• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN ES KRIM KAYA ANTIOKSIDAN DARI SARI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lamk).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGOLAHAN ES KRIM KAYA ANTIOKSIDAN DARI SARI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lamk)."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

:

M. Khadik Asrori

NPM. 1033010011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “

J AWA TIMUR

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KTETERANGAN REVISI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Buah Merah ... 4

B. Antioksidan ………. .. 6

1. Karotenoid Sebagai Antioksidan ……... 9

2. Metode Uji Antioksidan ... 12

3. Antioksidan Buah Merah ... 13

C. Komposisi Susu ... 15

1. Lemak Susu ... 15

2. Protein Susu ... 16

D. Es Krim ... 17

1. Kualitas Es Krim ... 18

2. Bahan Pembuatan Es Krim ... 20

3. Proses Pembuatan Es Krim ... 26

(5)

F. Analisa Keputusan ... 30

G. Analisa Finansial ... 31

1. Break Event Point (BEP)... 31

2. Net Present Value (NPV)... 33

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)... 33

4. Payback Periode (PP)... 33

5. Internal Rate of Return (IRR)... 34

H. Landasan Teori ... 34

I. Hipotesa ... 36

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Bahan Penelitian ... 37

C. Alat Penelitian ... 37

D. Metode Penelitian ... 38

E. Parameter ... 40

F. Prosedur Penelitian ... 40

1. Pembuatan sari buah merah... 40

2. Pembuatan Es Krim buah merah... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 71

DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia dan kandungan gizi Buah merah ... 5

Tabel 2. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Buah Merah... 6

Tabel 3. Komposisi Es Krim ... 18

Tabel 4. Standart Kualitas Es Krim Secara Nasional ... 18

Tabel 5. Klasifikasi Es krim Berdasarkan Kandungan Lemak ... 19

Tabel 6. Komposisi Kimia Susu Skim ... 21

Tabel 7. Metode Pasteurisasi ... 27

Tabel 9. Kombinasi Perlakuan ... 32

Tabel 10. Komposisi Sari Buah Merah ……… 44

Tabel 11. Hasil Analisa Susu Sapi ……….. 45

Tabel 12. Nilai Rata-rata Aktifitas Antioksidan Es Krim Pada Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah ... 46

Tabel 13. Nilai Rata-rata Aktifitas Antioksidan Es Krim Pada Perlakuan Penambahan CMC ………... 47

Tabel 14. Nilai Rata-rata Kadar Protein Es Krim Pada Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah ……… .. 49

Tabel 15. Nilai Rata-rata Kadar Protein Es Krim Pada Perlakuan Penambahan CMC ………. ... 50

Tabel 16. Nilai Rata-rata Kadar Lemak Es Krim Pada Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah ……… .. 51

Tabel 17. Nilai Rata-rata Kadar Lemak Es Krim Pada Perlakuan Penambahan CMC ……… ... 51

Tabel 18. Nilai Rata-rata Overrun Es Krim Pada Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah ……… ... 52

(7)

Tabel 20. Nilai Rata-rata Stabilitas Emulsi Es Krim Pada Perlakuan

Penambahan Sari Buah Merah dan CMC ………... . 57

Tabel 21. Nilai Rata-rata Kadar Air Es Krim Pada Perlakuan

Penambahan Sari Buah Merah ……… .. 48

Tabel 22. Nilai Rata-rata Kadar Air Es Krim Pada Perlakuan

Penambahan CMC ………... 48

Tabel 23. Nilai Rata-rata Total Padatan Terlarut Es Krim Pada

Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah ……… ... 59

Tabel 24. Nilai Rata-rata Total Padatan Terlarut Es Krim Pada

Perlakuan Penambahan CMC ……… 60

Tabel 25. Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan Rasa Es Krim Buah Merah .. 61

Tabel 26. Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan Aroma Es Krim Buah Merah. 62

Tabel 27. Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan Warna Es Krim Buah Merah. 63

Tabel 28. Nilai Rata-rata Tingkat Kesukaan Tekstur Es Krim Buah

Merah ……….. 64

Tabel 29. Analisa Keputusan Terbaik Es Krim Buah Merah ……… ... 65

Tabel 30. Hasil Analisa Terbaik Es Krim Buah Merah dan Es Krim

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah merah ... 4

Gambar 2. Reaksi pemadaman singlet oksigen ... 9

Gambar 3. Mekanisme interaksi karotenoid dengan radikal bebas ... 10

Gambar 4. Mekanisme oksidasi lemak pada antioksidan ... 11

Gambar 5. Reaksi terminasi pada radikal bebas ... 11

Gambar 6. Struktur β-karoten ……… 14

Gambar 7. Struktur Laktosa ... 22

Gambar 8. Struktur Sukrosa ... 23

Gambar 9. Diagram Alir Pembuatan Es krim ... 29

Gambar 10. Emulsifier yang menyelubungi globula dan udara yang terdispersi butiran lemak dalam emulsi ……… 35

Gambar 11. Diagram Alir Proses Pembuatan Sari buah merah ... 42

Gambar 12. Diagram Alir Proses Pembuatan Es krim Buah merah ... 43

Gambar 13. Hubungan Antara Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah dan CMC Terhadap Overrun ………. 53

Gambar 14. Hubungan Antara Perlakuan Penambahan Sari Buah Merah dan CMC Terhadap Daya Leleh ………... 55

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Proses Analisa ... 77

Lampiran 2. Kuisoner Pengujian Organoleptik ... 81

Lampiran 3. Analisa Aktifitas Antioksidan ……….. 82

Lampiran 4. Analisa Protein ………. 84

Lampiran 5. Analisa Kadar Lemak ……….. 85

Lampiran 6. Analisa Overrun ………... 87

Lampiran 7. Analisa Daya Leleh ………. 89

Lampiran 8. Stabilitas Emulsi ……….. 91

Lampiran 9. Analisa Kadar air ……… . 93

Lampiran 10. Total Padatan Terlarut ……… 95

Lampiran 11. Uji Kesukaan Rasa ………. . 97

Lampiran 12. Uji Kesukaan aroma ……… 99

Lampiran 13. Uji Kesukaan Warna ……… 101

Lampiran 14. Uji Kesukaan Tekstur ……… .. 103

Lampiran 15. Analisa Keputusan Terbaik Es Krim Buah Merah ………….. 105

Lampiran 16. Analisa Finansial ……….. 106

Lampiran 17. Kebutuhan Bahan dan Biaya ………...……….. 107

Lampiran 18. Perhitungan Modal Perusahaan ……….. . 113

Lampiran 19. Perkiraan Biaya Produksi Tiap Tahun ……….………… 115

Lampiran 20. Perhitungan Payback Priod dan Break Event Point Produksi Es krim Buah Merah ………...……… 116

Lampiran 21. Grafik BEP Produksi Es Krim Buah Merah ……… . 117

Lampiran 22. Laju Pengambalian Modal………...………… 118

Lampiran 23. Net Present Value (NPV) dan Gross Benefit ……….. 119

(10)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi dengan judul “Pengolahan Es Krim Kaya Antioksidan dari Sari Buah

Merah (Pandanus Conoideus Lamk) .

Penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada dosen

pembimbing serta semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan dorongan

yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan skripsi ini

sehingga bisa dapat terselesaikan.

Sebagaimana penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan serta

kekhilafan dalam penyusunan laporan skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini

penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Industri UPN “

Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu DR. Dedin F Rosida, S.TP M.Kes selaku Ketua Program Studi

Teknologi Pangan yang sekaligus menjadi dosen pembimbing

pendamping dalam menyusun laporan ini.

3. Ibu Ir. Ulya Sarofa, MM selaku Dosen Pembimbing utama dalam

penyusunan laporan ini.

4. Ibu Drh. Ratna Yulistiani, MP dan Bapak Ir. Rudi Nurismanto, M,Si selaku

Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dalam

pembuatan laporan ini.

5. Dosen-dosen Teknologi Pangan.

6. Kepada kedua Orang tua serta Kakak dan adik-adik_ku yang telah

memberikan banyak dukungan dan do’a-nya yang selama ini diberikan.

