Kode/Nama Rumpun Ilmu : 571/Manajemen
LAPORAN PENELITIAN
SKEMA PENELITIAN: PENUGASAN
MODEL PENYELENGGARAAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)
Oleh:
Meirani Harsasi, S.E., M.Si. : NIDN. 0031057502 Kurnia Endah Riana, S.E.,
M.Com. : NIDN. 0006057304
Minrohayati, S.E., M.Si. : NIDN. 0021048006 Nenah Sunarsih, S.E., M.Si. : NIDN. 0029067702 Ni Wayan Marsha : NIDN. 0019039004
Yusuf : NIDN. 0031088401
Vigilia Konda M : NIDN. 0002048303
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA
2022
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran menunjukkan tren yang semakin meningkat yang didasari oleh teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme adalah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang didasarkan pada premis bahwa kognisi (belajar) merupakan hasil dari "konstruksi mental". Dengan kata lain, peserta didik belajar dengan menyesuaikan informasi baru yang diperoleh dengan apa yang sudah mereka ketahui (Bada, 2015). Teori ini mendefinisikan belajar sebagai suatu proses aktif ketika peserta didik berfungsi sebagai pembuat pemikiran aktif yang berusaha untuk membangun pengetahuan yang koheren dan terorganisir. Dengan demikian, peserta didik memandang belajar sebagai proses aktif pembentukan pengetahuan, bukan hanya sebagai penerima pasif informasi (Mayer, 2004).
Namun demikian, upaya keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran tidak mudah dicapai karena pandangan tradisional masih mendominasi praktik pembelajaran saat ini. Pandangan tradisional menyatakan bahwa pengajar adalah
“pemancar pengetahuan" sedangkan peserta didik bertindak sebagai "penerima informasi" (Alorda, Suenaga, & Pons, 2011). Akibatnya, sulit bagi peserta didik untuk sepenuhnya terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang berakibat pada pemahaman yang kurang pada berbagai disiplin ilmu. Pada jenjang pendidikan tinggi, berbagai praktik juga menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi lebih fokus pada penanaman keterampilan penelitian (melalui penulisan skripsi), dibandingkan dengan keterampilan profesional atau keterampilan yang dapat ditransfer. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antara apa yang dipelajari mahasiswa dengan apa yang dibutuhkan di tempat kerja (Holmes, 2012). Untuk mengubah situasi ini, mahasiswa dapat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemecahan masalah nyata dan konstruksi pengetahuan dalam konteks profesional otentik (Guo, 2020). Salah satu cara yang menarik untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pembelajaran berbasis proyek (project-based learning/PBL).
PBL merupakan model instruksional pembelajaran yang menyediakan pengalaman belajar yang lebih dan mengarah pada perkembangan kognitif pada tingkat yang lebih tinggi melalui keterlibatan peserta didik dengan masalah yang kompleks. PBL
mendukung beragam kelompok peserta didik dalam belajar dan mempraktikkan keterampilan pemecahan masalah, komunikasi, kolaborasi, dan manajemen diri (Younis, 2021). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh positif PBL terhadap peserta didik, antara lain peningkatan kemandirian, tanggung jawab pencapaian tujuan proyek dan pengembangan kompetensi sosial (kolaborasi komunikasi, dan aktivitas dalam kelompok, keterbukaan terhadap kritik, solidaritas) (Lasauskiene dan Rauduvaite, 2015); peningkatan keterampilan teknis, manajemen tim, dan keterampilan persuasif (Sharma, et al., 2020); dan peningkatan tanggung jawab mengelola tim, kepemimpinan, serta pengembangan produk dan kinerja yang lebih baik (Shekar dan Goodyear, 2011).
Universitas Terbuka (UT) sebagai institusi pendidikan tinggi negeri mendapatkan mandat dari pemerintah untuk menyelenggarakan sistem pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh (PTTJJ). Sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kinerja UT ditentukan oleh pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seperti tercantum pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 3/M/2021 tentang Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu IKU yang harus dicapai terkait pembelajaran dalam kelas adalah persentase mata kuliah S1 dan D4/D3/D2 yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan kasus (case method) atau pembelajaran kelompok berbasis projek (team based project) sebagai bagian bobot evaluasi. Dalam sistem PTTJJ, pembelajaran berbasis proyek memiliki tantangan tersndiri, antara lain bagaimana meningkatkan kolaborasi dan kerja sama mahasiswa dalam satu tim. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada pengembangan pembelajaran berbasis projek (PBL) yang dilakukan dengan metode research and design (R & D) pada program studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dalam sistem belajar jarak jauh.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana pengembangan pembelajaran (mata kuliah) berbasis proyek dapat diterapkan pada pendidikan jarak jauh.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut, maka penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap dengan tujuan penelitian pada masing-masing tahap adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis potensi dan masalah penerapan mata kuliah PBL pada PJJ 2. Mengembangkan desain pembelajaran mata kuliah PBL
3. Melakukan validasi desain pembelajaran mata kuliah PBL 4. Revisi desain pembelajaran mata kuliah PBL
5. Finalisasi desain pembelajaran mata kuliah PBL
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut.
a. Manfaat akademik, yaitu ditemukannya model penyelenggaraan PBL yang ideal yang dapat mendukung capaian pembelajaran mahasiswa pada program studi di lingkungan Fakultas Ekonomi UT.
b. Manfaat manajerial, yaitu ditemukannya model penyelenggaraan PBL yang ideal bagi mahasiswa PJJ.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembelajaran Berbasis Proyek (PBL)
PBL mengacu pada metode pembelajaran berbasis inkuiri yang melibatkan peserta didik dalam mengonstruksi pengetahuan dengan menugaskan peserta didik menyelesaikan proyek yang bermakna dan mengembangkan produk secara nyata (Brundiers dan Wiek, 2013). PBL pada tingkat yang paling mendasar, merupakan metode instruksional yang ditandai dengan penggunaan kasus-kasus yang ada di
"dunia nyata" sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan memperoleh ketrampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan tentang konsep- konsep penting dari mata kuliah (Poon, Tang, dan Reed, 2015). Menggunakan PBL, siswa memperoleh keterampilan belajar seumur hidup yang meliputi kemampuan untuk menemukan dan menggunakan sumber belajar yang sesuai. PBL juga merupakan pengembangan kurikulum dan sistem instruksional yang secara simultan mengembangkan baik strategi pemecahan masalah maupun pembelajaran dengan menempatkan siswa dalam peran aktif pemecah masalah dihadapkan dengan masalah praktis di tempat kerja.
Terdapat enam keunggulan PBL, antara lain pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan, fokus pada tujuan pembelajaran, partisipasi dalam kegiatan pendidikan, kolaborasi antarpeserta didik, penggunaan teknologi, dan penciptaan artefak nyata (Krajcik dan Shin, 2014). Proses penciptaan dalam PBL menuntut peserta didik untuk bekerja sama menemukan solusi dari masalah otentik dalam proses integrasi, aplikasi, dan konstruksi pengetahuan. Dalam proses ini perlu adanya pendampingan dan dukungan dari pengajar untuk membantu proses belajar mereka.
Dalam pendidikan tinggi, PBL digunakan untuk mengembangkan kompetensi peserta didik untuk pemecahan masalah, kerja sama tim, serta manajemen pribadi yang melibatkan mahasiswa dalam menghasilkan, mengevaluasi, dan mengimplementasikan ide-ide proyek (Howard, 2002). PBL merupakan pendekatan pendidikan yang menjadikan masalah yang kompleks menjadi konteks dan stimulus untuk belajar (Major dan Palmer, 2001). Dalam proses PBL, mahasiswa bekerja dalam tim untuk memecahkan satu atau lebih masalah "dunia nyata" yang kompleks dan menarik. Mereka mengembangkan keterampilan dalam mengumpulkan,
mengevaluasi, dan mensintesis sumber daya dan kemudian mengusulkan solusi untuk masalah-masalah yang ada.
