• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN PT.TIGARAKSA SATRIA TBK DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN PT.TIGARAKSA SATRIA TBK DI SURABAYA."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN KINERJ A KARYAWAN

PT.TIGARAKSA SATRIA TBK DI SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Oleh:

NITA ISMALASARI 1012010083 / FEB / EM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN` J AWA TIMUR

(2)

SKRIPSI

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN KINERJ A KARYAWAN

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 30 April 2014

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(3)

DAFTAR ISI 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 11

(4)

2.4.1.2 Faktor-Faktor Kinerja Karyawan ... 31

2.4.1.3 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan .... 34

2.4.1.4 Sistem Penilaian Kinerja Karyawan ... 36

2.5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan ... 36

2.6. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan ... 38

2.7. Kerangka Konseptual ... 39

2.8. Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40

3.1.1. Definisi Operasional ... 40

(5)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 63

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden... 65

4.2.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 81

5.2. Saran ... 81

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data Pengiriman Barang Tahun 2010-2012 ... 6

Tabel 1.2. Data Absensi Karyawan Tahun 2010-2012 ... 7

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Masa Kerja... 66

Tabel 4.3. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Gaya Kepemimpinan ... 67

Tabel 4.4. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Motivasi ... 68

Tabel 4.5. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Kinerja Karyawan ... 69

Tabel 4.6. Outer Loading ... 71

Tabel 4.7. Average Variance Extract (AVE) ... 73

Tabel 4.8. Composit Reability ... 74

Tabel 4.9. Outter Weights ... 74

Tabel 4.10. R-Square ... 76

(7)

DAFTAR GAMBAR

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi Dalam Meningkatkan Kiner ja Karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk Di Sur abaya”.

Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil maupun materil, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar. MM, MS selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dra. Sulastri Irbayuni. SE, MM selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan tugas skripsinya. 5. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama

menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

(10)

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti sangat berharap saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain. Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, April 2014

(11)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DALAM

Penelitian ini dilakukan di PT. Tigaraksa Satria Tbk. Berdasarkan data pengiriman barang PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya mengalami penurunan selama tahun 2010 hingga tahun 2012. Hal ini mengindikasikan gaya kepemimpinan yang dimiliki dan diterapkan oleh pimpinan belum sesuai dengan harapan karyawan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan terhadap perubahan-perubahan kondisi internal perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi dalam meningkatkan kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya.

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan karyawan tetap Central Warehouse PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya yang berjumlah 74 orang. Skala pengukuran yang digunakan adalah likert dengan teknik pengukuran dengan jenjang 1-5. Teknik pengambilan sampel menggunakan sensus yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Pengambilan sampel didasari didasarkan pada pedoman ukuran sampel untuk analisa PLS yang menyatakan bahwa Sample Size kecil 30 – 50 atau sampel besar lebih dari 200. Teknik analisis yang digunakan adalah PLS untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi dalam meningkatkan kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya.

Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya, sedangkan kepemimpinan berpengaruh tidak signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya.

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi telah memberikan pengaruh yang besar terhadap laju pertumbuhan perekonomian dunia, termasuk perekonomian Indonesia. Berbagai informasi dan segala sumber berita tentang potensi – potensi di bidang sosial maupun alam sudah dapat diakses oleh negara – negara lain. Terlebih dengan adanya manfaat dari era globalisiasi tersebut memberikan peluang bisnis bagi para pelaku perindustrian di segala bidang sehingga menimbulkan persaingan yang semakin kompetitif. Namun untuk mendapatkan manfaat dan peluang bisnis tersebut maka setiap pelaku industri yaitu perusahaan-perusahaan di bidang tersebut dituntut untuk dapat memberikan upaya terbaik baik internal perusahaan seperti menghasilkan produk yang berkualitas, kecepatan dan ketepatan waktu dalam pemenuhan ketersediaan produk di pasar, penentuan kuantitas serta jabatan karyawan yang tepat, bahkan hingga kelayakan produk yang ditawarkan di pasar maupun di eksternal perusahaan yaitu yang berhubungan secara langsung dengan konsumen atau pelanggan yaitu layanan kepada konsumen ataupun pelanggan. Oleh karena itu setiap perusahaan membutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan memiliki semangat kerja yang tinggi dengan penuh tanggungjawab.

(13)

Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) yang terstruktur dan tepat guna serta sasaran yang dapat dilaksanakan dalam waktu sesingkat – singkatnya dengan harapan perusahaan dapat memiliki SDM yang sesuai dengan harapan dan tuntutan atas tujuan perusahaan agar dapat memberikan konstribusi terbaik bagi perusahaan. Manajemen sumber daya manusia merupakan serangkaian tindakan dalam hal penarikan tenaga kerja, seleksi tenaga kerja, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi (Robbins, 1996).

(14)
(15)

tepat dan pimpinan dapat memiliki dan menerapkan gaya kepemimpinan yang dapat diterima oleh seluruh karyawan serta tepat dalam situasi tertentu.

Upaya – upaya dalam meningkatkan karyawan selain gaya kepemimpinan, motivasi juga perlu diperhatikan. Dengan motivasi pemimpin dapat mendorong atau menggerakan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan mampu , cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai kerja yang maksimal. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan motivasi yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Robbins (2002: 225) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Motivasi yang tinggi mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik dan kinerja karyawan dapat meningkat. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi adalah terpenuhinya kebutuhan – kebuthan manusia yang dapat disusun dalam hierarki kebutuhan dari kebutuhan terendah sampai yang tertinggi.

