• Tidak ada hasil yang ditemukan

KULTUR SEKOLAH DI SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KULTUR SEKOLAH DI SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA."

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

KULTUR SEKOLAH DI SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Annisa Fatturahmi Wiji Astiti NIM 12110241039

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia,

wajiblah ia memiliki ilmunya dan barang siapa yang ingin (selamat dan

berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula dan barangsiapa

yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula"

(6)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kehadirat-Nya yang telah memberikan nikmat serta anugerah-Nya, karya ini saya persembahkan untuk :

(7)

KULTUR SEKOLAH DI SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA

Oleh

Annisa Fatturahmi Wiji Astiti NIM 12110241039

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kultur sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Deskripsi tersebut terkait dengan gambaran kultur fisik dan non-fisik, serta program-program sekolah dalam meningkatkan kultur sekolah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru, karyawan dan siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta dengan objek penelitian meliputi artefak fisik dan non-fisik. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles and Huberman meliputi reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Adapun keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kultur sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta meliputi: (1) Artefak fisik yang dimiliki oleh SMA Negeri 5 Yogyakarta telah menggambarkan kultur positif, dan tercermin telah membudayakan nilai-nilai kebersihan, kerapian dan kedisiplinan (2) Artefak non- fisik juga telah menggambarkan kultur positif. SMA Negeri 5 Yogyakarta telah membudayakan nilai-nilai kebersihan yang sudah dibiasakan kepada warga sekolah antara lain melalui program Jumat bersih dan SEMUTLIS, (3) Nilai disiplin yang di pedomani oleh buku tata tertib dengan tegas dan jelas, (4) Nilai gemar membaca dengan menyediakan buku-buku yang menarik bagi siswa dan pemberian reward bagi siswa yang sering berkunjung dan sering meminjam, (5) Nilai religius dengan menerapkan ajaran agamis di lingkungan sekolah dan merayakan hari besar agama untuk semua agama yang dianut oleh siswa, (6) Nilai prestasi dengan mengikutsertakan siswa dalam kegiatan perlombaan dalam dan luar negeri. Adapun interaksi warga sekolah terlihat akrab, SMA Negeri 5 Yogyakarta memiliki program pagi simpati untuk mengakrabkan para siswa, baik sesama siswa ataupun dengan para guru. Warga sekolah SMA Negeri 5 Yogyakarta mempunyai rasa bangga terhadap sekolah.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis masih diberikan kesempatan, kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan proses penyusunan skripsi yang berjudul “Kultur Sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta” ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memenuhi gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas segala kebijakan dan kebijaksanaanya memberikan kemudahan dalam kegiatan penyusunan belajar di kampus.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, yang telah memberi semangat dan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik.

5. Drs. Petrus Priyoyuwono, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah membimbing akademik dari awal hingga akhir proses studi.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan pengalaman serta ilmu yang bermanfaat.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori... 11

1. Aspek-Aspek Kebijakan Pendidikan ... 12

2. Program Sekolah ... 15

3. Kultur Sekolah ... 16

a. Pengertian Kultur ... 16

b. Identifikasi Kultur Sekolah ... 19

c. Karakteristik Kultur Sekolah ... 22

d. Unsur-Unsur Kultur Sekolah ... 24

e. Peran Kultur Sekolah ... 26

f. Langkah-Langkah Kultur Sekolah ... 27

B. Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir... 31

D. Pertanyaan Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 34

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data... 35

(11)

B. Pembahasan... 90

C. Keterbatasan Penelitian ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN ... 103

2. Wawancara... 35

3. Dokumentasi ... 36

4. Triangulasi Data ... 36

E. Instrumen Penelitian ... 37

1. Pedoman Observasi... 37

2. Pedoman Wawancara ... 37

3. Pedoman Dokumentasi ... 38

F. Teknik Analisis Data... 38

1. Reduksi Data (Data Reduction) ... 39

2. Penyajian Data (Data Display) ... 39

3. Verifikasi (Clonclusing Drawing) ... 39

G. Keabsahan Data... 40

1. Triangulasi Sumber ... 40

2. Triangulasi Teknik ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Gambaran Umum SMA Negeri 5 Yogyakarta ... 42

a. Sejarah Sekolah ... 42

b. Visi dan Misi Sekolah ... 43

c. Pedoman Sekolah ... 45

d. Keadaan Tenaga Kependidikan... 46

e. Keadaan Tenaga Pendidik ... 47

f. Keadaan Peserta Didik ... 47

g. Struktur Organisasi... 50

2. Data Hasil Penelitian ... 51

a. Gambaran Kultur Fisik Sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ... 51

b. Gambaran Kultur Non-fisik Sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ... 60

(12)

DAFTAR BAGAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Peserta Didik Berdasarkan Tingkat dan Jenis Kelamin

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lapisan-lapisan kultur sekolah ... 21

Gambar 2. Suasana gerbang sekolah... 110

Gambar 3. Pos satpam ... 110

Gambar 4. Halaman sekolah ... 110

Gambar 5. Parkiran sepeda ... 110

Gambar 6. Ruang kepala sekolah ... 111

Gambar 7. Ruang guru ... 111

Gambar 8. Ruang tata usaha... 111

Gambar 9. Ruang kelas ... 111

Gambar 10. Ruang wakil kepala ... 112

Gambar 11. Ruang UKS ... 112

Gambar 12. Ruang kamar mandi ... 112

Gambar 13. Gudang ... 112

Gambar 14. Ruang bimbingan konseling... 113

Gambar 15. Ruang perpustakaan ... 113

Gambar 16. Kantin ... 113

Gambar 17. Masjid ... 113

Gambar 18. Pagi simpati ... 114

Gambar 19. Slogan ... 114

Gambar 20. Piala prestasi... 114

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Catatan Lapangan ... 104

Lampiran 2. Foto Terkait Kultur... 110

Lampiran 3. Tabel Keterangan Koding... 115

Lampiran 4. Transkip Wawancara ... 118

Lampiran 5. Tata Tertib Siswa... 150

Lampiran 6. Kode Etik SMA Negeri 5 Yogyakarta... 166

Lampiran 7. Surat Permohonan Izin Observasi dari Fakultas Ilmu Pendidikan UNY ... 168

Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan UNY ... 169

Lampiran 9. Surat Izin Melakukan Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 170

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap sekolah memiliki serangkaian atau seperangkat keyakinan, nilai, norma dan kebiasaan yang menjadi ciri khasnya dan senantiasa di sosialisasikan dan ditransmisikan melalui berbagai media. Proses tersebut telah membentuk suatu iklim budaya tertentu dalam lingkungan sekolah yang dikenal sebagai kultur sekolah.

Pada prinsipnya kultur sekolah sudah diperkuat dalam Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 bahwa pendidikan berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Sekolah telah mengembangkan dan membangun suatu kepribadian yang unik bagi para warganya. Kepribadian ini, atau budaya ini, dimanifestasikan dalam bentuk sikap mental, norma-norma sosial, dan pola perilaku warga sekolah. Namun, sekolah belum secara optimal menerapkan kultur sekolah disetiap sendi-sendi kegiatan pembelajaran.

(17)

Dalam pengembangan budaya sekolah para guru dan karyawan serta siswa pun harus segera menyesuaikan diri. Mereka dengan sadar dan spontan mengikuti nilai, norma, kebiasaan harapan dan cara-cara yang berlaku sekolah. Pada saat memulai pembelajaran, para guru pun mulai melakukan kegiatan dengan serangkaian kegiatan seperti berdoa,menyapa keadaan siswa, menanyakan dan mendengarkan apa saja yang menjadi harapan para siswa. Namun pada kenyataannya belum semua guru paham terhadap kultur sekolah yang baik, guru akan cenderung memulai kegiatan proses pembelajaran dengan keadaan siswa yang bervariasi dengan serangkaian kegiatan dan aturan yang ditetapkan oleh guru.