Morgan (1983) dalam Helle, Tynjälä, dan Olkinuora (2006) menggambarkan tiga model umum PBL untuk tujuan pendidikan.
1. Project exercise: Tujuan dari jenis proyek ini adalah bahwa siswa harus menerapkan pengetahuan dan teknik yang telah diperoleh untuk masalah akademis pada bidang-bidang yang sudah akrab bagi mereka. Ini mewakili jenis pembelajaran berbasis proyek yang paling tradisional.
2. Project component: pada jenis pekerjaan proyek ini, tujuannya lebih luas dan cakupannya lebih besar; proyek ini lebih interdisipliner dan sering dikaitkan dengan isu-isu "dunia nyata"; tujuannya termasuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kapasitas untuk bekerja secara mandiri.
Seringkali, mata kuliah yang diajarkan secara tradisional dipelajari secara paralel dengan mata kuliah proyek.
3. Project orientation: Istilah ini menunjukkan filosofi kurikulum seluruh program studi; proyek-proyek yang diselesaikan siswa membentuk seluruh dasar pendidikan mereka, sementara pengajaran instruksional disediakan hanya untuk melengkapi persyaratan topik proyek. Materi pelajaran yang dipelajari ditentukan oleh tuntutan topik proyek, yang sangat kontras dengan model 1.
2.2. Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh merupakan konsep dalam pendidikan yang sudah lama dikenal dan dipraktikkan di seluruh penjuru dunia. Keegan (2002) menekankan bahwa pendidikan jarak jauh merupakan pengalaman pendidikan dimana pengajar dan peserta didik dipisahkan dalam ruang dan waktu yang berarti proses belajar dapat terjadi jauh dari institusi akademik dan dapat digunakan untuk merah gelar atau kredensial (Gunawardena, McIsaac, & Jonassen, 2008). Keegan (1980) mengidentifikasi enam elemen kunci dalam pendidikan jarak jauh yang meliputi:
1) keterpisahan antara pengajar dan peserta didik;
2) adanya pengaruh suatu organisasi pendidikan;
3) penggunaan media untuk menghubungkan pengajar dan peserta didik;
4) komunikasi dua arah;
5) peserta didik sebagai individu daripada dalam kelompok;
6) pendidikan sebagai suatu bentuk industrialisasi.
Pengertian pendidikan jarak jauh secara tradisional menekankan pada penggunaan komunikasi tercetak maupun elektronik kepada peserta yang mengikuti pembelajaran yang terencana yang memiliki perbedaan waktu dan tempat dengan pengajar (Gunawardena dan McIsaac, 2013). Pengertian secara tradisional tersebut perlahan-lahan berubah seiring dengan perkembangan teknologi sebagai suatu tantangan bagi para pengajar dan penyelenggara pendidikan jarak jauh untuk mendefinisikan ulang penerapan PJJ. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, pembelajaran secara online menjadi mode utama dalam pendidikan jarak jauh yang banyak digunakan saat ini. Terdapat tiga bentuk pembelajaran online, yaitu sinkronous, asinkronous, dan campuram (blended). Dalam pembelajaran asinkronous, pengajar dan peserta didik bertemu secara online dalam satu waktu yang telah ditentukan. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran asinkronous adalah menggunakan aplikasi online meeting yang menampilkan video dan audio.
Pembelajaran asinkronous memiliki arti bahwa pengajar dan peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk melakukan sesi sinkronous serta peserta didik memiliki akses ke konten pembelajaran yang dapat diakses melalui internet kapan saja.
Komunikasi diantara para peserta dan pengajar terjadi secara tidak langsung dalam satu waktu dan dilakukan melalui email, forum online yang dimoderatori oleh pengajar (Watts, 2016). Jenis pembelajaran jarak jauh lainnya adalah pembelajaran campuran (blended learning). Pembelajaran campuran merupakan mode pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran tatap muka dengan pengalaman belajar secara online (Garrison dan Kanuka, 2004).
2.3. Pembelajaran Kolaboratif dalam Pendidikan Jarak Jauh
Pembelajaran kolaboratif memiliki pengertian bahwa peserta didik memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya dalam kelompok untuk menunjukkan pemahaman mereka dalam memecahkan suatu masalah desain (Candrasekaran, et al., 2016; Laal & Laal, 2012). Pembelajaran kolaboratif lebih mudah dilaksanakan dalam pembelajaran tatap muka dibandingkan dengan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran kolaboratif dapat berjalan dengan efektif apabila setiap anggota kelompok aktif dan menjalankan fungsinya dengan baik.
Terjadinya aktivitas kelompok yang keluar dari fungsi dapat menurunkan manfaat pembelajaran kolaboratif bersama serta pembelajaran secara keseluruhan (Soller, 2001). Oleh karena itu, saling pengertian dan komitmen dalam kelompok merupakan aspek vital, sekaligus sebagai tantangan utama dalam proses pembelajaran kolaboratif. Selain itu, untuk mencapai pembelajaran kolaboratif yang efektif, proses pengajaran memerlukan peran pengajar dari sekedar penyampai informasi menjadi fasilitator pembelajaran (Candrasekaran, et al., 2016). Pengalaman belajar sebagai sebagai bagian dari kelompok merupakan aspek penting untuk membantu peserta didik memperoleh pengalaman dalam kolaborasi dan mengembangkan keterampilan untuk berpikir kritis, refleksi diri, dan ko-konstruksi pengetahuan (Brindley, et al., 2009).
Pembelajaran kolaboratif dapat mendorong pencapaian tujuan pembelajaran (Pai, et al., 2015) yang dapat ditingkatkan melalui bantuan komputer (Chen et al., 2018). Pembelajaran kolaboratif mendorong peserta didik untuk terlibat dalam interaksi yang mengarah pada pembangunan pengetahuan baru bersama-sama, bukan sekadar melatih konten yang dipelajari sebelumnya, termasuk pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
PBL dengan secara online telah terbukti mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Melalui penggunaan online tool berupa instructional tools (misalnya e-learning authoring tools, quizzing tools dan learning management system), content development tools (misalnya documentation tools, spreadsheet tools, presentation tools, screen capture tools, audio tools, video and animation tools, photo tools, blogging tools, forms, poling dan survey tools, augmented and virtual reality tools), social tools (misalnya email, web meeting platforms, messaging and chat, sharing and collaboration tools, discussion forum,and social networks/media) serta personal dan professional tools (misalnya personal learning/performance systems, search and research tools, social bookmarking tools, mind mapping tools, journaling apps, browsers and extensions and personal devices) PBL dapat dikembangkan untuk membantu siswa mencapai kompetensi yang diinginkan (Hussin, Harun, & Shukor, 2018).
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang didesain dengan metode penelitian dan pengembangan (research and design/R&D). Sugiyono (2009) mendefinisikan metode R&D sebagai suatu metode penelitian bersifat campuran yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Metode ini digunakan untuk memvalidasi dan mengembangkan produk. Produk yang dimaksud disini tidak hanya sesuatu yang berupa benda, namun juga meliputi metode (contoh metode mengajar) dan program (contoh program pendidikan). Menurut Sugiyono (2019), R&D memiliki empat tingkatan sebagai berikut.
1. R&D level 1 : peneliti melakukan penelitian untuk menghasilkan rancangan, tetapi tidak dilanjutkan dengan membuat produk dan mengujinya.
