• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011080 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011080 Full text"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

RINA DWI HAPSARI 802011080

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rina Dwi Hapsari

Nim : 802011080

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

SIKAP REMAJA PEREMPUAN TUNA RUNGU TERHADAP MASA PUBERTAS

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihkanmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Rina Dwi Hapsari

Nim : 802011080

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

SIKAP REMAJA PEREMPUAN TUNA RUNGU TERHADAP MASA PUBERTAS

Yang dibimbing oleh :

Krismi Diah Ambarwati,M.Psi

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 12 Januari 2016

Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

SIKAP REMAJA PEREMPUAN TUNA RUNGU TERHADAP MASA PUBERTAS

Oleh Rina Dwi Hapsari

802011080 TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal :12 Januari 2016

Oleh:

Pembimbing

Krismi Diah Ambarwati, M.Psi

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

SIKAP REMAJA PEREMPUAN TUNA RUNGU TERHADAP MASA

PUBERTAS

Rina Dwi Hapsari Krismi Diah Ambarwati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap remaja perempuan tuna rungu terhadap masa pubertas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan teknik pengumpulan data dengan cara kuesioner dan wawancara. Partisipan berjumlah empat orang dengan kriteria: remaja perempuan tuna rungu, usia 9-17 tahun, yang diperoleh dari penyebaran kuesioner sikap kepada dua puluh enam siswa tuna rungu di SLB-B Manunggal Slawi. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis tematik berupa mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari hasil perhitungan kuesioner terdapat 11 siswa yang memiliki sikap positif terhadap masa pubertas, dan 15 siswa memiliki sikap negatif terhadap masa pubertas. Hasil wawancara menunjukkan tiga dari empat partisipan memiliki sikap yang rendah terhadap pubertas.

(9)

Abstract

This study aims to describe the attitude of deaf adolescent girl toward the puberty’s period. This study uses qualitative research methods and data collection techniques by

means of questionnaires and interviews. There were four participants which the criteria

are: deaf adolescent girls, 9-17years old, were obtained from attitude questionnaires

toward twenty-six deaf students in SLB-B Manunggal Slawi. The analysis technique

uses thematic analysis in the form of data reduction, data presentation, and drawing

conclusion. The result of the questionaires shows that there were 11 students who

have positive attitude toward puberty period and 15 students have negative attitude

toward puberty period. The result of the interview shows that there are three

participants among the four participants who have low attitude toward the puberty.

(10)

PENDAHULUAN

Setiap anak ketika memasuki masa remaja akan mengalami perubahan fisik yang sangat cepat. Masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia dua puluhan awal. Di masa ini terjadi perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang saling berkaitan (Papalia, 2009). Anak perempuan biasanya mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibandingkan dengan anak laki-laki. Salah satu perubahan fisik tersebut adalah proses reproduksi (proses melanjutkan keturunan) yang erat hubungannya dengan perubahan fisik yang lebih dikenal dengan istilah pubertas (Kuryadi, 2006).

Secara umum masa remaja ditandai dengan munculnya pubertas (puberty), proses yang pada akhirnya akan menghasilkan kematangan seksual. Masa pubertas dapat terjadi sejak usia 7 tahun pada anak perempuan dan sekitar 9 tahun pada anak laki-laki (Steinberg, 2002). Menurut Santrock (2011) sebagian besar anak laki-laki mulai pubertas di usia 10 tahun atau paling lambat usia 13½ tahun dan akhir masa pubertas paling awal terjadi pada usia 13 tahun atau paling lambat usia 17 tahun, dan bagi anak perempuan, menarche dikatakan normal jika muncul pada usia 9 hingga 15 tahun.

(11)

menstruasi. Pada laki-laki, LH menyebabkan pemisahan hormon testosteron dan androstenedion. Pubertas ditandai dalam dua tahap yaitu (1) pengaktifan kelenjar adrenal dan (2) kematangan orangan-orangan seks dalam beberapa tahun kemudian (Buck dalam Papalia, 2014).

Tahap pertama terjadi antara usia 6 dan 8 tahun, pada tahap ini kelenjar adrenal secara bertahap mengeluarkan peningkatan hormon androgen terutama dehidroepiandrosteron (DHEA). Diusia 10 tahun tingkat DHEA meningkat 10 kali

dibandingkan sebelumnya sehingga mempengaruhi rambut pubis, rambut ketiak, dan rambut-rambut halus di wajah, mempercepat pertumbuhan badan, kulit berminyak, dan bau badan (Rogol dalam Papalia, 2014).