Terbentuknya budaya sekolah tidak terlepas dari kepemimpinan kepala sekolah. Menurut Marhawati (2012) kepala sekolah harus menyadari bahwa budaya sekolah yang ada saat ini tidak lepas dari gaya kepemimpinannya. Perubahan budaya sekolah yang lebih sehat harus dimulai dari gaya kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini akan efektif apabila 1) kepala sekolah dapat berperan sebagai model (teladan), 2) mampu membangun team work yang kuat, 3) belajar dari guru,staff dan siswa, dan 4) harus memahami kebiasaan yang baik di sekolah untuk terus dikembangkan. Perbaikan sekolah membutuhkan dasar kultur dan perilaku

(18)

Budaya sekolah dibentuk dalam jaringan yang sifatnya formal. Serangkaian nilai, norma, dan aturan ditentukan dan ditetapkan pihak sekolah sebagai panduan bagi warga sekolah dalam berikir, bersikap, dan bertindak. Dalam perkembangannya, secara perlahan budaya sekolah ini akan tertanam melalui jaringan kultural yang informal, karena sudah menjadi trade mark sekolah yang bersangkutan. Siapa pun yang masuk ke dalam wilayah sekolah, mereka akan dan harus menyesuaikan diri dengan budaya yang berlaku di dalamnya. Kepala sekolah,guru, karyawan, dan siswa pada umumnya banyak berperan dalam jaringan ini (Darmiyati Zuchdi, 2011:134).

Kultur yang mendukung peningkatan prestasi adalah pola dasar asumsi, sistem nilai-keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan serta berbagai bentuk produk di sekolah yang akan mendorong semua warga sekolah untuk bekerjasama yang didasarkan saling percaya mempercayai, mengundang partisipasi seluruh warga, mendorong munculnya gagasan- gagasan baru dan memberikan kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan sekolah (Zamroni, 2007:241).

(19)

memerlukan usaha mengubah kondisi dan perilaku sekolah,dimensi kultural menjadi sangat sentral. (Farida Hanum, 2013: 197)

Upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sekolah, sekurang- kurangnya terdapat lima aspek pokok yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) proses belajar mengajar, 2) kepemimpinan sekolah, 3) manajemen sekolah, 4) sarana dan prasarana, dan 5) kultur sekolah (Depdikbud, 1999:10). Dalam empat aspek utama yang telah disebutkan tadi sudah menjadi fokus utama dalam peningkatan kualitas sekolah namun kultur sekolah belum menjadi pokok penting dalam menyempurnakan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sekolah.

Perbaikan sekolah dipengaruhi oleh tujuan bersama (shared goals), tanggung jawab akan kesuksesan (responsibility for success), kolegial

(collegiality), perbaikan terus-menerus (continous improvement),

pembelajaran sepanjang waktu (life long learning), mengambil resiko (risk

tasking), dukungan (support), saling menghormati (mutual respect),

keterbukaan (openness), perayaan dan humor (celebration and humor)

(Farida Hanum, 2010 dalam Ariefa Efianingrum, 2013).

(20)

kebudayaan pada generasi baru dan karena itu harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum (Nasution,1999 : 64).

Timbulnya sub-kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian yang cukup besar dari waktu murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Timbulnya kebudayaan sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak dengan meyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah itu. (Nasution,1999 : 64).

Dalam melaksanakan kurikulum dan ekstra-kurikulum berkembang sejumlah pola kelakuan yang khas bagi sekolah yang berbeda dengan yang terdapat pada kelompok-kelompok lain dalam masyarakat. Tiap kebudayaan mengandung bentuk kelakuan yang diharapkan dari anggotanya. Di sekolah diharapkan bentuk kelakuan tertentu dari semua murid dan guru. Norma ini nyata dalam kelakuan anak dan guru,dalam peraturan-peraturan sekolah, dalam tindakan dan hukuman terhadap pelanggaran, juga dalam berbagai kegiatan seperti upacara-upacara. (Nasution,1999 : 64).

(21)

memberikan kesadaran akan sebuah budaya yang sangat penting dalam perubahan perbaikan sekolah.

SMA Negeri 5 Yogyakarta atau juga dikenal dengan nama “Puspanegara” yang memiliki tugas suci “Trus Hakarya Ruming Praja”

(22)

lingkungan sekolah ini memiliki slogan-slogan yang tertempel pada dinding sekolah, adanya tempat sampah yang berada disetiap kelas maupun ruangan, adanya tempat penyimpanan sepatu seperti tempat tertentu seperti di Aula. Upaya-upaya ini dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan kedisiplinan bagi siswa maupun guru dalam beraktivitas sehari-hari. Namun, pada kenyataannya masih ditemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perilaku disiplin, khususnya siswa yang belum menyadari sepenuhnya tentang nilai kebersihan maupun kedisiplinan di lingkungan sekolah.

Melalui uraian latar belakang di atas, maka perlu adanya upaya pengamatan lebih lanjut dan lebih dalam sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kultur Sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Belum banyak guru yang paham tentang konsep kultur sekolah dan manfaatnya dalam proses belajar mengajar.

2. Sebagian besar sekolah kurang memprioritaskan kebijakan pengembangan kultur sekolah yang positif di lingkungan sekolah. 3. Kebijakan dan program pengembangan kultur sekolah belum banyak

(23)

4. Kultur sekolah yang positif dari sekolah yang berkualitas belum banyak terinformasikan kepada seluruh masyarakat luar khususnya pada warga sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti memfokuskan pada “Artifak Fisik dan Artifak Non Fisik serta Program-program dalam Meningkatkan Kultur Sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan diatas maka pada penelitian ini dirumusakan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran kultur fisik sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ?

2. Bagaimanakah gambaran kultur non fisik sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ?

3. Program-program apakah yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan kultur sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(24)

2. Untuk mendeskripsikan kultur non fisik sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui program-program yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan kultur sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat, diantaranya :

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk kajian study budaya sekolah, khususnya pada mata kuliah Kultur sekolah.

2. Secara Praktis a. Bagi Sekolah :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah terutama kepada Kepala sekolah, guru, dan para staff untuk dapat memahami karakteristik kultur sekolah mereka dan dapat menciptakan kondisi sekolah yang baik.

b. Bagi Guru :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan guru dan sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang positif dalam

(25)

c. Bagi siswa :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat para siswa dapat belajar dengan kondusif serta nyaman dan dapat mengaplikasikan kultur sekolah positif di setiap pembelajaran di sekolah.

d. Bagi Dinas Pendidikan :

Memberikan informasi tentang pengembangan budaya sekolah yang telah diterapkan SMA Negeri 5 Yogyakarta dan sebagai pembuat kebijakan pada sekolah lainnya dalam pengembangan

(26)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebijakan Pendidikan

a. Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan termasuk dalam kebijakan publik yang dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi (HAR Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 141).

(27)

kebijakan pendiidkan merupakan salah satu input yang paling penting dalam perumusan visi dan misi pendidikan.

Arif Rohman (2001: 61) mengatakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur khusus regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan. Selain itu Arif Rohman (2014: 108) berpendapat bahwa kebijakan pendidikan dibuat berdasarkan permasalahan yang harus mendapat suatu penyelesaian. Kebijakan pendidikan dalam perumusannya akan mempertimbangkan beberapa komponen diantaranya tujuan, rencana program, keputusan serta terakhir adalah dampak.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan merupakan hasil dari perumusan proses pendidikan untuk memberi peraturan dalam perilaku bidang pendidikan sehingga dapat memberikan manfaat pada kehidupan masyarakat.

b. Aspek-Aspek Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan mempunyai beberapa aspek yang meliputi ;

(28)

itu , kebijakan pendidikan merupakan penjabaran dari visi dan misi dari pendidikan dalam masyarakat tertentu.

2) Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan,perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi. 3) Kebijakan pendidikan harus mempunyai validitas dalam

perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu.

4) Keterbukaan (openness) dalam hal ini pendidikan merupakan milik masyarakat maka suara msyarakat dalam berbagai tingkat perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan perlu mendengar suara atau saran-saran dari masyarakat.

5) Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan bukanlah suatu yang abstrak tetapi yang dapat di implementasikan, dengan demikian suatu kebijakan pendidikan akan terus berkembang memperbaiki diri dalam suatu siklus yang terus-menerus.

(29)

7) Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik dan pada terbentuknya para intelektual organik yang menjadi agen-agen pembaharuan dalam masyarakatnya, dalam masyarakat bangsanya dan bukan dalam masyarakat sektarial.

8) Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis. Jadi, kebijakan pendidikan haruslah memfasilitais dialog dan interaksi dari peserta didik dan pendidik, peserta didik dengan masyarakatnya, peserta didik dengan negaranya dan pada akhirnya peserta didik dengan kemanusian global. 9) Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi

pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan pendidikan merupakan hal yang dinamis yang terus menerus berubah namun terarah dengan jelas.

10) Kebijakan pendidikan berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan bukan semata-mata berupa rumusan verbal mengenai tingkah laku dalam pelaksanaan praktis pendidikan. 11) Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan

(30)

12) Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intusiis atau kebijaksanaan yang irasional. Kebijakan pendidikan merupakan hasil olahan rasional dari berbagai alternatif dengan mengambil keputusan yang dianggap paling efisien dan efektif dengan memperhitungkan berbagai jenis resiko serta jalan keluar pemecahan masalahnya.

13) Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikannya tetap. Kebijakan pendidikan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta didik.

14) Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik dan bukan kepuasan birokrat. Pendidikan seyogyanya dikelola oleh para profesional yang mengerti mengenai hakikat pendidikan.

2. Program Sekolah

a. Pengertian Program Sekolah

Program sekolah merupakan proses perencanaan atas semua hal, untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini, program kerja sekolah disesuaikan dengan kekhasan kondisi, potensi daerah, sosial budaya masyarakat, potensi sekolah, dan kebutuhan peserta didik.

(31)

yang telah ditentukan oleh suatu organisasi. Program ini akan menjadi pegangan bagi organisasi dalam menjalankan rutinitas roda organisasi serta untuk mewujudkan cita-cita organisasi.

Program kerja dalam pendidikan menurut Piet A. Sahertian, 1994 :46 (dalam Hamdillah, 2013) adalah lebih dikenal dengan Rencana Kerja Sekolah (RKS) yang didalamnya memuat kegiatan- kegiatan sekolah secara sistematis dan terarah untuk rentang waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa program sekolah merupakan suatu rencana kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi atau lembaga yang disusun secara terarah, sistematis dan terpadu sesuai dengan rentang waktu yang telah ditentukan untuk mewujudkan cita-cita organisasi tersebut. 3. Kultur Sekolah

a. Pengertian Kultur

(32)

kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua produk lain dari karya serta pemikiran manusia yang mendirikan suatu masyarakat atau produk yang ditransmisikan bersama.

Kultur juga dapat disimpulkan sebagai pandangan hidup (way

of life) yang dapat berupa nilai-nilai, norma, kebiasaan, hasil karya,

pengalaman, dan tradisi yang mengakar di suatu masyarakat dan memengaruhi sikap dan perilaku setiap orang atau masyarakat tertentu (Aan Komariah & Cepi Triatna, 2008: 98).

Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan, dan perilaku orang-orang yang berada di dalamnya (Aan Komariah & Cepi Triatna, 2008: 101). Beberapa pengertian tentang kultur sekolah yang diberikan oleh para ahli antara lain sebagai berikut (Farida Hanum (2013: 195) :

1) Menurut Deal dan Kent (1999: 26) mendefinisikan kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga masyarakat (sekolah).

(33)

dipegang oleh anggota sekolah, yang akan menjaga kebersamaan unit dan memeberikan identitas yang berbeda. 3) Schein (1992) kultur sekolah adalah suatu pola asumsi dasar

hasil invensi, penemuan atau pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil baik serta dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut.

4) Stolp dan Smith (1995) budaya sekolah adalah pola makna yang terdiri dari norma-norma, niai-nilai dan kepercayaan, tradisi dan mitos yang dipahami oleh anggota-anggota dalam komunitas sekolah.

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kultur sekolah memiliki unsur-unsur yang terdiri dari nilai-nilai, simbol- simbol serta ritual-ritual yang dipegang oleh warga sekolah yang kemudian mengarah pada bagaimana mereka berperilaku serta menjadi karakteristik pada suatu sekolah. Kultur sekolah merupakan tindakan sebagai hasil kesepakatan bersama yang melahirkan komitmen yang dibangun oleh semua warga sekolah.

(34)

atau duka. Kultur sekolah dapat membentuk seseorang patuh terhadap peraturan dan menciptakan kebiasaan baru yang positif melalui upaya disiplin yang di tegakkan sekolah. Ini berarti bahwa kultur merupakan atribut atau peraturan-peraturan yang dirancang sesuai dengan keinginan bersama untuk dipatuhi. (Aan Komariah & Cepi Triatna, 2008: 123).

Setiap sekolah memiliki keunikan kulturnya sendiri-sendiri yang melekat dalam ritual-ritual dan tradisi-tradisi sejarah dan pengalaman sekolah, dengan adanya kultur sekolah dapat diketahui atau dapat dipahami pola perilaku dari sebuah sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain.

Kultur mengandung 3 (tiga) aspek : artifak, nilai dan asumsi dasar, artifak adalah apa yang nampak seperti pergedungan, kebersihan, dan perilaku. Sedang nilai-nilai dapat dicermati pada semboyan-semboyan,dan sikap yang dipegang. Terakhir, pola asumsi dasar adalah pola keyakinan yang dipegang untuk melihat atau menafsirkan peristiwa dalam kehidupan ( Zamroni, 2007:241).

b. Identifikasi Kultur Sekolah

(35)

rutinitas, peraturan-peraturan, cerita-cerita, upacara-upacara, ritus- ritus, simbol, logo, slogan, bendera, gambar-gambar, tanda-tanda, sopan santun, cara berpakaian, dan yang serupa dapat diamati langsung. Lapisan kedua berupa nilai-nilai bersama yang dianut kelompok berhubungan dengan apa yang penting,baik, dan benar. Lapisan kedua ini tidak dapat diamati karena letaknya dalam kehidupan bersama.

Stolp dan Smith dalam (Depdiknas Direktorat Pendidikan Menengah Umum,2003 :8-10) membagi tiga lapisan kultur yaitu artifak dipermukaan, nilai-nilai dan keyakinan di tengah dan asumsi di dasar. Artifak adalah lapisan kultur sekolah yang segera dan paling mudah diamati seperti aneka hal ritual sehari-hari di sekolah, berbagai upacara, benda-benda simbolik di sekolah, dan aneka ragam kebiasaan yang berlangsung di sekolah. Keberadaan kultur ini dengan cepat dapat dirasakan ketika orang mengadakan kontak dengan suatu sekolah

(36)

Lapisan paling dalam dalam kultur sekolah adalah asumsi- asumsi yaitu simbol-simbol, nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang tidak dapat dikenali tetapi terus menerus berdampak terhadap perilaku warga sekolah.