2. R&D level 2 : peneliti tidak melakukan penelitian, tetapi langsung menguji produk yang ada.
3. R&D level 3 : peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan produk yang sudah ada, membuat produk dan menguji keefektifan produk tersebut.
4. R&D level 4 : peneliti melakukan penelitian untuk menciptakan produk baru, membuat produk dan menguji keefektifan produk tersebut.
Berdasarkan pada tingkatan tersebut, penelitian ini dirancang sebagai penelitian multiyears selama dua tahun dengan rancangan pada tahun pertama (2022) melakukan penelitian R&D level 1 dan tahun kedua (2023) melakukan penelitian R&D level 2.
Secara komprehensif, langkah-langkah dalam R&D adalah sebagai berikut.
1. Potensi dan masalah 2. Pengumpulan data 3. Desain produk 4. Validasi desain 5. Revisi desain 6. Ujicoba awal 7. Revisi produk 8. Ujicoba pemakaian 9. Revisi produk
10. Produksi massal
Berdasarkan tahapan tersebut, maka rancangan penelitian selama dua tahun adalah sebagai berikut.
• Tahun pertama (2022) : melakukan langkah 1-5 yaitu potensi dan masalah - pengumpulan data - desain produk - validasi desain - revisi desain.
• Tahun kedua (2023) : melakukan langkah 6-19 yaitu ujicoba awal, revisi produk, ujicoba pemakaian, revisi produk, dan produksi massal
3.2. Data dan Sumber Informasi Penelitian
Untuk memulai penelitian, maka langkah awal setelah melakukan identifikasi potensi dan masalah, maka dilakukan pengumpulan data. Pengumpulan data ini dilakukan menggunakan data sekunder (studi literatur) dan data primer melalui wawancara mendalam kepada pakar. Adapun pakar yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pakar internal UT meliputi pakar kurikulum dan bahan ajar, pakar pembelajaran jarak jauh, dan pakar evaluasi hasil belajar.
2. Pakar eksternal UT : bertujuan menggali praktik PBL pada perguruan tinggi lain (1 orang dari PPM, 1 orang dari Universitas Prasetya Mulya, 1 orang dari Telkom University, 1 orang dari UGM)
3.3. Tahapan Penelitian
Setelah data berhasil dikumpulkan dari para pakar, maka langkah berikutnya adalah menggunakan hasil wawancara tersebut untuk melakukan desain produk.
Setelah dilakukan revisi produk, maka tahap terakhir adalah finalisasi produk. Adapun produk yang ditetapkan disini adalah model pembelajaran berbasis proyek (project- based learning). Produk yang dihasilkan meliputi:
1. Rancangan Pembelajaran Semester (RPS) 2. Rancangan bahan ajar cetak
3. Rancangan bahan ajar non cetak 4. Rancangan bahan ujian
5. Rancangan bantuan belajar
6. Rancangan evaluasi hasil belajar
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Wawancara dengan Para Pakar
1) Wawancara dengan Prof. Togar Simatupang (SBM ITB)
• Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) adalah pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
•
Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.•
Kebutuhan di era digital adalah bagaimana mengembangkan model pembelajaran berbasis proyek (PBL) untuk pembelajaran jarak jauh yang meliputi rancangan pembelajaran mata kuliah PBL, pengembangan bahan ajar dan pedoman PBL, sampai pada penilaian hasil belajar.• Pembelajaran berbasis proyek adalah metode pengajaran di mana peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan bekerja untuk waktu yang lama untuk menyelidiki dan menanggapi pertanyaan, masalah, atau tantangan yang otentik, menarik dan kompleks (Buck Institute for Education).
• Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang dan menuntut mahasiswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada masiswa untuk bekerja secara mandiri.
• Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis proyek:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas pada kehidupan nyata.
b. Tugas proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
c. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata.
d. Produk, laporan atau hasil karya tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan proyek berikutnya.
•
Tahapan pembelajaran berbasis proyek• SBM ITB menerapkan Integrative Business Experience (IBE) berupa proyek yang dilaksanakan mahasiswa selama dua semester berupa merancang dan melaksanakan bisnis tertentu. Bentuk proyek ini adalah kolaborasi antara beberapa orang mahasiswa yang sepakat untuk memulai suatu bisnis baru dengan didampingi oleh dosen. Alur IBE adalah sebagai berikut:
a. Durasi dua semester:
• Semester 1 output → Business plan
• Semester 2 output → Run the business b. LG dan LO yang relatif sama setiap tahun
• LG 1 → Core competency in business and management
• LG 2 → Effective communication and negotiation
• LG 3 → Problem solving
• LG 4 → Leadership
• LG 5 → Ethical and sustainable business practice
• Dalam diskusi, yang ditekankan oleh narasumber adalah perbedaan karakteristik antara project based learning (PBL) dengan case based learning (CBL).
a. Pada PBL, mahasiswa dituntut untuk mampu merancang sampai menjalankan suatu bisnis/proyek tertentu yang dilakukan seacara berkelompok. Sedangkan pada CBL, mahasiswa dituntut untuk mampu memberikan solusi atas permasalahan atau kasus yang disajikan oleh dosen dan dilaksanakan secara mandiri atau berkelompok.
b. PBL merupakan open problem sedangkan CBL adalah close problem.
• Evaluasi IBE meliputi:
a. Pada dasarnya menggunakan LG dan LO (Assurance of Learning) b. Evaluasi mahasiswa dilakukan melalui berbagai tugas baik kelompok
maupun individu.
c. Mid term and final term exams
d. Tutorial classes based on the assessment and observation from tutors.
e. Online vs offline delivery: better be full offline rather than online or hybrid
f. Evaluasi dilakukan oleh tutor dan dosen selama periode IBE di Semester 1 dan 2.
• Di SBM ITB, semua mata kuliah sudah berbasis kasus sehingga kewajiban 30% matakuliah berbasis proyek atau berbasis kasus sudah terpenuhi.
Selanjutnya, SBM ITB mendesain IBE sebagai bentuk matakuliah berbasis proyek.
• Contoh matakuliah berbasis project yang diterapkan di SBM ITB: matakuliah manajemen pemasaran, mahasiswa diberikan project untuk melaksanakan market survey. Penilaian PBL market survey ini dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Misal, mahasiswa diinformasikan mengenai bagaimana membuat survey yang baik, bagaimana melaksanakan survey, dll.
• Pengembangan mata kuliah berbasis proyek disesuaikan dengan CPL atau tidak semua matakuliah didesain sebagai PBL. Hanya mata kuliah tertentu yang didesain PBL sesuai dengan CPL.
• CBL di mata kuliah dikembangkan berdasarkan kasus-kasus dari buku atau literatur. Misalnya kasus di perusahaan X tentang inventory. Mahasiswa dituntut untuk mampu merancang inventory, menghitung, sampai menetapkan kapan harus membeli dan berapa lama waktunya dengan menerapkan metode- metode tertentu, misal EOQ, lot sizing, dsb.
2) Wawancara dengan Gunawan Wibisono, Ph.D. (UGM)
1. Bagaimana PS di FEB UGM pengembangan mata kuliah PBL, apakah ditentukan dari awal pengembangan kurikulum atau ditentukan oleh masing-masing dosen?
Hal ini berawal dari visi misi PS yang kemudian diturunkan dalam competency objectivenya. Beberapa kompetensi tersebut diturunkan ke masing-masing mata kuliah. Diidentifikasikan mata kuliah yang memerlukan real world practice, mata kuliah yang murni teori, dan sebagianya. Mata kuliah yang memerlukan real world practice dikembangkan sebagai mata kuliah PbL.