Tahap kedua, sel telur perempuan mengeluarkan estrogen, yang merangsang pertumbuhan alat kelamin perempuan dan membentuk payudara serta pubis dan rambut ketiak, pada laki-laki juga meningkat dalam memproduksi androgen khususnya testosteron, yang merangsang pertumbuhan alat kelamin laki-laki, pertumbuhan otot, dan rambut di badan (Papalia, 2014).

(12)

hormon yang mendasari perubahan somatik menyebabkan meningkatnya minat dalam seks. Akhirnya perubahan hormonal dan perubahan fisik yang terjadi secara langsung mempengaruhi keadaan emosi, kognitif, dan sosial remaja tersebut.

Perubahan biologis saat pubertas memiliki efek langsung pada sikap remaja sehingga mempengaruhi bagaimana ia berperilaku dan perubahan biologis menyebabkan perubahan citra diri remaja, yaitu perubahan biologis saat pubertas mengubah penampilan remaja. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Christie & Viner (2005) pada umumnya remaja akan mengalami kebingungan saat terjadinya pubertas mengenai pertumbuhan yang dialaminya, perkembangan seksual yang dialaminya membuat remaja mengembangkan ketrampilan kognitif seperti berpikir abstrak, mengembangkan identitas seksual, interpersonal, serta mengembangkan tingkat emosional remaja tersebut.

Menurut Lestari & Prastiti (2008) walaupun pubertas merupakan peristiwa biologis, namun sarat dengan reaksi psikologis. Terjadinya pubertas pada remaja dapat menimbulkan emosi positif maupun negatif. Emosi positif mencakup bahagia, bangga, gembira, sedangkan emosi negatif mencakup malu, marah, takut, khawatir, terkejut, jengkel, dan bingung. Simmons & Blyth (1987) menunjukan dampak psikologis saat pubertas adalah salah satu pemicu stres yang dialami oleh remaja perempuan (tapi tidak terjadi pada anak laki-laki); pada remaja laki-laki ejakulasi pertama (spearmarche) tidak menyebabkan kecemasaan, malu, atau takut.

(13)

dibandingkan remaja laki-laki, resiko terbesar yang dialami adalah pengembangan citra diri yang buruk (Steinberg, 2002).

Banyak orang dewasa menganggap bahwa kemurungan remaja secara langsung terkait dengan perubahan hormonal saat pubertas ( Crockett & Petersen, 1987). Efek yang kuat terjadi di awal masa pubertas dimana hormon yang berhubungan dengan pubertas seperti testosteron, estrogen, dan berbagai adrenal androgen meningkat secara drastis di awal masa puberatas. Hal ini berhubungan dengan peningkatan iritabilitas, impulsif, agresi (remaja laki-laki), dan depresi (remaja perempuan), hormon yang naik-turun di masa awal pubertas mempengaruhi suasana hati remaja. Pada kehidupan sosial remaja, perkembangan organ reproduksi mendorong remaja melakukan hubungan sosial, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis (Dariyo, 2004).

Asumsi di masyarakat menyebutkan bahwa orang berkebutuhan khusus tidak memiliki perasaan seksual, kebutuhan/keinginan akan hasrat seksual, akibatnya banyak orang berkebutuhan khusus tidak menerima pendidikan seks, baik di rumah maupun di sekolah (Keshav & Huberman, 2006). Asumsi yang berkembang dalam masyarakat mengenai seksualitas pada orang yang mengalami keterbatasan bahwa (1) orang dengan keterbatasan mental/fisik tidak memiliki hasrat/keinginan untuk berhubungan seks, (2) orang dengan keterbatasan mental/fisik memiliki sifat kekanak-kanakan dan tergantung dengan orang di sekitarnya (Keshav & Huberman, 2006).

(14)

normal lainnya, dan situasi ini diperparah dengan adanya asumsi bahwa remaja berkebutuhan khusus tidak aktif secara seksual (Sagowawa, 2009).

Lake (2013) menyatakan remaja penyandang disabilitas seringkali dianggap rendah, dan ini menyebabkan mereka menjadi lebih rentan. Remaja dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Macam-macam remaja berkebutuhan khusus menurut Somantri (2006) adalah tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras. Tuna rungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2006) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu. Menurut Rostami (2014) remaja yang mengalami ketulian sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan sosial, emosi, dan kognitif penyandang tunarungu tersebut.