Lapisan-lapisan kultur tersebut dapat dilihat pada Gambar :

Artifak

[image:36.596.178.491.233.373.2]

Nilai & Keyakinan Asumsi

Gambar 1. Lapisan-Lapisan Kultur Sekolah Sumber: Depdiknas, 2003:9

Untuk mengamati kultur sekolah yang berkembang di sekolah-sekolah amatan, aspek-aspek yang dinilai menurut Direktorat Pembinaan Sekelah Menengah Umum (Dit PSMU, 2002) meliputi; (1) aspek kultur sosial yaitu interaksi antar warga sekolah; (2) aspek kultur akademik; (3) aspek kultur mutu, dan (4) aspek artifak.

(37)

kultural, masing-masing dalam kaitannya dengan “kualitas, moralitas, dan multikulturalitas”. Artifak terkait kultur positif terdiri dari; (1) Ada ambisi untuk meraih prestasi, pemberian penghargaan pada yang berprestasi; (2) Hidup semangat menegakan sportivitas, jujur, mengakui keunggulan pihak lain; (3) Saling menghargai perbedaan; (4) Trust (saling percaya). Artifak terkait kultur negatif antara lain yaitu; (1) Banyak jam kosong, dan absen dari tugas. (2) terlalu pesimis terhadap pelanggaran nilai- nilai moral; (3) adanya friksi yang mengarah pada perpecahan, terbentuknya kelompok yang saling menjatuhkan; (4) penekanan pada nilai pelajaran bukan pada kemampuan; (5) artifak yang netral muatan kultural; (6) kegiatan arisan sekolah, jumlah fasilitas sekolah dan sebagainya (Farida Hanum, 2013 :206).

c. Karakteristik Kultur Sekolah

(38)

motivasi untuk berprestasi, adanya semangat dan kegairahan dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.

Kultur sekolah terbagi menjadi dua yaitu kultur sekolah yang positif dan kultur sekolah negatif. Kultur sekolah positif adalah yang membantu perbaikan mutu sekolah dan mutu kehidupan, seperti memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan professional. Kultur yang bersifat positif harus diperkuat. Kultur sekolah yang sehat memberikan peluang sekolah dan warga sekolah berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, memiliki semangat tinggi dan akan mampu terus berkembang. Oleh karena itu kultur sekolah yang positif ini perlu dikembangkan (Depdiknas, 2002: 8).

Sifat dinamika kultur sekolah tidak hanya diakibatkan oleh dampak keterkaitan kultur sekolah dengan kultur sekitarnya, melainkan juga natara lapisan-lapisan kultur tersebut. Dinamika kultur sekolah dapat saja menghadirkan konflik dan jika ditangani dengan bijak dan sehat dapat membawa perubahan positif.

(39)

sejalan dengan tujuan perbaikan sekolah yang diinginkan; (3) melakukan kegiatan assesmen sekolah guna mendiagnosis permasalahan yang ada dan tindakan kultural yang dapat dilakukan; (4) mengembangkan visi strategis dan misi perbaikan sekolah; (5) melakukan redifinisi aneka peranan: kepemimpinan Kepala Sekolah, guru, siswa, orang tua, dan aneka stakeholders; (6) mewaspadai perilaku lama negatif, nilai-nilai yang bersifat racun, dan koalisi mereka; (7) merancang pola pengembangan kultur sekolah dan membangun praktik-praktik baru dan artifak baru dikaitkan secara sadar dengan nilai-nilai lama yang relevan dan nilai-nilai baru yang diharapkan tumbuh; dan (8) melakukan pemantauan dan evaluasi secara dinamika terhadap perkembangan kultur sekolah dan dampaknya.

d. Unsur-Unsur Kultur Sekolah

Kultur sekolah memiliki unsur-unsur yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, sikap dan norma yang dipegang oleh anggota-anggota sekolah dan kemudian mengarah pada bagaimana mereka berperilaku serta akan menjadi karakteristik sekolah mereka.

(40)

kasat mata dapat termanifestasikan secara konseptual/verbal maupun visual material. Unsur kasat mata yang verbal meliputi: (1) visi, misi, tujuan dan sasaran; (2) kurikulum; (3) bahasa komunikasi; (4) narasi sekolah; (5) narasi tokoh-tokoh; (6) struktur organisasi; (7) ritual; (8) upacara; (9) prosedur belajar mengajar; (10) peraturan, sistem ganjaran dan hukuman; (11) pelayanan psikologi sosial, dan ; (12) pola interaksi sekolah dengan orang tua. Unsur kasat mata yang bersifat visual/material meliputi; (1) fasilitas dan peralatan; (2) artifak dan tanda kenangan; serta (3) pakaian seragam’. Sedangkan unsur yang tidak kasat mata meliputi filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna hidup, tugas manusia di dunia, dan nilai-nilai. Semua unsur yang tidak kasat mata tersebut adalah sesuatu yang dianggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah. Oleh karena itu dinyatakan secara konseptual dalam bentuk rumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang lebih konkrit yang akan dicapai oleh sekolah tersebut.

Sedangkan Kebudayaan sekolah ialah a complex set of

beliefs, values and traditions, ways of thinking and behaving yang

(41)

(2) Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan; (3) Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa, guru, non teaching specialist, dan tenaga administrasi; (4) Nilai-nilai moral, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah. e. Peran Kultur Sekolah dalam Membangun Mutu Sekolah

Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah per sekolah dengan kekuatan utama sekolah yang bersangkutan. Perbaikan mutu sekolah perlu memahami kultur sekolah sebagai modal dasarnya.

Pengamatan Gunningham dan Gresso mengisyaratkan bahwa perjalanan sejarah perbaikan struktural pendidikan tidak berhasil mengubah keadaan. Pandangan serupa banyak diajukan tentang kultur sekolah sebagai prediktor perbedaan mutu antara sekolah dan mutu sekolah. Kultur sekolah memberikan panduan menilai apa yang penting, apa yang baik, apa yang benar, dan bagaimana berbuat untuk mencapainya.

Menurut Stoll dan Fink (dalam Farida Hanum,2013 : 198) mengidentifikasikan 10 norma-norma budaya yang mempengaruhi perbaikan sekolah. Sepuluh norma-norma yang mempengaruhi perbaikan sekolah tersebut meliputi; (1) Tujuan bersama (shared

(42)

(continous improvement); (5) Pembelajaran yang abadi (lifelong

learning); (6) Mengambil resiko (risk taking); (7) Dukungan

(support); (8) Saling menghormati (mutual respect); (9)

Keterbukaan (openness); (10) Perayaan dan humor (celebration and humor).

Kultur sekolah menjadi komitmen luas bagi warga dan menjadi kepribadian sekolah, serta didukung stakeholder sekolah. Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah dengan kekuatan utama sekolah tersebut. Perbaikan mutu sekolah perlu budaya sekolah sebagai modal dasarnya ( dalam artikel Moerdiyanto, FE UNY ).

Setiap sekolah memiliki keunikan berdasarkan pola interaksi komponen sekolah secara internal dan eksternal.Kultur sekolah diusahakan sebagai upaya perbaikan mutu sekolah sebagai tindakan nyata sehingga nilai-nilai, keyakinan yang kuat dapat memperbaiki dan mempertahankan mutu sekolah yang baik.

f. Langkah-langkah Mengembangkan Kultur Sekolah

(43)

menjabarkan visi, misi, tujuan ke dalam langkah-langkah dan aksi yang konkrit, yang dikaitkan dengan pola dasar asumsi yang ada disekolah. Jika terdapat pola dasar asumsi yang tidak cocok atau relevan, berarti pola dasar ini harus diubah dengan pola dasar asumsi yang baru. Oleh karena itu, konsep dasar pemikiran mengenai upaya membangun dan mengembangkan budaya sekolah hendaklah dimulai dari perumusan visi sekolah.