(16)

telah ditetapkan oleh perusahaan seperti produk yang berkualitas dan layak pakai serta mampu memenuhi kecepatan dan ketepatan waktu dalam pemenuhan ketersediaan produk di pasar. Namun kinerja PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya mengalami penurunan selama tahun 2010 hingga tahun 2012. Seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1

Data Pengiriman Barang PT. Tigaraksa Satria Tbk Sur abaya

Tahun 2010 – 2012

Tahun Standart Barang Retur Keterangan

Pengiriman Dikirim Pengembalian 2010 9.500.000 9.282.394 937.010

Kemasan Rusak dan Kadaluarsa 2011 10.000.000 9.295.863 965.204

Kemasan Rusak dan Kadaluarsa 2012 10.500.000 9.315.618 998.529

Kemasan Rusak dan Kadaluarsa

Sumber : PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya.

(17)

PT. Tigaraksa Satria Tbk Surabaya juga dihadapkan masalah kenaikan jumlah absensi karyawan pada bagian Central Werehouse pada tahun 2010-2012, di mana hal tersebut terlihat jika karyawan tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja. Untuk dapat mengetahui peningkatan jumlah absensi karyawan bagian Central Werehouse dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2

Data Absensi Karyawan Centr al Werehouse PT. Tigaraksa Satria Tbk Sur abaya

Tahun 2010 – 2012

Dapat disimpulkan selama 3 tahun ini daftar hadir karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk Surabaya mengalami penurunan, dimana jumlah karyawan yang tidak hadir terbanyak yaitu 42 orang (5,04%) terjadi pada tahun 2012. Hal ini di indikasikan karena pimpinan yang kurang dapat mengarahkan karyawan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. kurang baik yang terjadi didalam perusahaan.

(18)

untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.

Motivasi menurut Mc. Shane dan Von Glinow (2008: 134) adalah merupakan salah satu dari empat faktor yang menggerakkan seseorang dalam berperilaku dan menunjukkan kinerjanya dan empat faktor tersebut adalah motivation, ability, role perception, and situational factors of individual behavior and result (MARS Model). Sujak (dalam Ermayanti, 2001: 3) mengemukakan bahwa pemahaman motivasi, baik yang ada dalam diri karyawan maupun yang berasal dari lingkungan akan dapat membantu dalam peningkatan kinerja.

Dalam penelitian ini peneliti membatasi hanya pada bagian Central Warehouse Organization PT.Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya. Atas dasar uraian tersebut diatas, maka diajukan penelitian ini dengan judul “ Pengar uh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk Di Sur abaya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya ?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Atas dasar perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk menganalisa pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya.

b. Untuk menganalisa pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang penulis lakukan antara lain : a. Memberikan sumbangan ide dan pemikiran pada PT. Tigaraksa Satria Tbk di Surabaya. b. Memberikan informasi dan dapat memacu pihak lainnya yang akan mengadakan penelitian

(20)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dapat dipakai sebagai bahan kajian yaitu penelitian yang dipublikasikan mengenai pnelitian, adalah sebagai berikut :

Widodo, (2011) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru”. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi kerja dan kinerja guru SDK BPK PENABUR Tasikmalaya ?

Adapun hasil penelitiannya adalah : Gaya kepemimpinan, budaya organisaisi, dan motivasi kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap kinerja guru SDK BPK PENABUR Tasikmalaya sebesar 61,3%, dan pengaruh lain diluar ketiga variabel independen tersebut sebesar 38,7%. Gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap kinerja guru SDK BPK PENABUR Tasikmalaya sebesar 56,0%. Budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja guru SDK BPK PENABUR Tasikmalaya sebesar 34,6%. Motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja guru SDK BPK PENABUR Tasikmalaya sebesar 64,7%. Korelasi antara gaya kepemimpinan dengan budaya organisasi kuat dan positif, korelasi antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja cukup kuat dan positif, dan korelasi antara budaya organisasi dengan motivasi kerja memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja.

(21)

(50,187) yang lebih besar dari F tabel (2,70). Dimana faktor-faktor motivasi adalah minat, sikap positif, dan rangsangan. Berdsarkan dari pengujian dari uji –t (secara parsial) minat berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena –t hitung = 1,992 > t-tabel = 1,980. Sikap positif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena t-hitung =4,928 >t-tabel = 1,980. Rangsangan berpengaruh signifikan tergadap kinerja karena t-hitung = 3,410 > t-tabel = 1,980.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen terdiri dari 6 unsur (6M) yaitu : Man, Money, Methode, Material, Machines, dan Market. Unsur Man (Manusia) ini berkembang menjadi satu bidang ilmu pengetahuan manajemen yang disebut Manajemen Sumber Daya Manusia atau disingkat MSDM yang merupakan terjemahan dari man power management. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya organisasi.

(22)

Pengertian MSDM menurut A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002:2) adalah sebagai berikut :

“Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi”.

Menurut Henry Simamora (2004:4) “ Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan”.

Sedangkan pengertian MSDM menurut Malayu S. P. Hasibuan (2005:10) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

2.2.2. Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dalam menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh semua karena kecapkapan, kemampuan, dan perilakunya.

Menurut McShane dan Von Glinow (2008:402) kepemimpinan yang efektif mampu mempengaruhi anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan organisasi.

(23)

memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.

Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginnya.

Nimran (2004:64) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadershipadalah merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki.

Mintzberg dalam Luthans (2002) dan Sutiadi (2003:4) mengemukakan bahwa peran kepemimpinan dalam organisiasi adalah sebagai pengantar visi, motivator, penganalisis, dan penguasaan pekerjaan.

Yasin (2001:6) mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan pengembangan usaha organisasi, sebagaian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengolannya dan komitmen pimpinan puncak organisasi untuk investasi energi yang diperlukan maupun usaha – usaha pribadi pimpinan.

Anoraga et al. (1995) dalam Tika (2006:64) mengemukakan bahwa ada sebilan peranan kepemimpinan sesorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain.

(24)

kepentingan organisasi dan perosnalia guna mengejar beberapa saran. Gaya kepemimpinan yang baik adalah gaya kepemimpinan yang dapat memberikan motivasi kerja pada bawahannya.

