commit to user
i
ANALISIS KEMAMPUAN KEMANDIRIAN KEUANGAN
DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN ANGGARAN
2000-2009
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Ratna Sholikhah F0107078
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
dengan judul : “Analisis Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah Dan
Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun
Anggaran 2000-2009” yang diajukan guna memperoleh gelar sarjana, di Fakultas
Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bimbingan, dorongan dan bantuan baik materiil maupun spiritual dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
2. Ibu Izza Mafruhah, S.E., M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
3. Bapak Sumardi, SE selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran
membantu, membimbing, dan meluangkan waktu bagi penulis dalam proses
penulisan skripsi.
4. Bapak Drs.Sutanto, Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik
5. Keluarga saya tercinta; Bapak, Ibu, Mas Vai, Mas Budi, Mas Ridwan, yang
senantiasa memberikan dorongan, kasih sayang, kesabaran dan doa hingga
commit to user
v
6. Seseorang yang spesial di hidupku, Taufik Mufti, ST yang senantiasa setia
menemani dan mendengarkan keluh kesah serta memberikan perhatian,
semangat dan cinta.
7. Teman-teman Fakultas Ekonomi 2007 Yeyen, Diana, Oppie, Desta, Anind,
Fina, Rendi, Ari, Titut, Ebby, Johan, Jamus, dan teman-teman lainnya yang
tidak sempat disebutkan.
8. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, dimana dalam kesempatan
ini tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan tersebut.
Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi diri penulis dan pembaca
semua.
Surakarta, Marret 2011
commit to user
vi ABSTRAKSI
Analisis Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran
2005-2009
Ratna Sholikhah F0107078
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan dan kemandirian keuangan daerah serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wonogiri tahun 2000-2009. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Wonogiri. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan APBD dan PDRB per kapita di Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.
Metode analisis data pada penelitian ini ada 2 macam, yang pertama adalah rasio kemampuan keuangan daerah dan rasio kemandirian daerah. Yang kedua, untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan alat analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : rasio kemampuan keuangan daerah memiliki rata-rata 6,68 % yang tergolong rendah, sedangkan kemandirian keuangan daerah ditunjukkan dengan angka rasio rata-ratanya adalah 7,84% masih berada diantara 0% - 25% tergolong mempunyai pola hubungan instruktif. Kemampuan Keuangan Daerah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi (growth), artinya semakin tinggi tingkat kemampuan keuangan daearah tidak akan mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi. Kemandirian Daerah berpengaruh positif dan signifikan, artinya semakin tinggi rasio kemandirian daerahnya maka akan menambah tingkat pertumbuhan ekonomi
Ini berarti bahwa tingkat kemampuan keuangan Kabupaten Wonogiri masih rendah dalam melaksanakan otonominya yang berarti kemampuan Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Sosial masyarakat masih relatif rendah meskipun dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan.
commit to user
vii
ABSTRACTION
Analysis of Regional Financial Independence And Its Influence On Economic Growth Fiscal Year 2005-2009 In Wonogiri
Ratna Sholikhah F0107078
The purpose of this study was to determine the level of development of local financial ability and independence as well as effects on economic growth in Wonogiri year 2000-2009. This research takes place in Wonogiri. While the data used in this research is financial data and GDP per capita budget in fiscal year 2000-2009 Wonogiri.
Methods of data analysis in this study there are 2 kinds, the first is the ratio of local financial ability and the ratio of local independence. Secondly, to investigate the influence of independent variables on the dependent variable used multiple linear regression analysis tool. According to analysis results have been obtained as follows: the ratio of local financial ability to have an average of 6.68% which is low, while the financial independence of regions indicated by the ratio of the average rate was 7.84% still be between 0% - 25 % classified as having pattern instructive relationship. Regional Financial capability but not significant negative effect on economic growth (growth), meaning that the higherlevel of financial capability daearah will not reduce the rate of economic growth . Local Self-Reliance has positive and significant, meaning the higher ratio of local self-reliance it will increase the level of economic growth.
This means that the level of financial capability is still low Wonogiri meaningful autonomy in implementing the Government's ability Wonogiri in meeting funding requirements to perform the duties of Government, Development and Social Services community is still relatively low although from year to year has increased and decreased.