Langkah-langkah pemgembangan kultur sekolah, dapat dirumuskan sebagai berikut; (1) menetapkan kelompok yang bersama-sama memiliki kesadaran,kemauan dan komitmen melakukan perubahan; (2) rumuskan visi dan misi, dan tujuan sekolah, berserta harapan-harapannya; (3) Siapkan Sumber Daya Manusia dengan kemampuan, kesadaran dan kebersamaan yang berkaitan dengan visi dan misi tersebut dan bentuk tim-tim task force sesuai dengan rancangan program dan kegiatan yang akan dilakukan; (4) memulai dengan langkah-langkah dan tindakan yang kongkrit, mengaitkan tindakan kongkrit dengan nilai-nilai dan asumsi dasar yang tidak cocok diubah; (5) siapkan dua strategi secara simulan strategi level individu dan level kelembagaan seperti level individu, dan level kelembagaan.

B. Penelitian yang Relevan

(44)

BANTUL ”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SMA Negeri 1 Jetis Bantul memiliki lingkungan yang luas, bersih dan asri. Bangunan sekolah yang ada sudah memadai, serta didukung berbagai fasilitas lain yang sangat mendukung kegiatan proses belajar mengajar yang kondusif. Beberapa slogan atau poster tentang larangan, perintah atau himbauan kepada warga sekolah pun turut mewarnai dinding sekolah yang letaknya cukup strategis. Nilai-nilai positif yang tumbuh dan tercipta di SMA Negeri 1 Bantul dapat mendukung terbentuknya kultur sekolah yang positif pula. Pertama, nilai kebersihan dan nilai cinta/peduli lingkungan, penanaman nilai ini dilakukan baik melalui kegiatan kerja bakti seluruh warga sekolah maupun sosialisasi melalui slogan yang dipasang di sudut sekolah yang strategis. Kedua, nilai religius terlihat dari kebiasaan yang dilakukan warga sekolah, dalam melakukan ibadah dan memperingati hari-hari keagamaan. Sedangkan nilai toleransi dan nilai sopan santun telah tercipta di lingkungan SMA Negeri 1 Jetis Bantul.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fify Rosaliana (2015) dengan judul

“ Kultur Sekolah di SMA GADJAH MADA ” Hasil penelitian ini

(45)

adanya penanganan yang serius. Asumsi warga sekolah mengenai kultur sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Kultur yang positif bukan hanya menurut cara pandang tertentu, akan tetapi bagaimana sekolah dapat mengolah kultur dengan cara memahami kultur sekolah agar dapat meminimalisir kultur negatif. Asumsi siswa serta guru dapat menimbulkan pola fikir yang negatif terhadap kultur sekolah. 3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indra Rahayu Ningsih (2015)

(46)

menunjukkan bahwa MAN Yogyakarta III memiliki kultur yang mengarah pada kultur positif, namun masih terdapat kekurangan pada nilai dan keyakinan. Warga sekolah belum sepenuhnya paham visi dan misi sekolah serta masih kurangnya penghargaan terhadap guru berprestasi. Kultur sekolah berperan meminimalisasi kenakalan remaja melalui interaksi yang baik antar warga sekolah, pelayanan bagi siswa melalui tim bimbingan konseling, pembinaan karakter siswa melalui tujuh penerapan nilai utama sekolah, penghargaan bagi siswa dan siswi, pengoptimalan aktivitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, pemasangan slogan-slogan yang mendidik, dan lingkungan yang kondisif untuk kegiatan belajar mengajar.

C. Kerangka Berpikir

Setiap sekolah memiliki kulturnya masing-masing yang sudah melekat melalui tradisi-tradisi dan pengalaman sekolah dengan adanya kultur sekolah dapat diketahui atau dipahami pola perilaku dari sekolah yang membedakan dengan sekolah lainnya. Berdasarkan pemahaman kultur yang ada, perlu dipetakan dan dipahami baik kultur yang mendukung atau positif terhadap kegiatan belajar mengajar maupun kultur yang menghambat atau negatif (Farida Hanum,2013 : 194).

(47)

SMA N 5 Yogyakarta

Kultur Sekolah

Kultur yang dapat di amati

Kultur yang tidak dapat diamati

Artifak Fisik

Sopan Santun

Nilai dan Keyakinan

Asumsi

 Nilai Disiplin  Nilai Prestasi  Nilai Religius  Nilai Keyakinan

 Rasa bangga terhadap sekolah  Interaksi Warga

Sekolah

SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA

Kultur positif Kultur Negatif

(48)

D. Pertanyaan Penelitian

Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, dikembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran artifak fisik sekolah ? 2. Bagaimana gambaran artifak non fisik sekolah ?

3. Bagaimana proses pembudayaan nilai-nilai dan keyakinna kepada para warga sekolah seperti nilai disiplin, nilai prestasi, nilai religius dan nilai keyakinan ?

4. Program-program apa saja yang telah dilakukan sekolah untuk menunjang kultur sekolah tersebut ?

5. Bagaimana interaksi yang terjadi di lingkungan sekolah, seperti hubungan interaksi guru dengan guru, guru dengan karyawan dan guru dengan siswa ?

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif karena peneliti ingin mendeskripsikan atau menggambarkan kultur sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta dilakukan pada kondisi yang alamiah (Sugiyono, 2012:8). Selain itu peneliti ingin memahami fenomena sosial yang terjadi di SMA Negeri 5 Yogyakarta dengan memahami kultur sekolah yang berkembang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2016. Dalam penelitian ini lokasi yang telah dijadikan sebagai sumber data penelitian adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Yogyakarta. Peneliti memilih sekolah ini dikarenakan sekolah ini menerapkan kultur religius yang menjadi dasar utama penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di sekolah ini.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek : Subjek dalam penelitian ini adalah peserta Subjek dalam penelitian ini adalah warga sekolah SMA Negeri 5 Yogyakarta, yang terdiri dari guru, karyawan dan siswa.

(50)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data (Sugiyono,2012: 224). Teknik pengumpulan data ini akan dilakukan peneliti dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai berikut :

1) Observasi

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipan pasif. Observasi Partisipan pasif adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti tidak terlibat dalam keseharian informan ( Bungin,2007 :115).

Dalam observasi ini jenis observasi yang digunakan yaitu Observasi Partisipasi Pasif dikarenakan peneliti datang di SMA Negeri 5 Yogyakarta namun tidak terlibat dalam kegiatan tersebut namun mengamati keadaan sekolah,sarana dan prasarana serta data yang mendukung lainnya di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

2) Wawancara

(51)

Dalam teknik wawancara ini peneliti menggunakan kedua jenis wawancara yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Penggabungan kedua jenis wawancara ini dengan maksud untuk menggali dan memahami lebih dalam apabila ditemukan jawaban yang dapat di telaah lebih lanjut.

3) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono,2012 : 240).

Pengambilan dokumen dalam penelitian ini catatan peristiwa di SMA Negeri 5 Yogyakarta yang berupa arsip sekolah, profil sekolah, sejarah sekolah, data guru, siswa dan karyawan dan foto.

4) Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik analisis data (obervasi,wawancara dan dokumentasi) dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2014: 83).

