi Potong ..................................................
Gambar  2.1 Kerangka Pemikiran ...................................................................
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa setiap tahun jumlah populasi ternak sapi
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai seberapa besar perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang menggunakan metode

Berdasarkan pada telaah teoretik dan empirik maka secara umum masalah penelitian (Research Problem) dikemukakan sebagai berikut: &#34;Seberapa besar pengaruh Citra Koperasi,

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah: (a) “Seberapa besar kemampuan pemecahan masalah fisika

Selisih harga yang cukup besar antara peternak dengan para pedagang baik di dalam maupun luar Kabupaten Karo menimbulkan perbedaan keuntungan yang diperoleh setiap lembaga

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah seberapa besar tingkat pengetahuan masyarakat

Bertitik tolak dari uraian sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Seberapa besar pengaruh inflasi, suku bunga Bank

Berdasarkan hasil analisis data dan uraian pembahasan yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Ada kontribusi antara keseimbangan terhadap

Perumusan masalah Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1 Seberapa besar nilai keuntungan pada usahatani tembakau rakyat di Kecamatan