Dalam pengembnagn PbL, FEB melakukan studi banding ke Singapore Management University. Penyelenggaraan PbL di sana sudah matang. Melakukan modifikasi untuk pelaksanaan PbL. Ternyata mata kuliah yang ditetntukan oleh FEB UGM utk PbL sudah benar.
2. Bagaimana pelaksanaan mata kuliah PbL di FEB UGM?
Sebelumnya akan saya jelaskan tentang program PbL yang dahulu duilakukan oleh UGM yaitu program yang disebut sebagai FEB Excellence, merupakan project mahasiswa namun hanya mereka yang memenuhi persyaratan yang dapat mengikuti.
Dalam menyelenggarakan program ini fakultas memiliki inkubasi bisnis yang menampung UMKM yang nantinya digunakan sebagai tempat mahasiswa mengembangankan projecnya, mencari permasalahan dan solusi bisnis. Banyak UMKM, perusahaan besar (mis: pertamina), pemda yang mendaftar.
Pendekatan penyampaian mata kuliah PbL berbeda anatar masa FEB excellence dan saat ini.
Alternatif penyajian saat ini:
✓ Teori 1 pertemuan, project 1 pertemuan → terutama untuk mata kuliah materinya merupakan rangkaian tahapan.
✓ Teori: setengan semester teori, project di UMKM setelah mid semester.
✓ Sambil jalan: dari awal mahasiswa datang ke UMKM utk cari permasalahan, konsultasi dengan dosen dilakukan selama masa perkuliahan. Projek sudah diperkenalkan dari awal perkuliahan, sehingga kelompok kerja sudah dapat terbentuk sejak awal. Masing-masing kelompok dapat mulai mencari UMKM yang kira2 akan dicari permasalahan dan solusinya, sehingga ketika teori sudah ada gambaran apa yang dikerjakan di UMKM
Dalam pelaksanaan dosen merupakan konsultan mahasiswa, namun ada juga mentor yaitu owner atau direktur perusaaan. Jika perusahaan agak menengah nggak masalah, tapi jika perusahaan mikro pemilik terlalu sibuk mengurusi bisnisnya sendiri.
Jadi terdapat tiga pihak: kelompok kerja mahasiswa ---dosen sebagai pembimbing --- mentor yang berasal dari perusahaan (sudah ditunjuk ketika kerjasama)
3. Penilaian, apakah semata mata dari projek atau UAS
Untuk FEB Excelence: sebagian besar dari project di atas 30%, masih ada UTS, UAS tidak ada
UAS biasanya diganti dengan project report, hasil wawancara,atau presentasi Saat ini: UTS, UAS, project (30%).
Makin ke sini bobot UAs makin kecil 4. Sekomplek apa project mahasiswa?
Hal yang utama disampaikan kepada perusahaan adalah tujuan dan sasaran projek mahasiswa. Mahasiswa bukan professional, dengan adanya mentor dan pembimbing diharapkan apa yang dikerjakan mahasiswa sesuai dengan harapan perusahaan.
Dosen dapat membuat sebuah projek besar misalanya semsetr kemarin kami mengerjakan project untuu Candi Borobudur. Mahasiswa dibagi dalam tim dan dibagi dalam sub system. Scope project dikecilkan sehingga mahasiswa bisa dan mampu menyelesaikan. Harus ada persetujuan dengan FEB, agar tidak ada gap harapan (partner memiliki ekspekatasi yang tinggi, pembimbing datang utk menjelaskan projek yang dikerjakan oleh mahasiswa. Tujuan dan capaian projeknya seperti apa. Hal ini disampaikan kepada pemeilik usaha pada awal, ditegah dan di akhir. Menentukan dari awal tujuan dan capaian dari projek. Misalnya hanya berhenti sampai desain. Hasil
projek mahasiswa dapat dikembangkan oleh pemilik, apakah akan digunakan utk mengembangkan system.
5. Pengujian dari tugas projek:
✓ Nilai dari pemilik usaha: Langsung presentasikan ke pemilik, dosen pembimbing ikut, tanggapan dari pemilik seperti apa, apakah menerima solusi atau menerima dengan perbaikaan atau menolak → kinerja dari pemilik bisnis.
✓ Nilai dari dosen: hasil evaluasi project report.
6. Praktek PBL era pandemic yang dilakukan oleh FEB UGM
Dosen membuat kasus simulasi yang akan dikerjakan oleh mahasiswa. Pembimbingan dilakukan secara asingkronus. Begitu sudah mudah komunikasi via zoom, mulai ke perusahaan, tapi membebaskan mahasiswa memilih umkm yang ingin dituju, agar lebih mudah komunikasinya. Kontak perusahaan yang dipilih disampaikan ke dosen.
Dosen menghubungi perusahaan menjelaskan ke pemilik tujuan dan prosedur pbl.
Dosen melakukan ada persetujaun. Observasi melalui wa vicall. Namun saat ini sudah dapat pergi dan hadir ke perusahaan.
7. Dalam satu kelas ada berapa kelompok?
Idelanya 5 kelompok sih nggak masalah tapi kalo 15 kelompok akan kesulitan.
Konsultasi melalui forum diskusi (ansikronus sesi).
8. Ketika menentukan mk yang akan Pbl, apakah semua dosen terlibat? Semua dosen ikut yang sudah ditunjuk utk pbl.
Yang merancang bentuk PbL adalah dosen. Merek sudah paham capaianpembelajarannya, dan pernah studi banding penerapan PbL.
9. Kalo feb ugm apakah ada mk praktik
ada praktikum akuntansi, praktiknya adalah dari perusahaan simulasi yang dibuat mahasiswa diminta untuk membuat laporan keuangan dari awal sampai akhir, bobot 0 sks, tapi wajib tempuh
10. Bagaiman mengklaim mata kuliah sebagai ini praktik ini pbl
Tujuan praktik dan project itu berbeda. Project memiliki tujuan mencapai project goals misalnya mengidentifikasi permasalahan sistem pelaporan keuangan dan menyusun solusinya. Tujuan dari praktik adalah mampu melakukan ketrampilan tertentu misalnya mampu Menyusun laporan keuangan perusahaan.
Mata kuliah parktikum di FEB hanya ada di PS akuntansi, manajemen dan EP tidak ada. Di PS manajemn ada mata kuliah entrepreneur, dan ini sudah pasti pbl.
Tujuannya dalah mahasiswa mampu mengembangkan bisnis. Sesuatu yang dipraktikkan di lapangan disebut project. Praktik tanpa harus riil. Project lebih lebih kompleks, kompetensinya banyak.
11. Dalam 1 struktur kurikulum ada berapa mata kuliah pbl?
Pada semsetre awal (semester 1 sd 4) rata-rata per semester ada 50% MK Pbl dalam 1 semester. Di semester lanjut(semester 5 ke atas) dapat lebih dari 50%.
Ada juga mata kuliah yang case based, mis bisnis etic lebih case based. Uts dan uas sudah turun porsinya.
Case based: mMahasiswa diberikan kasus, dari weley pembelajarannya sudah dihubungkan dengan teori. Per pertemuan ada kasus yang dibahas atai satu kasus yang dibahas selama 1 semester.
Ada viseo, materi, mahasiswa dapat menonton, sehingga di kelas tidak banyak menyampaikan apapun lebih banyak diskusi, pakai kasus kecil, role play. Aktivitas murni ada di mahasiswa.