(52)

E. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2004: 97) instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun spesial yang ingin diamati. Instrumen dalam penelitin ini menggunakan pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi secara langsung kelapangan. Adapun kisi-kisi instrumen adalah menggunakan :

a. Observasi

Pedoman observasi dapat berupa butir-butir pertanyaan dalam garis besar mengenai hal-hal yang akan di observasi, dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat sesuai dengan keadaan di lapangan. Kisi-kisi pedoman observasi meliputi artifak fisik sekolah dan artifak non fisik sekolah. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa kamera dan catatan.

b. Wawancara

Pedoman wawancara ini disusun untuk memudahkan peneliti dalam menusun pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian kisi-kisi pedoman wawancara meliputi berbagai indikator yaitu artifak fisik (gedung dan sarana prasarana) dan artifak non fisik yang meliputi nilai,keyakinan dan asumsi terhadap sekolah. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa catatan, kamera, dan

(53)

c. Dokumentasi

Pedoman dokumentasi ini disusun untuk memudahkan peneliti dalam pengecekan dokumen yang dibutuhkan dalam proses pengambilan data di sekolah. Kisi-kisi dokumentasi meliputi profil sekolah, data sekolah yang meliputi jumlah siswa, guru dan karyawan yang bersumber dari arsip sekolah serta bukti dokumentasi yang bersumber dari hasil foto penelitian.

F. Teknis Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012: 244) teknis analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit- unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Teknik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman terdiri atas tiga tahapan yang dilakukan, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono, 2012). Tahapan dan alur analisis data dengan model interaktif yang dikemukakan oleh Miles &

(54)

1) Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi (Sugiyono,2010 : 249).

Data yang telah diperoleh peneliti selama penelitian berlangsung, yang didapatkan selama proses observasi, wawancara dan dokumen akan dipilah beberapa hal yang memfokuskan pada hal- hal yang penting sesuai dengan tujuan penelitian.

2) Penyajian Data (Data Display)

Dalam penyajian data ini Miles dan Huberman (1984) menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif (Sugiyono,2012: 249).

Dengan tahap penyajian data ini maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa ang terjadi. Merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang terjadi dilapangan serta dapat memudahkan dalam penarikan kesimpulan.

3) Verifikasi (Clonclusing Drawing)

Pada tahap kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan buti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya

(55)

Verifikasi merupakan tahap untuk penarikan kesimpulan yang di dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten. Kegiatan untuk penarikan kesimpulan dan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Keseluruhan data dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan profil budaya sekolah serta hal-hal yang menjadi gambaran pengembangan kultur sekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta. G. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi data. Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dan berbagai teknik analisis data (observasi, wawancara, dan dokumentasi) dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2014: 83) 1. Triangulasi Sumber

(56)

2. Triangulasi Teknik

(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum SMA Negeri 5 Yogyakarta a. Sejarah Sekolah

Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Yogyakarta berdiri pada lahan seluas 10.028 meter dengan luas bangunan 3.762 meter. Sekolah ini telah mendapat akreditasi A dengan nilai hasil akreditasi 96,86 pada tahun 2009. SMA Negeri 5 merupakan sekolah negeri unggulan di kota Yogyakarta.

Dengan prakarsa para tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat di Yogyakarta yang antara lain Bapak R.DS. Hadiwidjono, Bapak Judjanal, prof Ir. Supardi, prof. Suhardi, SH, pada tanggal 17 September 1949 SMA 5 Yogyakarta secara resmi dapat didirikan.

(58)

Visi dan Misi sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar program kerja dan kegiatan sekolah dapat lebih terarah dalam menggapai target-target kualitas pendidikan yang diharapkan.

Pada tanggal 7 Juli 2005 Kepala Sekolah diserahterimakan kepada Bapak Drs. Zamroni, M.Pdi. Untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang senantiasa memiliki akhlak yang mulia" Trus Hakarya Ruming Praja".

SMA Negeri 5 Yogyakarta berada di lingkungan strategis dan kondusif yang tidak terlalu ramai dengan jalan rayadan berdekatan dengan berbagai sarana dan prasarana umum seperti tempat fotocopy, kantor Kelurahan Prenggan dan aneka rumah makan yang dapat dijangkau oleh para siswa.

b. Visi dan Misi Sekolah

Setiap sekolah memiliki visi dan misi yang digunakan sebagai pedoman dalam mewujudkan tujuan serta harapan sekolah masing- masing. Berikut merupakan visi dan misi SMA Negeri 5 Yogyakarta.

Visi: Terwujudnya sekolah yang mampu menghasilkan lulusan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, cerdas, mandiri, berbudaya, peduli lingkungan, cinta tanah air serta berwawasan global.

(59)

Membimbing, melatih, menyiapkan siswa untuk berprestasi dalam berbagai akademik dan non akademik; 4) Menunbuhkan semangat kewirausahaan melalui kegiatan esktrakurikuler; 5) Mencintai lingkungan dengan melaksanakan 7 K (Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan, Kedamaian dan kerindangan); 6) Meningkatkan rasa nasionalisme dengan melaksanakan upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap awal PBM; 7) Meningkatkan penguasaan berbagai bahasa asing dalam komunikasi; 8) Meningkatkan rasa cinta terhadap budaya bangsa.

Sekolah telah melaksanakan sosialisasi dengan warga sekolah dengan baik sehingga dapat tercapainya pelaksanaan visi dan misi sesuai yang telah di harapkan. Untuk mencapai visi tersebut ada beberapa program kegaiatan akademik maupun non-akademik (ekstrakurikuler) yang telah disiapkan oleh sekolah untuk mewadahi bakat dan minat para siswa. Untuk kegiatan meningkatkan kemampuan akademik sekolah mempunyai pendampingan khusus pada siswa yang mempunyai bakat minat khusus seperti perlombaan olimpiade.

(60)

agama masing-masing, mereka didampingi oleh guru agama yang bersangkutan.

c. Pedoman Sekolah untuk Tata Tertib Pendidik dan Tenaga

Pendidik

(61)

Menyerahkan program ulangan harian, program remidi dan pengayaan.; 11) Menyerahkan nilai tepat waktu; 12) Memberi izin bagi peserta didik mengikuti KBM bila memiliki surat izin masuk dari petugas piket; 13) Melaksanakan remidial di ruang kelas: 14) Membudayakan diri disiplin, tertib, bersih, rapi dan indah; 15) Menjaga dan memelihara sarana dan prasarana milik sekolah; 16) Tidak merokok di lingkungan sekolah.

d. Keadaan Tenaga Pendidik

Berdasarkan data SMA Negeri 5 Yogyakarta memiliki 56 orang guru. Dari beberapa tenaga pendidik memiliki tugas lain selain mengajar yaitu seperti Kepala Sekolah yaitu bapak Drs.Jumiran, M.Pd.I merangkap sebagai guru fisika, Wakil Kepala (Waka) Kurikulum yaitu Ibu Sri Suyatmi, S.Pd mempunyai tugas utama sebagai petugas urusan akademik dan merangkap sebagai guru biologi, Waka Kesiswaan yaitu ibu Fadiyah Suryani, M.Pd.Si mempunyai tugas utama sebagai penegakkan disiplin,estrakurikuler juga merangkap sebagai guru fisika, Waka Sarana dan Prasarana yaitu bapak Drs.Bambang Sumadi mempunyai tugas utama sebagai petugasurusan barang dan merangkap sebagai guru sejarah, Waka Humas yaitu bapak Warsita, S.Pd mempunyai tugas utama sebagai petugas urusan sosial, petugas urusan web dan merangkap sebagai

(62)

e. Keadaan Tenaga Kependidikan

Berdasarkan data SMA Negeri 5 Yogyakarta memiliki tenaga kependidikan berjumlah 21 orang yang terdiri dari Kepala Tata Usaha yang jabatannya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), selain itu staf Tata Usaha yang berjumlah 5 orang diantaranya 3 orang jabatannya sebagai PTT (Pegawai Tidak Tetap), 1 orang PTT Naban (Pegawai Tenaga Bantuan) dan 1 orang PNS, Petugas kebersihan berjumlah 4 orang jabatannya PTT, Petugas keamanan berjumlah 2 orang diantaranya 1 orang jabatannya PTT dan 1 orang PTT Naban, Untuk Penjaga malam berjumlah 1 orang sebagai PTT, Laboran IPA berjumlah 2 orang jabatannya sebagai PTT, Laboran TIK berjumlah 1 orang jabatannya sebagai PTT Naban, Bendahara gaji berjumlah 1 orang jabatannya sebagai PNS dan untuk Petugas Perpustakaan berjumlah 2 diantaranya 1 sebagai PTT Naban dan 1 orang sebagai PNS. Setiap tenaga kependidikan telah memiliki deskrispi tugasnya masing-masing yang sudah disesuaikan dengan jabatannya.

