• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI DI TK ISLAM PELANGI ANAK NEGERI UMBULHARJO YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KASUS PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI DI TK ISLAM PELANGI ANAK NEGERI UMBULHARJO YOGYAKARTA."

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI KASUS PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI DI TK ISLAM PELANGI ANAK NEGERI

UMBULHARJO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Harum Annisatul Imamah NIM 12111244010

PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Bhineka Tunggal Ika (Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 77).

Jika manusia diciptakan hanya 1 ras, 1 warna kulit, bentuk muka sejenis, maka kehidupan tak akan berwarna. Tidak ada yang salah dengan perbedaan, yang

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi yang saya buat ini dipersembahkan untuk:

1. Bapak dan ibuku yang telah memberikan motivasi, dukungan, serta doa selama ini

(7)

vii

STUDI KASUS PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI DI TK ISLAM PELANGI ANAK NEGERI

UMBULHARJO YOGYAKARTA Oleh

Harum Annisatul Imamah 12111244010

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran inklusi, yang terdiri atas: (1) perencanaan pembelajaran TK inklusi, (2) pelaksanaan pembelajaran TK inklusi, (3) evaluasi pembelajaran TK inklusi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini yaitu 1 kepala sekolah, 6 guru, dan 99 peserta didik. Objek penelitian yang diambil adalah proses pembelajaran TK inklusi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi deskripsi dan partisipasi, wawancara terstruktur dan mendalam, serta dokumentasi gambar. Analisis data menggunakan model alir yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi. Keabsahan data diuji menggunakan triangulasi metode dan teori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan pembelajaran untuk ABK dan reguler berdasarkan Kurikulum 2013, PROMES, RPPM, RPPH dan subtema yang digunakan sama. (2) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan dengan urutan kegiatan pembuka, inti, istirahat, dan penutup. Kegiatan pembelajaran ABK dan reguler menggunakan metode yang sama, tetapi isi materi disesuai kebutuhan dan masing-masing anak. Metode yang digunakan yaitu metode ceramah, pembiasaan, pemberian tugas. Media yang digunakan adalah a) media visual yaitu gambar dan LKA, b) audio-visual yaitu televisi, serta c) media lain sesuai kegiatan. (3) Evaluasi perkembangan anak dilakukan di awal dan akhir semester, a) Evaluasi perkembangan anak di tahun ajaran baru menggunakan tes sidik jari, yang bertujuan untuk mengetahui bakat, minat, kemampuan, serta hambatan perkembangan anak, sehingga pada proses pembelajaran sekolah dapat menyesuaikan dengan masing-masing kebutuhan anak. b) Evaluasi perkembangan anak di akhir semester menggunakan raport. Raport didapat dari deskripsi tumbuh kembang dan unjuk kerja anak, yang diambil dengan menggunakan teknik penilaian hasil karya, catatan anekdot, penugasan, dan observasi. Raport berisikan deskripsi tumbuh kembang anak dalam proses kegiatan pembelajaran berlangsung selama satu semester.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk dan barokahnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Kasus Proses Pembelajaran TK Inklusi Di TK Islam Pelangi Anak Negeri”. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimaksih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dan memfasilitasi penelitian.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian. 3. Ketua Jurusan PG-PAUD Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan nasihat, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Sugito, MA dan Ibu Arumi Savitri F, S.Psi., M.A selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi dan meluangkan waktunya dalam memberikan arahan serta saran untuk penulisan skripsi.

5. Seluruh dosen PG-PAUD yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman berharga dalam bidang anak usia dini pada penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi.

6. Kepala sekolah, guru, karyawan dan peserta didik TK Islam Pelangi Anak Negeri yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi peneliti dalam pengambilan data untuk penyusunan skripsi.

(9)
(10)
(11)

xi B. Pembelajaran di TK

1. Pengertian Pembelajaran di TK ... 2. Model Pembelajaran Anak Usia Dini... 3. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini... 4. Metode Pembelajaran Anak Usia Dini... 5. Media Pembelajaran Anak Usia Dini... C. Kerangka Pikir... D. Pertanyaan Penelitian... BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian... B. Subjek dan Objek Penelitian ... C. Teknik Pengumpulan Data ... D. Instrumen Penelitian... E. Teknik Analisis Data... F. Uji Keabsahan Data... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dekripsi Hasil Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(12)
(13)
(14)
(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang memberikan pengasuhan, pelayanan, dan pengajaran kepada anak usia 0-6 tahun. Pendidikan Anak Usia Dini meliliki tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap anak. Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia terbagi atas tiga jalur, yaitu: jalur formal, jalur informal, dan jalur non formal. Jalur formal meliputi Taman Kanak Kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA).

Usia dini dikenal sebagai usia emas (golden age), di mana anak akan mudah untuk menerima, mengikuti, melihat, dan mendengar segala rangsangan yang diperdengarkan, dilihat, serta diperhatikan. Agar masa keemasan anak dalam tumbuh dan berkembang secara optimal, maka perlu diupayakan pemberian pendidikan dan stimulasi yang tepat sejak dini.

Dalam Permendikbud 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD menjelaskan bahwa tujun terselenggaranya PAUD yaitu untuk melakukan stimulasi pendidikan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkat perkembangan anak; mengoptimalkan perkembangan anak secara holistik dan integratif; dan mempersiapkan pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan anak.

(16)

2

menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak (Hariyanto, 2011: 1). Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio-emosional, serta agama dan moral.

Pembelajaran pada anak usia dini adalah kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada anak yang disesuaikan dengan tingkat usia anak. Pengembangan kurikulum yang berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (konten) dan proses belajar. Potensi yang dikembangan dalam pembelajaran PAUD meliputi beberapa bidang pengembangan yaitu aspek agama dan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial emosional, dan seni. Setiap masing masing aspek sangat penting untuk di distimulasi secara tepat dan maksimal. Pemberian stimulasi yang maksimal diharapkan merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

(17)

3

para orangtua, guru, dan masyarakat sekitar anak memahami realita ini. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh karena itu dimungkinkan bahwa setiap anak memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda pula. Sehingga setiap anak sebenarnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan dari masing masing anak. Pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 1-3 menyatakan bahwa:

“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus”.

(18)

4

Asia Tenggara pada Deklarasi Bangkok mengakui bahwa salah satu dari wujud EFA adalah pendidikan inklusi.