Pada masa pubertas remaja mengalami perubahan hormon yang sangat signifikan sehingga mengakibatkan perubahan biologis serta mempengaruhi perubahan remaja secara psikologis, dan fenomena yang ada tentang perubahan yang dialami remaja membentuk suatu sikap pada remaja tersebut. Thurstone (dalam Hudaniah dan Dayakisni, 2006) secara lebih spesfik menjelaskan sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.

(15)

dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mengekspresikan dengan obyek sikap, (b) aspek afektif, merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap, rasa senang merupakan hal yang positif sedangkan rasa tidak senang merupakan hal negatif. Komponen ini menunjukan ke arah sikap, yaitu positif dan negatif, (c) aspek konatif, merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap.

Hal ini sama dengan pendapat dari Azwar (1998), yang menyatakan bahwa sikap terdiri dari tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu: (a) aspek kognitif, berhubungan dengan gejala mengenai pikiran yang berupa apa yang menjadi wujud pengolahan, pengalaman, keyakinan, serta harapan individu tentang obyek tertentu, (b) aspek afektif, merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan perasaan yang mengandung masalah emosional, aspek emosional ini biasanya berakar paling dalam pada aspek sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin dapat merubah perilaku seseorang. Aspek ini terwujud karena adanya proses menyangkut perasaan tertentu seperti ketakutan, antipati yang ditunjukan ada obyek tertentu, (c) aspek konatif, atau perilaku dalam sikap menunjukan bagaimana kecenderungan seseorang di dalam berperilaku dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya.

(16)

saat sedang menstruasi. Siswi lain mengatakan bahwa ia mengalami kecemasan saat mengalami menstruasi pertamanya dan merasa takut saat mengalami menarche, saat ditanya mengapa merasa takut ia hanya menjawab takut, dan tidak tahu alasannya.Walaupun menarche adalah peristiwa biologis yang alamiah namun sarat dengan reaksi psikologis, karena kehadiran menarche begitu tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi sebelumnya, tidak seperti pertumbuhan payudara dan rambut pubis yang terjadi secara perlahan (Lestari & Prastiti, 2008) .

Penelitian sebelumnya mengenai “Depresion and Deaf Adolescents” yang dilakukan oleh Rostami (2014) menyatakan bahwa sebenarnya remaja tunarungu secara seksual memiliki perkembangan yang sama dengan remaja normal lainnya namun karena adanya keterbatasan dalam pendengarannya sehingga kurang memiliki informasi menyebabkan remaja tunarungu sering terlibat dalam seks yang tidak aman, sehingga banyak remaja tunarungu memiliki sikap negatif dalam perkembangan seksualnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan sikap remaja perempuan tunarungu terhadap masa pubertas.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

(17)

Partisipan

Partisipan dipilih dengan pendekatan purposif, yaitu menggunakan beberapa karakteristik atau kriteria tertentu (Poerwandari, 2005). Pemilihan partisipan didahului dengan pemberian kuesioner untuk mengetahui sikap siswa terhadap masa pubertas. Partisipan untuk pengisian kuesioner adalah siswa-siswi SLB-B Manunggal Slawi yang berusia 9-17 tahun.

Dari hasil pengisian kuesioner mengenai sikap pubertas yang diberikan pada dua puluh enam siswa, sebanyak lima belas siswa memiliki sikap yang negatif terhadap pubertas, dan sebelas siswa memiliki sikap positif terhadap pubertas. Setelah diketahui hasil dari pengisian kuesioner peneliti mengambil empat partisipan perempuan untuk wawancara. Pemilihan keempat partisipan didasarkan pada, keempatnya memiliki sikap yang negatif terhadap pubertas, dan direkomendasikan oleh pihak sekolah karena, keempatnya dapat berkomunikasi dengan orang baru.

Inisial Partisipan Usia Kelas

P.1 S F 15 Tahun V SDLB

P.2 R L 13 Tahun VI SDLB

P.3 A O P 12 Tahun VI SDLB

P.4 N K 12 Tahun V SDLB

Metode Pengumpulan Data

(18)

memberikan gambaran tentang penelitian sehingga dapat memberikan data tambahan untuk melakukan wawancara.