7. Kepada Bunda_ku Cantik yang sudah menjadi inspirasi dan motifasi,

serta waktu dan saran yang selama ini telah kau berikan, All Crew (’12)

Gita Fam’s dan semua teman-teman TEPA 2010 yang selalu

(11)

maaf yang sebesar-besarnya. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan

demi kesempurnaan laporan skripsi ini dan untuk kebaikan langkah selanjutnya.

Surabaya, Juni 2014

(12)

M. KHADIK ASRORI NPM. 1033010011

INTISARI

Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat disukai oleh konsumen. Secara umum es krim di buat dari adonan atau campuran produk susu. Penambahan sari buah merah (Pandanus Conoideus Lamk) dalam pembuatan es krim diharapkan dapat menambah nilai gizi dalam produk es krim, karena kandungan kimia di dalam buah merah merupakan zat gizi penting untuk ketahanan tubuh seperti beta-karoten, tokoferol (Vitamin E) yang dikenal sebagai senyawa antioksidan. Penambahan CMC dalam es krim buah merah diharapkan dapat mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan produk, membentuk atau memberikan ketahanan produk agar tidak meleleh atau mencair dan dapat memperbaiki sifat produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan sari buah merah dan CMC terhadap karakteristik sifat fisik, kimia dan organoleptik es krim buah merah yang dihasilkan

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan masing-masing perlakuan kombinasi diulang sebanyak 2 kali. Faktor I proporsi sari buah merah : susu sapi (15:85 ; 25:75 ; 35:65). Faktor II penambahan CMC (0,2 ; 0,3 ; 0,4).

Hasil penelitian menunjukkan es krim buah merah perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi sari buah merah : susu sapi (15% : 85%) dengan konsentrasi CMC 0,2%. Es krim buah merah tersebut mempunyai karakteristik dengan aktifitas antioksidan 55,61%, kadar protein 6,96%, kadar lemak 12,35%, stabilitas emulsi 3,06 gr, total padatan terlarut 37,00 “Brix”, kadar air 55,49% dan overrun 19,11%. Sedangkan nilai skor parameter organoleptik memiliki tingkat kesukaan terhadap rasa 127, aroma 110, warna 181 dan tekstur 122.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Es krim yaitu produk susu beku berbentuk susu padat yang dibuat

dari campuran susu, gula, bahan pemantap, bahan penyedap rasa serta

aroma dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya (bahan

pengemulsi dan pewarna) dan dikemas dalam plastik atau karton khusus

(Eckles et. al., 1984).

Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat disukai

oleh konsumen segala usia dari anak- anak hingga dewasa. Konsumsi es

krim saat ini meningkat dari waktu ke waktu ditandai dengan makin

meningkatnya varian dan jumlah es krim di pasaran. Konsumsi es krim di

Indonesia berkisar 0,5 liter/orang/tahun dan diperkirakan makin meningkat

seiring dengan memasyarakatnya es krim (Setiadi, 2002).

Popularitas es krim semakin meningkat di negara-negara yang

beriklim tropis atau panas seperti halnya di Indonesia. Istilah es krim

secara umum digunakan untuk menyebut makanan beku yang dibuat dari

adonan atau campuran produk susu (lemak pewarna, dan stabilizer,

dengan atau tanpa telur, buah, kacang-kacangan, dan selalu susu dan

padatan susu bukan lemak) pada persentase tertentu bersama gula,

perisa, dibuat lembut dengan cara pengembangan dan pengadukan

selama proses pembekuan (Arbuckle, 1986).

Buah merah (Pandanus Conoideus Lamk) mempunyai kandungan

kimia di dalamnya yang merupakan zat gizi penting untuk ketahanan

tubuh seperti beta-karoten, tokoferol (Vitamin E), asam linolenat, asam

oleat, asam stearat, dan asam palmitat. Beta-karoten dan tokoferol

dikenal sebagai senyawa antioksidan. Antioksidan berfungsi menangkap

radikal bebas dan mencegah proses oksidasi dalam sistem yang memiliki

tekanan oksigen rendah. Senyawa β-karoten mempunyai aktivitas vitamin

A yang tinggi (Budi, 2005).

Salah satu pemanfaatan buah merah adalah dalam diversifikasi

produk es krim. Es krim menjadi salah satu bentuk produk yang cocok

(14)

memerlukan suhu dingin, sehingga adanya kandungan senyawa

antioksidan yang terdapat dalam buah merah nantinya akan lebih tahan

dalam kondisi tersebut dan antioksidan akan lebih stabil. Ditambahkannya

juga sari buah merah pada produk es krim diharapkan adanya sebagian

masyarakat yang tidak dapat mengkonsumsi sari buah merah secara

langsung ataupun tidak menyukai sari buah merah dalam bentuk mentah,

maka dengan pengolahan sari buah merah menjadi produk ini nantinya

diharapkan masyarakat tersebut bisa menikmati sari buah merah dalam

bentuk lain yaitu produk es krim, karena es krim merupakan produk yang

banyak digemari dari banyak kalangan, mulai anak-anak hingga orang

dewasa.

Adanya penambahan sari buah merah pada produk es krim

menyebabkan penurunan kualitas fisik seperti overrun, tekstur, dan

kelembutan, oleh sebab itu dalam penelitian ini ditambahkan CMC untuk

mengatasi hal tersebut.

Carboxy methyl cellulose (CMC) sebagai stabilizer merupakan

bahan aditif yang ditambahkan dalam jumlah kecil untuk

mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan

produk, ditambahkannya CMC dalam es krim buah merah diharapkan

dapat membentuk atau memberikan ketahanan produk agar tidak meleleh

atau mencair dan dapat memperbaiki sifat produk, CMC juga dapat

menurunkan konsentrasi air bebas dengan cara menyerap atau mengikat

air tersebut sehingga mengurangi rekristalisasi es. Penambahan CMC

dengan konsentrasi 0,50 – 3% sering digunakan untuk mempertahankan

kestabilan suspensi (Anonymous, 2008). Sedangkan dalam pembuatan

es krim vegetarian dengan bahan baku sari kedelai dan sari brokoli,

konsentrasi CMC 0,2% menujukkan konsentrasi terbaik dalam

pembuatan es krim ini (Karniasari, 2011). Menurut Ganz (1977), CMC

akan membantu menghambat pembentukan kristal-kristal es,

meningkatkan jumlah air yang membeku, dan mencegah pengendapan

bahan-bahan terlarut, hal ini akan meningkatkan nilai tekstur es krim

(15)

B. Tujuan

1. Mempelajari pengaruh penambahan sari buah merah dan CMC

terhadap karakteristik sifat fisik, kimia dan organoleptik es krim buah

merah

2. Mendapatkan perlakuan terbaik antara penambahan sari buah merah

dan CMC terhadap sifat kimia dan fisik produk es krim yang disukai

konsumen.

C. MANFAAT

1. Memberikan informasi mengenai pembuatan es krim buah merah

dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Merah

Buah Merah (Pandanus conoideus lamk.) adalah salah satu jenis

tumbuhan dari marga Pandanus yang merupakan tanaman endemis yang

hanya ditemukan di daerah Papua dan Papua New Guinea. Menurut Yahya

(2005) penyebaran buah merah hampir merata dari dataran rendah sampai

dataran tinggi, akan tetapi pusat atau sentranya berada di daerah

pegunungan Jayawijaya, tanaman buah merah tumbuh baik di dataran

rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2.000 m dpl). Namun, populasi

terbanyak terdapat di daerah dengan ketinggian 1.200- 2.000 m dpl. Di

pedalaman Wamena, buah yang sering dijuluki buah darah ini tumbuh di

lembah dan lereng gunung-gunung kapur sampai di sepanjang sungai

Baliem.