12. Tantangan terbesar dari PBL seperti apa?
a. Keselarasan tujuan dari umkm dan mata kuliahnya, jika tidak ada keselarasan tujuan akan sulit. Pemilik UMKM sering berpikir bahwa mahasiswa itu praktek seperti mahasiswa vokasi, yang mengerjakan pekerjaan karyawan sehari hari sehingga diberikan kerjaan klerikal. Padalah tujuannya adalah mahasiswa mengerjakan masalah operasional atau strategis yang akan diselesaikan oleh mahasiswa. Sehingga tantangan keselarasan tujuan harus dibentuk di awal, tengah dan akhir. Mindset ini bukan praktek lapangan tapi basis projek. Bisnis ada masalah dan apakah masalah sudah diselesaikan melalui projek yang dikerjakan oleh mahasiswa.
b. Pengelolaan: feb ekselence di fakultas ada penanggungjawab pbl nya.
Mengevaluasi dan komunikasi langsung dengan umkm. Kalo jumlah nya dikit mudah tapi kalo kelompok banyak sulit. Saat ini dosen yang harus bertanggung jawab dalam pencarian UMKM
c. Waktu pembimbingan, saat ini sudah dijembatani dengan LMS.
d. dukungan manajemen, dulu ada staf yang ditujuk utk inkubasi. Saat ini beban jatuh ke dosen. Ada kemunduran, umkm tidak ada wadahnya. Secara tanggungjawab fakultas kecil, sekarang ke dosen pembimbing.
KESIMPULAN Potensi
1. MK PbL memungkinkan mengasah kompetensi yang sifatnya skill, terutama kompetensi abad 21 yang dititipkan pada CPL PS seperti kemampuan berpikir kreatif, inovatif, bekomunikasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan berkolaborasi. Melalui sifat mata kulaih PbL yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat
dipresentasikan kepada orang lain ini maka ketrampilan-ketrampilan abad 21 tersebut dapat diasah.
2. Ketrampilan abad 21 tersebut sulit dicapai Ketika pembelajaran hanya berbasis kasus, problem, atau hanya berupa mata kuliah praktik.
TANTANGAN Di UGM
1. Harus memiliki sejumlah UMKM atau perusahaan yang telah bekerjasama dengan PS sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengerjakan projeknya. Idealnya fakultas memiliki inkubasi bisnis yang terdiri dari UKMKM binaan yang dapat digunakan sebagi tempat mahasiswa melakukan projectnya.
2. Harus ada komunikasi yang baik antara dosen pengampu mata kuliah dengan perusahaan tempat project mahasiswa, terutama terkait dengan tujuan, sasaran, dan bagaimana mekanisme pelaksanaan project yang akan dilakukan. Termasuk ketersediaan pembimbing lapangan (di perusahaan) serta format pembimbingan dan penilaian yang akan dilakukan.
3. Keterbatasan waktu pembimbingan jika jumlah kelompok pembimbingan per kelas banyak (idealnya 5 sd 6 kelompok per kelas).
Potensi PBL untuk UT
1. Dapat digunakan sebagai bentuk pembelajaran yang mengasah kompetensi berpikir tinggi (HoTs), termasuk mengasah ketrampilan mahasiswa. Ranah kompetensi ini masih sangat kurang terasah dengan sistem pembelajaran di UT, terutama di FE UT.
2. Sering kali UT menggunakan jenis UAS yang sama yaitu ujian objentif untuk seluruh mata kuliah tanpa memperhatikan capaian pembelajaran mata kuliah nya.
UAS objektif memberikan kemudahan pengelolaan, namun disisi lain mengurangi kemampuan dalam mengevaluasi ketercapaian CPMK. Dengan menggunakan PbL, pengujian ketercapaian CPMK dapat dititipkan pada penyelesaian proyek, terutama digunakan untuk mengukur ketercapaian CPMK yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan UAS objektif.
3. Pada tahap awal UT dapat mengembangakan PbL dengan menggunakan perusahaan simulasi
Tantang PbL untuk UT
1. Dengan jumlah peserta per mk yang sangat banyak artinya diperlukan jumlah perusahaan tempat PbL yang banyak. Masing-masing perusahaan memerlukan persetujuan dan komunikasi dari dosen pembimbing.
2. Validasi kompetensi dan persamaan persepsi dengan pembimbing lapangan juga memerlukan biaya tambahan.
3. Monitoring pelaksanaan PbL perlu intensif, jangan sampai PbL menjadi ajang jual beli nilai seperti yang pernah ada pada mata kuliah PKM di FKIP.
4. Kelas online UT harus memfasilitasi kerja kelompok antar mahasiswa
3) Wawancara dengan Donny Juniarsa, Ph.D. (Universitas Telkom) Model Project Based Learning (PBL)
• Menurut Afriana (2015), pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Pengalaman belajar peserta didik maupun konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan dalam proses pembelajaran berbasis proyek.
• Made Wena (dalam Lestari, 2015) menyatakan bahwa model Project Based Learning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja secara mandiri.
Mengapa Model Project Based Learning (PBL)
• Karakteristik model Project-based Learning diantaranya yaitu peserta didik dihadapkan pada permasalahan konkret, mencari solusi, dan mengerjakan projek dalam tim untuk mengatasi masalah tersebut Pada model PBL peserta didik tidak hanya memahami konten, tetapi juga menumbuhkan keterampilan pada peserta didik bagaimanan berperan di masyarakat. Keterampilan yang ditumbukan dalam PBl diantaranya keterampilan komunikasi dan presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu, keterampilan penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi kelompok dan kepemimpinan, dan pemikiran kritis.
• Beberapa hasil penelitian tentang penerapan PBL. Rezeki, dkk (2015) menyatakan bahwa penerapan metode pembelajaran Project Based Learning (PjBL) disertai dengan peta konsep dapat pada materi redoks kelas X-3 SMA Negeri Kebakkramat tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Penerapan metode pembelajaran project based learning (PjBL) disertai peta konsep pada materi redoks kelas X-3 SMA Negeri Kebakkramat tahun pelajaran 2013 / 2014 dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, dari hasil prestasi belajar kognitif pada siklus I sebesar 41,67%
meningkat menjadi 77,78% pada siklus II. Prestasi belajar aspek afektif pada siklus I sebesar 58,33% meningkat menjadi 80, 55% pada siklus II. Sedangkan Nurfitriyanti (2016) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa terdapat
pengaruh penerapan model pembelajaran Project based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika yang diajarkan menggunakan model pembelajaran project based learning lebih baik daripada yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori.
• Keunggulan penerapan model project based learning yaitu: “(1) meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu dihargai; (2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah; (3) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks; (4) meningkatkan kolaborasi: (5) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi; (6) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber; (7) memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas; (8) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang berkembang sesuai dunia nyata; (9) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata; (10) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran” (Kurniasih dalam Nurfitriyani, 2016)
Kapan Model Project Based Learning dapat diterapkan?
• Pembelajaran project based learning dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat - syarat berikut: pendidik harus terampil mengidentifikasi kompetensi dasar yang lebih menekankan pada aspek keterampilan atau pengetahuan pada tingkat penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi;
a) pendidik mampu memilih materi atau topik-topik yang akan dijadikan tema proyek sehingga menjadi menarik;
b) pendidik harus terampil menumbuhkan motivasi peserta didik dalam mengerjakan proyek;
c) adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup;
d) pendidik harus melihat kesesuaian waktu proyek dengan kalender akademik sehingga kegiatan proyek memungkinkan akan dilakukan.