Alat ukur diberikan kepada siswa-siswi SLB Manuggal Slawi sebanyak 26 siswa tunarungu. Berdasarkan alat ukur sikap pubertas yang terdiri dari 30 aitem, diperoleh aitem gugur sebanyak 14 aitem dan terdapat 16 aitem yang dapat digunakan, karena memiliki koefisien aitem total korelasi > 0,25 (Azwar, 2012). Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha sebesar 0,920. Hal ini berarti kuesioner sikap remaja tuna rungu terhadap masa pubertas yang digunakan reliabel.

Metode penggalian data dalam penelitian ini ialah menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2012).

Analisis dan Uji Keabsahan Data

(19)

Selain itu, hal penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas penelitian kualitatif menggunakan triangulasi sumber, yaitu mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2012), triangulasi sumber dilakukan pada orang terdekat partisipan seperti orang tua, guru, dan ibu asrama.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil perhitungan kuesioner mengenai sikap remaja terhadap pubertas, penelitian ini menggunakan dua kategorisasi dengan menentukan lebar interval untuk mengetahui subjek mendapat angka “positif” atau “negatif”. Bardasarkan hasil perhitungan kuesioner dapat dilihat pada tabel 1 bahwa, terdapat 11 siswa pada kategori sikap yang positif sedangkan 15 siswa pada kategori sikap yang negatif. Skor yang diperoleh rata-rata 6,61 dimana siswa berada pada sikap yang negatif terhadap pubertas.

Tabel 1

Kategorisasi Sikap Terhadap Pubertas

Setelah dilakukan perhitungan kuesioner peneliti mengambil empat partisipan untuk diwawancara mengenai sikap terhadap pubertas. Hasil wawancara diperoleh tema-tema sikap, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif.

Kategori Skor Frekuensi Mean

Positif 9 ≤ x ≥ 16 11

Negatif 0 ≤ x ≤ 8 15 6,61

Total Sampel

(20)

Aspek Kognitif

Pada P1, kurang memiliki informasi mengenai pubertas, ia tidak mengerti mengapa wajahnya mulai berjerawat, dan tumbuh bulu-bulu halus di sekitar alat kelamin, walaupun ia kurang memiliki informasi tentang perubahan yang terjadi selama pubertas namun ia menyadari perubahan-perubahan yang terjadi selama pubertas, cara P1 mendapatkan informasi mengenai merawat kebersihan tubuhnya dengan melihat yang dilakukan kakak dan ibunya dalam menjaga kebersihan tubuh, seperti saat melihat ibunya menggunakan pembalut saat menstruasi.

“(Isyarat) sendiri lihat ibu sama kakak pake” (S.35-S.39)

P1 menyadari perubahan yang terjadi dalam pergaulannya dengan teman-temannya, ia mengaku bahwa ia lebih memiliki banyak teman dibandingkan sebelumnya, P1 sudah memahami lawan jenis yang menarik untuknya, menurutnya lawan jenis yang menarik adalah yang memiliki kulit putih. Menurut significant other P1, P1 memiliki teman laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan teman perempuannya, P1 juga tergabung dalam komunitas tunarungu melalui media sosial, dalam pergaulannya saat ini P1 terlihat lebih percaya diri dibandingkan sebelumnya yang kurang memiliki teman.

“,... beda dengan sekarang ya kalo sekarang dia itu cenderung rada keliatan

terlihat percaya diri” (SS.33-SS.36)

(21)

tubuhnya karena aktif bertanya kepada ibu dan keluarga lainya seperti tante dan neneknya, hal ini disampaikan oleh significant other P2 bahwa terkadang ia sulit untuk menjawab pertanyaan P2 mengenai perubahan yang dialaminya saat puberatas.

“Ya iya sering tanya-tanya ...” (SR.314)

“ ... kok bisa gini kenapa, aku nya yang pusing mba..”(SR.317-SR.318)

Terjadi perubahan dalam pergaulan P2 dengan teman-temannya setelah pubertas hal ini akui oleh orangtua P2 yang merasa P2 lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya dibanding belajar di rumah. Menurut P2 lawan jenis yang menarik baginya adalah yang memiliki badan yang tinggi dan memiliki kulit yang putih.