Gambar 1. Buah merah (Budi,2005)

Di Papua buah merah merupakan potensi unggulan yang secara

tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat baik yang bermukim di

daerah pantai maupun di pegunungan sebagai sumber lemak nabati

(minyak Korotenoid). Minyak tersebut juga dipergunakan sebagai

penyedap campuran makanan pokok misalnya sagu dan ubi jalar. Buah

merah merupakan salah satu jenis sumber pangan fungsional yang sudah

terbukti aman dikonsumsi secara tradisional. Oleh masyarakat papua,

(17)

Masyarakat Papua secara turun-temurun mengolah buah merah

menjadi minyak makan atau digunakan langsung sebagai penyedap

masakan. Mereka mengenal buah merah sejak puluhan tahun lalu sebagai

makanan berenergi dan minyak makan, serta digunakan sebagai obat

untuk menyembuhkan berbagai penyakit (Ohtsuka dalam Surono et al.

2006).

Buah merah mengandung asam lemak terutama asam oleat sekitar

30%, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan status gizi masyarakat.

Buah merah juga mengandung antioksidan yang cukup tinggi, di antaranya

karotenoid dan tokoferol. Antioksidan bermanfaat mencegah penyakit

gondok, kebutaan, dan sebagai antikanker. Buah merah juga mengandung

mineral Fe, Ca, dan Zn (Budi 2003). Daya tarik buah merah adalah

kandungan kimianya, yaitu zat gizi penting untuk ketahanan tubuh.

Senyawa lain yang terkandung dalam buah merah yaitu

Beta-caroten mencapai 12.000 ppm atau 12 kali lebih tinggi dari kelapa sawit

merah. Senyawa ini berfungsi mencegah terjadinya kebutaan (Xeroptalmie)

dan pencegahan masalah gangguan terhadap penyakit gondok serta dapat

digunakan sebagai obat anti kanker. Komposisi kimia dan kandungan gizi

dari buah merah sebagaimana pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia dan kandungan gizi Buah merah * Komposisi kimia Kandungan

Di dalam buah merah, terkandung senyawa-senyawa aktif yang

berpotensi untuk digunakan sebagai antioksidan (pencegah penyakit).

Secara lengkap kandungan senyawa aktif sari buah merah dipaparkan

(18)

Tabel 2. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Buah Merah *

Senyawa Aktif Kandungan

Energi 394 kalori

Protein 3.300 mg

Lemak 28.100 mg

Serat 20.900 mg

Kalsium 54.000 mg

Fosfor 30 mg

Besi 2,44 mg

Vitamin B1 0,9 mg

Vitamin C 25,7 mg

Nialin 1,8 mg

Air 34,9 %

* ( Budi , 2005)

Pemanfaatan buah merah saat ini juga telah banyak dikembangkan

antara lain diolah menjadi aneka makanan seperti puding, es krim, dan taro

(Anonymous 2006). Selain itu buah merah juga dapat digunakan sebagai

pewarna dalam makanan, Sutarno (2001) telah melakukan pengujian

beberapa jenis tumbuhan penghasil zat pewarna alami, termasuk buah

merah, dan menyimpulkan bahwa minyak buah merah dapat digunakan

sebagai pewarna alami.

B. Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang berkemampuan memperlambat

ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Oksidasi merupakan suatu reaksi

kimia yang menstransfer elektron dari suatu zat ke oksidator. Reaksi

oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu reaksi rantai,

menyebabkan kerusakan sel tubuh. Antioksidan menghentikan reaksi

berantai dengan melengkapi kerusakan elektron yang dimiliki radikal bebas

dan menghambat reaksi oksidasi lainnya dengan sendirinya teroksidasi.

Oleh karena itu, antioksidan sering kali merupakan reduktor seperti

senyawa tiol, asam askorbat, ataupun polifenol.

Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang berfungsi

melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Yang termasuk ke dalam

golongan zat ini antara lain vitamin, polipenol, karotin dan mineral. Secara

(19)

terjadinya penyakit. Antioksidan melakukan semua itu dengan cara

menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses oksidasi radikal bebas.

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,

antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya

reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Pokorni, 2001). Zat

antioksidan adalah substansi yang dapat menetralisir atau menghancurkan

radikal bebas. Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki

tingkat reaktif yang tinggi dan secara alami ada didalam tubuh sebagai

hasil reaksi biokimia di dalam tubuh. Radikal bebas juga terdapat di

lingkungan sekitar kita yang berasal dari polusi udara, sinar Ultra Violet,

X-rays, dan ozon. Radikal bebas dapat merusak sel tubuh apabila tubuh

kekurangan zat anti oksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas. Hal

ini dapat menyebabkan berkembangnya sel kanker, penyakit hati, arthritis,

katarak, dan penyakit degeneratif lainya, bahkan juga mempercepat proses

penuaan.

Radikal bebas dapat merusak membran sel serta merusak dan

merubah DNA. Merubah zat kimia dalam tubuh dapat meningkatkan resiko

terkena kanker serta merusak dan menonaktifkan protein. Antioksidan

membantu menghentikan proses perusakan sel dengan cara memberikan

elektron kepada radikal bebas. Antioksidan akan menetralisir radikal bebas

sehingga tidak mempunyai kemampuan lagi mencuri elektron dari sel dan

DNA. Proses yang terjadi sebenarnya sangat kompleks tapi secara

sederhana dapat dilukiskan seperti itu.

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya

antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan

antioksidan alami. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh

dari hasil sintesis reaksi kimia. Antioksidan jenis ini seperti : Butil Hidroksi

Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat, dan tert- Butil

Hidroksi Quinon (TBHQ). Kandungan antioksidan tersebut berhubungan

erat dengan komposisi senyawa kimia yang terdapat di dalamnya.

Antioksidan alami adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alam

tumbuhan. Beberapa tumbuhan memiliki kandungan antiokisidan. Contoh

(20)

flavonoid, senyawa polifenol (liignin), serta asam nonhidroguairetet

(NDGA). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a)

senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen

makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi –reaksi

selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari

sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan

pangan.

Menurut Partt dan Hudson (1990),kebanyakan senyawa

antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal dari

tumbuhan. Dari dunia tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 250.000

sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang

telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan

alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak

selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di

beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah,

bunga, biji, dan serbuk sari (Pratt, 1992).

Dari asal terbentuknya, antioksidan dibedakan menjadi dua yakni

intraseluler (di dalam sel) dan ekstraseluler (di luar sel). Antioksidan tubuh

dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :

• Antioksidan primer. Antioksidan primer bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, mengubah radikal bebas

yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya,

sebelum radikal ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah

enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel

dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal

bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita. Namun

bekerjanya membutuhkan bantuan zat-zat gizi mineral seperti

mangan, seng, dan tembaga. Selenium (se) juga berperan sebagai

antioksidan. BHA dan BHI yang merupakan antioksidan sintetik

termasuk dalam antioksidan primer.

• Antioksidan sekunder. Antioksidan ini menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder :

(21)

albumin. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai mekanisme

antioksidan sekunder.

• Antioksidan tersier. Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang

memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan

reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk

mencegah penyakit kanker dan degenerative lainnya (Nugrohadi,

2008).