commit to user
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
ABSTRAKSI... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Kajian Teori... 9
1. Otonomi Daerah... 9
2. Tinjauan Keuangan Daerah... 10
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah... 10
b. Pengelolaan Penerimaan Daerah... 12
c. Pengelolaan Pengeluaran Daerah... 18
commit to user
ix
d. Kemandirian Keuangan Daerah... 22
3. Pertumbuhan Ekonomi... 24
B. Penelitian Terdahulu... 25
C. Kerangka Pemikiran. ... 30
D. Hipotesis... 31
BAB III METODE PENELITIAN... 32
A. Definisi Opersional Variabel Penelitian... 32
B. Jenis dan Sumber Data... 32
C. Metode Pengumpulan Data... 33
D. Metode Analisis Data... 33
1. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah... 33
2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah... 34
3. Regresi Linier Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) ... 35
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 44
A. Gambaran Umum Indonesia... 44
1. Keadaan Geografis... 44
2. Luas Wilayah... 45
3. Penduduk dan Tenaga Kerja... 47
4. Kondisi Perekonomian...,,,,,,,,,,,,.... 49
B. Hasil Analisis dan Pembahasan... 56
1. Analisis Rasio Kemampuan Keuangan Daerah... 56
commit to user
x
2. Analisis Hubungan Kemampuan Keuangan Daerah Dan
Kemandirian Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 61
a. Uji Statistik... 62
b. Uji Asumsi Klasik... 69
c. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi... 72
BAB V PENUTUP... 73
A. Kesimpulan... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA... 75
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah... 22
Tabel 2.2 Pola Hubungan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah ... 24
Tabel 4.1 Pertumbuhan Alamiah Penduduk dan Prosentasenya Kabupaten Wonogiri Diperinci per Kecamatan Tahun 2009 ... 48
Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2005-2009... 52
Tabel 4.3 Struktur Ekonomi Kab. Wonogiri Tahun 2004-2008 Atas Dasar Harga Berlaku (Dalam Persen... 53
Tabel 4.4 Pertumbuhan APBD Kabupaten Wonogiri (Dalam Juta Rupiah) ... 54
Tabel 4.5 PDRB Atas Harga Berlaku, PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009 (Dalam Juta Rupiah)………... 56
Tabel 4.6 Perhitungan Rasio Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009 ... 57
Tabel 4.7 Perhitungan Rasio Kemandirian Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009 (Dalam Juta Rupiah) ... 59
Tabel 4.8 Hasil Uji Ordinary Least Square... 61
Tabel 4.9 Hasil Uji T F(KKD) ... 62
Tabel 4.10 Hasil Uji T F(KMD)... 66
Tabel 4.11 Hasil Uji Pendekatan Koutsoyiannis.... 69
Tabel 4.12 Hasil Uji LM ARCH....70
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ………... 30
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t ...………... 38
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F ...………... 39
Gambar 4.1 Uji t Untuk Variabel Kemampuan Keuangan Daerah
(KKD) …...………….…...………….…...…………. 65
Gambar 4.2 Uji t Untuk Variabel Kemandirian Daerah (KMD) …....….. 66
commit to user
commit to user
xiv BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan politik nasional yang sejalan dengan pergantian penguasa telah
memicu perubahan-perubahan penting disuatu pemerintahan, termasuk
pemerintah daerah. Perubahan yang dimaksud tertuang dalam kebijakan otonomi
daerah, khususnya dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Otonomi daerah
menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang
bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi,
yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah
otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Dengan
adanya perubahan tersebut diharapkan kesejahteraan umum dapat terwujud.
Oleh karena itu dalam rangka mensejahterakan rakyat di daerahnya,
pemerintah daerah mengadakan pembangunan melalui sarana maupun
prasarananya. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya bertujuan
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah,
terutama dalam pelaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat
serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa
(Halim, 2001).
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi
commit to user
xv
tantangan. Peluang disini bagi pemerintahan daerah yang memiliki potensi
sumber daya alam yang memadai untuk mengelola sendiri potensi tersebut,
sedangkan bagi pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya alam yang
kurang memadai justru merupakan tantangan. Masalah yang sering muncul dalam
melaksanakan otonomi daerah adalah prospek kemampuan pembiayaan
pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara
pembangunan, penyelenggara pemerintah serta melayani masyarakat setempat
sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan daerah harus terus meningkat sehingga biaya yang
dibutuhkan juga akan bertambah. Peningkatan penerimaan daerah harus selalu
diupayakan secara periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan
administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang
telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk
pelaksanaan (Wulandari, 2001).
Tujuan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat,
menggalakkan prakarsa dan peran serta masyarakat, serta meningkatkan
pendayagunaan potensi daerah secara nyata, optimal, terpadu, dan dinamis, serta
bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,
mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan terhadap daerah dan
memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal atau daerah (Bastian, 2001).
Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan
commit to user
xvi
dapat pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari hasil Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Upaya-upaya
peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini tidak terlepas dari mekanisme sistem
pemerintahan daerah yaitu kerjasama antar Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dengan cara pendekatan terpadu dan tidak
menghilangkan identitas, tugas serta fungsi masing-masing (Fajar, 2007).
Peranan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri dalam pembangunan
ekonomi daerah sangat dipertanyakan keberhasilannya. Keberhasilan otonomi
daerah merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan masing-masing daerah
dalam mengembangkan kemajuan pemerintahan, pembangunan sektor fisik,
sektor ekonomi, dan sektor lainnya. Apabila berbicara tentang otonomi daerah
menurut UU No. 32 Tahun 2004, maka tidak dapat lepas dari kebijakan
pemerintah melalui UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah, yang tentu saja memberikan peluang yang lebih luas
kepada daerah untuk meningkatkan potensinya terutama dalam bidang ekonomi.
Sebagai contoh, Pemkab Wonogiri tidak perlu lagi minta izin kepada Pemerintah
Pusat untuk berdagang, bahkan dalam bursa saham sekalipun. Hal ini terkait pula
dengan faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah itu
commit to user
xvii
Dalam hal ini pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan yang
mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar
tersebut adalah penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada daerah. Disamping sebagai strategi untuk menghadapi era
globalisasi, otonomi daerah merupakan tuntutan masyarakat daerah sebagai reaksi
atas ketidakadilan ekonomi yang mereka terima selama ini. Pemberian otonomi
secara luas kepada pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat.
Dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, kekhususan, serta potensi keanekaragaman daerah, secara nyata
diharapkan bahaya disintegrasi yang selama ini mengancam kehidupan bernegara
dan bermasyarakat dapat diminimkan. Otonomi Daerah merupakan
pemberdayaan dalam pengambilan keputusan secara lebih leluasa untuk
mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan
potensi daerahnya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah kabupaten dan kota,
maka pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan pemerintah daerah itu
sendiri (Mardiasmo, 2000).