Sedangkan pada P3 ia mengakui kurang aktif dalam mencari informasi seperti bertanya ataupun membaca buku, ia tidak mengetahui istilah pubertas. Namun keluarganya memberikan informasi mengenai pubertas yaitu saat P3 mengalami menarche, ibu P3 menyuruhnya untuk menggunakan pembalut. P3 melihat kakaknya

menggunakan pembalut serta P3 mendapatkan informasi mengenai menjaga kebersihan dari iklan yang dilihatnya di televisi tentang sabun wajah yang dapat mengurangi jerawat.

Emm..di tv..tv..pake..(D2.40)

Kakak punya.. D pake..pake.. (mengunakan isyarat)”(D2.30)

(22)

kakak perempuannya yang memberikan informasi mengenai apa saja perubahan yang akan terjadi saat masa pubertas serta mengenai hal-hal yang boleh/tidak boleh dilakukan saat menstruasi. P4 memiliki pemahaman bahwa orang yang sudah pubertas adalah orang yang sudah dewasa, apabila perempuan sudah besar maka ia akan menstruasi.

Iya karna orang tua nya kan juga guru ya, bapak ibunya jadi sering kasih

info...(SN.103-SN.104).

Aspek Afektif

Pada P1 awalnya ia mengungkapkan merasa takut saat menstruasi pertamanya, ia takut saat melihat darah, namun setelah beberapa kali ia menstruasi ia merasa sudah biasa melihat darah saat menstruasi. P1 merasa malu karena memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan teman lainnya, ia juga merasa malu karena mulai tumbuhnya jerawat membuatnya sedikit tidak percaya diri.

“Dulu emen takut, sekarang biasa. (S.288)

“Iya malu, tidak suka” (S.270)

“Teman kecil..kecil aku..aku..besar..besar.., malu..” (S.290)

Namun ia juga senang karena merasa temannya lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya. Pergaulan P1 yang lebih luas dibandingkan sebelumnya terkadang membuat orangtua P1 melarangnya untuk bermain, saat orangtua P1 melarangnya untuk bermain, P1 merasa marah kepada orang tuanya.

(23)

saat ini P2 memiliki teman yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya, namun saat ini ia malu ketika bertemu dengan orang yang disukainya, sebelum mengalami pubertas ia merasa dapat bergaul dengan baik, namun setelah ia pubertas ia merasa malu jika bertemu dengan orang yang disukainya karena tidak percaya diri saat bertemu.

“(diam sejenak) cowo..cowo..bisa ngomong..R tidak.. “(R3.60)

P2 merasa marah ketika kakaknya mengomentari wajahnya yang lebih berminyak dibandingkan sebelumnya.

P3 merasa malu saat muncul jerawat di wajahnya dan munculnya bulu-bulu halus di sekitar alat kelaminnya. Saat menarche P3 dan P4 merasa takut karena melihat darah namun setelah berapa kali mengalami menstruasi sudah biasa dengan hal tersebut.

“Merah.. takut”(D.132)

.“Takut..merah..jijik..” (N.9)

P4 merasa senang bahwa dirinya sudah pubertas ia merasa bahwa sekarang ia sudah menjadi besar, namun terkadang ia merasa malu pada saat ia berkeringat lebih banyak, ia merasa malu jika temannya mencium bau dari keringatnya

Biar tidak bau.. malu.. “ (N.135).

Aspek Konatif

(24)

rajin mengganti pembalut saat sedang menstruasi, menurut gurunya P1 terlihat lebih rapi dibandingkan sebelumnya dan terlihat percaya diri dalam pergaulannya dengan teman-temannya.

“..., beda dengan sekarang ya kalo sekarang dia itu cenderung rada keliatan

terlihat percaya diri”(SS.33-SS.36)

Pada P2 walaupun ia kurang aktif dalam membaca mengenai info tentang pubertas namun diungkapkan oleh ibunya P2 selalu bertanya tentang pubertas kepada ibu dan saudara-saudara perempuannya. P2 juga menyadari perubahan bentuk payudaranya yang semakin besar sehingga membuatnya menyadari harus menggunakan bra. Ia juga menggunakan deodorant karena merasa ia lebih berkeringat dibandingkan sebelumnya. Terjadi perubahan penampilan yang diungkapkan oleh ibu P2, bahwa saat ini P2 lebih suka mencoba untuk berdandan saat ada orang yang disukai oleh P2. P2 juga menjaga kebersihan alat kelaminnya saat sedang menstruasi ia sering mengganti pembalut supaya tidak bocor. Ia juga menggunakan sabun wajah untuk mengurangi minyak pada wajahnya.