Karakteristik materi pembelajaran yang sesuai dalam penerapan Model Project Based learning
• Karakteristik materi yang sesuai dalam penerapan model Project Based learning ini antara lain:
a) Memiliki kompetensi dasar yang lebih menekankan pada aspek keterampilan atau pengetahuan pada tingkat penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi (memodifikasi, mencoba, membuat,
menggunakan, mengoperasikan, memproduksi, merekonstruksi, mendemonstrasikan, menciptakan, merancang,menguji, dll )
b) Dapat menghasilkan sebuah produk
c) Memiliki keterkaitan dengan permasalahan nyata atau kehidupan sehari-hari
Tahapan dalam pelaksanaan Project Based Learning
• Menurut Educational Technology Division-Ministry of Education Malaysia (2006) terdapat 6 langkah agar pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek ini berhasil yaitu dengan mempersiapkan pertanyaan penting terkait suatu topik maeri yang akan dipelajari, membuat rencana proyek, membuat jadwal, memonitor pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek (PBL), melakukan penilaian, dan evaluasi pembelajaran berbasis proyek (PBL).
Tahapan dalam
PBL
Pengalaman Belajar Kompetensi Abad 21 (4C+1Q)
Pendekatan saintifik K13 Langkah 1.
Pengenalan masalah (Penentuan Pertanyaan Mendasar)
• Menggugah ketertarikan peserta didik terhadap topik yang akan dipelajari (apersepsi)
• Mendorong peserta didik untuk berfikir kritis
• Membangun kemampuan peserta didik dalam menghubungkan kejadian yang tejadi di sekitarnya dengan
topik yang dibahas
• Critical thinking (mendorong berfikir kritis mencari
jawaban dari pertanyaan
yang diberikan
• EQ
• IQ
• SQ
• Mengamati fenomena
sekitar (dunia nyata) yang dihubungkan dengan topik yang dibahas
• Mengasosiasi (mengubungkan keterkaitan fenomena
alam dengan topik yang dibahas) Langkah 2
Penyusunan Rancangan Project
• Mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok kerja
• Membangun kerjasama
• Critical thinking (mengembang kan
• Mendiskusikan rancangan project
• Mencoba
Tahapan dalam
PBL
Pengalaman Belajar Kompetensi Abad 21 (4C+1Q)
Pendekatan saintifik K13 sesama peserta didik
• Membangun komunikasi antar
peserta didik Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan
• Menentukan dan menemukan rancangan project sendiri
kemampuan berfikir (menggali pengetahuan sendiri) untuk menyusun rancangan project)
• Creative (mengembang kan kreatifitas dalam
membuat rancangan)
• Collaboration (bekerjasama dengan kelompoknya dalam membuat rancangan)
• Communicati on
(mengkomuni kasikan rancangan
dengan teman dan pendidiknya)
• Mengkomunikasik an dengan teman dan pendidiknya
Langkah 3 Penyusuna n Rencana Kerja
• Mengembangkan kemampuan
penyelidikan otentik
• Mengidentifikasi masalah nyata
• Mencari sumber informasi
• Critical thinking
• Creative
• Collaboration
• Communicatio n
• Mengasosiasi
• Mendiskusikan
• Mengkomunikasika n
Langkah 4 Pelaksanaa
n dan
Monitoring Project
• Memiliki pengalaman untuk melakukan penyelidikan
(mencoba)
• Menumbuhkan kemampuan menganalisis
(menemukan sendiri hubungan antara kondisi nyata
• Critical thinking
• Creative
• Collaboration
• Communicatio n
• Mengamati
• Mengasosiasi
• Mencoba
• Mendiskusikan
• Mengkomunikasika n
Tahapan dalam
PBL
Pengalaman Belajar Kompetensi Abad 21 (4C+1Q)
Pendekatan saintifik K13 dengan permasalahan
yang dihadapi)
• Membangun sikap berbagi dan kekerjasama
• Mengembangkan kemampuan berkomunikasi
• Memumbuhkan
kemampuan membuat keputusan
Memanfaatkan media dan sumber (TIK)
Langkah 5 Pengujian Hasil (Presentasi)
• Menyusun bahan presentasi
• Menyampaikan hasil project (presentasi menggunakan media/TIK)
• Menjawab pertanyaan saat diskusi
• Mengembangkan kemampuan
menampilkan hasil karya (menggunakan media/TIK)
• Mengemas produk
• Mendokumentasikan tahapan projek (memanfaatkan TIK)
• Menampilkan produk
(menggunakan media/TIK)
• Creative
• Communicatio n
• Collaboration
• Mendiskusikan
• Mengkomunikasika n
Langkah 6 Evaluasi dan Refleksi
• Mengembangkan kemampuan
menganalisis hasil project
• Kemampuan
mengambil keputusan
• Critical thinking
• EQ
• IQ
• SQ
• Mengasosiasi
Penerapan PBL di Telkom University
• Poin-poin penting di dalam penyusunan desain pembelajaran daring berbasis Project Base Learning antara lain memerhatikan Capaian
Pembelajaran Lulusan Program Studi, sehingga pembelajaran yang didesain sesuai dengan CPL dan menjawab kebutuhan dunia industri, antara lain dengan memerhatikan SKKNI untuk kompetensi program studi tersebut.
• Pembelajaran berbasis Project Based Learning membutuhkan HOT (High Order Thinking) yang diakomodir melalui taksonomi BLoom Level 4 kemampuan Analisis dan Sintesis, mengevaluasi dan Create. Khususnya kemampuan mencipta atau create mahasiswa harus dapat dicapai dalam model pembelajaran Project Based Learning.
• Melalui rumusan desain pembelajaran tersebut tentu memerlukan aktifitas belajar yang mendukung dari pencapaian mampu menganalisis dan mengevaluasi tersebut. Penerapan aktivitas pembelajaran yang tepat merupakan poin penting dalam project base learning. Dengan demikian para dosen perlu melakukan desain aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan bobot beban belajar dari mata kuliah tersebut.
• MK yang menerapkan Project based learning perlu pendampingan untuk memotivasi dan mengawasi tahapan dari perumusan masalah sampai evaluasi.
• Penilaian pada project based learning dilakukan dalam 3 kali dalam 1 semester dengan output berupa produk dan laporan/naskah.
• Penerapan Project based learning di Tel-U dilakukan secara berkelompok dengan output produk, sedangkan untuk case based learning dapat dilakukan secara individu dengan output laporan/naskah. Karena hal tersebut jika menerapkan PBL di UT akan lebih sulit karena penyusunan rancangan yang lebih rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan untuk case based learning di UT sudah berjalan seperti dalam mata kuliah TAP, dan lebih potensial untuk diterapkan di UT.
5.2. Hasil Analisis Potensi dan Masalah
No. Narasumber PBL di Universitas Non PJJ
Potensi Masalah
1 Gunawan UGM 1. MK PbL memungkinkan
mengasah kompetensi yang sifatnya skill, terutama kompetensi abad 21 yang dititipkan pada CPL PS seperti kemampuan berpikir kreatif, inovatif,
bekomunikasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan berkolaborasi. Melalui sifat mata kulaih PbL yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja
1. Harus memiliki sejumlah UMKM atau perusahaan yang telah bekerjasama dengan PS sebagai wadah bagi
mahasiswa untuk mengerjakan projeknya.
Idealnya fakultas memiliki inkubasi bisnis yang terdiri dari UKMKM binaan yang dapat digunakan sebagi tempat mahasiswa melakukan projectnya.
2. Harus ada komunikasi yang baik antara dosen pengampu mata kuliah dengan
perusahaan tempat project mahasiswa, terutama terkait dengan tujuan, sasaran, dan
yang dapat dipresentasikan kepada orang lain ini maka ketrampilan-ketrampilan abad 21 tersebut dapat diasah.
2. Ketrampilan abad 21 tersebut sulit dicapai Ketika
pembelajaran hanya berbasis kasus, problem, atau hanya berupa mata kuliah praktik.
bagaimana mekanisme pelaksanaan project yang akan dilakukan. Termasuk ketersediaan pembimbing lapangan (di perusahaan) serta format pembimbingan dan penilaian yang akan dilakukan.