Di tengah upaya Pemkab Wonogiri dalam perbaikan perekonomian saat ini,
berbagai tantangan dihadapkan pada masing-masing daerah, yang mana ditandai
dengan adanya kelesuan dari pelaku pasar ekonomi, pasar modal, dan ditambah
bencana alam yang sering terjadi saat ini. Hal tersebut berdampak kepada para
commit to user
xviii
Indonesia. Mereka menilai kondisi pemerintahan Indonesia yang kian tidak stabil,
yang mana ditandai dengan perginya perusahaan atau investor asing dan beralih
ke negara lain. Akibatnya mereka lebih memilih untuk menjual sebagian
sahamnya karena dianggap tidak menguntungkan. Perubahan situasi ini salah
satunya mempengaruhi reaksi investor terhadap, pendapatan negara, dan juga
pendapatan daerah yang merupakan hasil dari investasi.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah indikator untuk mencapai
pembangunan di masing-masing daerah otonomi. Pada daerah yang tidak
memiliki sumber pendapatan, akan sangat merasakan pengaruh dari investasi
yang masuk ke daerahnya tersebut. Kabupaten Wonogiri adalah salah satu daerah
yang masih sedikit dalam memiliki PAD. Para investor mungkin belum melihat
potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Wonogiri secara keseluruhan, atau mungkin
kurangnya informasi dari pihak Pemkab dalam menarik investor untuk masuk dan
menanamkan ivestasinya ke Kabupaten Wonogiri.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas
pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dalam menjalankan otonomi
daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan pemerintahan secara
efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan
commit to user
xix
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan
dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam
menghadapi otonomi daerah. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji masalah
berdasarkan uraian di atas dengan mengambil judul “Analisis Kemampuan
Kemandirian Keuangan Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009.”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diambil pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tingkat rasio kemampuan keuangan daerah Kabupaten
Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009 ?
2. Bagaimanakah tingkat rasio kemandirian daerah Kabupaten Wonogiri
tahun anggaran 2000 – 2009 ?
3. Bagaimanakah hubungan tingkat rasio kemampuan dan kemandirian
keuangan daerah dengan tingkat rasio pertumbuhan ekonomi dilihat dari
PDRB Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009 ?
C. Tujuan
Tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat rasio kemampuan keuangan daerah Kabupaten
Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009.
2. Mengetahui tingkat rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten
commit to user
xx
3. Mengetahui hubungan antara tingkat rasio kemampuan dan kemandirian
keuangan daerah dengan tingkat rasio pertumbuhan ekonomi dilihat dari
PDRB Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000–2009.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan informasi
maupun bahan pertimbangan berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi Pemerintah Daerah
Diharapkan Pemerintah Daerah mampu mengoptimalkan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sebagai alternatif masukan untuk
meningkatkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah secara ekonomis,
efisien dan efektif demi tercapainya keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar dan tambahan
pengetahuan maupun wawasan tentang bagaimana ruang lingkup dari
pemerintahan khususnya mengenai penilaian kinerja keuangan pemerintah
daerah yang diteliti, serta untuk membandingkan teori yang didapat dari
studi kuliah dengan kenyataan yang sebenarnya.
commit to user
xxi
Dapat digunakan sebagai gambaran sejauh mana perkembangan
kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri. Selain itu
penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Otonomi Daerah
Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian
otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
commit to user
xxii
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut Suparmoko (2002) mengartikan otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan
Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat (8), (9), (10) tentang
Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah
yaitu ; (i) Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; (ii) Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; (iii) Tugas
perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa
atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung
jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
2. Tinjauan Keuangan Daerah
commit to user
xxiii
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berlaku untuk
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pembentukan dan
pengelolaannya disesuaikan dengan tata cara yang berlaku pada
pemerintahan pusat.
Pendapatan daerah provinsi seperti yang tertulis dalam UU No
28 Tahun 2009, pajak pusat diserahkan kepada daerah pemerintah pusat,
antara lain : Pajak Rumah Tangga, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Pemerintah
kabupaten/kota mendapatkan penghasilan dari berbagai pajak daerah
antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan,
Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi
Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan.
Dalam UU No 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17, menyebutkan
bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan rencana
keuangan tahunan daerah, dimana disatu sisi menggambarkan anggaran
pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek
commit to user
xxiv
penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah
dianggarkan.
APBD merupakan dokumen anggaran tahunan, maka seluruh
rencana penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah yang akan
dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan
demikian APBD dapat menjadi cerminan kinerja dan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai dan mengelola penyelenggaraan
pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di daerah masing-masing
pada satu tahun anggaran (Kiflimansyah,2001).
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun
dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga
halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang
disusun dengan pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai
berikut (Nirzawan, 2001) :
1) Sasaran yang ditetapkan menurut fungsi belanja.
2) Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan
commit to user
xxv
3) Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal /
pembangunan.
b. Pengelolaan Penerimaan Daerah
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pasal 157 dan UU No. 33 tahun
2004 pasal 6, serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan UU
No.28 Tahun 2009, Total Pendapatan Daerah (TPD) diperinci sebagai
berikut :
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber
keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
a) Pajak Daerah, sesuai dengan UU No.28 Tahun 2009 tentang
pajak daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah yang
selanjutnya disebut dengan pajak adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
commit to user
xxvi
b) Retribusi Daerah, menurut UU No.28 Tahun 2009 tentang
retribusi daerah, yang dimaksud dengan retribisi daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau
pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
c) Hasil Perusahaan Milik Daerah, merupakan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis penerimaan yang
termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang
dipisahkan antara lain bagian laba, deviden dan penjualan
saham milik daerah.
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil
penjualan asset negara dan jasa giro.
2) Pendapatan Transfer
Sumber-sumber pendapatan transfer atau bisa disebut juga sebagai
bantuan dari pemerintah pusat/propinsi dapat diperinci sebagai
berikut :
a) Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari
penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
commit to user
xxvii
Dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.
Adapun pos-pos dana perimbangan tersebut terdiri dari :
(1) Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan dan penerimaan dari Sumber Daya Alam
seperti : kehutanan, perikanan, pertambangan, minyak
dan gas.