“Iya sering ganti yang penting gak sampe tembus aja, ...” (SR.90-SR.91)

P3 mendapatkan informasi mengenai pubertas yang diberikan oleh ibunya P3 dapat menjaga kebersihan tubuhnya dengan mandi dan mengganti pakaian dengan terartur. Ia juga sering menganti pembalut saat sedang menstruasi ia menyadari perubahan pada payudaranya yang semakin besar namun ia belum menggunakan bra karena ia merasa tidak nyaman saat menggunakannya.

“Malu..gak enak”(D.142)

(25)

yang mengungkapkan bahwa P3 lebih sering berdandan saat ke sekolah, P3 menggunakan lipstick dan terlihat lebih rapi.

“Eem.. pakai bedak kadang juga pakai lipstick, ...” (SD.28-SD.29)

Pada P4 ia dapat merawat kebersihan tubuh dan sekitar alat kelaminnya karena informasi yang diberikan dari keluarganya. P4 menjaga kebersihan tubuhnya dengan teratur mandi dan mengganti pakaiannya. P4 juga menggunakan deodorant karena menyadari ia lebih berkeringat. Saat P4 menstruasi dan merasa sakit perut ia akan meminum obat untuk mengurangi rasa sakitnya. Ia juga menyadari penggunaan bra setelah menstruasi. Menurut ibu asrama P4 lebih terlihat selektif dalam berpakaian

“balik sandang” P4 terlihat tidak mau memakai baju yang sudah jelek atau pudar

warnanya.

“Sendiri.. ibu ngomong pake.. kakak juga pake..” (penggunaan

bra)(N.91-N.92)

... sekarang kan bajunya aja udah berubah pakeane kalo udah jelek sedikit

kan udah gak mau kalo cara bahasa jawanya itu balik sandang” (SN.42-SN.45).

PEMBAHASAN

(26)

khususnya perubahan secara fisik. Keempat partisipan tidak memahami mengapa timbul jerawat di sekitar wajah dan mulai tumbuhnya bulu pubis.

Menurut Rembeck, dkk (2006) informasi yang diberikan oleh orang dewasa merupakan bagian yang penting untuk menjamin remaja mendapatkan informasi yang benar dan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada remaja. Pada P1 dan P3 keduanya kurang mendapatkan informasi dari keluarga mengenai perubahan yang terjadi selama pubertas, keduanya hanya mendapatkan informasi mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan tubuh selama pubertas, yang didapatnya dengan melihat orang di sekitarnya seperti melihat ibu dan kakak perempuannya saat menggunakan pembalut dan menjaga kebersihan wajahnya dengan melihat iklan pembersih wajah di televisi.

Pada P2 ia mendapatkan informasi mengenai perubahan fisik yang terjadi selama pubertas kepada ibunya. Survei yang dilakukan oleh Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey (IYARSH) pada tahun 2002-2003 (dalam AlDeen dan

Nasser, 2010) menyebutkan 70% remaja perempuan bercerita kepada ibunya mengenai pubertas dan menarche, namun P2 sering tidak mendapatkan informasi yang sesuai karena ibu P2 kurang memiliki informasi mengenai pubertas, seperti yang dikatakan oleh ibu P2 terkadang ia sulit menjawab pertanyaan dari P2 tentang perubahan fisik yang terjadi selama pubertas.

(27)

P4 memahami perubahan fisik yang akan terjadi selama masa pubertas berlangsung, ia juga mendapatkan informasi mengenai pubertas bukan hanya dari ibunya saja namun seluruh keluarganya memberikan informasi dan pengertian mengenai apa saja yang akan terjadi selama pubertas.

Ayah P4 memberikan informasi apabila P4 sudah menstruasi, tandanya P4 sudah besar dan akan terjadi banyak perubahan yang nantinya akan dialami, misalnya setiap bulannya P4 akan mengalami menstruasi dan harus menjaga kebersihannya. Ibu dan kakak perempuan P4 menyarankan agar P4 mengunakan bra dan memberi informasi mengapa ia harus mengunakan bra.