Sekolah inklusi merupakan salah satu wadah bagi anak dengan beragam latar belakang dan kondisi untuk dapat belajar bersama. Muhammad Sugiarmin (2009: 3) mengatakan pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh sekolah/kelas dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali. Pendidikan untuk Semua meliputi: anak-anak yang memiliki perbedaan bahasa, anak-anak yang berisiko putus sekolah karena sakit, kekurangan gizi dan tidak berprestasi dengan baik, anak-anak yang berbeda agama, anak-anak penyandang HIV/AIDS, dan anak-anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah. Mereka dididik dan diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan tanpa diskriminasi.

Sekolah inklusi diadakan dengan tujuan memberikan kesempatan yang seluas- luasnya, mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekagraman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki perbedaan, sehingga semua anak dapat mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

(19)

5

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang berbeda dengan anak normal lainya, ABK memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan anak normal. Menurut Zanal Alimin (2010: 2) Anak Berkebutuhan Khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Keberagaman setiap anak berkaitan erat kaitannya dengan perbedaan kebutuhan untuk menunjang masa depan, terutama memperoleh pendidikan yang layak. Sebagai institusi yang bertanggung jawab meregulasi pendidikan, Kementerian Pendidikan Nasional mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pendidikan inklusi merupakan solusi atas terjadinya diskriminasi bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus agar mampu mengenyam pendidikan yang layak.

Penyelenggaraan pendidikan inklusi sebaiknya memperhatikan delapan komponen, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 yang berupa peserta didik, kurikulum, tenaga pendidik, kegitan pembelajaran, penilaian dan sertifikasi, manajemen sekolah, penghargaan dan sanksi, serta pemberdayaan masyarakat.

(20)

6

pendamping khusus (GPK). GPK adalah guru yang bertugas memberikan layanan khusus, mendampingi, dan memberikan bimbingan secara berkesinambungan kepada siswa yang berkelainan, selama mengikuti kegiatan berlangsung. Kegiatan pembelajaran di sekolah inklusi meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam proses belajar mengajar.

Kini banyak PAUD yang mulai membuka layanan sekolah inklusi. Hal ini tentunya menjadi satu kemajuan bagi dunia pendidikan. Dengan adanya sekolah inklusi, semua anak memiliki kesempatan untuk belajar berinteraksi dengan orang sekitar tanpa merasa bahwa dirinya berbeda dan mendapatkan stimulasi awal yang sesuai, sehingga dapat menstimulasi perkembangan anak itu sendiri.

Pada tahun 2012 jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi (http://edukasi.kompas.com/read/2012/05/07/1503545/ pada 20 April 2016).

(21)

7

pelatihan pendidikan inklusi terhadap para guru, hal ini berdasarkan fakta bahwa guru pedamping di DIY jumlahnya masih terbatas (://m.harianjogja.com/baca/2014/01/16/guru-di-diy-dilatih-pendidikan-inklusi- 482428: 16 Jaunuari 2014).

Saat ini pendidikan anak usia dini di Yogyakarta yang menerima layanan pendidikan inklusi masih jarang. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Nomor 188/661 yang ditetapkan pada tanggal 12 Juni 2014, daftar PAUD penyelenggara pendidikan inklusi di kota Yogyakarta baru terdapat delapan sekolah, yaitu: PAUD Among Siwi Umbulharjo, PAUD Bunga Indah 09 Terban Gondokusuman, PAUD Ceria 21 Gedongtengen, PAUD Tiara Surya Tegalrejo, Paud Among Putro Tegalrejo, TK ABA Nitikan, TK Pedagogia, dan TK Islam Pelangi Anak Negeri.

TK Islam Pelangi Anak Negeri merupakan salah satu penyedia layanan Pendidikan Inklusi di Kota Yogayakarta. Sekolah terletak di Jl. Nitikan Baru Nomor 09, Pandean, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, menerima anak dengan berbagai latar belakang sosial, kondisi, ekonomi, budaya, ras, dan kemampuan. Bentuk kegiatan pendidikan inklusi yang diadakan di TK Islam Pelangi Anak Negeri seperti: ramah lingkungan, mengenal budaya Indonesia, Bahasa Inggris, stimulasi baca tulis hitung/calistung untuk anak, field trip, kunjungan profesi, dan lain-lain.

(22)

8

belajar berisikan anak dengan keragaman yang berbeda, termasuk ABK. Semua anak tergabung dalam kelas yang sama, anak dengan kebutuhan khusus juga bergabung dengan anak lain, dan dibuatkan kegiatan yang sesuai kebutuhannya.

Bentuk inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri yaitu beberapa isi materi belajar yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, ketersediaan GPK dari sekolah, terapi bagi ABK murid baru, fieltrip, kunjungan profesi, dll. Dalam pelayanan inklusi, GPK bertugas untuk membantu reguler dan ABK ketika mengalami kesulitan dalam pembelajaran sewaktu kegiatan belajar berlangsung. GPK di TK Islam Pelangi Anak Negeri merupakan guru tetap TK yang disediakan oleh sekolah sendiri. GPK di TK Islam Pelangi Anak Negeri belum beratar belakang dari pendidikan luar biasa.

Kurikulum yang ada dalam sekolah ini menggunakan kurikulum tingkat satuan pembelajaran (KTSP) anak usia dini dari Dinas Pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan anak, visi lembaga, dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak yaitu: pembelajaran yang membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bereksplorasi, berpendapat, mengembangkan diri sesuai perkembangannya, dan belajar dengan ceria.

(23)

9 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Keberagaman latar belakang kondisi dan perkembangan anak menyebabkan adanya kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda.

2. Pada tahun 2012 jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.

3. Keterbatasan jumlah Guru Pendamping Khusus (GPK), berdasarkan data tahun 2011 jumlah sekolah inklusi di DIY ada 132 sekolah, dengan jumlah GPK 115 orang, 1 kelas di sekolah inklusi idealnya ada 2 guru.

4. Ketersediaan layanan PAUD inklusi di Kota Yogyakarta masih terbatas, Berdasarkan SK Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Nomor 188/661, daftar PAUD penyelenggara pendidikan inklusi di kota Yogyakarta baru terdapat delapan sekolah.

5. Pendekatan pembelajaran belum berpusat pada anak dan progam belajar yang sesuai kebutuhan anak diterapkan di TK Islam Pelangi Anak Negeri.