f. Keadaan Peserta Didik

(63)

Berikut merupakan jumlah sumber daya peserta didik pada tahun ajaran 2015/2016 di SMA Negeri 5 Yogyakarta sebagai berikut: Tabel 1. Data Peserta Didik Berdasarkan Tingkat dan Jenis Kelamin Tahun Ajaran 2015/2016

Kelas Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

X 87 169 256

XI 78 149 227

XII 94 182 276

Jumlah 259 500 759

Sumber: Dokumen Tata Usaha

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2015/2016 pada kelas X terdapat 87 orang siswa laki-laki dan 169 orang siswa perempuan. Pada kelas XI terdapat 78 siswa laki-laki dan 149 siswa perempuan. Sedangkan pada kelas XII terdapat 94 siswa laki-laki dan 182 siswa perempuan. Keseluruhan peserta didik laki-laki dan perempuan berjumlah 759 orang siswa di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

g. Keadaan Sarana dan Prasarana Sekolah

Sarana dan prasarana merupakan keseluruhan kompenen yang secara langsung dapat menunjang terselenggaranya proses belajar mengajar di sekolah, dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap dapat memudahkan warga sekolah dalam melaksanakan

[image:63.596.178.492.174.320.2]
(64)

SMA Negeri 5 Yogyakarta memiliki bangunan fisik yang megah dapat dilihat dari gerbang sekolah hingga setiap ruang yang berada di dalamnya. Sekolah memberikan sarana dan prasarana yang dapat digunakan oleh warga sekolah untuk menunjang kegiatan proses belajar dan mengajar. Beberapa fasilitas dari sarana dan prasarana yang berada di sekolah ini meliputi ruangan kelas, ruang perkantoran, dan ruang penunjang yang lengkap.

SMA Negeri 5 Yogyakarta memiliki lahan yang cukup luas sehingga dapat memfasilitasi sarana dan prasarana yang lengkap bagi warga sekolah untuk menunjang kegiatan proses belajar mengajar di

(65)

h. Struktur Organisasi Sekolah

STRUKTUR ORGANISASI SMA NEGERI 5 YOGYKARTA

TAHUN AJARAN 2015/2016

KEPALA SEKOLAH Drs. H. Jumiran,

M.Pd.I KEPALA TATA USAHA Dra. Wirda Indria WAKA KURIKULUM WAKA KESISWAAN WAKA SAPRAS WAKA HUMAS Hj. Sri Suyatmi,

S.Pd

Fadiyah Suryani, M.Pd.Si

Drs. Bambang

Sumadi Warsita, S.Pd

PETUGAS URUSAN BK

GURU WALI SISWA

SISWA

Bagan 2. Struktur Organisasi Sekolah.

(66)

B. Data Hasil Penelitian

Kultur sekolah merupakan bagian terpenting dari kehidupan disekolah,karena setiap sekolah mempunyai keunikan, nilai-nilai, asumsi- asumsi dan pandangan yang berbeda. Dengan adanya kultur sekolah dapat diketahui atau dipahami pola perilaku dari sebuah sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Geerz (Stlop and Smith, 1995) bahwa budaya mempresentasikan sebuah pola makna yang diturunkan secara historis yang terwujudkan dalam simbol-simbol ini ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis (implisit). Hal ini serupa dengan yang dimiliki oleh SMA Negeri 5 Yogyakarta sebagai salah satu sekolah favorit di kota Yogyakarta yang memiliki pengembangan kultur berbasis afeksi dengan latar belakang sekolah yang berbasis religius.

Gambaran kultur fisik sekolah dan non fisik sekolah serta program- program yang mendukukung untuk meningkatkan kultur sekolah adalah sebagai berikut :

1. Gambaran Kultur FisikSekolah di SMA Negeri 5 Yogyakarta

(67)

prasarana di SMA Negeri 5 Yogyakarta dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Halaman Luar

Halaman luar SMA Negeri 5 Yogyakarta yang dapat dilihat pertama kali adalah pintu gerbang sekolah yang terlihat tampak megah dan bersih,selain itu juga di halaman luar ini terasa sejuk karena halaman sekolah sudah di tanami dengan beberapa pohon besar dan rindang yang membuat sejuk halaman luar sekolah. Pada sisi kiri gerbang sekolah terdapat logo SMA Negeri 5 Yogyakarta yang terlihat dengan jelas.

Pada halaman ini juga terdapat kolam ikan kecil yang diisi oleh beberapa jenis ikan koi. Meskipun kolam ikan ini kecil namun tetap terpelihara dengan baik.Kolam ikan ini menambah kesejukan di halaman tersebut. Di sebelah kanan kolam ikan terdapat pos satpam yang berfungsi dengan baik dan selalu ada penjaganya, walaupun pos satpam kecil namun tetap terpelihara dengan baik. Pos satpam ini juga berperan memberikan informasi kepada tamu yang memerlukannya.

(68)

siswa tertata dengan rapi. Di parkiran motor siswa terdapat pohon besar yang membuat parkiran ini menjadi sejuk dan melindungi kendaraan siswa dari terik matahari. Parkiran siswa terlihat tertata dengan rapi, ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kerapian dan kedisiplinan sudah dibiasakan bagi para siswanya.

Parkiran guru terdapat di halaman tengah sekolah, parkiran guru ini terbagi menjadi 2 tempat yaitu parkiran untuk sepeda motor dan parkiran mobil. Parkiran motor guru sudah tertata dengan rapi begitu pun dengan parkiran mobil. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kerapian dan kedisiplinan tidak hanya untuk siswa saja, namun juga bagi guru-guru SMA Negeri 5 Yogyakarta.

Untuk menjaga nilai kebersihan di lingkungan halaman, tempat sampah telah di tempatkandi berbagai sudut sekolah, ini dapat memudahkan siswa untuk membuang sampah, sehingga mereka terbiasa untuk membuang sampah pada tempatnya. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kebersihan sudah dibiasakan di keseharian warga sekolah SMA Negeri 5 Yogyakarta.

2) Ruangan Utama

(69)

sekolah selain itu didalamnya terdapat ruang kerja kepala sekolah yang bersebelahan langsung dengan ruangan tata usaha.

Ruangan selanjutnya adalah ruangan tata usaha fasilitas yang berada di ruangan ini berupa 1 buah kamar mandi, meja kerja, meja penerima tamu, lemari berkas, printer dan komputer. Adapun data keadaan dari siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta yang di

updatesetiap bulannya. Ruangan ini terlihat bersih dan nyaman,

namun ada beberapa berkas-berkas yang masih terlihat dilantai, hal ini mungkin disebabkan terbatasnya lemari untuk penyimpanan dokumen sekolah.

Ruang wakil kepala sekolah (Waka) terletak disebelah kiri dari loby utama. Ruang waka diisi oleh 4 orang yang terdiri dari Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Waka Sarana dan prasarana dan Waka Humas. Ruangan ini terlihat sempit jika harus diisi oleh 4 orang, namun Waka di sekolah ini juga merangkap sebagai guru mata pelajaran sehingga mempunyai meja kerja sendiri di ruang guru. Fasilitas di ruangan ini yaitu lemari, matriks kerja sekolah, data sarana dan prasarana. Ruangan ini terlihat kecil dikarenakan berkas-berkas masih terlihat di meja kerja dan manajemen berkas data pun kurang maksimal sehingga kesulitan untuk mencari dokumen yang masih tercampur dengan dokumen lama.