Kurangnya informasi mengenai puberatas pada remaja dapat menyebabkan remaja memiliki perasaan yang negatif selama masa pubertas. Menurut Dewi dan Kamidiah (2012) jika remaja pubertas tidak diberitahu atau secara psikologis tidak dipersiapkan tentang perubahan fisik dan psikologis yang dialaminya maka pengalaman akan perubahan tersebut dapat merupakan pengalaman yang traumatis, akibatnya remaja cenderung mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap perubahan sikap selama pubertas.

Ninawati dan Kuryadi (2006) menyatakan menarche sebagai suatu perubahan pada anak perempuan menyangkut aspek fisik dan psikis, yang menyebabkan bermacam konsekuensi psikologis, adanya perasaan negatif dan positif. Pada keempat partisipan, keempatnya menyatakan merasa jijik dan takut saat mengalami menarche, keempatnya merasa jijik saat melihat darah dan merasa tidak nyaman

(28)

Menurut Vasta, dkk (dalam Ninawati & Kuryadi, 2006), apabila seorang anak perempuan secara psikologis tidak mempersiapkan diri menghadapi menarche, karena kurangnya informasi mengenai menarche, maka kurangnya informasi akan menyebabkan perasaan negatif apabila menarche terjadi. Pada P1, P2, dan P3; ketiganya tidak memiliki informasi mengenai menarche karena tidak mendapatkan informasi yang benar dari orang dewasa disekitarnya. Menurut Paludi (dalam Ninawati & Kuryadi, 2006) kurang dari dua puluh persen dari anak perempuan hanya menggunakan istilah negatif, seperti rasa takut, terganggu, dan kecewa ketika diminta untuk menggambarkan reaksi terhadap menarche.

Pada P2 dan P3 pubertas adalah hal yang membuatnya merasa “kotor” karena mulai tumbuhnya bulu-bulu halus di sekitar ketiak maupun bulu pubis yang mulai tumbuh, tumbuhnya jerawat, wajah yang lebih berminyak dan saat menstruasi ia merasa perubahan yang terjadi saat pubertas adalah hal yang tidak bisa ia kontrol sehingga ia merasa malu dengan perubahan yang terjadi. Sama halnya yang dinyatakan oleh Rembeck (2006), remaja menghadapi hygienic crisis dimana remaja meningkatkan kebersihannya karena menstruasi dan perubahan fisiologis yang terjadi.

(29)

dukungan dari ibunya yang menyatakan jika ia sudah menstruasi tandanya P4 sudah besar, membuat P4 merasa bangga karena dirinya sudah besar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari wawancara dan analisis data yang telah dilakukan peneliti memperoleh data, yaitu tiga dari empat partisipan wawancara remaja perempuan tunarungu memiliki sikap yang negatif terhadap masa pubertas, yang dipengaruhi kurangnya informasi yang dimiliki oleh partisipan. Pada P1, P2, dan P3 ketiganya kurang memiliki informasi mengenai perubahan yang terjadi selama masa pubertas sehingga ketiganya merasa khawatir atau takut serta malu saat terjadi perubahan pada fisiknya. P1 merasa malu bahwa setelah pubertas tubuhnya berkembang dengan cepat sehingga membuatnya terlihat lebih besar dibandingkan dengan teman-teman lainnya.

Pada P2 ia memiliki perasaan yang negatif mengenai menstruasi dan tumbuhnya bulu halus pada ketiak serta tumbuhnya bulu pubis, membuatnya merasa kotor dan merasa tidak dapat mengendalikan perubahan yang terjadi akibat pubertas. Pada P3 ia merasa malu dengan wajahnya yang berjerawat dan berminyak dibandingkan sebelumnya sehingga membuatnya marah saat ada temannya yang mengejeknya. Pada P4 ia menunjukan sikap yang positif karena memaknai pubertas sebagai dirinya yang sudah besar dan bukan anak-anak lagi.

(30)

kebersihan tubuh. Dalam penelitian ini juga diungkapkan adanya perubahan pergaulan dan penampilan pada keempat partisipan setelah pubertas .Pada P1, ia lebih banyak memiliki teman yang dikenalnya melalui media sosial, lalu pada P2 dan P3 keduanya sering terlihat berdandan saat ke sekolah walaupun pihak sekolah tidak memperbolehkan siswa nya berdandan. Pada P3 masih sering terlihat menggunakan lipstick saat berangkat ke sekolah, sedangkan pada P4 ia terlihat lebih selektif dalam

berpakaian.