(24)

10 C. Batasan masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar penelitian terfokus pada topik penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian ini lebih difokuskan pada ‘Studi Kasus Proses

Pembelajaran Inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri’. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana Proses Pembelajaran Inklusi di TK Islam

Pelangi Anak Negeri Umbulharjo Yogyakarta?”. E. Tujuan penelitian

Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui proses perencanaan pembelajaran inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri Umbulharjo Yogyakarta.

2. Mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri Umbulharjo Yogyakarta.

3. Mengetahui bentuk evaluasi pembelajaran inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri Umbulharjo Yogyakarta.

F. Manfaat penelitian

(25)

11 1. Secara teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu yang berorientasi pada pembelajaran inklusi di TK.

b. Mengkaji dan mengetahui lebih dalam tentang proses pembelajaran inklusi di TK.

c. Menambah khasanah ilmu pengetahuan pendidikan usia dini terutama terkait penerapan pendidikan inklusi anak usia dini.

2. Secara praktis a. Kepala sekolah:

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan terkait pelaksanaan pembelajaran untuk TK lainya.

b. Untuk guru:

(26)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Inklusi

1. Pengertian Pembelajaran Inklusi

Inklusi memiliki pengertian yang beragam. Inklusi atau sekolah inklusi bukan nama lain untuk pendidikan kebutuhan khusus. Sekolah inklusi menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi dan mencoba memecahkan kesulitan yang muncul di sekolah. Stainback (dalam Budiyanto, 2012: 3) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

(27)

13

yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah, mereka dididik dan diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan penuh kasih sayang tanpa diskriminasi.

Sekolah inklusi bukan semata memasukan anak luar biasa/Anak Berkebutuhan Khusus ke sekolah umum, namun justru berorientasi bagaimana layanan pendidikan ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan setiap anak dengan keunikan dan keberagaman yang secara alamiah telah mereka miliki. Staub dan Peck (Budiyanto, 2012: 4) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Pernyataan Salamanca 1994 dan Kerangka Dakar 1997 (dalam Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 29) menjelaskan gagasan tentang pentingnya membangun kesadaran bagi anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusi, dengan upaya memperjuangkan agar mereka yang berada di lingkungan tertinggal dan mengalami keterbatasan kemampuan mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik.

(28)

14

untuk keseluruhan sistem pendidikan (Sue Stubbs, 2002:19). Prinsip inklusi mendorong setiap unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran mengusahakan lingkungan belajar dimana semua siswa dapat belajar secara efektif bersama-sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang ditolak atau dikeluarkan dari sekolahnya sebab tidak mampu memenuhi standar akademis yang ditetapkan. Walaupun, pada sisi yang lain beberapa orang tua merasa khawatir kalau anak-anak mereka yang memiliki kecacatan tersebut akan menjadi bahan ejekan atau digoda oleh orang-orang disekitarya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa sekolah dengan pembelajaran inklusi adalah sekolah yang menyediakan layanan pendidikan bagi semua peserta didik biasa maupun peserta didik yang berkebutuhan khusus di kelas yang sama.

2. Landasan Pembelajaran Inklusi a. Landasan Filosofis

Landasan filosofis utama penerapan sekolah inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika (Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 72).

b. Landasan Yuridis

(29)

15

tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu bekelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang ada (Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 78). Di Indonesia, penerapan sekolah inklusi dijamin oleh beberapa pasal yaitu:

1) Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi, tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.

2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Nasional, pasal 4 ayat 1 dinyatakan, bahwa pendidikan di Negara ini diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus. Dalam penjelasan pasal 15 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut dilakukan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus. Pasal 11 menyatakan bahwa, pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara, tanpa diskriminasi. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, terutama

pada pasal-pasal: (a) pasal 5: Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan; (b) Pasal 6 (ayat 1): Setiap penyandang cacat berhak.

(30)

16 c. Landasan Pedagogies

Pada pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 79; Abdulrahman, 2003).

Adanya Undang-undang tentang pendidikan nasional ini, pelaksanaan pendidikan bagi ABK akan semakin berkembang dan terarah, sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu mengembangkan potensi peserta didik.

d. Landasan Empiris

Penelitian tentang sekolah inklusif telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an. Penelitian yang bersekala besar dipelopori oleh The National Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikaasi dan penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau tempat khsusus tidak efektif dan diskriminatif. Penelitian ini merekomendasikan agar pendidikan khsusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 79; Heller, Holtzman, & Messick, 1982). Beberapa penelitian kemudian melakukan meta analisis (analisis lebih lanjut terhadap beberapa hasil penelitian yang telah ada) terhadap beberapa hasil penelitian sejenis. Hasil meta analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavel (1980) terhadap 50 buah penelitian, oleh Wang dan Baker (1994/1995) terhadap 11 buah penelitian, dan oleh Baker pada 1994 terhadap 13 penelitian, menunjukkan bahwa sekolah inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya (Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 79).

(31)

17

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus dibentuk menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

3. Prinsip Sekolah inklusi

Konsep paling mendasar dalam sekolah inklusif adalah bagaimana agar anak dapat belajar bersama, belajar untuk dapat hidup bersama (Budiyono, 2005: 41; IDEA, 1997). Pendidikan berkebutuhan khusus menganut prinsip-psrinsip yang sehat yang dapat menguntungkan semua anak. Pendidikan kebutuhan khusus berasumsi bahwa perbedaan-perbedaan manusia itu normal adanya dan oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kecepatan dan hakekat proses belajar (Budiyono, 2005: 41; UNESCO, 1994).

Mulyono dalam Budiyono (2005: 54) mengidentifikasi prinsip-prinsip dalam sekolah inklusif menjadi 9 elemen dasar yang memungkinkan sekolah inklusif dapat dilaksanakan, yaitu: sikap guru yang positif terhadap kebinekaan, interaksi promotif, pencapaian kompetensi akademik dan sosial, pembelajaran adaptif, konsultasi kolaboratif, hidup dan belajar dalam masyarakat, hubungan kemitraan antara sekolah dengan keluarga, belajar dan berfikir independen, belajar sepanjang hayat.

(32)

Perbedaan-18

perbedaan manusia itu normal adanya dan oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kecepatan dan hakekat proses belajar.

4. Tujuan Pembelajaran Inklusi

Secara umum pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu, pembelajaran secara umum mempunyai tujuan untuk membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku peserta didik bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku.

Suyanto, (2007: 9) mengatakan tujuan penyelenggaraan pembelajaran inklusi sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk Anak Berkebutuhan Khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.