(70)

sekolah terutama pada tenaga pendidik yang berjumlah 56 orang terlihat kurang luas, sehingga berkas-berkas masih terlihat kurang rapi, hal ini mungkin disebabkan karena terbatasnya lahan untuk memperlebar ruang guru. Adapun fasilitas dalam ruangan ini seperti AC, lemari, meja dan kursi dan lemari dokumen sekolah.

Ruang kelas di sekolah ini mempunyai ruang sebanyak 28 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 759 orang. Ruangan ini dapat di katakan ideal karena rata-rata kelas akan diisi oleh 28 siswa. Keadaan ruang kelas siswa cukup luas dengan ukuran 72 m² sehingga membuat siswa nyaman berada di dalam kelas. Fasilitas di ruang kelas yaitu meja dan kursi siswa, meja dan kursi guru, papa tulis, mading siswa dan alat kebersihan. Tiap-tiap ruangan kelas sudah terlihat bersih, ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kebersihan, nilai kerapihan dan nilai keindahan sudah dibiasakan kepada para siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta. Adapun daftar tugas piket siswa yang dilakukan setiap hari secara rutin dan bergantian.

(71)

terlihat tertata dengan rapi dan bersih. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kebersihan dan nilai kerapihan sudah dibiasakan oleh warga sekolah SMA Negeri 5 Yogyakarta.

Ruang bimbingan konseling memiliki ukuran ruangan 72 m², di dalamnya terdapat ruang konseling individu sehingga orang luar tidak dapat mendengar pembicaraan ketika siswa sedang berkonsultasi. Di dalam ruang BK juga terdapat papan bimbingan yang berhubungan dengan BK seperti informasi tentang PTN/PTS bagi siswa kelas tiga. Ruangan BK terlihat bersih dan tertata dengan rapi. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kebersihan dan nilai kerapihansudah dibiasakan oleh guru dan tenaga pendidik lainnya.

Ruang UKS bersebelahan dengan ruang Bimbingan Konseling (BK). UKS ini memisahkan antara kamar siswa perempuan dan siswa laki-laki. Setelah memasuki pintu UKS terlihat adanya buku yang berisi data siswa yang masuk di ruangan tersebut dan obat-obatan yang telah digunakan. Pada masing- masing ruangan terdapat dua buah tempat tidur yang rapi dan bersih. Adapun ruangan khusus yang digunakan sebagai penyimpanan obat-obatan dan ruang periksa gigi. Kondisi UKS di sekolah ini terlihat bersih, ini menggambarkan bahwa nilai-nilai kebersihan dan nilai kerapihan sudah dibiasakan oleh warga

(72)

Ruang laboratorium IPA seperti kimia, fisika dan biologi di sekolah ini memiliki luas 91 m² untuk laboratorium bahasa memiliki luas 56 m² dan untuk laboratoium komputer memiliki luas 72 m². Peneliti berkesempatan mengunjungi laboratorium IPA. Kondisi di ruangan ini tertata dengan rapi dan lingkungannya pun bersih dan nyaman. Terdapat kursi yang diletakan di atas meja dengan rapi membuat ruangan laboratorium ini terlihat bersih. Dalam ruangan laboratorium ini sudah menggambarkan nilai kebersihan dannilai kerapian yangdibiasakan oleh warga sekolah.

Kamar mandi di sekolah ini terdapat di beberapa tempat yang strategis, diantaranya yaitu berada di dekat ruang kelas, lapangan, ruang multimedia. Jumlah kamar mandi sekolah ini untuk siswa perempuan 12 rata-rata luas nya 24 m² , untuk kamar mandi siswa laki-laki berjumlah 8 dengan luas 16 m². Sedangkan kamar mandi bagi guru dan karyawan yaitu berjumlah 2 yang masing-masing nya mempunyai luas 5 m ². Keadaan kamar mandi di sekolah ini sudah menggambarkan nilai kebersihan dalam menggunakan fasilitas kamar mandi, terlihat dengan adanya sabun dan lantai yang bersih di setiap ruangannya.

(73)

beribadah dengan tenang dan nyaman sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Ruang ibadah untuk siswa beragama katolik dan kristen berdampingan, ruangan ini berisi dengan kitab-kitab yang dianut oleh para siswa, meja, kursi dan papan tulis. Ruangan ini sudah menggambarkan nilai-nilai kebersihan dan nilai kerapihan yang dibiasakan kepada warga sekolah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ruangan yang di miliki oleh SMA Negeri 5 Yogyakarta sudah terpelihara nilai kebersihan dan nilai kerapihan dengan budaya disiplin yang dibiasakan setiap harinya.

3) Ruangan Penunjang

Ruangan penunjang di SMA Negeri 5 Yogyakarta dapat dikatakan cukup lengkap dan memadai bagi para siswa-siswanya. Berdasarkan hasil penelitian berikut merupakan ruangan penunjang di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

(74)

Kantin di SMA Negeri 5 Yogyakarta menyediakan berbagai macam makanan ringan, makanan berat dan minuman. Nilai-nilai kebersihan lingkungan di kantin sekolah ini sudah terjaga dengan baik sehingga kantin terlihat bersih dan meja kursi tertata dengan rapi.

Gudang sekolah ini mempunyai fungsi untuk meletakkan barang-barang sekolah yang diantara nya sudah tidak terpakai lagi, gudang disekolah ini mempunyai 3 ruangan masing-masingnya mempunyai luas 16 m². Namun dari salah satu gudang tersebut masih terlihat barang seperti meja dan kursi yang rusak tertumpuk di luar, sehingga terlihat kurang rapi.Hal ini mungkin disebabkan terbatasnya lahan kosong untuk gudang sekolah. Proses pembudayaan nilai kebersihan di gudang ini masih perlu ditingkatkan kembali.

Koperasi berada di

Gambar

Gambar 1. Lapisan-Lapisan Kultur Sekolah Sumber: Depdiknas, 2003:9
Tabel  1.  Data  Peserta  Didik  Berdasarkan  Tingkat  dan  Jenis
Gambar 2. Suasana gerbang depan sekolah                                    Gambar 3. Pos Satpam
Gambar 6. Ruang Kepala Sekolah                                                  Gambar 7
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penggunaan teknik wawancara ini peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis dan lengkap karena dalam teknik ini peneliti bebas

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa budaya sekolah adalah norma, nilai, dan keyakinan yang menjadi sifat, kebiasaan

Penyusunan PPI, menjadi tanggung jawab koordinator inklusif dan juga GPK sekolah. Namun karena setiap tahun siswa berkebutuhan khusus meningkat, maka saat ini setiap

Nomor: 090/O/1979 terhitung mulai 10 April 1980 nama Sekolah diubah menjadi STM Negeri II Yogyakarta dengan Jurusan: Bangunan, Elektronika, Listrik, Mesin Produksi dan

Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kepala sekolah sebagai pemimpin belum mampu bersikap tegas terhadap pelangaran- pelangaran yang dilakukan warga sekolah, hanya

yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Keberhasilan pengembangan kultur sekolah juga menunjukkan peningkatan mutu pendidikan, terlihat

Dalam konten tersebut, para Youtubers (sebutan bagi kreator konten youtube) senantiasa berbagi informasi pengalaman dan kegiatan sehari-hari dengan pembawaan dan ciri

Tes merupakan seperangkat pertanyaan atau tugas yang dirancang untuk mendapatkan informasi tentang sifat yang menjadi ciri khas pendidikan di mana setiap butir pertanyaan mempunyai