1. Karotenoid Sebagai Antioksidan

Kusmita dan Limantara (2008), melaporkan bahwa semua

karotenoid, baik provitamin A maupun non vitamin A dapat berfungsi

sebagai antioksidan. Antioksidan yang merupakan senyawa yang dapat

mencegah proses oksidasi radikal bebas, dapat berpengaruh dalam

mencegah timbulnya penyakit kanker, proses penuaan dini, dan

mengurangi terjadinya penyakit degenerative lainnya. Salah satu

penyebab timbulnya penyakit kanker adalah terjadinya mutasi sel yang

diduga disebabkan oleh adanya radikal bebas. Sifat antioksidan dari

karotenoid adalah bertindak untuk memadamkan singlet oksigen dan

kemudian berinteraksi dengan radikal bebas.

a. Memadamkan singket oksigen

Singlet oksigen terbentuk karena adanya sensitizer dari molekul

lain, seperti klorofil, porpirin dan riboflavin yang terbentuk dalam

sistem biologis. Apabila singlet oksigen tidak dinonaktifkan oleh

karotenoid, maka akan menyerang sel yang menyebabkan

terjadinya kelainan sel, kerusakan DNA, dan peroksidasi lipid

(Kusmita dan Limantara, 2008). Mekanisme reaksi pemadaman

singlet oksigen dapat dilihat sebagai berikut :

(1) SENS 1SENS. 3SENS

(2) 3SENS + 3O2 SENS + 1O2

(3) 1O2 + CAR 3O2 + 3CAR

(22)

Dalam proses tersebut, karotenoid akan kembali ke keadaan

dasar dengan pelepasan kelebihan energi dalam bentuk panas

atau mentransfer tenaganya menuju tingkat energi triplet oksigen

stabil.

b. Interaksi dengan radikal bebas

Karotenoid dapat juga berinteraksi dengan radikal bebas

melalui proses transfer muatan atau elektron. Reaksi yang terjadi

menyebabkan muatan atau elektron pada radikal bebas tidak

lenyap, sehingga dalam suatu reaksi lengkap satu atau lebih

molekul tetap dalam keadaan radikal. Mekanismenya sebagai

berikut :

(4) R + CAR (H) RH + CAR

dan

(4) R + CAR R + R

Gambar 3. Mekanisme interaksi karotenoid dengan radikal bebas (Kusmita dan Limantar, 2008)

Radikal-radikal β-karoten yang terbentuk pada reaksi

tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energy untuk

dapat bereaksi dengan molekul lain membentuk radikal baru.

Efek terapeutik β-karoten didasarkan pada kesamaan

mekanisme dalam fotoproteksi terhadap tumbuhan. Proses

pemadaman singlet oksigen O2 akan menghambat pembentukan

peroksidase yang dapat merusak komponen selular dan

menyebabkan gatal-gatal, rasa terbakar, erythema dan edema

pada tubuh pasien. Selain itu, karotenoid juga berfungsi sebagai

antioksidan dan dapat membantu sistem kekebalan tubuh dengan

cara melindungi reseptor sel-sel fagosit (sel-sel darah putih yang

mampu menelan kuman) dari kerusakan auto-oksidasi akibat

terbentuknya radikal oksigen. Kemampuan karotenoid sebagai

antioksidan terjadi karena pigmen ini dapat melindungi sel-sel dan

organism dari kerusakan oksidatif. Perlindungan tersebut

disebabkan karotenoid mempunyai kemampuan dalam

meniadakan aktivitas spesies-spesies radikal bebas. Packer

(23)

karotenoid terutama dilakukan oleh β-karoten. Pada penelitian

lainnya, kemampuan β-karoten dalam mendeaktivasi radikal

bebas diawali dengan proses peroksidasi lemak, karena β-karoten

merupakan salah satu tipe antioksidan lemak (Burton dan IngoId,

1984).

Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat

oksidasi lamak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme

kerja antioksidan perlu diperjelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi

lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi,

propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal

asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak

stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hydrogen (reaksi

1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan

bereaksi dengan oksigen membentuk radikal bebas (reaksi 2). Radikal

peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan

hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3) (Pokorni, 2001).

Gambar 4. Mekanisme oksidasi lemak pada antioksidan (Pokorni, 2001)

Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan

terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai

pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggung jawab atas flavor

makanan berlemak. Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak

akan mengalami terminasi melalui reaksi antara radikal bebas

membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4)

(24)

2. Metode Uji Antioksidan

Aktivitas antioksidan suatu senyawa kimia yang dapat dilakukan

dengan beragam metode. Beberapa metode yang lazim digunakan antara

lain :

a. Uji Konjugasi Diena

Dengan metode ini dapat dihitung konjugasi diena yang

terbentuk akibat oksidasi yang terbentuk akibat oksidasi awal poly

Unsaturated Acid (PUFA). Data diperoleh dengan mengukur

absorbansi UV pada panjang gelombang 234 nm. Prinsip uji ini

adalah pada waktu oksidasi asam linoleat, ikatan rangkap diubah

menjadi ikatan rangkap konjugasi yang dapat di deteksi dengan

adanya absorbansi UV pada panjang gelombang 234 nm. Aktivitas ini

dapat dilihat dari konsentrasi inhibisi yang diperoleh.

b. FRAP (Ferrice Reducing Ability Of Plasma)

Metode ini merupakan salah satu metode yang cepat dan

sangat berguna untuk analisa rutin. Aktivitas antioksidan diperkirakan

dengan mengukur peningkatan absorbansi akibat terbentuknya ion

Fe dari pereaksi FRAP yang mengandung TPTZ (2,3,6-tri

(2-piridil)-5-triazin) dari FeCl3 6 H2O. Absorbansi diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada 595 nm.

c. Metode Fosfomolibdat

Metode ini digunakan untuk mengukur secara kuantitatif

kapasitas antioksidan melalui terbentuknya kompleks fosfomolibdat.

Uji ini berdasarkan reduksi Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh sampel uji

pembentukan kompleks fosfat Mo (V) berwarna hijau pada pH asam.

d. Reaksi ini dengan 1,1-Difenil-2-pikrihidrazil (DPPH)

Metode ini paling banyak digunakan dalam skrining aktivitas

antioksidan pada tanaman obat. Uji DPPH berdasarkan reduksi

larutan methanol dari radikal bebas DPPH oleh penghambat radikal

bebas. Prosedur pengujian melibatkan pengukuran penurunan

absorbansi DPPH pada panjang gelombang maksimum 517,5 nm.

Penurunan ini sebanding dengan konsentrasi menghambatan radikal

(25)

dengan konsentrasi efektif yang mampu meredam radikal bebas

sebesar 50% (IC50).

Selain empat metode tersebut, banyak metode lain yang dapat

dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan. Metode tersebut antara

lain metode ABTS (2,2-Azinobis(3-ethylbenzothiazoline-6- sulfoniacid)

garam diamonium, metode DMPD (N,N-Dimethyl-p-phenylene-diamine

dihydrochloride ), pengukuran aktivitas penghambatan radikal hidroksil, dan

pengukuran aktivitas penghambatan radikal oksida nitrat.

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan

metode peredaman radikal bebas DPPH yang mendasarkan prinsip

kerjanya pada sampel (mengandung senyawa bersifat antioksidan) yang

dapat meredam radikal bebas (DPPH).

Metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling

banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi

yang berperan sebagai antioksidan (Molyneux 2004). Metode pengujian ini

berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam

menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang digunakan adalah

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) yang memiliki rumus molekul C18H12N5O6

dan Mr=394,33 (Molyneux 2004; Vattem dan Shetty 2006). Metode uji

aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas DPPH banyak

dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka dan hanya

memerlukan sedikit sampel (Hanani et al. 2005). Kapasitas antioksidan

pada uji ini bergantung pada struktur kimia dari antioksidan. Pengurangan

radikal DPPH bergantung pada jumlah grup hidroksil yang ada pada

antioksidan, sehingga metode ini memberikan sebuah indikasi dari

ketergantungan struktural kemampuan antioksidan dari antioksidan biologis

(Vattem dan Shetty 2006).

3. Antioksidan Buah Merah

Buah merah mengandung antioksidan (Karotenoid, tokoferol), selain

itu buah merah juga mengandung asam lemak jenuh seperti, asam laurat,

palmitat, stearat, dan asam lemak tak jenuh seperti asam palmitoleat, oleat,

(26)

Karotenoid merupakan pigmen berwarna kuning, orange hingga

merah yang banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayuran, namun juga

ditemukan pada jamur, hewan dan manusia. α-karoten yang merupakan

karotenoid dominan yang terdapat dalam buah merah, mempunyai 2 cincin

α. Cincin α dari karotenoid ini didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A

oleh enzim 15, 15’ dioksigenase menjadi retinal, kemudian molekul retinal

akan direduksi menjadi retinol. Penelitian Bauernfeind (1981) menyatakan

bahwa sebanyak 40 jenis karotenoid yang ditemukan dapat berfungsi

sebagai provitamin A.