(2) Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. (UU No.33 tahun 2004 pasal 1 ayat 21)
(3) Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional. (UU No. 33 tahun
2004 pasal 1 ayat 23).
b) Transfer Pemerintah Pusat lainnya yang terdiri dari dana
otonomi khusus dan dana penyesuaian.
commit to user
xxviii
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun
2009 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010 adalah :
a) Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan pendapatan
bagi hasil yang diterima dari provinsi pada Tahun Anggaran
2010 agar menggunakan pagu Tahun Anggaran 2009.
Sedangkan bagian pemerintah Kabupaten/Kota yang belum
direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan
target Tahun Anggaran 2009 agar ditampung dalam
perubahan APBD Tahun Anggaran 2010.
b) Dana Darurat, Dana Bencana Alam dan Sumbangan Pihak
Ketiga yang diterima oleh pemerintah daerah bilamana
belum dapat diperkirakan dan dipastikan pada saat
penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 agar
penganggarannya dicantumkan pada Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2010.
Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan agar pendapatan
daerah dapat ditingkatkan antara lain sebagai berikut (Nirzawan,
2001):
a) Intensifikasi, dilaksanakan antara lain dengan cara sebagai
commit to user
xxix
(1) Melaksanakan tertib penetapan pajak yang harus
dibayar oleh wajib pajak, tertib dalam pemungutan
kepada wajib pajak, tertib dalam administrasi serta
tertib dalam administrasi serta tertib dalam penyetoran.
(2) Melaksanakan secara optimal pemungutan pajak dan
retribusi daerah sesuai dengan potensi yang obyektif
berdasarkan peraturan yang berlaku.
(3) Melakukan pengawasan dan pengendalian secara
sistematis dan kontinyu (berkelanjutan) untuk
mengantisipasi terjadinya penyimpangan dalam
pelaksanaan pemungutan di lapangan oleh petugas.
(4) Membentuk tim satuan tugas (satgas) pada dinas terkait
yang bertugas mengawasi pemungutan di lapangan oleh
petugas.
(5) Memberikan insentif (rangsangan) secara khusus
kepada aparat pengelola PAD yang dapat melampui
penerimaan dari target yang telah ditetapkan.
(6) Mengadakan pendekatan persuasif kepada wajib pajak
agar memenuhi kewajibannya melalui kegiatan
penyuluhan.
(7) Melakukan langkah-langkah pengendalian lain guna
commit to user
xxx
pelaksanaan peraturan daerah mengenai pengelolaan
maupun penetapan pajak dan retribusi daerah.
b) Ekstensifikasi, dilaksanakan dengan cara antara lain sebagai
berikut:
(1) Menyusun program kebijakan dan strategi
pengembangan dan menggali obyek pungutan baru
yang potensial dengan lebih memprioritaskan kepada
retribusi daerah untuk ditetapkan dan dijabarkan dalam
peraturan daerah.
(2) Meninjau kembali ketentuan tarif dan pengembangan
sasaran sesuai dengan peraturan daerah yang ada dan
mengkaji ulang peraturan daerah untuk diajukan
perubahan.
(3) Mengadakan studi banding ke daerah lain guna
mendapat informasi terhadap jenis-jenis penerimaan
pajak dan retribusi lain yang memungkinkan untuk
dikembangkan.
c. Pengelolaan Pengeluaran Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa Pengeluaran
commit to user
xxxi
yang bersangkutan yang meliputi belanja langsung dan belanja tidak
langsung.
Belanja daerah disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang
berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan, oleh
karena itu dalam penyusunan APBD agar Pemerintah Daerah berupaya
menetapkan target capaian baik dalam konteks daerah, satuan kerja, dan
kegiatan sejalan dengan urusan yang menjadi kewenangannya. Selain itu
diupayakan agar Belanja Langsung mendapat porsi alokasi yang lebih
besar dari Belanja Tidak Langsung, dan Belanja Modal mendapat porsi
alokasi yang lebih besar dari Belanja Pegawai atau Belanja Barang dan
Jasa.
1) Belanja Langsung
Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara
langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan.
Jenis Belanja Langsung dapat berupa Belanja Pegawai/ Personalia,
Belanja Barang/ Jasa, Belanja Pemeliharaan dan Belanja
Perjalanan Dinas.
Keberadaan anggaran Belanja Langsung merupakan
konsekuensi karena adanya program atau kegiatan. Karakteristik
Belanja Langsung adalah bahwa input (alokasi belanja) yang
ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan der.gan Ouput yang
commit to user
xxxii
sebagian besar dipengaruhi oleh target kinerja atau tingkat
pencapaian program atau kegiatan yang diharapkan.
2) Belanja Tidak Langsung
Belanja Tidak Langsung yaitu belanja yang tidak dipengaruhi
secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Jenis Belanja
Tidak Langsung dapat berupa Belanja Pegawai/Personalia, Belanja
Barang/Jasa. Belanja Pemeliharaan dan Belanja Perjalanan Dinas.
Keberadaan Anggaran Belanja Tidak Langsung bukan
merupakan konsekuensi dan atau tiada suatu program atau
kegiatan. Belanja Tidak Langsung digunakan secara periodik
(umumnya bulanan) dalam rangka koordinasi penyelenggaraan
kewenangan pemerintah Daerah yang bersifat umum.
Belanja Tidak Langsung pada dasarnya merupakan belanja
yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk
melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Program
atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung
adalah program atau kegiatan Non Investasi. Program atau
kegiatan investasi yang menambahkan aset daerah tidak menerima
alokasi anggaran tahunan belanja tidak langsung, karena ouput
program atau kegiatan investasi adalah merupakan aset daerah
yang dimanfaatkan lebih satu tahun anggaran. Anggaran belanja
tidak langsung hanya digunakan untuk satu tahun anggaran seperti
commit to user
xxxiii d. Kemampuan Keuangan Daerah
Kriteria penting yang lain untuk mengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya
adalah kemampuan daerah dalam bidang keuangan. Dengan perkataan
lain, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengatur
tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, menyebutkan
bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewjiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan
uang temasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka
APBD.
Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut,
keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Dengan dikeluarkannya undang-undang tentang Otonomi
Daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang akan menimbulkan
perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam
hal kemampuan keuangan daerah, antara lain (Abdul Halim, 2001):
1) Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah.
2) Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah.
commit to user
xxxiv
4) Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.
Selain itu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu
melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut (Abdul Halim,
2001):
1) Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang
cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahannya.
2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin
agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber
keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan
keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah
menjadi lebih besar.
Berikut adalah rumus untuk menghitung kemampuan keuangan
daerah dan pola tingkat hubungannya :
Rasio Kemampuan Keuangan Daerah : t
PADt : Total Pendapatan Asli Daerah Tahun t
commit to user
xxxv Tabel 2.1
Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah
Rasio Kemampuan
Keuangan Daerah (%) Pola Hubungan
0,00-10,00 Sangat Kurang
10,01-20,00 Kurang
20,01-30,00 Cukup
30,01-40,00 Sedang
40,01-50,00 Baik
>50,00 Sangat Baik
Sumber : Anita Wulandari (2001)
e. Kemandirian Keuangan Daerah
Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah mengenai pelimpahan
wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik
dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pelayanan masyarakat, maka peranan data keuangan daerah sangat
dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah
serta jenis dan besar balanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan
keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan
daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran
dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa
terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk
membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk melihat
commit to user
xxxvi
Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah harus dilakukan sesuai dengan kemandirian keuangan daerah
dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan,
walaupun pengukuran kemampuan keuangan daerah ini akan
menimbulkan perbedaan. Paul Hersey dan Kenneth Blanchard
memperkenalkan “Hubungan Situasional” dalam pelaksanaan otonomi
daerah (Abdul Halim, 2001)
1) Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah puasat lebih
dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang
tidak mampu melaksanakan otonomi daerah)
2) Pola Hubungan Konsultif, campur tangan pemerintah pusat sudah
mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu
melaksanakan otonomi.
3) Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin
berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat
kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.
4) Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah
tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri
dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
Bertolak dari teori tersebut, karena adanya potensi sumber daya
alam dan sumber daya manusia yang berbeda, akan terjadi pula
commit to user
xxxvii
pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemandirian daerah
(dari sisi keuangan) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rasio kemandirian : 100%
insi
Pola Hubungan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Sumber : Abdul Halim (2002)
3. Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan
Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau
tidak (Arsyad, 1999).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan kemampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan
commit to user
xxxviii
memungkinkan untuk kenaikan standar hidup. Menurut Todaro (1997) secara
spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan
ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang
berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara
positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Untuk pertumbuhan ekonomi
regional sendiri dapat diukur melalui pendapatan domestik regional bruto
(PDRB) saat ini dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi dengan PDRB
saat ini.
B. Penelitian Terdahulu
1. Adhidian Fajar Sakti
Penelitian ini mengambil judul ”Analisis Perkembangan Kemampuan
Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Di
Kabupaten Sukoharjo” dan menggunakan alat analisis Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, IKR (Indeks
Kemampuan Rutin), Rasio Keserasian, dan Rasio Pertumbuhan. Dari hasil
penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan
angka rasio rata-ratanya adalah 7,88 % masih berada diantara 0 %-25 %
tergolong mempunyai pola hubungan instruktif yang berarti kemampuan
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam memenuhi kebutuhan dana
untuk penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan, Pembangunan, dan
commit to user
xxxix
ke tahun terus meningkat. Sedangkan tingkat ketergantungan pada
sumber pendapatan dari pihak ekstern yang masih cukup tinggi
disebabkan karena sumber-sumber keuangan potensial negara adalah
milik pemerintah pusat.
2. Berdasarkan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, selama 5 (lima) tahun
Derajat Desentralisasi Fiskal adalah sangat kurang karena hanya
memiliki rata-rata 6,84 %, hal ini berarti bahwa tingkat kemandirian /
kemampuan keuangan Kabupaten Sukoharjo masih rendah dalam
melaksanakan otonominya.
3. Berdasarkan kemampuan PAD untuk membiayai pengeluaran rutin
daerah, yang sering disebut juga dengan IKR (Indeks Kemampuan
Rutin) rata-rata hanya sebesar 9,75 %, ini artinya IKR di Kabupaten
Sukoharjo sangat kurang karena masih berada dalam skala interval
antara 0,00-20,00. Hal ini berarti PAD memiliki kemampuan yang
sangat kurang untuk membiayai pengeluaran rutinnya dan pemerintah
Kabupaten Sukoharjo masih tergantung pada sumber penerimaan
keuangan dari pemerintah pusat.
4. Berdasarkan rasio Keserasian, pengeluaran belanja rutin lebih besar
dibandingkan dengan belanja pembangunan. Besarnya belanja rutin ini
dikarenakan besarnya belanja pegawai.
5. Berdasarkan Rasio Pertumbuhan, secara keseluruhan mengalami
peningkatan disetiap tahunnya yang disebabkan bertambahnya
commit to user
xl 2. A.A.N.B Dwinandra
Dalam Penelitiannya, Dwinandra mengambil judul “Efektivitas Dan
Kemandirian Keuangan Daerah Otonom Kabupaten/Kota di Propinsi Bali
Tahun 2002 – 2006” Alat analisis yang digunakan adalah dengan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah dan Rasio Efektivitas Keuangan Daerah.
Dengan hasil sebagai berikut :
a. Daerah otonom kabupaten/kota di Bali dalam periode tersebut masuk
dalam kategori keuangan yang cukup efektif, efektif, dan sangat efektif,
serta tidak ada yang kurang dan tidak efektif atau dengan rasio
efektivitas keuangan (EKD) berkisar dari 75,01 % sampai dengan di atas
100%.
b. Daerah otonom kabupaten/kota di Bali dalam periode dua tahun terakhir
masuk dalam kategori kemandirian keuangan yang sedang (rasio KKD
lebih dari 50% sampai dengan 75%) dan rendah (rasio KKD lebih dari
25% sampai dengan 50%) masing-masing hanya satu kabupaten/kota,
sedangkan sisanya (tujuh kabupaten) masuk kategori kemandirian
keuangan yang sangat rendah (rasio KKD 1% sampai dengan 25%).
Pada dua tahun awal, Kabupaten Badung masuk kategori kemandirian
keuangan tinggi (rasio KKD lebih dari 75% sampai dengan 100%),
tetapi menurun pada dua tahun terakhir.
c. Pada tahun 2006, dibandingkan dengan tahun 2002, trend efektivitas
commit to user
xli
walaupun masih ada yang di bawah 100%, seperti Kabupaten Gianyar,
Buleleng, dan Denpasar.
d. Trend kemandirian keuangan Jembrana arahnya sangat baik dibandingkan,
tiga kabupaten lain, yaitu Tabanan, Gianyar, dan Badung menunjukkan
trend baik, sedangkan sisanya lima kabupaten trend kemandiriannya
cenderung berkurang dibandingkan dengan tahun 2002.
3. Ardi Hamzah
Penelitian ini mengambil judul “Analisa Kinerja Keuangan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis
Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten dan 9 Kota di Propinsi Jawa Timur Periode
2001 – 2006).
Variabel kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio
kemandirian2, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi. Rasio kemandirian1 diukur
dengan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan bantuan pusat dan
pinjaman. Rasio Kemandirian2 diukur dengan total PAD dibagi dengan total
pendapatan. Rasio efektifitas diukur dengan realisasi penerimaan PAD dengan
target penerimaan PAD. Rasio efisiensi diukur dengan realisasi pengeluaran
dibagi dengan realisasi penerimaan. Untuk pertumbuhan ekonomi diukur
pendapatan domestik regional bruto (PDRB) saat ini dikurangi dengan PDRB
sebelumnya dibagi dengan PDRB saat ini. Untuk pengangguran diukur
dengan tingkat pengangguran yang ada di daerah tersebut, sedangkan
commit to user
xlii
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kesenjanganan kinerja keuangan
berupa rasio kemandirian1 dan rasio kemandirian2 cukup besar, bahkan rasio
efektifitas dan efisiensi dapat dikatakan besar sekali. Pada tingkat kemiskinan
dan pengangguran juga mengalami kesenjangan yang cukup besar, sedangkan
pada pertumbuhan ekonomi kesenjangannya tidak terlalu besar. Hasil
pengujian secara langsung antara kinerja keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi menunjukkan rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, dan rasio
efisiensiberpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
sedangkan rasio efektifitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Untuk pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap pengangguran menunjukkan terdapat pengaruh secara positif,
sedangkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan terdapat
commit to user
xliii C. Kerangka Pemikiran
Untuk lebih memudahkan dalam proses analisis permasalahan yang telah
dikemukakan diatas maka digunakan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Kemampuan Keuangan
Daerah
Total Pendapatan Daerah (TPD)
Pertumbuhan Ekonomi Bantuan
Pemerintah Pusat/Propinsi
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Kemandirian Keuangan
commit to user
xliv
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel sumbangan dari pihak ekstern dan pendapatan asli daerah (PAD)
diduga mempunyai pola hubungan yang rendah terhadap kemandirian
keuangan daerah kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.
2. Variabel pendapatan Asli daerah (PAD) dan Total Pendapatan daerah (TPD)
diduga mempunyai pola hubungan yang rendah terhadap kemandirian
keuangan daerah kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.
3. Kemampuan dan kemandirian keuangan daerah diduga mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonogiri tahun anggaran
commit to user
xlv BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan dianalisis dapat
dijelaskan melalui definisi operasional sebagai berikut :
1. Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) adalah kemampuan pemerintah
daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna
membiayai pembangunan daerahnya tahun 2000-2009.
2. Kemandirian Daerah (KMD) adalah kemampuan suatu daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya tahun 2000-2009.
3. Pertumbuhan Ekonomi (GRW), dinyatakan sebagai perubahan PDRB atas
dasar harga konstan di Kabupaten Wonogiri tahun 2000-2009.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
commit to user
xlvi
Indriantoro dan Bambang Supomo,2002). Data sekunder dalam penelitian ini
meliputi :
1. Profil dan potensi Kabupaten Wonogiri. Data tersebut diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS) melalui buku Wonogiri Dalam Angka.
2. Data keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
PDRB Kabupaten Wonogiri tahun 2005-2009. Data tersebut diperoleh
dari beberapa instansi pemerintah terkait, dalam hal ini diperoleh dari
DPPKAD Kabupaten Wonogiri
3. Data dan informasi lainnya yang diperoleh melalui buku referensi, jurnal,
majalah, surat kabar yang berkaitan dengan penelitian ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi
kepustakaan. Studi pustaka adalah metode pengumpulan data yang dapat
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan data dari literatur – literatur
dan buku – buku yang mendukung. Dalam penelitian ini pengumpulan data
diperoleh dari :
1. Badan Pusat Statistik (BPS)
2. Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Wonogiri
3. Data atau infomasi yang diperoleh dari buku refernsi, jurnal, majalah,
surat kabar yang berkaitan dengan penelitian ini
commit to user
xlvii
1. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah
Rasio Kemampuan Keuangan Daerah adalah kemampuan
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) guna membiayai pembangunan. Rasio Kemampuan Keuangan
Daerah dihitung dengan cara membandingkan antara komponen
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah
(TPD), atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Halim, 2002) :
Rasio Kemampuan Keuangan Daerah : t
PADt : Total Pendapatan Asli Daerah Tahun t
TPDt : Total Pendapatan Daerah Tahun t
2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat
kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar
pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah
dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari
bantuan dari pemerintah pusat/propinsi antara lain : Bagi hasil pajak,
commit to user
xlviii
Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo,
2001).
Rumus yang digunakan adalah:
Rasio kemandirian : 100%
insi
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi resiko kemandirian
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan
pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio
kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi
masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa
timgkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi.
3. Regresi Linier Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS)
Alat yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah regresi linier berganda dengan
metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun model yang digunakan
commit to user
GRW = Pertumbuhan Ekonomi
KKD = Kemampuan Keuangan Daerah
KMD = Kemandirian Daerah
a1-a2 = Koefisien regresi
a0 = konstanta
ei = variabel penganggu
a. Uji Statistik
Untuk memperoleh regresi yang terbaik secara statistik
disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) beberapa kriteria
untuk memenuhi kriteria BLUE adalah 1) Uji F, 2) Uji T, 3) Uji R2
(Gujarati, 2003). Kriteria digunakan untuk menguji hipotesis secara
statika didalam analisis regresi sederhana dan regresi berganda
dilakukan melalui pendekatan uji signifikan (test significant). Uji
signifikan secara umum merupakan prosedur untuk mengetahui
seberapa besar signifikansi kebenaran suatu hipotesis nol (H0) atau
untuk menentukan apakah sample yang diamati berbeda secara nyata
commit to user
l
Perhitungan statistik dikatakan signifikan secara statistik
apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah
dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan apabila nilai
uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Dalam
pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini:
1) Uji t
Dilakukan untuk melihat signifikasi dari pengaruh
variabel independen secara individu terhadap variabel dependen.
Uji t dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menentukan hipotesis
H0 = β1 = 0 (variabel independen secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen)
H0 ≠ β1 ≠ 0 (variabel independen secara individu
berpengaruh terhadap variabel dependen)
b) Menentukan nilai α
c) Melakukan perhitungan nilai t seperti berikut:
...(3.3)
Dimana: α = derajat signifikansi
N= banyaknya data yang digunakan
K=banyaknya parameter atau koefisien regresi
plus konstanta
commit to user
li
Dimana: β1 = koefisien regresi variabel ke-1
Se = standar eror
Ho ditolak Ho ditolak
Ho diterima
- t tabel t tabel
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t Sumber: Gujarati (2003)
d) Kriteria Pengujian
H0 diterima apabila -tα/2 ≤ t ≤ tα/2
H0 ditolak apabila t < -tα/2 atau t > α/2
e) Kesimpulan
Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima Ha ditolak. Artinya
koefisien regresi variabel independen tidak mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak Ha diterima. Artinya
koefisien regresi variabel independen mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
commit to user
lii
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel
independen yang ada secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependennya. Langkah-langkah dalam melakukan uji F
ini adalah:
a) Menentukan hipotesis
H0 = β1 = β2 = β3 = 0 (variabel independen secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)
Ha ≠ β1 ≠ β2 ≠ β3≠ 0 (variabel independen secara bersama
-sama berpengaruh terhadap variabel dependen)
b) Menentukan nilai α
c) Melakukan perhitungan nilai t seperti berikut:
...(3.5)
Dimana: α = derajat signifikansi
N= banyaknya data yang digunakan
K=banyaknya parameter atau koefisien regresi
plus konstanta
...(3.6)
Dimana: R2 = koefisien determinan berganda
K= banyaknya parameter total yang dipakai
N = banyaknya observasi
commit to user
liii
H0 diterima
F tabel
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F Sumber: Gujarati (2003) d) Kriteria Pengujian
H0 diterima apabila F hitung ≤ F tabel
H0 ditolak apabila F hitung > F tabel
e) Kesimpulan
Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima Ha ditolak.
Artinya koefisien regresi variabel independen secara
bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak Ha diterima.
Artinya koefisien regresi variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
3) Koefisien Determinasi R2
Uji ini digunakkan untuk mengetahui seberapa jauh
variasi dari variabel, bebas dapat menerangkan dengan baik
variasi dari variabel terikat. Jika R2 mendekati nol, maka
variabel bebas tidak menerangkan dengan baik variasi dari
variabel terikatnya.
commit to user
liv
Dimana = R2 adalah 0 ≤ R2≤ 1
Jika R2 = 1, berarti ada kecocokan yang sempurna
Jika R2 = 0, berarti tidak ada hubungan variabel dependen
dengan variabel independen
4) Koefisien Korelasi (r)
Untuk mengetahui keeratan dependen (kuat lemahnya)
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
(1) Jika 0,7 £ r £ 1, maka hubungan antara variabel X dan Y
adalah kuat (khusus untuk 0,9 £ r £ 1 hubungan tersebut
sangat kuat)
(2) Jika 0,5 £ r £ 0,7, maka hubungan antara variabel X dan Y
dapat dikatakan sedang
(3) Jika 0,1 £ r £ 0,5, maka hubungan antara variabel X dan Y
dapat dikatakan lemah.
b. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah masalah yang timbul berkaitan
dengan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel
penjelas. Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui
terjadi tidaknya korelasi diantara variabel independen. Untuk
commit to user
lv
pengujian dengan pendekatan Koutsoyiannis, yaitu dengan cara
coba-coba memasukkan variabel bebas. Dari hasil tersebut
variabel dibedakan menjadi tiga macam, yaitu variabel berguna,
variabel tidak berguna dan variabel merusak (Siti Aisyah, 2007).
Apabila nilai R2 regresi setiap variabel bebas lebih besar
dibandingkan nilai R2 regresi utama, maka dapat disimpulkan
bahwa dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas.
2) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana sebaran atau
varian faktor penganggu tidak konstan sepanjang observasi.
Heteroskedastisitas terjadi jika muncul gangguan dalam fungsi
regresi yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien
baik dalam sampel kecil ataupun besar (tetapi masih tetap tidak
bias dan konsisten).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya masalah
heteroskedastisitas adalah dengan melakukan uji park yaitu
dengan meregresi residual yang dikuadratkan dengan variabel
independen. Jika regresi tersebut menghasilkan probabilitas
diatas 0,05 maka variabel bebas tersebut tidak signifikan pada
tingkat a = 5%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pada
tingkat a = 5% semua koefisien regresi tidak signifikan yang
commit to user
lvi 3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana terdapat trend di dalam
variabel yang diteliti sehingga mengakibatkan e juga mengandung
trend. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Autokorelasi terjadi
karena adanya korelasi yang kuat antara et dengan series et-1.
Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi
autokorelasi adalah dengan uji Breusch & Godfrey Test (BG test)
(Siti Aisyah, 2007). Langkah-langkah pengujian ini adalah:
a) Estimasi persamaan regresi untuk mendapatkan nilai residual
(ut).
b) Regresi ut terhadap variabel bebas dan ut-i.... ut-p
c) Hitung (n-p)R2 – X2. Jika lebih besar dari tabel chi-square
dengan df p, menolak hipotesa bahwasetidaknya ada satu
koefisien autokorelasi yang berbeda dengan 0.
Apabila regresi dilakukan dengan menggunakan Eviews
maka dapat dilihat dari nilai probabilitasnya. Apabila nilai
probabilitasnya lebih besar dari 0,05 maka hipotesa yang
menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi ditolak. Berarti
commit to user
lvii BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografis
Kabupaten Wonogiri yang terkenal dengan sebutan Kota Gaplek,
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang
pembentukannya ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah–daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kabupaten Wonogiri terletak pada
garis lintang 70 32' - 80 15' Lintang Selatan dan garis bujur 1100 41' -
1110 18' Bujur Timur. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari
pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagian Selatan, termasuk
jajaran Pegunungan Seribu yang merupakan mata air dari Bengawan
commit to user
lviii
Dengan topografi daerah yang tidak rata dan adanya perbedaan
antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya
alam juga saling berbeda. Di Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya
tidak terlalu subur untuk pertanian, berbatuan dan kering. Kabupaten
Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah Mungkur yang selain
menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan sumber irigasi
persawahan juga merupakan aset wisata yang telah banyak dikunjungi
oleh para wisatawan domestik. Disamping itu Kabupaten Wonogiri juga
mempunyai 2 (dua) pantai yaitu Pantai Sembukan dan Pantai Nampu
yang mempunyai pasir putih yang sangat tebal dan cocok untuk
berwisata. Wonogiri beriklim Tropis, mempunyai 2 musim penghujan
dan kemarau dengan temperatur rata-rata 240 -320 C. Batas-batas
wilayah Wonogiri adalah :
a. Sebelah Selatan : Kab. Pacitan (Jawa Timur) dan Samudra
Indonesia.
b. Sebelah Utara : Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar.
c. Sebelah Timur : Kab. Karanganyar dan Kab. Ponorogo (Jawa
Timur).
d. Sebelah Barat : Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Luas Wilayah
Kabupaten Wonogiri mrupakan kabupaten dengan luas daerah 182
236,02 ha yang berada 32 km di sebelah selatan Kota Solo, sementara
commit to user
lix
wilayah dataran, pegunungan maupun pantai. Wilayah pegunungan
memanjang dari sisi selatan sampai ke timur yang juga wilayah yang
berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Disamping itu di sisi selatan
juga memiliki wilayah pantai Samudera Indonesia.
Menurut data yang dihimpun BPS, luas wilayah Kabupaten
Wonogiri adalah 182.236,0236 Ha yang terdiri dalam 25 kecamatan dan
ke 25 Kecamatan tersebut adalah :
Kecamatan Pracimantoro dengan luas 14.214,3245 Ha, Kecamatan
Paranggupito dengan luas 6.475,4225 Ha, Kecamatan Giritontro dengan
luas 6.163,2230 Ha, Kecamatan Giriwoyo dengan luas 10.060,1306 Ha,
Kecamatan Batuwarno dengan luas 5.165,0000 Ha, Kecamatan
Karangtengah dengan luas 8.459,0000 Ha, Kecamatan Tirtomoyo
dengan luas 9.301,0885 Ha, Kecamatan Nguntoronadi dengan luas
8.040,5175 Ha, Kecamatan Baturetno dengan luas 8.910,3800 Ha,
Kecamatan Eromoko dengan luas 12.035,8598 Ha, Kecamatan
Wuryantoro dengan luas 7.260,7700 Ha, Kecamatan Manyaran dengan
luas 8.164,4365 Ha, Kecamatan Selogiri dengan luas 5.017,9805 Ha,
Kecamatan Wonogiri dengan luas 8.292,3600 Ha, Kecamatan Ngadirojo
dengan luas 9.325,5560 Ha Kecamatan Sidoharjo dengan luas 5.719,7045
Ha, dan Kecamatan Jatiroto dengan luas 6.277,3620Ha. Kecamatan
Kismantoro dengan luas 6.986,1125 Ha, Kecamatan Purwantoro dengan
luas 5.952,7837Ha, Kecamatan Bulukerto dengan luas 4.051,8455 Ha,