Ivancevich (2001) dalam Widyatmini dan Hakim (2008:169) mengatakan seorang pemimpin harus menyatukan berbagai keahlian, pengalaman, kepribadian, dan motivasi setiap individu yang dipimpinnya.

Karyawan dapat memandang pimpinannya sebagai pemimpin yang efektif atau tidak, berdasarkan kepuasaan yang mereka peroleh dari pengalaman kerja secara keseluruhan, sehingga diterimanya arahan atau permintaan pemimpin sebagaian besar tergantung pada harapan pengikutnya (Eka Nuraini, 2004:68).

Menurut Gibson et al. (1991, p. 364) dalam buku Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003:152) kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu – individu lainnya dalam satu kelompok.

Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik berikut :

1. Tanggung jawab yang seimbang 2. Model peranan yang positif

3. Memiliki ketrampilan komunikasi yang baik 4. Memilki pengaruh positif

5. Mempunyai kemampuan untuk menyakinkan orang lain

Selain karakteristik seorang pemimpin yang baik harus dapat memainkan peranan pentingnya dalam melakukan tiga hal berikut yaitu :

1. Mengatasi penolakan terhadap perubahan

(25)

3. Membentuk kerangka etis yang menjadi dasar operasi setiap karyawan dan perusahaan secara keseluruhan

2.2.2.1 Gaya Kepemimpinan

Cara atau gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para penulis berbeda, tetapi makna dan hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, keputusan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.

Dalam buku Malayu S. P. Hasibuan (2005:170) gaya kepemimpinan ada tiga yaitu : 1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan otoriter dalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak berada pada pimpinan atau jika pemimpin itu menganut sisten sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah pimpinan adalah “bawahan adalah untuk pimpinan atau atasan”. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, palin pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi perintah, ancaman hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sitem manajemn tertup (closed management)kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.

(26)

Kepemimpinan partisipatif adalah apabila kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif menciptakan kerjasama serasi, menumbuhkan loyalitas, dan patisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin adalah “pemimpin (dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan – pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pemimpin dengan mempertimbangkan saran dan ide yang diberikan bawahannya. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemapuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggungjawab yang lebih besar.

3. Kepemimpinan Delegatif

(27)

Veithzal Rivai, (2004:64) berpendapat bahwa “Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya”.

Adapun indikator – indikator gaya kepemimpinan antara lain : (1) Visi dan misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan. (2) Mendorong intelegenci, rasionalitas dan pemecahan masalah secara hati – hati. (3) memberikan perhatian pribadi, melayani secara pribadi, melatih dan menasehati. (4) Menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus dan mengakui pencapain yang diperoleh. (5) melepaskan tanggungjawab dan menghindari pengambilan keputusan.

2.3. Motivasi

2.3.1. Pengertian Motivasi

Motivasi dari kata bahasa Latin, Mavere yang berarti dorongan atau penggerak. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua ketrampilan dan kemampuannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Motivasi hanya dapat diberikan kepada orang – orang yang mampu untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Bagi orang – orang yang tidak mampu mengerjakan pekerjaan tersebut tidak perlu dimotivasi karena percuma. Memotivasi ini sangat sulit, karena pimpinan sulit untuk mengetahui kebutuhan (needs) dan keinginan

(28)

keinginan yang dapat merangsang gairah kerja bawahannya. Manajer dalam memotivasi ini harus menyadari, bahwa orang yang akan mau bekerja keras dengan harapan, ia akan memneuhi kebutuhan dan keinginan – keinginannya dari hasil pekerjaanya.

Motivasi menurut Jones dan George (2008:519 dan 617) “Motivation is psychological forces that determine the direction of a person’s level of effort, and a person’s level of

persistence”. Jones dan George juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan sentral manajemen, sebab menjelaskan bagaimana orang berperilaku dan cara mereka melakukan pekerjaan di dalam organisasi.

Mc.Shane dan Von Glinow (2008:134) mengungkapkan ,”Motivation refers to the forces within a person that affect the direction, intensity, and persistence of voluntary

behavior”. Mc.Shane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan salah satu dari empat faktor yang mengerakkan seseorang berperilaku dan menunjukkan kinerjanya.

Menurut panelitian Mc.Clelland dalam Mc.Shane dan Von Glinow (2008:140-141) terdapat tiga kebutuhan yang mendorong motivasi yaitu : Need for achievement, need for affiliation, dan need for power. Kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan diterima oleh kelompoknya, dan kebutuhan untuk menduduki jabatan dapat mendorong orang memiliki motivasi tinggi dalam melaksanakan pekerjaan.

Serta penelitian yang dilakukan Metha et al. (2003) dan Sudarto (2004) menunjukan bahwa motivasi kerja secara langsung berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Motivasi menurut Gibson (2001:94) adalah konsep yang menguraikan tentang kekuatan – kekuatan yang ada dalam diri pegawai yang mulai mengarahkan perilaku.

(29)

Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuahn dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003:41)

Motivasi menurut Gibson (2001:94) adalah konsep yang menguraikan tentang kekuatan – kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang mulai mengarahkan perilaku.

Sedangkan motivasi menurut Robbins (2003:225) adalah kesediaan melakukan usaha tinggkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu.

Sujak (1990) dalam Ermayanti (2001:3) mengemukakan bahwa pemahaman motivasi, baik yang ada dalam diri karyawan maupun yang berasal dari lingkungan akan dapat membantu dalam peningkatan kinerja.

Robbins (2005:55) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan – tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.

Radig (1998), Soegiri (2004:27-28) dalam Antoni (2006:24) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen.

(30)

Menurut Ernest J. McCormick yang dikutip oleh A.A Prabu Mangkunegara (2005:94) menyatakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Adapun indikator yang digunakan dalam variabel motivasi kerja adalah sebagai berikut : (1) Tingkat tanggungjawab terhadap pekerjaan, (2) dorongan organisasi terhadap anggotannya, (3) Kebutuhan akan aktualisasi diri, (4) Kebutuhan afiliasi, (5) Kebutuhan penghargaan.

Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk dalam kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena empat pertimbangan utama yaitu : (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip ”quit pro quo”,yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3) tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk sesorang pada waktu dan kondisi yang berbeda – beda.

2.3.2. Teori Motivasi

(31)

a. Fisiologis, antara lain kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan kebutuhan jasmani lain. b. Keamanan, antara lain kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik

dan emosional.

c. Sosial, antara lain kasih sayang, rasa saling memilki, diterima-baik, persahabatan.

d. Penghargaan, antara lain mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi dan prestasi ; serta faktor penghormatan diri luar seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian.

e. Aktualisasi diri, merupakan dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

Teori motivasi dua faktor atau Herzberg’sTwo Factor Motivation Theory menyatakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (dalam Hasibuan, 2003) yaitu :

1. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas pekerjaanya itu.

2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lain.

3. Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Hezberg’s juga mengatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipegaruhi dua faktor yang merupakan kebutuhan (dalam Hasibuan, 2003), yaitu :

1. Maintenance Factor (Hygiene Factor)

(32)

kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, tunjangan, dan lain-lain. Hilangnya faktor-faktor ini kan mnyebabkan timbulnya ketidakpuasaan dan absennya karyawan, bahkan memyebabkan banyak karyawan yang keluar.

2. Motivation Factor (Satisfier Factor)

Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, seperti fasilitas yang memadai, penempatan yang tepat, dan lain-lain. Jika kondisi ini tidak ada maka tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Seragkaian faktor ini meliputi prestasi

(achievement), pengakuan (recogition), pekerjaan itu sendiri (the work is self),

tanggungjawab (responsibility), kemajuan (advancement), dan pengembangan potensi individu (the posibility of growth). Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya yakni kandungan pekerjaan pada tugasnya.

Menurut Vroom (dalam Winardi, 2004) faktor dalam memunculkan motivasi kerja individu adalah atasan, isi pekerjaan, gaji, dan kesempatan untuk maju.

1. Faktor atasan adalah bagaimana hubungan yang terjalin dengan atasan berlangsung baik dan mengakui otoritas atasan.

2. Isi pekerjaan adalah bagaimana pekerja mengetahui isi dari uraian pekerjaan yang dikerjakannya dan mengetahui fungsi bagian kerjanya dalam proses rangkaian kerja keseluruhan.

3. Gaji adalah kesesuaian antara upah yang diterima dengan pekerjaan atau tugas yang dikerjakannya. Perbandingan upah dengan karyawan lain pada perusahaan berbeda-beda. 4. Kesempatan untuk maju adalah sejauh mana peluang karir yang tersedia bagi dirinya

(33)

Teori yang dikembangkan oleh McClelland menjelaskan tentang kebutuhan-kebutuhan individu atau ada yang menyebutnya dengan motifmotif yang menjadi dasar perilaku, yaitu motif untuk berprestasi, motif untuk berkuasa dan motif untuk berafiliasi (dalam Munandar, 2001)

1. Motif untuk berprestasi (n-Ach)

Motif yang mendorong seseorang untukmencapai keberhasilan dalam bersaingdengan suatu ukuran keunggulan, baik berasaldari standar prestasinya di waktu lalumaupun prestasi orang lain. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai pekerjaan yang memiliki tanggung jawab pribadi, memperoleh umpan balik dan beresiko sedang. Mereka tidak menyukai keberhasilan yang didapatkansecara kebetulan. Tujuan yang ditetapkan oleh mereka juga merupakan tujuanyang tidak terlalu sulit dicapai dan jugatidak terlalu mudah. 2. Motif untuk berkuasa (n-pow)

Motif yang mendorong seseorang mengambil kendali untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain. Orang yang memiliki kebutuhan ini cenderung bertingkah laku otoriter. Dalam memberikan bantuan kepadaorang lain, mereka tidak memberikannyasecara tulus, keinginan dasarnya adalah agarorang lain yang memiliki motif untuk berkuasa tinggi antara lain adalah suka terhadap perubahan status, senang mempengaruhi orang lain, cenderung membantu tanpa diminta, dan terlibat dalam kegiatan sosial yang melambangkan prestise.

3. Motif untuk berafiliasi (n-aff)

(34)

hubungan baik atau persahabatan dengan orang lain. Mereka lebih menyukai situasi yang kooperatif daripada situasi yang kompetitif dan mereka akan berusaha untuk menghindari konflik. Ciri-ciri mereka dengan motif afiliasi yang tinggi adalah senang berada dalam suasanahubungan yang akrab dengan orang lain, risau bila harus berpisah dengan orang yang sudah kenal baik, dan dalam bekerja melihatdengan siapa mereka bekerja.

2.4. Kinerja

2.4.1. Pengertian Kinerja Karyawan

Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas. Kemampuan bertindak itu dapat diperoleh manusia baik secara alami (ada sejak lahir) atau dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku tertentu tetapi perilaku itu hanya diaktualisasi pada sata – saat tertentu saja potensi untuk berperilaku tertentu itu disebut ability (kemampuan), sedangkan ekspresi dari potensi ini dikenal sebagai

performance (kinerja)

Suyadi Prawirosentono (2008:2) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh sesorang atau kelompok orang atau dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing – masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Muhammad Zainur (2010:41) mendefinisikan “Kinerja merupakan keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu tersebut baik atau sebaliknya”.

Kinerja juga merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi – fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009:5)

(35)

Kinerja menurut Wirawan (2009:5) adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi – fungsi atau indikator – indikator suatu pekerjaan atau profesi dalam waktu tertentu.

Hasibuan dalam Sujak (1990) dan Sutiadi (2003:6) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu.