3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal dan putus sekolah

4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargaman keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran

(33)

19

sehingga menjadikan berkembanganya perkembangan peserta didik menjadi optimal, dan menghargai perbedaan.

5. Model Pembelajaran Inklusi

Peserta didik yang beragam karakternya perlu adanya model belajar yang dapat menyesuaikan. Model belajar adalah suatu usaha dengan perencanaan, proses kombinasi dari berbagai kegiatan untuk pencapaian secara optimal individu menyerap, mengolah, dan mengatur informasi, ada beberapa model dan gaya belajar (Syamsul Huda Rohmadi, 2012: 67) yaitu: gaya belajar visual, gaya belajar auditif, dan gaya belajar kinestetik

Gaya belajar visual, peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual lebih bisa menyerap informasi melalui penglihatannya. Ciri-cirinya antara lain, teliti terhadap detail, pembaca tekun dan cepat, menjawab dengan jawaban singkat, basanya tidak terganggu keributan, mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar, lupa menyampaikan pesan verbal, lebih suka seni dari musik, mencoret-coret tanpa arti ketika berbicara di telpon atau dalam rapat, biasanya tidak terganggu keributan.

(34)

20

Gaya belajar kinestetik, peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik lebih bisa menyerap informasi melalui gerak tubuh. Cirinya antara lain, berbicara pelan, berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain, menggunakan jari ketika membaca, kemungkinan tulisannya jelek, belajar melalui manipulasi dan praktis, banyak menggunakan bahasa tubuh, tidak dapat duduk diam untuk waktu lama, tidak dapat mengingat geografi kecuali jika pernah berada di tempat itu, selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.

Dengan mengetahui model gaya pembelajaran dan potensi, maka fungsi kurikulum akan mempunyai nilai fungsi bagi peserta didik, adapun fungsi kurikulum baik yang rata-rata kemampuan dan juga termasuk bagi peserta didik yang khusus.

Lombardi (dalam Smith, 2006: 401) menjelaskan beberapa model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan keberhasilan kelas inklusi. Model-model tersebut meliputi: pengajaran langsung, intervensi dan strategi, tim asistensi guru, dan model guru sebagai konsultan. Pengajaran Langsung (Direct Instruction): dibuat suatu penekanan pada penggunaan struktur yang ringan dan jadwal waktu kelas, menggunakan seluruh sumber daya guru secara efisien (baik pendidikan umum maupun khusus) di kelas umum dan pemantauan kemajuan secara seksama.

Intervensi dan strategi (strategy intervention) yaitu dibuat suatu penekanan pada kemampuan pengajaran seperti: mendengar (listening), membuat catatan

(35)

21

Tim asistensi guru (teacher assistance team) yakni guru umum dan guru pendidikan khusus bekerja sebagai tim, mereka bertemu secara teratur untuk mengatasi masalah dan memberikan bantuan kepada anggota mereka dalam mengatur sikap siswa dan pertanyaan mengenai kesulitan akademis.

Model guru sebagai konsultan (consulting teacher model) yaitu guru-guru khusus dilatih sebagai konsultan untuk memberikan bimbingan dan bantuan kepada guru kelas umum. Mereka juga melatih para professional yang ditugaskan di kelas umum untuk membantu siswa penyandang hambatan.

Dari uraian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa model pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keberhasilah siswa dalam belajar.

6. Kurikulum Pembelajaran Inklusi

Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana atau pengaturan pelaksanaan pembelajaran dan atau pendidikan yang didalamnya mencakup pengaturan tentang tujuan, isi/materi, proses dan evaluasi. Tujuan berarti apa yang akan dicapai, materi berarti apa yang akan dipelajari. Proses berarti apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan evaluasi berarti apa yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan.

(36)

22

berat, maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait (Suyanto, 2007: 20).

Suyanto (2007: 20) mengatakan kurikulum inklusi dibagi menjadi 3 model, yaitu:

1. Model kurikulum reguler

Pada model kurikulum ini peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya.

2. Model kurikulum reguler dengan modifikasi

(37)

23

berdasarkan kurikulum reguler dan program pembelajaran berdasarkan kurikulum reguler dan program pembelajaran individual (PPI).

3. Model kurikulum PPI

Pada model kurikulum ini guru mempersiapkan program pendidikan Pada model kurikulum ini guru mempersiapkan program pendidikan individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.

Model PPI diperuntukan pada siswa yang mempunyai hambatan belajar yang tidak memungkinkan untuk mengikuti proses belajar belajar yang tidak memungkinkan untuk mengikuti proses belajar berdasarkan kurikulum reguler. Siswa berkebutuhan khusus seperti ini dapat dikembangkan potensi belajarnya dengan menggunakan ini dapat dikembangkan potensi belajarnya dengan menggunakan PPI dalam setiing kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti PPI dalam setiing kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti proses belajar sesuai dengan fase perkembangan dan proses belajar sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhannya.

(38)

24

kegiatan pengkajian terhadap sesuatu sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dalam usaha untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan pembelajaran telah mencapai tujuannya . Nana Syaodih dalam Muhmmad Takdir Ilahi (2003: 172) mengatakan, beberapa komponen kurikulum terdiri dari: tujuan, materi atau bahan ajar, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi kurikulum.

1. Perencanaan Pembelajaran merupakan proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam konteks perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu lokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Peran yang dilakukan oleh guru dalam perencanaan pembelajaran adalah dengan membuat perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan beberapa persiapan yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Perangkat pembelajaran tersebut minimal terdiri dari analisis pekan efektif, program tahunan, program semesteran, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

2. Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi. Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan di kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan melalui individualisasi pengajaran artinya; anak belajar pada topik yang sama, waktu dan ruang yang sama, namun dengan materi yang berbeda-beda. Cara lain proses pembelajaran dilakukan secara individual artinya anak diberi layanan secara individual dengan bantuan guru khusus. Proses ini dapat dilakukan jika dianggap memiliki rentang materi/keterampilan yang sifatnya mendasar. Proses layanan ini dapat dilakukan secara terpisah atau masih di kelas tersebut sepanjang tidak mengganggu situasi belajar secara keseluruhan. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

(39)

25

Dalam sekolah inklusi perlu adanya pembelajaran yang adaptif. Mengingat bergamnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Adaptasi dalam kurikulum juga merupakan salah satu cara untuk pemenuhan hak bagi ABK yang berada di sekolah inklusi. Mumpuni, (2011:5) mengatakan bahwa model pembelajaran inklusi mengharuskan guru melayani siswa dengan berbagai kebutuhan belajar. Adaptasi dalam model pembelajaran inklusi merupakan cara penyesuaian aktivitas belajar yang sesuai dengan kondisi siswa berkebutuhan khusus. Penyesuaian tersebut dilakukan pada tahapan belajar perolehan, tahap ulangan, tahap kecakapan, tahap mempertahankan, tahap perluasan, tahap penyesuaian, dan tahap penyesuaian (Mumpuniarti, 2011: 8).