Saran

a. Bagi remaja tuna rungu, diharapkan aktif dalam mencari informasi mengenai pubertas, baik dengan bertanya kepada orang dewasa maupun mencari informasi dari buku bacaan mengenai pubertas.

b. Bagi pihak sekolah, diharapkan ikut aktif membantu memberikan informasi mengenai pubertas dengan cara memberikan pendidikan seks secara berkala.

c. Bagi keluarga, diharapkan aktif dalam memberikan informasi dan dukungan berkaitan perubahan yang di alami remaja, supaya tidak terjadi kebingungan pada remaja.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

AlDeen dan Nasser. (2010). Information, Beliefs and Attitudes towards Menarche in a Sample of Adolescent Student Girls in Baghdad City.Iraqi J.Comm.Med. April 2010.

Azwar, S. (1998). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Sikap Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Batubara, J. R. L. (2010). Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Vol. 12. Development:Finding from the Early Adolescence Study. New Jersey: Lawrance Erlbaum Associates,Inc.

Dariyo, Agus. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia. Dayakisni, Tri dan Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Dewi, A.C., & Kamidiah. (2012). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan Upaya Mempersiapkan MasaPubertas Pada Anak. GASTER.Vol.9, No.2, Agustus 2012.

Keshav & Huberman, (2006). Sex Education for Physically, Emotionally, and Mentally Challenged Youth. Advocates for Youth. April 2006.

Kuryadi. (2006). Hubungan Antara Sikap Terhadap Menstruasi dan Kecemasan terhadap Menarche. Vol.4 No.1, Juni 2006.

Lake. A. (2013). Anak Penyandang Disabilitas. UNICEF. Mei 2013.

Lestari & Prastitis. (2008). Makna Menarche dan Pengalaman Psikologis yang Menyertainya. Arkhe. Vol.13.No.1. April 2008.

Papalia, D.E., & Feldman, R.D. (2014). Menyelami Perkembangan Manusia: Jakarta. Salemba Humanika.

Papalia, D.E, Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia). Jakarta: Salemba Humanika.

(32)

Rembeck, dkk. (2006). Attitudes and feelings towards menstruation and womanhood in girls at menarche. Acta Pediatrica. Vol. 95. 2006.

Rostami. M. (2014) Depresion and Deaf Adolescents: A review.Irian Rehabilitation Journal. Vol 12, No. 19, Maret 2014.

Sagowawa. (2009). Sexual Practice of Deaf and Hearing Secondary School Students in Ibadan, Nigeria. Annals of Ibadan Postgraduate Medicine. Vol.7 No.1, Juni 2009.

Santrock, John W. (2012). Life Span Development.13 th ed. Erlangga.

Simmons & Blyth. (1987). The Impact of Cumulative Change in Early Adolescents. Diakses pada tanggal 1 Juli 2015 dari http://www.jstor.org/stable/1130616.

Somantri, T.S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: P.Refika Aditama. Steinberg. L. (2002). Adolescents. Boston: Mc Graw-Hill.

Sugiyono.( 2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Kategorisasi Sikap Terhadap PubertasTabel 1

Referensi

Dokumen terkait

konsumsi jenis lemak dan karbohidrat dengan status gizi pada remaja. perempuan di pulau

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh kompensasi eksekutif dan corporate governance (jumlah dewan direksi, proporsi komisaris independen, keragaman gender

Demikian pula Demokrasi Terpimpin, demikian pula Ekonomi Terpimpin, demikian pula discipline nasional etc.-etc., kemudian se - sudah bidang mentaal, Saudara

Kesimpulan dari hasil uji validitas dan reliabilitas ini menunjukkan bahwa skala-skala yang ada dalam penelitian ini telah memenuhi syarat sebagai alat ukur yang digunakan

Menurut Andersone dan Ievins (2002) penurunan aktivitas PPO menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas morfogenik. Artinya praperlakuan cekaman manitol 0,4 M selama

Untuk nilai kekerasan sesuai standart keamanan 68 – 105

Berdasarkan beberapa kriteria dari para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan media ada beberapa hal yang perlu diperhatian, yaitu: aspek kesesuaian

Kedua, dengan mempertimbangkan banyaknya kerugian yang diakibatkan dari hackers, virus dan worms, serta adanya ancaman dari pencurian secara fisik baik dari dalam maupun dari