Selanjutnya As’ad dalam Agustina (2002) dan Sutiadi (2003:6) mengemukakan bahwa kinerja seseorang merupakan ukuran sejauh mana keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya.

Cash dan Fischer (1987) dala Thoyib (2005:10) mengemukakan bahwa kinerja sering disebut dengan performance atau result yang diartikan dengan apa yang telah dihasilkan oleh individu karyawan.

Robbins (2003) dalam Thoyib (2005:10) mengemukakan bahwa istilah lain dari kinerja adalah human output yang dapat diukur dari produktivitas, absensi, turnover,

citizenship, dan satisfaction.

Sedangkan Baron dan Greenberg (1990) dalam Thoyib (2005:10) mengemukakan bahwa kinerja pada individu juga disebut dengan job performance, work outcomes, task performance.

Brahmasari (2004:64) mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibelitas, dapat diandalkan, attau hal – hal lain yang diinginkan oleh organisasi.

(36)

Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2000:41)

Menurut Siagian (2003:25) kinerja adalah konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional sutau organisasi, bagian organisasi dan bagian karya berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan.

Menurut Mangkunegara (2000:22) kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai denagn tanggungjawab yang diberikan.

Pengertian kinerja menurut A.A Prabu Mangkunegara (2002:67) adalah sebagai berikut :

“Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya”.

2.4.1.1. Aspek – Aspek Yang Dinilai Dalam Kinerja

Veithzal Rivai (2008:324) bahwa aspek – aspek yang dinilai dalam kinerja dapat dikelompokan menjadi :

1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pekatihan yang diperolehnya.

(37)

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negoisasi dan lain – lain.

2.4.1.2. Faktor – Faktor Kinerja Karyawan

Menurut Dale Timple (2000) dalam Siti Munafiah (2011:10-11) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal adalah faktor – faktor yang berhubungan dengan sifat – sifat seseorang meliputi sikap, sifat kepribadian, sifat fisik, moyivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya, dan variabel personal lainya.

2. Faktor eksternal adalah faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari lingkungan meliputi kebijakan organisasi, kepemimpinan, tindakan – tindakan kerja, pengawasan, sistem upah, dan lingkungan sosial.

Sedangkan menurut Hasibuan (2005:95) unsur – unsur yang dinilai dinilai didalam prestasi kerja adalah :

1. Kesetiaan

Penilaian mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatan dan organisasi. Kesetiaann ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi didalam maupun diluar pekerjaan dari orang – orang yang tidak bertanggungjawab.

2. Prestasi kerja

Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.

3. Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas – tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada bawahannya.

(38)

Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan – peraturan yang ada dan melakukan pekerjaanya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.

5. Kreativitas

Penilaian menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.

6. Kerjasama

Penilaian menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertical atau horizontal didalam maupun diluar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.

7. Kepemimpinan

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain untuk bawahannya untuk bekerja sacara efektif

8. Kepribadian

Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar. 9. Prakarsa

(39)

10. Kecakapan

Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam – macam elemen yang semuannya terlibat didalam penyusunan kebijaksanaan dan didalam situasi manajemen.

11. Tanggungjawab

Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaanya, pekerjaan, hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakannya serta perilaku kerjanya.

Unsur prestasi karyawan yang akan dinilai oleh setiap organisasi atau perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur – unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal – hal diatas.

2.4.1.3. Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Richard I. Harderson (1984) dalam wirawan (2009:53) dimensi kinerja adalah kualitas – kualitas atau wajah suatu pekerjaan atau aktivitas – aktivitas yang terjadi ditempat kerja yang konduktif terhadap pengukuran. Dimensi kinerja menyediakan alat untuk melukiskan keseluruhan cakupan aktivitas ditempat kerja. Sementara itu tanggungjawab dan kewajiban menyediakan suatu deskripsi depersonalisasi.

Menurut Wirawan (2009:54) dimensi kerja dikelompokan menjadi tiga jenis yaitu : (1) hasil kerja, (2) perilaku kerja dan, (3) sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan.

Indikator – indikator kinerja karyawan menurut Chester I. Barnard dan Robert E. Quinn dalam Suyadi Prawirosentono (2008:27-32) adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas dan Efisiensi

(40)

efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya jika akibat yang tidak dicari- cari tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikataka efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak.

2. Otoritas dan Tanggungjawab

Wewenang adalah hak seseorang untuk memberikan perintah (kepada bawahan), sedangkan tanggungjawab adalah bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai akibat dari kepemilikan wewenang tersebut. Bila ada wewenang berarti dengan sendirinya muncul tanggungjawab. 3. Disiplin

Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjajnjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar.

4. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.

2.4.1.4. Sistem Penilaian Kinerja Karyawan

Rahmanto (2002) mengemukakan bahwa sitem penilaian inerja karyawan mempunyai dua elemen pokok yaitu :

1. Spesifikasi pekerjaan yang harus dikerjakan oleh bawahana dan kriterianya memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good performance) dapat dicapai sebagai contoh : anggaran operasi, target produksi tertentu dan sebagainya.

(41)

(budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau meteran suatu mesin.

2.5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial. Di dalamnya terdapat fungsi memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi penghargaan, membangun jaringan komunikasi dan membawa anggotanyakepada pencapaian visi dan misi organisasi. Apabila fungsi kepemimpinan berjalan dengan optimal, dapat diprekdisikan bahwa kinerja karyawan semakin meningkat, dan sebaliknya. Menurut Robin (2003:224), kemampuan (kecerdasan dan kepemimpinan), apabila karyawan memiliki kecerdasan dan kepemimpinan yang sesuai dengan bidang pekerjaanya, maka pegawai tersebut akan bekerja dengan baik dan menghasilkan kinerja yang baik pula.

Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya (Waridin dan Bambang Guritno, 2005).