Irham Hosni, (2003) dalam artikel, E. S. Munir, (2008), menuliskan bahwa pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan demikian pembelajaran adaptif bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar Biasa (PLB). Pada intinya pembelajaran adaptif adalah modifikasi aktivitias, metode, alat, atau lingkungan pembelajaran yang bertujuan untuk menyediakan peluang kepada anak dengan kebutuhan khusus mengikuti program pembelajaran dengan tepat, efektif serta mencapai kepuasan. Prinsip utama dalam modifikasi aktivitas adalah penyesuaian aktivitas pembelajaran yang disesuaikan dengan potensi siswa dalam melakukan aktivitias tersebut.

(40)

26

sekolah inklusif, menurut Sari Rudiyati (2013: 8) yakni: (1) Model duplikasi; (2) Model modifikasi; (3) Model subtitusi, dan (4) model omisi.

Model duplikasi dalam kaitannya dengan model kurikulum, yaitu mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus secara sama dengan kurikulum yang digunakan untuk siswa pada reguler. Jadi model duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi. Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada anak-anak pada umumnya/reguler juga diberlakukan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus.

Duplikasi isi/materi berarti materi-materi pembelajaran yang diberlakukan kepada siswa reguler juga diberlakukan sama kepada siswa-siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Duplikasi proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar penggunaan media belajar dan atau sumber belajar.

(41)

27

dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.

Model modifikasi bararti cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-siswa reguler dan beberapa dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

Sebagai konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka akan dibuatkan beberapa komponen sendiri baik berkaitan dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SI, kompetensi dasar (KD) maupun indikator -nya.

Modifikasi materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keleluasan, kedalaman dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada siswa reguler.

Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran yang dijalani oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami oleh siswa pada umumnya. Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk siswa-siswa reguler tidak diterapkan untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus.

(42)

28

berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi. Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah, dll.

Model subtitusi dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasi.

Model Omisi dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain, berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus, karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.

(43)

29

kurikulum reguler yang berlaku disekolah umum. Namun demikian karena ragam hambatan yangdialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulaidari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dalam sekolah inklusi perlu adanya pembelajaran yang adaptif. Mengingat bergamnya kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Adaptasi dalam kurikulum juga merupakan salah satu cara untuk pemenuhan hak bagi ABK yang berada di sekolah inklusi. Kurikulum adaptif merupakan kurikulum khusus bagi ABK dalam sekolah inklusi.

7. Komponen Pembelajaran Inklusi

Pembelajaran merupakan istilah yang diambil dari terjemahan kata

(44)

30

Dalam pembelajaran terdapat komponen-komponen sebagai berikut; tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, anak didik/ siswa, dan adanya pendidik/guru (Cepi Riyana, 2007: 3).

Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai, oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan antara dalam upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Materi belajar dalam pembelajaran inklusi menurut Nana Syaodih 2005 (dalam Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 172) materi belajar disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Untuk ABK dengan inteligensi yang tinggi, materi belajar dapat diperluar, diperdalam, dan ditambahkan materi belajar baru, yang tidak ada dalam kurikulum sekolah reguler, namun materi ini dianggap penting bagi anak berbakat. Sementara untuk ABK yang memiliki intelegensi yang relatif normal, materi beljar dipertahankan atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit. Bagi ABK dengan intelegensi di bawah normal, maka materi belajar dalam sekolah dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya atau dihilangkan pada bagian tertentu.

(45)

31

bantu yang mewujudkan situasi belajar yang lebih efektif. Media belajar dalam kelas inklusi

Evaluasi pembelajaran dalam pendidikan inklusi menurut Muhammad Takdir Ilahi, 2013: 187 bagi ABK mengtakan bahwa sesuai dalam pasal 7 PermendiknasNomor 70 Tahun 2009 yang berisi bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, dan minatnya. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah inklusi untuk ABK mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik dengan cara melakukan evaluasi simultan dan berkelanjutan.

Evaluasi pembelajaran di sekolah inklusif hendaknya dapat menjangkau kemampuan seluruh anak, baik reguler maupun ABK. Bagi reguler, evaluasi hasil belajarnya dapat mengacu pada standar yang berlaku, namun bagi ABK perlu memperhatikan kondisi, kemampuan, dan kebutuhannnya, serta progam pendidikan dan pembelajaran yang telat dibuat (Sari Rudiyati, 2013: 79).

Tenaga pendidik yang profesional menjadi salah satu penentu dalam keberhasilan pelaksaaan pembelajaran inklusi. Tenaga pendidik dalam sekolah inklusi menurut Sari Rudiyati (2013: 37) meliputi guru umum dan guru pendamping. Guru umum meliputi guru kelas dan guru bidang studi, sedangkan guru pendamping merupkan guru pendamping khusus (GPK).

(46)

32

jawab pada pengelolaan pembelajaran dan administrasi kelasnya. Kelas yang dipegang tidak menetap. Tiap tahun dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi sekolah.

Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan khusus terkait dengan pendidikan luar biasa (Sari Rudiyati, 2013: 40). Tugas pembimbing khusus antara lain: menyusun assessment pendidikan bersama guru kelas dan guru mata pelajaran, membangun sistem organisasi antara guru, pihak sekolah dengan orang tua siswa, memberikan bimbingan kepada anak berkelainan, sehingga anak mampu mengatasi hambatan/ kesulitannya dalam belajar, memberikan bantuan kepada guru kelas dan guru mata pelajaran agar dapat memberikan pelayanan pendidikan khusus kepada anak yang luar biasa yang membutuhkan.

B. Pembelajaran di TK

1. Pengertian Pembelajaran di TK

(47)

33

pembelajaran di TK meliputi beberapa aspek, yaitu: kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial emosional, agama dan moral.