3. Keterbatasan waktu pembimbingan jika jumlah kelompok pembimbingan per kelas banyak (idealnya 5 sd 6 kelompok per kelas).
No. Narasumber PBL di Universitas Terbuka
Potensi Masalah
Gunawan UGM 1. Dapat digunakan sebagai bentuk pembelajaran yang mengasah kompetensi berpikir tinggi (HoTs), termasuk mengasah ketrampilan mahasiswa.
Ranah kompetensi ini masih sangat kurang terasah dengan sistem pembelajaran di UT, terutama di FE UT.
2. Sering kali UT menggunakan jenis UAS yang sama yaitu ujian objentif untuk seluruh mata kuliah tanpa memperhatikan capaian pembelajaran mata kuliah nya. UAS objektif memberikan kemudahan pengelolaan, namun disisi lain mengurangi kemampuan dalam mengevaluasi ketercapaian CPMK. Dengan menggunakan PbL,
pengujian ketercapaian CPMK dapat dititipkan pada penyelesaian proyek, terutama digunakan untuk mengukur ketercapaian CPMK yang tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan UAS objektif.
3. Pada tahap awal UT dapat mengembangakan PbL dengan menggunakan perusahaan simulasi
1. Dengan jumlah peserta per mk yang sangat banyak artinya diperlukan jumlah perusahaan tempat PbL yang banyak. Masing-masing perusahaan memerlukan persetujuan dan komunikasi dari dosen pembimbing.
2. Validasi kompetensi dan persamaan persepsi dengan pembimbing lapangan juga memerlukan biaya tambahan.
3. Monitoring pelaksanaan PbL perlu intensif, jangan sampai PbL menjadi ajang jual beli nilai seperti yang pernah ada pada mata kuliah PKM di FKIP.
4. Kelas online UT harus memfasilitasi kerja kelompok antar mahasiswa
No. Narasumber PBL di Universitas Terbuka
Potensi Masalah
2. Adi Djoko 1. Penerapan PBL sangat
penting untuk dilakukan, pada system pembelajaran PBL membuat mahasiswa lebih dapat membangun aktifitas, problem solving, berkreatifitas,berpikir kritis dan team work
2. PBL sifatnya micro, khusus pada based tertentu, intensif, bisa meningkatkan pemahaman yang mendalam
bagi mahasiswa,
pemahaman psikomotorik dan motorik yang lebih baik.
3. PBL semakin lama semakin
dibutuhkan dalam
pembelajaran, karena menyangkut kemampuan mahasiswa dalam praktek yang sesungguhnya.
(Penguatan praktek kepada mahasiswa)
4. PBL dilakukan dalam kurun waktu tertentu, dilakukan secara berkelompok, problem harus realistis, untuk kasus lebih baik. Selain itu perlu menghadirkan tutor dalam PBL, hal ini berguna untuk proses mende ngarkan jika ada masalah dan untuk ajang diskusi Bersama)
1. Memerlukan waktu dan usaha untuk menyelesaikan materi topik terpilih yang lebih lama terutama bagi yang fresh graduate atau mahasiswa yang belum pernah berpraktik.
2. Bagi mahasiswa yang belum terbiasa menganalisis suatu permasalahan, biasanya kesulitan tahapan dalam PBL 3. Mahasiswa fresh yag blm
punya pengalaman, sulit bergaul, akan kesulitan melakukan PBL (senang tidak senang harus dilakukan) karena PBL sangat dibutuhkan di dunia kerja
No. Narasumber PBL di Universitas Terbuka
Potensi Masalah
Adi Djoko 1. Merupakan metode
pembelajaran yang melibatkan
mahasiswa dalam
pemecahaan masalah melalui tahapan ilmiah
2. Kegiatannya berkelompok, dengan teamwork mahasiswa dapat berkolaborasi, lebih bersinergi antar mahasiswa 3. Mahasiswa yang berdominan
sudah bekerja, lebih cepat untuk menganalisis kasus 4. Mahasiswa lebih terlibat dalam
pembelajaran, komunikasi dan Kerjasama yang lebih baik 5. Membiasakan yang belajar
mandiri, menjadi teamwork
Karakteristik, biaya, lokasi (ini merupakan cirinya UT), kemampuan peserta yang berbeda-beda, lokasinya seluruh daerah bahkan ada di luar negeri (jika sering melakukan disku terhadap tujuan awalsi, sering melakukan pertemuan pasti biayanya akan menjadi mahal), sedangkan proses tutorial itu penting, karena akan menjembatani masalah sehingga sebelum project selesai tidak terlalu bayes terhadap tujuan awal.
5.3. Rancangan PBL
Berdasarkan hasil FGD dengan para pakar serta identifikasi potensi dan masalah, serta dengan melakukan studi literatur mengenai PBL, maka beberapa poin penting dalam pengembangan PBL adalah seperti berikut.
1. PBL merupakan bentuk instruksi yang berpusat pada siswa yang didasarkan pada tiga prinsip konstruktivis, yaitu pembelajaran merupakan suatu konteks khusus, siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, siswa mencapai tujuan mereka melalui interaksi sosial dan berbagai pengetahuan dan pemahaman (Coco, 2006).
2. PBL merupakan pembelajaran berbasis inkuiri, di mana konteks pembelajaran disediakan melalui pertanyaan dan masalah otentik dalam praktik dunia nyata (Al- Balushi & Al-Aamri, 2014) yang mengarah pada pengalaman belajar yang bermakna (Wurdinger, et al., 2007).
3. Oleh karena itu, mengingat bahwa PBL merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk mengenal praktik dalam sunia nyata, maka beberapa poin yang dapat dijadikan dasar pengembangan PBL pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Menentukan satu mata kuliah prototipe PBL. Dengan memperhatikan sifat PBL sebagai mata kuliah pada tingkat tinggi, maka dipilih mata kuliah Manajemen Rantai Pasokan sebagai mata kuliah prototipe.
b. Project sepenuhnya dilakukan secara jarak jauh, termasuk pembentukan tim dilakukan berbasis online. Tidak ada pembentukan tim secara offline
c. Oleh karena itu, PBL dilaksanakan dengan memanfaatkan tuton dan tuweb.
d. Project melekat pada matakuliah, sehingga mahasiswa melaksanakan project seiring dengan mempelajari substansi mata kuliah.
e. Rancangan pelaksanaan tuton dan tuweb:
i. Pengerjaan project bersama dengan Tugas 1, Tugas 2, dan Tugas 3.
ii. Tuweb dilaksanakan pada minggu ke 2, 4, 6 (seminggu sebelum Tugas 1, 2, dan 3)
iii. Pada Tugas 1, mahasiswa diberikan video mengenai proses bisnis rantai pasok pada suatu perusahaan. Selanjutnya, project yang harus dilakukan mahasiswa adalah mengidentifikasi masalah-masalah pelaksanaan manajemen rantai pasokan pada video tersebut (masalah yang dimunculkan dalam video antara lain menumpuknya persediaan, transportasi bahan baku dari supplier ke pabrik, penggunaan teknologi informasi, keterbukaan informasi di semua anggota rantai pasok, bottleneck, dan risiko dalam manajemen rantai pasok. Pada tugas 1 ini, mahasiswa diminta untuk menganalisis masalah-masalah yang ada tersebut, yang juga berdasarkan pada materi yang sudah dipelajari pada pertemuan 1, 2, dan 3.
iv. Pada Tugas 2, Setelah mahasiswa menganalisis masalah-masalah yang muncul, selanjutnya diminta untuk memberikan solusi atas satu atau dua masalah yang dipilih berdasarkan materi yang telah dipelajari pada tutorial 1, 2, 3, 4, dan 5. Pada Tugas 2, mahasiswa diminta untuk membuat paper lengkap berisi gambaran umum rantai pasok industri/pabrik yang ditampilkan, analisis permasalahan (Tugas 1), dan solusi yang diusulkan.
v. Pada Tugas 3, mahasiswa akan diberikan video kembali mengenai pengukuran kinerja rantai pasok, dan mahasiswa diminta untuk menganalisis kinerja rantai pasok dari sisi penghemetaan biaya dan response time. Pada Tugas 3 ini mahasiswa diminta untuk membuat paper lengkap berisi gambaran umum rantai pasok industri/pabrik yang ditampilkan, permasalahan-permasalahan terkait kinerja rantai pasok, dan alternatif solusi perbaikan kinerja rantai pasok.