Menurut Putu Sunarcaya (2008) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah bagaimana cara mengendalikan bawahan untuk melaksanakan sesuatu.

Regina (2010) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perialku dan strategi, sebagai kombinasi hasil dan falsafah, ketrampilan, sifat, sikap yang sering di terapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi bawahannya.

(42)

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat dan pengaruh antara faktor kepemimpinan dan faktor kinerja karyawan.

2.6. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Banyak para ahli yang memakai istilah yang berbeda – beda dalam menyebut sesuatu yang menimbulkan perilaku tersebut sebagai motivasi (motivation), kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive) sehingga kinerja karyawan akan meningkat.

Suharto dan Cahyono (2005) dan Hakim (2006) menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan.

Rivai (2004) menunjukan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja karyawan akan semakin tinggi.

Menurut Mathis (2001) motivasi merupakan hasrat didalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan untuk mencapai tujuan.

Robbins (2008) motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.

(43)

Hasil penelitian Joko Purnomo (2004), membuktikan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, apabila motivasi karyawan semakin meningkat, maka kinerja karyawan akan semakin meningkat pula.

Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja karyawan akan memberikan peningkatan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.7. Kerangka Konseptual

2.8. Hipotesis

Berdasarkan pada latar belakang dan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 2. Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Gaya Kepemimpinan (X1)

Kinerja Karyawan (Y)

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Defenisi Operasional

Definisioperasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan tentang pengoperasiaan atau pendefinisian konsep penelitian termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya, adalah sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan (X1) Suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar sasaran.

Adapun indikatornya adalah : a. Mengarahkan

Tipe seperti sama dengan model kepemimpinan otokratis bahwa bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin.

b. Memberi dukungan

Pemimpin seperti ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, dan mudah didekati dan mempunyai perhatian kemanusian yang murni terhadap para bawahannya.

c. Berpartisipasi

Pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahan, namun pengembalian keputusan masih tetap berada ditangan pimpinan.

d. Orientasi pada tujuan

(45)

2. Motivasi Kerja (X2) Kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Adapun indikatornya adalah : a. Kebutuhan berprestasi

Yaitu pemberian dorongan pada karyawan untuk memiliki prestasi yang lebih tinggi.kebutuhan ini tercermin pada rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas. b. Kebutuhan afiliasi

Yaitu memberikan dorongan kepada karyawan agar bersemangat untuk memperoleh kekuasaan. Kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempengaruhi dan mengendalikan oranglain dan bertanggungjawab kepadanya.

c. Kebutuhan kekuasaan

Yaitu dengan memberi pendekatan secara sosial dengan ramah dan akrab dengan orang lain. Karyawan cenderung bekerjasama dengan orang lain dari pada karyawan bekerja sendiri.

3. Kinerja Karywan (Y) Suatu fungsi kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat pencapaian tujuan dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja.

a. Kuantitas

Jumlah keluaran yang seharusnya dibandingan dengan kemampuan sebenarnya. Misalnya : seorang karyawan pabrik rokok bagian produksi hanya mampu menghasilkan 250 batang rokok per hari, sedangkan standart umum ditetapkan sebanyak 300 batang rokok per hari. Ini berarti kinerja karyawan tersebut masih dibawah rata-rata.

b. Kualitas

(46)

maksimal sebatang rokok. Apabila karyawan mampu menekan angka maksimum tersebut, maka dikatakan memiliki kinerja yang baik.

c. Ketepatan waktu

Ketetapan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang. Apabila karyawan mampu mampersingkat waktu proses sesuai dengan standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan memilki kinerja yang baik.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Menurut Sugiyono (2008:132) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dalam persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Sehingga untuk mengetahui pengukuran jawaban responden pada penelitian ini yang mana menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner, penulis menggunakan metode Skala Likert (Likert’s Summated Ratings). Dalam penelitian ini, setiap pertanyaan masing-masing diukur dalam 5 skala sebagai berikut :

Keterangan :

1. STS = Sangat Tidak Setuju 2. TS = Tidak Setuju

3. N = Netral 4. S = Setuju

5. SS = Sangat Setuju

1 2 3 4 5

(47)

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2003:72). Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Central Warehouse PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya yang berjumlah 74 orang. Penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu mendata keseluruhan populasi yang ada. Berdasarkan sensus dilapangan, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 74 karyawan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dari PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya.

- Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari karyawan PT.Tigaraksa Satria Tbk Surabaya melalui penyebaran kuesioner yang diberikan kepada responden.

3.3.2. Pengumpulan Data a. Wawancara

Pengumpulan data dengan wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.

b. Kuesioner

(48)

3.4. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan benar-benar sudah sahih, paling tidak kita dapat menetapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang diyakini dalam pengukuran. Sebagai alat ukur yang digunakan, analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasiakn antar skor item denga skor total item. Dalam hal ini koefisien korelasi yang nilai signifikasinya lebih kecil dari 5 % (level of significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih sebagai pembentukan indikator.

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen memiliki indeks kepercayaan yang baik jika diujikan berulang. Suatu instrument pengukuran dikatakan reliable jika pengukurannya konsisten dan akurat. Jadi uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur, sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha dengan bantuan software smart PLS. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Purbayu & Ashari, 2005 : 247).

(49)

Partial Least Square (PLS) merupakan sebuah metode untuk mengkonstruksi model-model yang dapat diramalkan ketika faktor-faktor terlalu banyak. PLS dikembangkan pertama kali oleh Wold sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan variabel laten dengan mutiple indikator. PLS juga merupakan factor indeterminacy metode analisis yang powerful karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel kecil. Awalnya Partial least Square berasal dari ilmu sosial (khususnya ekonomi, Herman Wold, 1996). Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar teori pada perancangan model lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan terorinya atau untuk pengujian proposisi.