Karakteristik dalam pembelajaran di TK yaitu: pembelajaran dilaksanakan secara terpadu dengan memperlihatkan kebutuhan, dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan karakteristik anak TK dan layanan pendidikan, dan dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain dengan memperhatikan perbedaan individual, minat, dan kemampuan masing- masing anak, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan (Mudjito, 2010: 7)

Proses pembelajaran di TK melalui tiga tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan evalusi. Perencanaan pembelajaran di TK sebagai persiapan proses kegiatan meliputi Perencanaan Semester, RKM, dan RKH. Pelaksanaan pembelajaran di TK pada usia 4-6 tahun dilakukan secara individual, kelompok kecil, dan kelompok besar meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu pembuka, inti, dan penutup.

Kegiatan pembuka merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran yang ditujukan untuk memfokuskan perhatian dan membangkitkan motivasi peserta didik. Kegiatan inti merupakan proses untuk mencapai indikator yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan partisipatif. Kegiatan penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran, bentuk kegiatanya berupa menyimpulkan, umpan balik, dan tidak lanjut.

(48)

34

kerja, catatan anekdot, dialog, laporan orang tua, hasil karya, dan profil anak.kegiatan evaluasi dilakukan secara berkala, intensif, bermakna, menyeluruh, dan berkelanjutan (Mudjito, 2010: 21-27)

Dari uraian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa pembelajaran di TK merupakan kegiatan pembelajaran usia 4-6 tahun. Kegiatan dilakukan melalui perencaan, pelaksanaan, dan evalusi, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi anak secara optimal, agar siap secara jasmani dan rohani dalam melaksanakan pembelajaran pada tingkat selanjutnya.

2. Model Pembelajaran di TK

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam rangka membantu anak mencapai hasil belajar tertentu (Depdiknas, 2005). Komponen model pembelajaran terdiri dari: identitas, kompetensi yang akan dicapai, langkah-langkah, lat atau sumber belajar, serta evaluasi. Menurut Sugiono (2009: 140) model pembelajaran pada anak usia dini terdiri dari dua jenis, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang berpusat pada anak. model pembelajaran berpusat pada anak terdiri dari model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran berdasarkan minat.

a) Model Pembelajaran Kelompok

(49)

35

hubungan dengan orang lain. Landasan teoritis dari model pembelajaran kelompok adalah mengacu pada teori dari John Dewey (Nurhayati, 2011: 3), yang menyatakan bahwa kelas seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih luas dan menjadi laboraturium bagi pembelajaran kehidupan nyata. Menurut Dewey, guru seharusnya menciptakan lingkungan belajar yang demokratis disertai prses belajar yang ilmiah. Tanggung jawab gru adalah melibatkan peserta didik dalam penyelidikan (inquiry) tentang berbagai masalah sosial dan intersosisal.

Prinsip pembelajaran kelompok adalah: peserta didik bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar; anggota dalam kelompok terdiri atas yang mempunyai kemampan belajar rendah, sedang dan tinggi; jika memungkinkan anggota kelompok tersebut terdiri dari campuran, ras, budaya, dan jenis kelamin; sistem reward berorientasi pada kelompok. Prinsip berikutnya dalam pembelajaran kelompok setiap anggota kelompok dapat bertukar tempat ke kelompok lain dengan catatan dalam kelompk yang dipilih ada tempat ke kelompok lain dengan catatan dalam kelompok yang dipilih ada tempat yang kosong.

(50)

36

Tahap atau langkah dalam pembelajaran kelompok dapat diuraikan sebagai berikut (Nurhayati, 2011: 4): Pelajaran dimulai dengan guru membahas tujuan-tujuan pelajaran dan membangkitkan motivasi belajar, tahap selanjutnya adalah presentasi informasi dalam bentuk teks atau ceramah, peserta didik diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok belajar, peserta didik dibantu guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas, anak tidak diharuskan menyelesaikan tugas semua kelompok, namun anak dapat berpindah kegiatan ke kelompok lain apabila ada tempat kosong di kelompok tersebut, presentasi hasil akhir kelompok atau menguji segala yang telah dipelajari siswa, dan memberi pengakuan pada usaha kelompok maupun individu.

b) Model Pembelajaran Berdasarkan Minat

(51)

37

Prinsip dalam model pembelajaran berdasarkan minat mengutamakan (Nurhayati, 2011: 5) sebagai berikut:

1) pengalaman belajar bagi setiap anak secara individual

2) membantu anak untuk membuat pilihan-pilihan melalui kegiatan dan pusat-pusat kegiatan

3) melibatkan peran serta keluarga. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan minat dapat menggunakan beberapa area antara lain: area agama, balok, bahasa, drama, berhitung/matematika, sains, seni/motorik, musik, membaca dan menulis. Dalam satu hari dapat dibuka satu area bermain dengan 4-5 kegiatan bermain.

Dari uraian di atas dapat dimbil kesimpulan bahwa terdapat dua model pembelajaran di TK, yaitu berpusat pada guru dan anak. Model pembelajaran berpusat pada anak terbagi menjadi dua, yaitu secara kelompok dan minat. Kedua model pembelajaran ini memberikan kebebasan bagi anak untuk aktif belajar, sehingga anak memperoleh pengetahuan yang bermakna.

2. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini

Menurut Mudjito (2010: 5) prinsip pembelajaran di TK sebagai berikut: a. Berorientasi pada kebutuhan anak

(52)

38 b. Belajar sambil bermain

Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Upaya yang diberikan oeh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Menggunakan strategi, metode, materi, serta mudah dimengerti oleh anak.

c. Kreatif dan inovatif

Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir dan menemukan hal hal baru.

d. Lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik, sehingga anak akan betah. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak bermain. Penataan ruang harus senantiasa disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain dan tidak menghalangi interaksi dengan pendidik dengan temanya.

e. Tema

Jika pembelajaran yang dilakukan memanfaatkan tema, maka pemilihan tema dalam kegiatan hendaknya dikembangkan dari hal yang paling dekat dengan anak, sederhana serta menarik minat anak. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal konsep secara mudah dan jelas.

f. Mengambangkan keterampilan hidup

(53)

39

yaitu: memiliki kemampuan untuk menolong diri senidri, disiplin, dan sosialisasi; memiliki bekal keterampilan dasar dan beranjak dari tema dan jenjang selanjutnya.

g. Menggunakan pembelajaran terpadu

Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari tema yang menarik minat anak. Kegiatan pembelajaran disajikan secara terintegrasi dalam suatu aktivitas yang dilakukan oleh anak.

h. Pembelajaran berorientasi pada prinsip perkembangan anak, yaitu:

Anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis, siklus belajar selalu berulang, anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewassa dan anak lainya, minat anak dan keingintahuannya memotivasi belajar, perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individual.

(54)

40 3. Metode Pembelajaran Anak Usia Dini

Menurut Mudjito (2010: 7), pembelajaran pada anak usia dini dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode diantaranya:

a. Bercerita

Bercerita adalah mencerikan atau membacakan cerita yang mengandung nilai pendidikan. Melalui cerita daya imajinasi anak dalat ditingkatkan. Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah cerita selesai. Cerita akan lebih bermanfaat jika disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan anak.

b. Bernyanyi

Bernyanyi adalah kegiatan dalam melakukan pesan-pesan yang mengan dung unsur pendidikan. Dengan bernyanyi anak dapat terbawa kepada situasi emosional seperti sedih dan gembira. Bernyanyi juga dapat menimbulkan rasa estetika.

c. Berdarmawisata

(55)

41 d. Bermain peran

Bermain peran adalah permainan yang dilakukan untuk memerankan tokoh, benda, dan peran tertentu disekitar anak. Bermain peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitar. Dengan demikian peran, kebiasan, dan kesukaan anak untuk meniru akan tersalurkan serta mengembangkan daya khayal dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.

e. Demontrasi

Demonstrasi adalah kegiatan dimana tenaga pendidik memberikan contoh terlebih dahulu, kemudian ditirukan oleh anak. metode ini bermanfaat untuk melati ketrampilan dan cara yang memperlukan contoh yang benar.

f. Pemberian tugas

Pemberian tugas meruakan metode yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah disiapkan sehingga anak dapat mengalami secara nyata dan melaksanakan tugas secara tuntas. Tugas dapat diberikan secara berkelompok maupun individual

g. Metode proyek

Metode proyek adalah metode yang memeberikan kesempatan pada anak untuk menggunakan alam sekitar dan atau kegiaran sehari hari anak sebagai bahan pembahasan melalui kegiatan.

h. Metode pembiasaan

(56)

42

berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak, seperti emosi, disiplin, budi pekerti, dan lain lain

i. Metode bercakap-cakap

Suatu cara bercakap cakap dalam bentuk tanya jawab antar anak dengan anak atau anak dengan guru.

j. Latihan

Latihan adalah kegiatan melatih anak untuk menguasai khususnya kemampuan psikomotorik yang menuntut koordinasi antar otot-otot dengan mata dan otak, latihan diberikan sesuai dengan langkah langkah yang diberikan.

Dari uraian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa berbagai macam metode pembelajaran yang dilakukan di TK, dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Dengan variasi metode yang digunakan, membantu masing masing anak untuk mendapatkan pengetahuan yang bermakna, sesuai dengan cara belajar masing-masing anak.

4. Media Pembelajaran Anak Usia Dini

(57)

43

didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema, Media Audio-Visual merupakan kombinasi dari media audio dan media visual atau biasa disebut media pandang-dengar (Badru Zaman & Cucu Eliyawati, 2010: 5).

Pemilihan media pembelajaran bukanlah hal yang sederhana meskipun tidak perlu dipandang rumit. Maknanya ialah perlunya pengetahuan wawasan, pengetahuan dan keterampilan guru dalam melakukannya dengan tepat, sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan yang ada. Pada dasarnya pertimbangan untuk memilih suatu media sangatlah sederhana yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak.

Dalam konteks pemilihan media pembelajaran untuk anak usia dini, beberapa dasar pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran tersebut diantaranya adalah (Badru Zaman & Cucu Eliyawati, 2010:15):

1. Media pembelajaran yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pemakai (anak usia dini) yang dilayani serta mendukung tujuan pembelajaran. 2. Media pembelajaran yang dipilih perlu didasarkan atas azas manfaat

3. Pemilihan media pembelajaran hendaknya berposisi ganda baik berada pada sudut pandang pemakai (guru, anak) maupun dari kepentingan lembaga 4. Pemilihan media pembelajaran harus didasarkan pada kajian edukatif dengan

(58)

44

5. Media pembelajaran yang dipilih hendaknya memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditentukan..

6. Pemilihan media pembelajaran hendaknya memperhatikan pula keseimbangan koleksi (well rounded collection) termasuk media pembelajaran pokok dan bahan penunjang sesuai dengan kurikulum baik untuk kegiatan pembelajaran maupun media pembelajaran penunjang untuk pembinaan bakat, minat dan keterampilan yang terkait.

7. Untuk memudahkan memilih media pembelajaran yang baik perlu kiranya menyertakan alat bantu penelusuran informasi seperti katalog, kajian buku, review atau bekerjasama dengan sesama komponen fungsional.

Dari uraian di atas dapat dapat ditegaskan bahwa media merupakan hal penting yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan suatu informasi/ pengetahuan bagi anak. Penggunaan media yang sesuai kegiatan dan menarik, dapat membantu daya tarik anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

C. Kerangka Pikir

(59)

45

mendapatkan dan memilih pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga menjadikan berkembanganya perkembangan peserta didik menjadi optimal, dan menghargai perbedaan.

Kurikulum dalam sekolah inklusi menggunakan kurikulum reguler, reguler dengan modifikasi, dan PPI. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran inklusi, pendidik atau guru harus menentukan terlebih dahulu program yang akan diajarkan, pelaksanaan, waktu, biaya, faktor pendukung dan penghambat, serta strategi pembelajaran yang akan diajarkan. Kemudian dilanjutkan dengan adanya proses evaluasi yaitu suatu kegiatan pengkajian terhadap sesuatu sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dalam usaha untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan pembelajaran telah mencapai tujuannya.

Sekolah inklusi diadakan dengan tujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekagraman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki perbedaan, sehingga semua anak dapat mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Sekolah inklusi diselenggarakan untuk semua jenjang pendidikan, termasuk PAUD.

(60)

46

perbedaan individual, minat, dan kemampuan masing- masing anak, sosial budaya, serta kondisi dan kebutuhan (Mudjito, 2010: 7).

Model pembelajaran pada anak usia dini terdiri dari dua jenis, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang berpusat pada anak. Model pembelajaran berpusat pada anak terdiri dari model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran berdasarkan minat. Penggunaan variasi metode dan media yang digunakan, membantu menarik perhatian masing masing anak untuk mendapatkan pengetahuan yang bermakna, sesuai dengan cara belajar masing-masing anak.

Proses pembelajaran di TK melalui tiga tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan evalusi. Perencanaan pembelajaran di TK sebagai persiapan proses kegiatan meliputi Perencanaan Semester, RKM, dan RKH. Pelaksanaan pembelajaran di TK pada usia 4-6 tahun dilakukan secara individual, kelompok kecil, dan kelompok besar meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu pembuka, inti, dan penutup. Evalusi pembelajaran di TK menggunaan istilah pengukuran, penilaian, dan asesmen.

(61)

47

Salah satu penyedia layanan sekolah inklusi di Yogyakarta adalah TK Islam Pelangi Anak Negeri merupakan salah satu sekolah PAUD yang membuka layanan sekolah inklusi, yang menerima anak dengan berbagai latar belakang sosial, kondisi, ekonomi, budaya, ras, dan kemampuan. TK Islam Pelangi Anak Negeri membuka layanan belajar inklusi untuk anak usia 2-7 tahun. Dalam setiap kelompok belajar terdapat anak reguler dan ABK. TK Islam Pelangi Anak Negeri menyediakan guru pendamping kelas bagi ABK yang membutuhkan. Proses pembelajaran di TK Islam Pelangi Anak Negeri menerapkan pembelajaran inklusi. Pada gambar 1 berikut ini ditampilkan:

Gambar 1. Kerangka Pikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian kajian teori di atas, peneliti merumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses perencanaan pembelajaran inklusi pada TK Islam Pelangi Anak Negeri?

2. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran inklusi pada TK Islam Pelangi Anak Negeri?

Sekolah inklusi Pembelajaran di TK

Pembelajaran Inklusi di TK

(62)

48

3. Bagaimana bentuk evaluasi pembelajaran inklusi TK Islam Pelangi Anak Negeri?

(63)

49 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Menurut Stake 1995 (Creswell, 2012: 20) studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu progam, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu. Kasus ini dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data serta waktu yang telah ditentukan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dikarenakan akan menggali secara mendalam tentang proses pembelajaran inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri, yang pada sekolah lainnya pendidikan inklusi masih jarang diterapkan. Penelitian akan dilaksanakan dengan mengkaji lebih mendalam tentang proses pembelajaran inklusi. Sehingga peneliti memperoleh data secara detail tentang proses pembelajaran inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri.

B. Subjek dan Objek Penelitian

(64)

50

kepala sekolah, guru, dan pesert didik. Sedangkan objek penelitiannya adalah proses pembelajaran inklusi di TK Islam Pelangi Anak Negeri .

C. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2010: 309) teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Nasution (Sugiyono, 2010: 306) mengemukakan bahwa “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia

sebagai instrumen peneliti utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya.

Teknik pengambilan data menggunakan teknik yang selalu melibatkan penuh peneliti untuk mengambil data. Pada penelitian kualitatif ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:

1. Observasi

(65)

51

Negeri. Kegiatan Observasi dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas dengan mengamati kegiatan guru dan anak dalam proses pembelajaran.

2. Wawancara

Esterberg (Sugiyono, 2010: 317) mengemukakan bahwa interview adalah “a meeting of two person to exchange information and idea through quetion and responses, resulting in comunication and joint construction of meeting about a

particular topic.” Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

wawancara terstruktur dan mendalam. Dalam wawancara terstruktur peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan. Pertanyaan berdasarkan masalah dalam rancangan penelitian. Wawancara mendalam dilakukan dengan tujuan untuk mendalami lebih lanjut terkait hal-hal saat penelitian berlangsung.

Sumber data dalam teknik wawancara adalah kepala sekolah atau wakil kepala sekolah TK Islam Pelangi Anak Negeri, dengan menggunakan pedoman wawancara yang disesuaikan dengan sumber dan peneliti.

3. Dokumentasi

(66)

52 D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Kepekaan peneliti terhadap subjek dan nara sumber sangat diperlukan untuk memperoleh data yang mendalam. Selama proses pencatatan saat dilapangan tentunya peneliti memiliki panduan agar tidak mengalami perluasan data. Pada Tabel berikut ini ditampilkan kisi-kisi penelitian.

Tabel 1. Kisi-kisi Penelitian Observasi

No. Komponen Instrumen Sumber

Data

Tabel 2. Kisi-kisi Penelitian Wawancara

No. Komponen Intrumen Sumber

(67)

53

Tabel 3. Kisi-kisi Penelitian Dokumentasi

No. Komponen Instrumen Sumber

Data

a. Evaluasi pembelajaran Guru Dokumentasi

E. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan (dalam Sugiyono, 2010: 334) menyatakan bahwa:

“data analizy is the process of systematically searching and arranging the

(68)

54

Pada gambar 2 dipaparkan bagan proses analisis data menurut Miles dan Huberman (1992: 18).

Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data Model Alir

Gambar komponen analisis data model alir tersebut mengandung beberapa aspek yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hal tersebut dilaksanakan selama kegiatan penelitian berlangsung. Penjabaran dari ketiga aspek tersebut adalah:

a. Reduksi Data

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi penelitian observasi......................................................
Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 1. Kisi-kisi Penelitian Observasi
Tabel 3. Kisi-kisi Penelitian Dokumentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan

Secara khusus dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil belajar siswa Kelas V SDN Klangonan Kebomas Kabupaten Gresik pada kompetensi dasar tentang Mengartikan

Kondisi tersebut dapat dipahami karena menulis kisah/dari peristiwa sejarah tidak mudah karena tidak ada sumber yang memuat secara runtut tentang suatu peristiwa.Hal

Sehubungan dengan telah dilakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka sesuai jadwal LPSE Pembuktian Kualifikasi atas Dokumen Penawaran yang saudara ajukan untuk

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana peningkatan keterampilan generik sains dan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP pada. materi kalor

Sahabat MQ/ menjelang deklarasi pencalonan BUpati dan Wakil Bupati Sleman – Hafidh Asrom dan Sri Muslimatun-/ ahad sore/ ratusan pemuda Nahdlatul Ulama NU justru

Identifikasi hama dan patogen penyakit dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dengan menggunakan

Berdasarkan data perbandingan hasil keputusan antara sistem dan ahli, maka tingkat akurasi dari sistem pendukung keputusan pemilihan penanaman varietas unggul padi