4. Penilaian akhir mata kuliah didasarkan pada:
a. Apabila mahasiwa mengikuti tuton dan tuweb, maka nilai akhir diambi dari nilai project yang dikumpulkan (rata-rata Tugas 1, 2, dan 3).
b. Apabila mahasiswa tidak mengikuti tuton dan tidak mengumpulkan project, maka mahasiswa mengikuti UAS.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Balushi, S. M., & Al-Aamri, S. S. (2014). The effect of environmental science projects on students’ environmental knowledge and science attitudes.
International Research in Geographical & Environmental Education, 23(3), 213- 227.
Alorda, B., Suenaga, K., & Pons, P. (2011). Design and evaluation of a microprocessor course combining three cooperative methods: SDLA, PBL and CnBL. Computers & Education, 57(3), 1876–1884.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2011.04.004.
Brundiers, K., & Wiek, A. (2013). Do we teach what we preach? An international comparison of problem- and project-based learning courses in sustainability.
Sustainability, 5(4), 1725–1746. https://doi.org/10.3390/su5041725.
Bada, S.O. (2015). Constructivism learning theory: a paradigm for teaching and learning. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME). 5(6), 66-70.
Brindley, J. E., Blaschke, L. M., & Walti, C. (2009). Creating effective collaborative learning groups in an online environment. International Review of Research in Open and Distributed Learning, 10(3).
Chandrasekaran, S., Badwal, P., Thirunavukkarasu, G., & Littlefair, G. (2016).
Collaborative learning experience of students in distance education.
In International Symposium on Project Approaches in Engineering Education. 6, 90-99.
Chen, J., Wang, M., Kirschner, P.A. and Tsai, C.C. (2018). The role of collaboration, computer use, learning environments, and supporting strategies in CSCL: a meta-analysis. Review of Educational Research. 88(6). 799-843.
Cocco, S. (2006). Student leadership development: the contribution of project-based learning. Unpublished Master’s thesis. Royal Roads University, Victoria, BC.
Gunawardena, C. N., & McIsaac, M. S. (2013). Distance Education. In Handbook of research on educational communications and technology. London: Routledge.
Gunawardena, C., McIsaac, M., & Jonassen, D. (2008). Distance Education. In D.
Jonassen (Ed.), Handbook of research on educational communications and technology: Project of the Association for Educational Communications and Technology (AECT series), (pp. 355–396). New York: Lawrence Erlbaum Associates Inc. http://ocw.metu.edu.tr/file.php/118/Week10/Gunawardena- McIsaac-distance-ed.pdf.
Garrison, D. R., & Kanuka, H. (2004). Blended learning: uncovering its transformative potential in higher education. The Inernet and Higher Education, 7(2), 95–105. https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2004.02.001.
Guo, P., Saab, N., Post, L. S., & Admiraal, W. (2020). A review of project-based learning in higher education: student outcomes and measures. International Journal of Educational Research, 102, 101586. 1-13.
Helle, L., Tynjälä, P., & Olkinuora, E. J. H. e. (2006). Project-based learning in post- secondary education–theory, practice and rubber sling shots. 51(2), 287-314.
Holmes, L. M. (2012). The effects of project based learning on 21st century skills and no child left behind accountability standards. (Doctoral dissertation).
ProQuest Dissertations and Theses database. (3569441).
Howard, J. (2002). Technology-enhanced project-based learning in teacher education:
Addressing the goals of transfer. Journal of Technology and Teacher Education.
10(3), 343−364.
Hussin, W., Harun, J., & Shukor, N. A. (2018). Problem based learning to enhance students critical thinking skill via online tools. Asian Social Science, 15(1), 14- 23.
Keegan, D. (1980). On defining distance education. Distance Education, 1(1), 13–36 Keegan, D. (2002). The future of learning: From eLearning to mLearning. Hagen:
Zentrales Institut fur Fern Universitat
https://www.academia.edu/3442041/The_future_of_learning_From_eLearning_
to_mLearning.
Krajcik, J. S., & Shin, N. (2014). Project-based learning. In R. K. Sawyer (Ed.). The Cambridge handbook of the learning sciences (pp. 275–297). (2nd ed.).
https://doi.org/10.1017/CBO9781139519526.018.
Laal, M. and Laal, M. (2012). Collaborative learning: what is it?. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 31, 491-495.
Lasauskiene, J., Rauduvaitea, A. (2015). Project-based learning at university: teaching experiences of lecturers. Procedia - Social and Behavioral Sciences 197, 788 – 792.
Major, C.H., Palmer, B. (2001). Assessing the effectiveness of problem-based learning in higher education: lessons from the literature. Academic Exchange Quarterly. 5(1)
Mayer, R. (2004). Should there be a three-strikes rule against pure discovery learning?
The case for guided methods of instruction. American Psychologist, 59(1), 14–
19.
Pai, H.H., Sears, D.A. and Maeda, Y. (2015). Effects of small-group learning on transfer: a metaanalysis. Educational Psychology Review, 27(1): 79-102.
Poon, S., Reed, S., & Tang, C. (1997). Problem-based learning in distance education.
Paper presented at the Proceedings of the 5th International Conference on Modern Industrial Training, Jinan, China.
Sharmaa, A., Duttb, H., Saic Ch., N, V, Naikd, S. M. (2020). Impact of project based learning methodology in engineering. Procedia Computer Science. 172: 922–
926.
Shekar, A., Haemmerle, L., & Goodyer, J. (2011). Educating student innovators in New Zealand: awareness and importance of sustainability concepts. In World Academy Of Science, Engineering and Technology Conference (pp. 1921- 1929). Dubai, United Arab Emirates.
Soller, A. (2001). Supporting social interaction in an intelligent collaborative learning system. International Journal of Artificial Intelligence in Education (IJAIED) 12, 40-62.
Chandrasekaran, S., Badwal, P.S., Singh, P., Thirunavukkarasu , G.S., Littlefair , G.
(2016). Collaborative Learning Experience of Students in Distance Education.
Conference: Project Approaches in Engineering Education At: Portugal.
https://www.researchgate.net/publication/305983309_Collaborative_Learning_
Experience_of_Students_in_Distance_Education.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. (2019). Metode PenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Watts, L. (2016). Synchronous and asynchronous communication in distance learning:
A review of the literature. Quarterly Review of Distance Education, 17(1), 23–
32.
Wurdinger, S., Haar, J., Hugg, R., & Bezon, J. (2007). A qualitative study using project-based learning in a mainstream middle school. Improving Schools, 10(2), 150-161.
Younis, A. A., Sunderraman, R., Metzler, M., & Bourgeois, A. G. (2021). Developing parallel programming and soft skills: A project based learning approach. Journal of Parallel and Distributed Computing, 158, 151-163.