PLS adalah dalam penggunaan model persamaan struktural untuk menguji teori atau pengembangan teori untuk tujuan prediksi oleh Ghozali (2008: 5). Pada situasi dimana penelitian mempunyai dasar teori yang kuat dan pengujian teori atau pengembangan teori sebagai tujuan utama riset, maka metode dengan covariance based (Generalized Least Squares) lebih sesuai. Namun demikian adanya indeterminacy dari estimasi factor score

maka akan kehilangan ketepatan prediksi dari pengujian teori tersebut. Untuk tujuan prediksi, pendekatan PLS lebih cocok. Karena pendekatan untuk mengestimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linier dari indikator maka menghindarkan masalah indeterminacy dan memberikan definisi yang pasti dari komponen skor.

(50)

3.5.1.1. Car a Kerja PLS

Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Kategori pertama yaitu weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor atau nilai variabel laten. Kedua mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan indikatornya (loading), ketiga berkaitan dengan

means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi(konstanta).

Selama iterasi berlangsung inner model estimate digunakan untuk mendapatkan

outside approximation weigth, sementara itu outer model estimate digunakan untuk mendapatkan inside approximation weight. Prosedur iterasi ini akan berhenti ketika persentase perubahan setiap outside approximation weight relatif terhadap proses iterasi sebelumnya kurang dari 0,01.

3.5.1.2. Model Spesifikasi PLS

PLS terdiri atas hubungan eksternal ( outer model atau model pengukuran) dan hubungan internal (inner model atau model struktural). Hubungan tersebut didefinisikan sebagai dua persamaan linier, yaitu model pengukuran yang menyatakan hubungan antara peubah laten dengan sekelompok peubah penjelas dan model struktural yaitu hubungan antar peubah-peubah laten (Gefen,2000).

Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set hubungan; (1)

(51)

manifestasinya (measurement model), dan (3)weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi.

3.5.1.3. Langkah-Langkah PLS

Langkah-langkah pemodelan persamaan struktural PLS dengan software adalah seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Langkah-langkah Analisis PLS 1). Langkah Pertama: Merancang Model Str uktural (inner model)

Perancangan model struktural hubungan antar variabel laten pada PLS didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian.

a. Teori, kalau sudah ada

(52)

c. Analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain d. Normatif, misal peraturan pemerintah, undang-undang e. Rasional.

Oleh karena itu, pada PLS dimungkinkan melakukan eksplorasi hubungan antar variabel laten, sehingga sebagai dasar perancangan model struktural bisa berupa proposisi. Hal ini tidak direkomendasikan di dalam SEM, yaitu perancangan model berbasis teori, shingga pemodelan didasarkan pada hubungan antar variabel laten yang ada di dalam hipotesis. 2). Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)

Pada PLS perancangan model pengukuran (outer model) menjadi sangat penting, yaitu terkait dengan apakah indikator bersifat refleksif atau formatif. Merancang model pengukuran yang dimaksud di dalam PLS adalah menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksif atau formatif. Kesalahan dalam menentukan model pengukuran ini akan bersifat fatal, yaitu memberikan hasil analisis yang salah.

Dasar yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk menentukan sifat indikator apakah refleksif atau formatif adalah: teori, penelitian empiris sebelumnya, atau kalau belum ada adalah rasional. Pada tahap awal penerapan PLS, tampaknya rujukan berupa teori atau penelitian empiris sebelumnya masih jarang, atau bahkan belum ada. Oleh karena itu, dengan merujuk pada definisi konseptual dan definisi operasional variabel, diharapkan sekaligus dapat dilakukan identifikasi sifat indikatornya, bersifat refleksif atau formatif.

(3). Langkah Ketiga: Mengkonstruksi diagr am J alur

(53)

dalam bentuk diagram jalur. Contoh bentuk diagram jalur untuk PLS dapat dilihat pada gambar berikut.

(4). Langkah Keempat: Konversi diagr am J alur ke dalam Sistem Per samaan

a) Outer model, yaitu spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya, disebut juga dengan outer relation atau measurement model, mendefinisikan karakteristik variabel laten dengan indikatornya. Model indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

x = Λxξ + εx

y = Λyη + εy

Di mana X dan Y adalah indikator untuk variabel laten eksogen (ξ) dan endogen (η). Sedangkan Λx dan Λy merupakan matriks loading yang menggambarkan seperti koefisien

regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan εx dan εy dapat diinterpretasikan sebagaikesalahan pengukuran ataunoise.

(54)

Model indikator formatif persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

ξ = ΠξXi + δx η = ΠηYi + δy

Dimana ξ, η, X, dan Y sama dengan persamaan sebelumnya. Πx dan Πy adalah seperti koefisen regresi berganda dari variabel laten terhadap indikator, sedangkan δx dan δy adalah

residual dari regresi.

Pada model PLS Gambar 3 terdapat outer model sebagai berikut: Untuk variabel latent eksogen 1 (reflektif)

x1 = λx1ξ1 + δ1

x2 = λx2ξ1 + δ2

x3 = λx3ξ1 + δ3

Untuk variabel latent eksogen 2 (formatif)

ξ2 = λx4 X4 + λx5 X5 + λx6 X6 + δ4

Untuk variabel latent endogen 1 (reflektif) y1 = λy1η1 + ε1

y2 = λy2η1 + ε2

Untukvariabellatentendogen 2 (reflektif) y3 = λy3η2 + ε3

y4 = λy4η2 + ε4

(55)

η = βη + Γξ + ζ

Dimana η menggambarkan vektor vaariabel endogen (dependen), ξ adalah vektor variabel laten eksogen dan ζ adalah vektor residual (unexplained variance). Oleh karena PLS didesain untuk model rekursif, maka hubungan antar variabel laten, berlaku bahwa setiap variabel laten dependen η, atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan sebagai berikut:

ηj = Σi βji ηi + Σi γjbξb + ζj

Dimana γjb (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan Γ) adalah koefisien jalur yang

menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan eksogen (ξ). Sedangkan βji (dalam

bentuk matriks dilambangkan dengan β) adalah koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan endogen (η); untuk range indeks i dan b. Parameter ζj adalah

variabel inner residual.