β-karoten merupakan karotenoid yang paling dominan pada buah

merah. Karotenoid tersebut telah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna,

baik pewarna makanan, pakan ternak, dan kosmetik. Karotenoid tersebut

digunakan sebagai pewarna makanan karena senyawa tersebut

mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Selain sangat potensial

sebagai sumber vitamin A, β-karoten juga merupakan antioksidan.

Betakaroten juga berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh karena

adanya interaksi vitamin A dengan protein (asam-asam amino) yang

berfungsi dalam pembentukan antibodi.

Gambar 6. Struktur β-karoten (Anonymous, 2013)

Kusmita dan Limantara (2008), melaporkan bahwa semua

karotenoid, baik provitamin A maupun non provitamin A dapat berfungsi

sebagai antioksidan. Antioksidan yang merupakan senyawa yang dapat

mencegah proses oksidasi radikal bebas, dapat berperan dalam mencegah

timbulnya penyakit kanker, proses penuaan dini, dan mengurangi

(27)

C. Komposisi Susu

1. Lemak Susu

Lemak susu mengandung sejumlah lipida yang berbeda dan

lebih dari 98% lemak susu adalah trigliserida. Lipida lainnya berupa

kolesterol, digliserida, asam lemak bebas, fosfolipida dan serebrosida.

Komponen asam lemak pada lipida lemak berkisar 4 – 20 atom karbon

dan 0 – 4 ikatan rangkap (Malaka, 2010). Lemak terbentuk dari

unit-unit struktural dengan hidrofobisitas yang tampak jelas. Lipida larut

dalam pelarut-pelarut organik, tapi tidak dalam air. Ketidaklarutan

dalam air adalah sifat analistis yang digunakan untuk pemisahan cepat

lemak dari protein dan karbohidrat. Oleh karena itu, lipida bersifat polar

dan dengan demikian secara terpisah berbeda dari lipida alami.

Minyak dan lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut vitamin A, D,

E dan K (Belitz dan Groosch, 1987).

Lemak dapat bersifat cair atau padat. Jika lemak berbentuk cair

maka biasa disebut minyak dalam arti yang sesungguhnya adalah

minyak tumbuh-tumbuhan dan hewan, tidak termasuk minyak bumi.

Lemak larut dalam cairan seperti bensin, eter, kloroform, dan karbon

tetraklorida. Lemak ini lebih mudah larut pada alkohol dingin

dibandingkan dengan alkohol panas. Lemak sangat mudah menyerap

bau dan mudah dioksidasi. Lemak merupakan gabungan dari asam

lemak dan gliserol. Lemak susu adalah campuran dari

bermacam-macam molekul (Malaka, 2010).

Minyak meningkatkan aroma dalam es krim, karakteristik

produk, tekstur yang lembut, membantu memberi bentuk, dan

membantu dalam produksi untuk properti kelelehan. Lemak terdiri dari

campuran dan juga membantu dalam pelumasan barrel pembekuan

selama proses pembentukan es krim. Pembatasan menggunakan

lemak dikarenakan masalah harganya, selain itu penggunaan lemak

berlebihan dapat menghambat kemampuan proses whipping dari

campuran es krim, dan tingginya tingkat kalori (Goff, 2000). Trigliserida

dalam lemak susu memiliki tingkat kelelehan +40 – (-40) 0

(28)

karena itu selalu terjadi kombinasi antara cairan dan Kristal lemak

(Widiantoko, 2011).

Lemak dibutuhkan untuk membentuk struktur emulsi dan

memberikan cita rasa dan menurunkan titik beku serta meningkatkan

viskositas produk. Lemak susu dikeluarkan dari sel epitel ambing

dalam bentuk butiran lemak (fat globule) yang diameternya bervariasi

antara 0,1 – 15,25 µ. Butiran lemak tersusun atas butiran trigliserida

yang dikelilingi membran tipis yang dikenal dengan fat globula

membran (FGM) atau membran butiran lemak susu. Komponen utama

dalam FGM adalah protein dan fosfolipid. FGM salah satunya

berfungsi sebagai stabilisator butiran-butiran lemak susu dalam emulsi

dengan kondisi encer, karena susu sapi mengandung air sekitar 87%

(Malaka, 2010).

2. Protein Susu

Protein dalam susu mencapai 3,25%. Protein susu terbagi dua

kelompok yaitu kasein yang merupakan protein utama susu yang

jumlahnya mencapai 80% dari total protein, sisanya berupa protein

whey. Protein whey terdiri dari α-laktalbumin, β-laktoglobulin,

immunoglobulin (Ig), Bovine Serum Albumin (BSA). Dalam protein

whey terkandung juga beberapa enzim, hormon, antibodi, faktor

pertumbuhan, pembawa zat gizi. Protein whey daya cernanya rendah,

tetapi pada saat tersebut protein menstimulasi reaksi kekebalan

sistemik (Malaka, 2010).

Protein di dalam susu juga merupakan penentu kualitas susu

sebagai bahan konsumsi. Albumen ditemukan 5 gram per kg susu,

dalam keadaan larut. Pada suhu 64oC albumin mulai menjadi padat,

sifat ini identik dengan sifat protein pada telur. Akan tetapi karena

kadar albumin yang sedikit maka pada pasteurisasi tidak dapat

ditemukan, bahkan pada pemasakan yang dapat dilihat hanya

merupakan titik-titik halus pada dinding dan dasar panci (Sheba,

2008). Salah satu sifat fisik dan kimia susu yaitu mempunyai warna

(29)

merupakan akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium

kaseinat, dan kalsium posfat (Buckle et al.,1987).

D. Es Krim

Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak

teremulsi dan udara. Sel-sel udara yang ada, berperanan untuk

memberikan tekstur lembut pada es krim tersebut. Tanpa adanya udara,

emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak

(Barraquia, 1998).

Kandungan udara dalam es krim yang terlalu banyak akan terasa

lebih cair dan lebih hangat sehingga tidak enak dimakan. Sedangkan, bila

kandungan lemak susu terlalu rendah, akan membuat es lebih besar dan

teksturnya lebih kasar serta terasa lebih dingin. Emulsifier dan stabilisator

dapat menutupi sifat-sifat buruk yang diakibatkan kurangnya lemak susu

dan memberi rasa lengket (Marshall and Arbuckle, 1996).

Es krim dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari

produk susu (dairy) dan dikombinasikan dengan pemberi rasa (flavor) dan

pemanis (sweetener). Menurut Standar Nasional Indonesia, es krim adalah

sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung

es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan

dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan. Campuran bahan

es krim diaduk ketika didinginkan untuk mencegah pembentukan Kristal es

yang besar. Secara tradisional, penurunan temperatur campuran dilakukan

dengan cara mencelupkan campuran ke dalam campuran es dan garam

(Arbuckle, 2000).

Menurut Goff (2006), es krim merupakan perpaduan antara sistem

emulsi dan foam (buih). Es krim termasuk dalam sistem emulsi Oil in water

(o/w), dimana lemak bertindak sebagai fase terdispersi dan air sebagai

fase kontinyu. Foam (buih) adalah gas yang terdispersi dalam cairan.

(30)

Tabel 3. Komposisi Es Krim

Syarat mutu es krim menurut Standart Nasional Indonesia (SNI)

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Standart Kualitas Es Krim Secara Nasional

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1

9.1 Angka Lempeng Total 9.2 MPN Coliform

Berdasarkan kandungan lemaknya, es krim dibagi menjadi tiga

kategori yaitu es krim kualitas ekonomi, standar, dan es krim mewah.

Klasifikasi es krim berdasarkan kandungan lemaknya dapat dilihat pada

(31)

Tabel 5. Klasifikasi Es krim Berdasarkan Kandungan Lemak Sumber : Arbuckle (1972) dalam Potter (1978)

Menurut Padaga (2005), pada dasarnya kualitas es krim

ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :

a. Overrun

Overrun adalah pengembangan volume yaitu kenaikan

volume es krim antara sebelum dan sesudah pembekuan

(Hadiwiyoto, 1983). Es krim yang berkualitas memiliki overrun

berkisar antara 70-80% sedangkan untuk industri rumah tangga

berkisar antara 35-50%. Overrun dapat dihasilkan dari pengadukan

(agitasi) pada saat proses pembekuan, tanpa adanya overrun es krim

akan berbentuk gumpalan massa yang keras. Overrun

mempengaruhi tekstur dan kepadatan yang sangat menentukan

kualitas es krim.

b. Kecepatan meleleh

Es krim yang baik akan lebih tahan terhadap pelelehan pada

saat dihidangkan pada suhu kamar. Kecepatan meleleh es krim

dipengaruhi oleh komposisi bahan-bahan yang digunakan pada

pembuatan es krim. Es krim yang mempunyai kecepatan meleleh

yang rendah atau lambat meleleh, kurang disukai konsumen karena

bentuk es krim akan tetap tidak berubah pada suhu kamar sehingga

memberi kesan terlalu banyak padatan yang digunakan, akan tetapi

es krim terlalu cepat meleleh juga kurang disukai karena es krim akan

segera mencair pada suhu ruang.

Menurut Marshall (2003), kecepatan meleleh secara umum

disebabkan oleh bahan penstabil, bahan pengemulsi, keseimbangan

komposisi serta kondisi pemrosesan dan penyimpanan. Bahan

penstabil akan meningkatkan viscositas adonan es krim, sejalan

(32)

terhadap pelelehan semakin meningkat. Sehingga es krim yang

dihasilkan akan memiliki overrun yang rendah dan memiliki tekstur

yang lembut karena terbentuknya kristal-kristal es yang kecil dan

memperlambat pelelehan es krim pada saat dihidangkan.

c. Tekstur

Tekstur es krim yang baik adalah tidak keras, lembut dan

tampak mengkilat. Tekstur lembut es krim sangat dipengaruhi oleh

komposisi es krim, cara mengolah dan kondisi suhu penyimpanan.

d. Rasa dan aroma

Rasa dan aroma sangat mempengaruhi kesukaan konsumen

terhadap es krim bahkan dapat dikatakan faktor penentu yang utama.

2. Bahan Pembuatan Es Krim

Menurut Eckles, et.al (1998) bahan penyusun es krim ialah

air, lemak, padatan bukan lemak, pemanis, stabilizer atau emulsifier

dan bahan flavor.

a. Lemak

Lemak susu atau lemak yang bukan berasal dari susu

merupakan komponen penting dalam pembuatan es krim karena

dapat meningkatkan rasa, membentuk tekstur yang halus,

membentuk body dan memperbaiki kualitas pelelehan es krim (Goff,

2006).

Menurut Frandsen dan Arbuckle (1961), untuk menghasilkan

es krim dengan cita rasa yang baik biasanya digunakan lemak yang

bermutu baik sebesar 16%, sedangkan menurut Arbuckle (1986)

sebesar 12%. Lemak dalam es krim dapat meningkatkan tekstur

atau kehalusan es krim yang dihasilkan (Potter, 1978). Lemak dalam

es krim dapat memperlambat pelelehan es krim, meningkatkan

kekentalan, mengurangi pengembangan dan dapat mempengaruhi

kestabilan adonan es krim (frandsen dan Arbuckle, 1961).

b. Bahan padatan bukan lemak

Bahan padatan bukan lemak adalah bagian dari susu yang

(33)

serta vitamin-vitamin yang tidak larut lemak. Komponen terpenting

dalam bahan padatan bukan lemak adalah protein. Sumber bahan

padatan bukan lemak yang paling baik adalah susu skim baik dalam

bentuk susu kental maupun bubuk (Padaga, 2005).

Skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim

diambil sebagian atau seluruhnya melalui proses pemisahan dengan

alat sentrifungal berdasarkan perbedaan berat jenis krim dan skim

dari susu. Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit

lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D dan E)

terdapat dalam jumlah rendah (Buckle dkk, 1987). Komposisi kimia

susu skim dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Kimia Susu Skim

Komponen Kandungan (%) Sumber : Webb and Whittier (1970) dalam Resmanto (2006).

Bahan padatan bukan lemak meningkatkan rasa es krim dan

juga memberikan body dan tekstur es krim yang diinginkan.

Penggunaan bahan padatan bukan lemak juga meningkatkan overrun

tanpa merusak tekstur dari es krim (Potter, 1978). Menurut Frendsen

dan Arbuckle (1961) padatan susu bukan lemak dapat meningkatkan

kekentalan, ketahanan leleh, dan menurunkan titik beku es krim.

Padatan susu bukan lemak juga berfungsi untuk membentuk tekstur

es krim dan menimbulkan cita rasa (Sugiono, 1992).

Pada proses pembuatan es krim, protein berfungsi

menstabilkan emulsi lemak setelah proses homogenisasi, membantu

pembuihan, meningkatkan dan menstabilkan daya mengikat air yang

berpengaruh pada kekentalan es krim dan menghasilkan tekstur es

krim yang lembut. Penggunaan bahan padatan bukan lemak yang

berlebihan dapat menyebabkan aroma es krim kurang sedap,

(34)

lembut seperti berpasir sebagai akibat kristalisasi dari gula susu

(Padaga, 2005).

Bahan padatan susu bukan lemak atau susu skim

mengandung laktosa atau bahan padat dari serum, mempunyai

pengaruh terhadap tekstur dan nilai gizi produk, terdapat

kemungkinan kristalisasi laktosa yang bersifat pasir (sandiness) jika

terlalu banyak digunakan (Buckle dkk., 1987). Struktur laktosa dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 7. Struktur Laktosa (Goff, 2006)

Menurut Hadiwiyoto (1983), susu skim merupakan bagian

yang banyak mengandung protein. Protein susu dalam pembuatan

es krim berfungsi untuk membantu proses pembuihan dengan cara

memerangkap udara ke adonan dan menyerap sebagian air dalam

adonan sehingga diperoleh adonan yang lembut (Goff, 2006).

c. Gula

Gula memberikan rasa manis pada es krim. Konsentrasi

gula yang digunakan dalam pembuatan es krim juga menentukan titik

beku es krim. Semakin banyak jumlah gula yang digunakan dalam

pembuatan es krim, maka semakin rendah titik beku. Banyak jenis

pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan es krim

diantaranya gula tebu, sirup jagung, gula invert, laktosa, fruktosa.

Gula pasir (sukrosa) yang diproses dari gula tebu merupakan

pemanis yang sering digunakan karena stabil dan konstan rasa

manisnya (Hui, 1992). Menurut Padaga (2005), bahan pemanis

selain berfungsi untuk memberikan rasa manis juga dapat

meningkatkan cita rasa, menurunkan titik beku yang dapat

(35)

penerimaan dan kesukaan konsumen. Menurut Sugiono (1992), gula

merupakan komponen utama yang berfungsi sebagai pemanis dan

sebagai pembentuk tekstur es krim yang halus dan lembut. Gambar

Struktur Sukrosa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 8. Struktur Sukrosa (deMan, 1997)

d. Penstabil

Kenaikan suhu selama distribusi menyebabkan kristal es

mencair dan pendinginan kembali menyebabkan kristal es menjadi

lebih besar, sehingga menghasilkan perubahan tekstur yang kurang

baik pada es krim. Penstabil hidrokoloid berfungsi untuk membentuk

ikatan dengan air dan untuk membantu mencegah terbentuknya

kristal es yang besar. Jumlah dan tipe penstabil yang diperlukan

tergantung komposisi pada proses pembuatan es krim, kondisi

proses, suhu proses, kondisi dan waktu penyimpanan dan faktor lain

(Hui, 1992).

Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam

jumlah kecil untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus

memperbaiki kelembutan produk, mencegah pembentukan kristal es

yang besar, memberikan keseragaman produk, memberikan

ketahanan agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki sifat

produk. Es krim yang diperoleh menjadi lebih halus dan lembut.

Tekstur lembut es krim juga dapat diperoleh melalui proses

pembekuan cepat yang akan menghasilkan kristal es berukuran kecil

dan halus serta tekstur es krim lembut (Campbell & Marshall, 1975).

Stabilizer mempunyai daya ikat air yang tinggi sehingga

efektif dalam pembentukan tekstur halus yang memperbaiki struktur

es krim (Arbuckle & Marshall, 2000). Stabilizer bekerja dengan cara

(36)

pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi sehingga

senyawa yang tidak larut akan lebih terdispersi dan lebih stabil dalam

emulsi (Fennema, 1985).

Bahan penstabil adalah senyawa-senyawa hidrokoloid,

biasanya polisakarida yang berperan dalam meningkatkan

kekentalanI Ice Cream Mix (ICM) terutama pada keadaan sebelum

dibekukan. Penambahan bahan penstabil pada pembuatan es krim

memberikan banyak manfaat. Selain itu, penambahan bahan

penstabil juga dapat memperpanjang masa simpan karena dapat

mencegah terjadinya kristalisasi es selama penyimpanan. Tanpa

bahan penstabil, tekstur es krim akan menjadi kasar karena terbentuk

kristal-kristal es. Bahan penstabil juga meningkatkan kemampuan

menyerap air, sehingga Ice Cream Mix menjadi lebih kental dan

produk es krim tidak mudah meleleh (Padaga, 2004).

Penstabil berfungsi untuk emulsi, yaitu membentuk selaput

yang berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air dan udara.

Dengan demikian air tidak akan mengkristal dan lemak tidak akan

mengeras (Nadrah, 2006).

Bahan penstabil adalah koloid hidrofilik yang dapat

menurunkan konsentrasi air bebas dengan cara menyerap atau

mengikat air tersebut sehingga mengurangi rekristalisasi es,

memperkecil ukuran Kristal es, dan meningkatkan kehalusan tekstur

(Cambell, 1975). Menurut Arbuckle (1986), tujuan utama penggunaan

bahan penstabil pada es krim adalah untuk menghasilkan kehalusan

dan tekstur yang baik, untuk menghambat atau mengurangi

pembentukan kembali Kristal es krim selama penyimpanan,

menghasilkan keseragaman produk, dan menghambat pelelehan.

Menurut Glikcksman (1969), bahan penstabil yang umum digunakan

dalam pembuatan es krim adalah gelatin dan CMC (Carboxymethyl

Cellulose) sebanyak 0,16%. Semua bahan penstabil mempunyai

kemampuan tinggi untuk mengikat air dan efektif untuk membentuk

kehalusan dan tekstur produk akhir es krim (Arbuckle, 1986).

Penstabil atau stabilizer yang sering digunakan dalam

(37)

xantan, karagenan, pectin atau gum buatan pabrik seperti

Carboxymethyl Cellulose (CMC) yang berasal dari sellulose. Dalam

pembuatan es krim, stabiliser bersama dengan air membentuk gel

sehingga dapat memperbaiki body dan tekstur dari es krim.

Stablisator juga menghasilkan produk yang tidak cepat meleleh atau

mencair. Stabilisator yang mengikat air juga membantu untuk

mencegah terbentuknya kristal es yang besar selama proses

pembekuan, yang mana terbentuknya kristal es yang besar akan

menghasilkan produk dengan tekstur yang kasar (Potter, 1978).

Na-CMC merupakan salah satu jenis hidrokoloid alami yang

telah termodifikasi. Hidrokoloid atau koloid hidrofilik adalah komponen

aditif yang penting dalam industri pangan, karena kemampuannya

dalam mengubah sifat fungsional yaitu untuk pengental, stabilisator,

pembentuk sel dan beberapa sifat pengemulsi. Mekanisme Na-CMC

dalam menstabilakn suatu larutan koloid adalah Na-CMC akan

mendispersi dalam air, butiran-butiran Na-CMC yang bersifat hidrofilik

akan menyerap air dan membengkak, air yang sebelumnya berada di

luar granula-granula yang dapat bergerak dengan bebas akan tidak

dapat bergerak lagi dengan bebas, sehingga keadaan larutan akan

menjadi lebih mantap dan juga akan terjadi peningkatan viskositas

(Fennema, 1996)

Penambahan CMC (Carboxy methyl cellulose) bertujuan

untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan

homogen tetapi tidak mengendap dalam waktu yang relatif lama.

Penggunaan CMC lebih efektif dibandingkan dengan gum arab atau

gelatin. Penambahan CMC dengan konsentrasi 0,50 – 3% sering

digunakan untuk mempertahankan kestabilan suspensi (Anonymous,

2008).

e. Pengemulsi.

Emulsifier membantu dispersi globula-globula lemak selama

proses pembuatan es krim dan mencegah globula-globula lemak

tersebut menyatu dan berubah menjadi butiran lemak selama proses

(38)

pembuihan untuk mendapatkan overrun yang diinginkan. Emulsifier

juga membantu membuat es krim tidak cepat meleleh. Kuning telur

merupakan emulsifier alami yang baik karena mengandung lesitin.

Emulsifier komersial pada umumnya berisi monogliserida dan

digliserida (Potter, 1978).

Bahan pengemulsi digunakan untuk memperbaiki kualitas

pembuihan dari es krim dengan memproduksi kristal es yang lebih

kecil dan rongga udara yang lebih kecil, menghasilkan tekstur yang

lunak dan tidak cepat meleleh (Hui, 1992).

f. Flavor

Zat perasa adalah senyawa-senyawa yang meningkatkan

aroma dari komoditi makanan, efek dari zat ini tampak nyata pada

kesan-kesan seperti rasa (feelings), volume, body atau kesegaran

(freshness) (khususnya pada makanan yang diproses

menggunakan panas) dari aroma dan juga oleh kecepatan

penerimaan aroma atau time factor potentiator (Belitz and

Groosch, 1987).

Vanili (Vanilla Planifolia Andrew) digunakan sebagai bahan

pewangi pada proses pembuatan makanan seperti kue, coklat,

sirup dan es krim. Bahan ini memiliki rasa dan bau harum yang

khas, vanili mengandung vanillin (C8H8O3) (Cahyo, 2006).

3. Proses Pembuatan Es Krim

a. Proses Pencampuran

Langkah pertama dalam pembuatan es krim adalah dengan

menggabungkan bahan yang berupa cairan dengan lemak kemudian

dipanaskan pada suhu 43oC. Gula dan bahan tambahan kering

lainnya ditambahkan ke dalam campuran yang telah dihangatkan.

Bahan tambahan yang kasar seperti kacang atau buah-buahan tidak

ditambahkan pada tahap ini dikarenakan akan ikut hancur selama

proses, akan tetapi bahan-bahan kasar tersebut dapat ditambahkan

(39)

b. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses pemanasan adonan es krim pada

suhu dan waktu yang dikehendaki untuk membunuh mikroorganisme

patogen (Hui, 1992). Menurut Marshall (2003) Proses pasteurisasi

bertujuan untuk :

§ Membunuh bakteri-bakteri patogen, yaitu bakteri berbahaya

yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.

§ Membantu proses pencampuran bahan dengan cara

melelehkan lemak dan menurunkan viskositas.

§ Mempertinggi atau memperpanjang daya simpan produk.

§ Memberikan atau menimbulkan cita-rasa yang lebih menarik.

§ Meningkatkan keseragaman produk.

Proses pasteurisasi pada pembuatan es krim dapat dilakukan

pada suhu seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Metode Pasteurisasi

Metode Waktu Suhu (oC/oF) Low Temperature Low Time (LTLT)

High Tempetarure Short Time (HTST) High Heat Short Time (HHST)

Ultra High Temperature (UHT) Sumber: Marshal and Arbuckle (1996).

c. Homogenisasi

Proses homogenisasi bertujuan untuk memperkecil dan

menyeragamkan ukuran globula lemak sehingga 90% dari

globula-globula lemak tersebut mempunyai ukuran kurang dari 2µm.

Berkurangnya ukuran dari globula lemak menjadi globula-globula

yang lebih kecil meningkatkan area permukaan. Hal tersebut

menghasilkan produk yang lebih seragam dan konsisten, mempunyai

tekstur yang halus, dan mencegah terjadinya pemecahan adonan

selama proses pembekuan (Hui, 1992). Agar proses homogenisasi

dapat berlangsung dengan efektif, adonan es krim harus benar-benar

berupa cairan dan suhu yang digunakan lebih baik diatas titik

lelehnya. Proses homogenisasi dapat dilakukan pada suhu berkisar

(40)

viskositas larutan terlalu tinggi. Batasan temperatur maksimal untuk

proses homogenisasi tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi

didasarkan desain dan konstruksi dari alat homogenisasi.

Temperatur antara 65-85oC biasanya menghasilkan produk akhir

yang homogen secara sempurna (Hui, 1993).

d. Pematangan (aging)

Proses pematangan (aging) dilakukan pada suhu 4oC

selama 3 sampai 24 jam. Selama proses pematangan memberikan

waktu bagi lemak untuk lebih solid, stabiliser membengkak dan

bergabung dengan air, protein susu juga larut dalam air dan

viskositas campuran meningkat. Perubahan ini mengakibatkan

semakin cepatnya proses pembuihan sehingga overrun meningkat

selama pembekuan, body dan tekstur es krim yang lebih halus dan

kecepatan meleleh yang lebih rendah (Potter, 1978).

e. Pembekuan dan Agitasi

Proses pembekuan dan agitasi memberikan pengaruh

penting pada tekstur es krim. Pembekuan dan agitasi bertujuan

untuk membekukan adonan sampai suhu rendah, secepat mungkin,

dan untuk mendapatkan overrun yang cukup yakni naiknya volume

es krim selama pembekuan karena penyatuan gelembung udara

yang halus dalam proses pembuihan. Proses pembekuan dilakukan

pada suhu -10oC (Buckle,1987).

Proses pembekuan dan agitasi bertujuan untuk

memasukkan udara ke dalam adonan es krim sehingga dihasilkan

volume es krim dengan overrun yang sesuai dengan standart es krim.

Proses pembekuan dan agitasi dapat dilakukan dengan

menggunakan ice cream maker, dimana pada saat pembekuan

disertai dengan pengadukan oleh dusher (sayap-sayap ice cream

maker). Proses ini berlangsung selama 30 menit atau sampai

(41)

f. Pengerasan es krim

Proses Pengerasan es krim dilakukan pada suhu -34 oC.

Pengerasan es krim membuat es krim yang dihasilkan tetap kaku dan

tidak mudah meleleh (Potter, 1978).

Gambar 9. Diagram alir proses pembuatan Es Krim (Buckle, 1987)

E. Natrium carboxymethylcellulose (Na-CMC)

Natrium karboksimetil selulosa yang disebut CMC adalah suatu zat

padat jenis eter selulosa, turunan dari selulosa. Zat tersebut berupa serbuk,

butiran atau serat, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak beracun

(Anonymous, 1979 dalam Shanti, 1998) CMC dengan derajat substitusi

tertentu (0,4-1,4) mempunyai sifat mudah mendispersi dalam air,

membentuk suspensi koloid.

Menurut Tranggono dkk, (1990), CMC dibuat dari reaksi kimia yang

sederhana, kelarutan CMC dalam air dan sifat-sifat larutannya tergantung

tingkat polimerisasi, tingkat substitusi dan keseragaman substitusi antara

0,65- 0,85 g biasa digunakan untuk bahan tambahan pangan yang mana

susunan selulosa ini mudah larut dalam air panas maupun dingin.

Menurut Fennema (1976), pembuatan Na-CMC adalah dengan

cara mereaksikan NaOH dengan sellusosa murni kemudian ditambahkan

(42)

Menurut Hui (1992), Karboksimetil selulosa sering digunakan

sebagai penstabil pada bahan makanan. Penggunaannya antara lain

adalah mencegah pertumbuhan kristal es dalam es krim, mengatur

kelembaban, dan memperkaya sifat organoleptik, pengontrol viskositas,

frosting dan glazes dan sebagai pemantap dalam sirup.

Menurut Bender (1990), mekanisme Na-CMC dalam menstabilkan

suatu larutan koloid, adalah Na-CMC akan mendispersi dalam air,

butiran-butiran Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan

membengkak, air yang sebelumnya berada diluar granula-granula yang

dapat bergerak dengan bebas akan tidak dapat bergerak lagi dengan

bebas, sehingga keadaan larutan akan menjadi lebih mantap dan juga

akan terjadi peningkatan viskositas.

Menurut Ganz (1977), CMC akan membantu menghambat

pembentukan kristal-kristal es, meningkatkan jumlah air yang membeku,

dan mencegah pengendapan bahan-bahan terlarut, hal ini akan

meningkatkan nilai tekstur karena tekstur akan menjadi lebih halus.

F. Analisa Keputusan

Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih

tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan

keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang

diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik

(Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis

dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan,

tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan

(Mangkusubroto dan Listiani, 1987).

Analisis keputusan adalah dasar untuk memilih alternative terbaik

yang dilakukan membandingkan antara aspek kualitas, kuantitas dan

aspek finanscial dari produk es krim dengan perlakuan substitusi buah

(43)

G. Analisa Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut

lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono,

1984).

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti

suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji,

diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat

berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk

menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan

besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga

jual produk dan volume penjualan (Muljadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak

tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa

kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya

adalah :

1. Break Event Point (BEP)

2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

4. Payback Period

5. Internal Rate of Return (IRR)

1. Penentuan Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau

taksiran yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa

dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah

kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya

mempengaruhi besarnya keuntungan.

Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan,

volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point

(BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang

menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan

(44)

tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak

mengalami kerugian.

Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus

ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut.

Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu

menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume penjualan, dan

menaikkan harga jualnya.

Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam

penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai

penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan

volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut :

Po = Produk pulang/pokok

FC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:

a. Biaya Titik Impas

BEP =

(

biaya tidak tetap/pendapatan

)

1

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk

mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:

(45)

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan

sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai

NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan,

jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka

proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto,

1994). Rumus NPV adalah :

NPV =

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun

t

Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

t = 1, 2, 3,………n

n = Umur ekonomi dari pada proyek.

i = Sosial discount rate

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya

kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Susanto dan

Saneto, 1994).

Nilai B/C Ratio =

Produksi Biaya

Pendapatan

4. Payback Period (Susanto dan Saneto,1994)

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk

pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa

prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period

tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah

sebagai berikut: PP = Ab

1

Keterangan: I = Jumlah modal

Gambar

Gambar 1. Buah merah (Budi,2005)
Tabel 1. Komposisi Kimia dan kandungan gizi Buah merah *
Tabel 2. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Buah Merah *
Gambar 6.  Struktur β-karoten (Anonymous, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian dosis berbeda ekstrak buah merah ( Pandanus conoideus ) yang mengandung kalsium terhadap kinerja

POTENSI AMPAS BUAH MERAH (Pandanus conoideus sp.) UNTUK PAKAN AYAM PEDAGING PADA KANDANG..

PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP KADAR INTERLEUKIN 6 (IL-6) PADA MENCIT GALUR Balb/C JANTAN YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei.. Elvin Richela

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan komponen kimia dan uji toksisitas baik in vitro maupun in vivo ekstrak etanol buah merah ( Pandanus

Beta karoten secara kualitatif teridentifikasi dapat dijumpai pada organ akar, daun dan, buah Pandanus conoideus Lamk., sedangkan pada organ batang tidak diketemukan..

Penambahan buah nangka pada es krim sari kedelai diharapkan dapat menutupi bau langu dari kedelai, menambah nilai serat dalam es krim dan meningkatkan nilai

Setelah itu dilakukan pengukuran kapasitas antioksidan total, dengan cara ditimbang sampel ekstrak etanol buah merah ( Pandanus conoideus Lam.) sebanyak 50 mg, kemudian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui formula sediaan sirup yang paling baik yang memenuhi karakteristik nanoemulsi Buah Merah Papua Pandanus conoideus yang dapat digunakan