Pada model PLS Gambar 3 inner model dinyatakan dalam sistem persamaan sebagai berikut:

η1 = γ1ξ1 + γ2ξ2 + ζ1

η2 = β1η1 + γ3ξ1 + γ4ξ2 + ζ2

c) Weight relation, estimasi nilai variabel latent. Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation dalam algoritma PLS:

ξb = Σkb wkb xkb ηi = Σki wki xki

Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel

laten ξb dan ηi. Estimasi data variabel laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan prosedur estimasi PLS.

(56)

Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (least square methods). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen.

Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

1. Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variabel laten

2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading

antara variabel laten dengan indikatornya.

3. Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.

Sebagai langkah awal iterasi, algoritmanya adalah menghitung aproksimasi outside dari variabel latent dengan cara menjumlahkan indikator dalam setiap kelompok indikator dengan bobot yang sama (equal weight). Bobot untuk setiap iterasi diskalakan untuk mendapatkan unit varian dari skor variabel laten untuk N kasus dalam sampel. Dengan menggunakan skor untuk setiap variabel latent yang telah diestimasi, kemudian digunakan untuk pendugaan aproksimasi inside variabel laten.

Ada tiga skema bobot aproksimasi inside yang telah dikembangkan untuk mengkombinasikan variabel laten tetangga (neighboring LV) untuk mendapatkan estimasi variabel laten tertentu yaitu: centroid, factor dan path weighting. Skema weighting dengan

(57)

laten menjadi tak terhingga jumlahnya. Skema dengan path weighting membobot variabel laten tetangga dengan cara berbeda tergantung apakah variabel laten tetangga merupakan anteseden atau konsekuen dari variabel laten yang ingin kita estimasi.

Dengan hasil estimasi variabel laten dari aproksimasi inside, maka didapatkan satu set pembobot baru dari aproksimasi outside. Jika skor aproksimasi inside dibuat tetap (fixed), maka dapat dilakukan regresi sederhana atau regresi berganda bergantung apakah indikator dari variabel laten bersifat refleksif ataukah model berbentuk formatif. Oleh karena

inside

outside

path

(58)

systematic part accounted

(6). Langkah Keenam: Goodness of Fit outer model

convergent discriminant validity composite realibility

outer model

substantive content relative

weight weight

inner model

Stone-Geisser Q Square test

bootstrapping

a). Outer Model Outer model

try out

Convergent validity

loading

(59)

cross loading

cross loading

cross loading

square root of average variance extracted

(60)

m

R

path analysis

(7). Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis

outer model

inner model

inner model

distribution free

(61)

outter model

number of samples

case per sample

3. Asumsi PLS

inner model

4. Sample Size

resampling

Bootestrapping

structural paths inner model.

(62)

BAB IV

(63)

4.2. Deskr ipsi Hasil Penelitian

4.2.1. Deskr ipsi Karakteristik Responden

(64)

Tabel 4.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Data diolah

2. Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Sumber : Data diolah

(65)

4.2.2.1. Deskripsi Gaya Kepemimpinan (X1)

Tabel 4.3.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Gaya Kepemimpinan (X1)

(66)

4.2.2.2. Deskripsi Motivasi (X2)

Tabel 4.4.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Motivasi (X2)

Sumber : Data diolah

(67)

Tabel 4.5.

Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Karyawan (Y)

Sumber : Data diolah

4.3. Analisis Data

4.3.1. Model Pengukuran PLS

(68)

Gambar 4.1

Model Pengukuran PLS Hubungan Gaya Kepemimpinan (X1)

dan Motivasi (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Sumber : Lampiran 3

4.3.2. Uji Outer Model (A Measurement Model)

A Measurement Model outer-model

Outer- model

(A Measurement Model)

Tabel 4.6

(69)

Sumber : Lampiran 3

outer loading

loading factor (original sample estimate) t-statistic Loading factor

(original sample estimate) factor

loading t-statistic

factor loading

factor loading

factor

loading

Convergen

(70)

Avarage Variance Extracted (AVE)

Average Variance Extracted (AVE)

Sumber : Lampiran 3

4.3.4. Composite Reliability

composite reliability,

composite reliability

Composite Reliability

Sumber : Lampiran 3

(71)

4.3.5. Outer Weights (Mean, STDEV, T-Values)

Tabel 4.9

(72)

5.3.5. Uji Inner Model (A Structural Model)

A Structural Model inner-model

substantive theory

goodness-fit model

Tabel 4.10 R-Square

Sumber : Lampiran 3

goodness-fit model

independent dependent

(73)

Results For Inner Weights

Sumber : Lampiran 3

T-Statistic

4.4. Pembahasan

Gambar

Tabel 1.1 Data Pengiriman Barang
Tabel 1.2
Gambar 3.1.  Langkah-langkah Analisis PLS
gambar berikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu nilai perbandingan manfaat biaya peternakan sapi rakyat di Desa Belabori Kecamatan Parangloe

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Upaya Meningkatkan

Waste transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Berdasarkan Tabel I.4 diketahui

Pada Siklus II guru kembali menggunakan model pembelajaran bermain peran (role playing), guru membagi siswa dalam kelompok berdasarkan nilai evaluasi pada Siklus

Dalam upaya merekonstruksi untuk menuju sebuah format teologi yang bisa berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran yang berjalan sa’at ini, maka objek

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan alami yang berbeda (Keong mas, Udang rebon, Cacing sutera, Jentik nyamuk, dan Kutu air)

Penggunaan metode penelitian kualitatif, dengan alasan data kualitatif tetap diperlukan sebagai data pendukung untuk kelengkapan analisis data penelitian, serta alur

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan