• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah dan K G D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah dan K G D"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH:

Okta Verida Andriani (04121003031) Muflihatun Hasanah (04121003036) Rini Diana Sari (04121003032) Ahid Robbi Safitra (04121003037) Hafiza Khoradiyah (04121003033) Arum Kusuma Nirmala (04121003038) Indah Prahitaningtyas (04121003034) Malsiana (04121003039) Dwi Purnama Sari (04121003035) Yunita Indriani (04121003040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Trauma Abdomen”.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.

Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen Bagian Keperawatan Gawat Darurat selaku Dosen pembimbing dan pengajar yang telah memberi pengetahuan.

2. Literatur yang ada di internet (jurnal) dan perpustakaan umum yang menambah wawasan.

Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan dan keterbatasan materi kami mohon maaf sebesar- besarnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya.

Indralaya, September 2015

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin

berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang

terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi.

Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan

laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab

lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian,

sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam dan peluru. Oleh

karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ –

organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen

yang berakibat kematian. Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi.

Dalam kasus ini “ Waktu adalah nyawa ” dimana dibutuhkan suatu penanganan yang

professional yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian ( pre hospital ),

transportasi sampai tindakan definitif di rumah sakit.Tindakan definitif dengan jalan

pembedahan sangatlah penting dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien,

keluarga pihak dokter maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team Work

dalam melaksanakan tindakan pembedahan sekaligus memberikan Asuhan Keperawatan.

Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam memberikan pelayanan

(4)

aspek fisiologi secara komprehensif. Mengingat kurangnya pengetahuan dan pengertian klien

maupun keluarga tentang penyakit atau sebab dan akibat dari trauma dan alasan tindakan

therapy pembedahan yang dilakukan, oleh karena itu sangatlah diperlukan informasi yang

adequat.

Dengan demikian klien dan ke Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen

menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul

mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan

segera yang sering beru tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,

infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan

kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Evaluasi awal

sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area

lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.

Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan

kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan

organ multipel.

Dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury

yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka

robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat

terjadi pada daerah abdomen.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi

pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah

(5)

merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara

optimal.

Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang

ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi

untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana Anatomi dan Fisiologi abdomen?

2) Pengertian Trauma Abdomen?

3) Apa saja Etiologi dari trauma abdomen?

4) Bagaimana Patofisiologi dari trauma abdomen?

5) Apa saja Manifestasi Klinik dari trauma abdomen?

6) Apa saja Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang trauma abdomen?

7) Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium pada trauma abdomen?

8) Apa saja Komplikasi trauma abdomen?

9) Bagaimana Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatan?

10) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen?

B. TUJUAN

(6)

2) Untuk mengetahui definisi Trauma Abdomen

3) Untuk mengetahui Etiologi dari trauma abdomen

4) Untuk mengetahui Patofisiologi dari trauma abdomen

5) Untuk mengetahui Manifestasi Klinik dari trauma abdomen

6) Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang trauma abdomen

7) Untuk mengetahui Pemeriksaan Laboratorium pada trauma abdomen

8) Untuk mengetahui Komplikasi trauma abdomen

9) Untuk mengetahui Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatan

(7)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi dan Fisiologi

Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung, usus, hati,

pancreas, kandung empedu dan peritoneum. Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan

diameter 3 cm dimulai dari pharync sampai dengan lambung. Dinding esophagus sendiri

menghasilkan mucus untuk lubrikasi makanan sehingga memudahkan makanan untuk masuk

ke dalam lambung. Terdapat spincter cardiac yang mencegah terjadinya regurgitasi makanan

dari lambung ke esophagus.

Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum. Fungsi lambung

adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin, asam lambung mucus,

dan intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di sumbukosa. Asam lambung

sendiri mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol makanan bergerak masuk dari

lambung ke duodenum.

Usus halus dimulari dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus besar. Sekresi

dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang semiliquid. Disini terjadi poses

absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen dari usus halus sendiri terdiri dari

duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan diameter 5 cm.

Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon, rectum dan anal

canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal, descenden

(8)

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml

permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama metabolisme,

karbohidrat (glycogensis glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis glycogen menjadi

glucosa), ( gluconeogenesis pembentukan glukosa dari asam amino dan asam lemak),

metabloisme protein (sintesis asam-asam amino nonesential, sintesis protein plasma, sintesis

faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 dimana NH3 merupakan hasil akhir dari

asam amino dan aksi dari bakteria terhadap protein di kolon), detoxifikasi, metabolisme

steroid ( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid). Fungsi ke dua

adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistem pagosit mononuklear oleh sel kupffer

dimana terjadi pemecahan sel darah merah, sel darah putih, bakteri dan partikel lain,

memecah hemoglobin dari sel darah merah menjadi bilirubin dan biliverdin.

Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas

mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin

dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzym pancreas itu lipase dan

amylase yang dikeluarkan ke usus halus.

Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml dimana komposisi nya

80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1% kolesterol.

Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus. Memiliki

membran semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan proliferatif

(9)

Rongga peritoneum ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh

pelvis, bagian depan oleh dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral

abdomen dan bagian belakang oleh dinding belakang abdomen serta tulang belakang.

Ketika bernafas khususnya pada saat ekspirasi maksimal otot diafragma naik ke atas

setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi papila mamae pada pria) sehingga

adanya trauma thoraks perlu dicurigai adanya trauma abdomen pada sisi kiri hepar, dan sisi

kanan pada lien.

Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan organ ekstra

peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar

kolon. Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum, vesika

urinaria, dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis). Sedangkan

dari jenisnya organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid (hepar dan lien)

dan organ berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).

2.2 Trauma Abdomen

Kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan bisa disebabkan karena trauma

dan non trauma. Untuk kasus kegawatdaruratan system cerna ini biasa disebut dengan akut

abdomen. Trauma adalah cedera fisik dan psikis , kekerasan yang mengakibatkan cedera

(Sjamsuhidayat,1997).

Definisi dari akut abdomen sendiri adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di

rongga abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama yang

memerlukan penanganan segera. (Emaliyawati : 2009). Trauma abdomen adalah cedera pada

(10)

disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 ). Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada

organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan

metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah

retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.Trauma perut juga merupakan luka pada isi

rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada

penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan

laparatomi (FKUI, 1995). Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada

organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan

metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.Trauma adalah cedera

atau ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002 : 2111 ).

2.3 Etiologi

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Trauma tumpul

Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak

ke dalam karena tabrakan

Kecelakaan kendaraan bermotor

Jatuh dan trauma secara mendadak

b. Trauma tajam

Tusukan, tikaman atau tembakan senapan (American College of Surgeon Committee of Trauma,

2004 : 145).

(11)

1. Trauma penetrasi

a. Trauma tembok

b. Trauma tumpul

2. Trauma non-penetrasi

a. Kompresi

b. Hancur akibat kecelakaan

c. Sabuk pengaman

d. Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.

1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi

Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen. Kemungkinan terjadi

eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat

menyerupai tumor.

2. Laserasi

Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di

eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997 ) atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma abdomen pada isi abdomen , menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari :

1. Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding

(12)

2. Luka tusuk ( trauma penetrasi) pada abdomen. Luka tusuk pada abdomen dapat menguji

kemampuan diagnostik ahli bedah.

3. Cedera thorak abdomen setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri

diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

2.4 Patofisiologi

Trauma abdomen terjadi karena trauma ,infeksi ,iritasi dan obstruksi. Kemungkinan bila

terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi

yang disertai penurunan hitung sel darah merah dan akhirnya gambaran klasik syok

hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda –tanda

perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen

tersebut meliputi nyeri tekan , nyeri spontan ,nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising

usus bila telah terjadi peritonitis umum.

Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu tubuh , juga

terdapat leukositosis. Biasanya tanda –tanda peritonitis belum tampak .Pada fase awal

perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul .

Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen , maka operasi harus dilakukan

(Sjamsuhidajat ,1997).

2.5 Manifestasi Klinik

1. Laserasi, memar,ekimosis

2. Hipotensi

3. Penurunan bising usus

4. Hemoperitoneum

(13)

6. Adanya tanda “Bruit”

7. Nyeri

8. Pendarahan

9. Penurunan kesadaran

10. Sesak

11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.

Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.

12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal

13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan

14. . Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur

pelvis

15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas

ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe. (Scheets, 2002 : 277-278).

Pada hakikatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat karena 2 hal:

A. Pecahnya organ solid

Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari

ringan sampai berat, bahkan kematian.

Gejala dan tandanya adalah :

1. Gejala Perdarahan secara umum

Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala dan

tanda syok hemoragik.

(14)

a. Penderita akan merasa nyeri abdomen, bervariasi dari ringan sampai nyeri

hebat

b. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun

c. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan, ada nyeri lepas dan defans

muscular (kekakuan otot) seperti pada peritonitis

d. Pada perkusi akan dapat ditemukan pekak isi yang meninggi.

B. Pecahnya organ berlumen

Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul

cepat sekali atau lebih lambat.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang A. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tumpul

1. Diagnostik Peritoneal Lavage

DPL adalah prosedur invasive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus

dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple

dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :

a. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan

obat-obatan.

b. Perubahan sensasi trauma spinal

c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.

Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas

untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi

(15)

koagulopati sebelumnya.(American College of Surgeon Committee of

Trauma, 2004 : 150).

2. Computed Tomography (CT)

Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami

kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan mendiagnosa trauma retroperineal

maupun (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul. Rontgen untuk screening

adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien

trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang,

setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas

dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau

ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya

bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal.

B. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tajam

Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur

abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang,

thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan. Untuk pasien yang

asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double

atau triple contrast, maupun DPL.

(16)

kemudian menjadi simtomatik, terutama deteksi cedera retroperinel maupun intraperineal

untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee

of Trauma, 2004 : 151).

Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam. Rontgen foto thorax tegak

bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk

dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.

C. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus

a. Urethrografi

Urethrografi dilakukan sebelum pemasangan kateter urine bila curigai adanya ruptur

urethra.

b. Sistografi

Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan

pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi.

c. CT Scan/IVP

CT Scan untuk semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang

dicurigai mengalami sistem urinari.Alternatif lain adalah pemeriksaan IVP.

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri

2. Penurunan hematokrit/hemoglobin

3. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,

4. Koagulasi : PT,PTT

5. MRI

(17)

7. CT Scan

8. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan

pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X

9. Scan limfa

10. Ultrasonogram

11. Peningkatan serum atau amylase urine

12. Peningkatan glucose serum

13. Peningkatan lipase serum

14. DPL (+) untuk amylase

15. Penigkatan WBC

16. Peningkatan amylase serum

17. Elektrolit serum

18. AGD. (ENA,2000:49-55)

2.8 Komplikasi

1. Trombosis Vena

2. Emboli Pulmonar

3. Stress Ulserasi dan perdarahan

4. Pneumonia

5. Tekanan ulserasi

6. Atelektasis

7. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)

(18)

9. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan

syok.

10. . Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.

11. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003 : 251-253)

2.9 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatan

Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan

akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk

mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan

berikut:

A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)

B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)

C : Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)

D : Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil)

E : Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia

Tindakan keperawatan yang dilakukan tentu mengacu pada ABCDE.

1. Yakinkan airway dan breathing clear.

2. Kaji circulation dan control perdarahan dimana nadi biasanya lemah, kecil, dan cepat

3. Tekanan darah sistolik dan diastole menunjukkan adanya tanda syok hipovolemik,

hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik maka perlu segera pasang intra venous line

(19)

pada anak 20cc/kgg, bila pada anak sulit pemasangan intra venous line bisa

dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini dilakukan pada anak

yang umurnya kurang dari 6 tahun.

4. Setelah pemberian cairan pertama lihat tanda-tanda vital. Bila sudah pasti ada

perdarahan maka kehilangan 1 cc darah harus diganti dengan 9cairan kristaloid 3 cc

atau bila kehilangan darah 1 cc maka diganti dengan darah 1 cc (sejumlah

perdarahan).

5. Setelah itu kaji disability dengan menilai tingkat kesadaran klien baik dengan

menilai menggunakan skala AVPU: Alert (klien sadar), Verbal (klien berespon

dengan dipanggil namanya), Pain (klien baru berespon dengan menggunakan

rangsang nyeri) dan Unrespon (klien tidak berespon baik dengan verbal ataupun

dengan rangsang nyeri).

6. Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat adanya jejas,

perdarahan dan bila ada perdarahan perlu segera ditangani bisa dengan balut tekan

atau segera untuk masuk ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy eksplorasi.

7. Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head totoe,

dan observasi hemodinamik klien setiap 15 – 30 menit sekali meliputi tanda-tanda

vital (TD,Nadi, Respirasi), selanjutnya bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan

dengan observasi setiap 1 jam sekali.

8. Pasang cateter untuk menilai output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu

(20)

9. Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) untuk membersihkan

perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak

ada kontra indikasi dapat dilakukan lavage.

10. Observasi status mental, vomitus, nausea, rigid/kaku/, bising usus, urin output setiap

15 – 30 menit sekali. Catat dan laporkan segera bila terjadi perubahan secra cepat

seperti tanda-tanda peritonitis dan perdarahan.

11. Jelaskan keadaan penyakit dan prosedur perawatan pada pasien bila memungkinkan

atau kepada penanggung jawab pasien hal ini dimungkinkan untuk meminimalkan

tingkat kecemasan klien dan keluarga.

12. Kolaborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk melihat status hidrasi

klien, pemberian antibiotika, analgesic dan tindakan pemeriksaan yang diperlukan

untuk mendukung pada diagnosis seperti laboratorium (AGD, hematology,

PT,APTT, hitung jenis leukosit dll), pemeriksaan radiology dan bila perlu

(21)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. M DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA

JAKARTA TIMUR

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

a. Nama : Tn. M

b. Umur : 50 tahun

c. Jenis Kelamin : laki-laki

d. No. RM : 098834-1023456

e. Pendidikan : SMA

f. Pekerjaan : Karyawan swasta

g. Agama : Islam

h. Alamat : Jl. Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2

Tanggal masuk : 17 November 2013

Jam Masuk : pukul 20.00 WIB

Tanggal&Jam Pengkajian : 17 November 2013 jam 21.00 WIB

2. Type rujukan : datang sendiri, tidak memakai ambulance. Diantar anak

(22)

3. Jenis kasus : kecelakaan. Tidak perlu visum.

4. Identitas Penanggung Jawab

a. Nama : Tn. E

b. Umur : 25 tahun

c. Alamat : Jl.Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2

d. Hubungan dengan klien : anak

5. Diagnosa Medis : ruptur limfa e.c trauma tembus abdomen

6. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan sakit pada perut sebelah kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk Rumah Sakit ± 1,5 jam yang lalu (± pukul 20.00 WIB).

Kronologis klien: ketika sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami

kecelakaan. Sepeda motor klien ditabrak mobil angkot yang ada di

belakangnya saat pulang kerja dan melaju di Jalan Raya Pondok Gede. Klien

terjatuh membentur aspal, tertancap paku ±10 cm dan sempat pingsan. Klien

langsung dibawa ke rumah sakit dengan dijemput anaknya. Klien merasa perut

sebelah kiri sakit, mual.

c. Riwayat Keluarga

Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang

(23)

7. Pemeriksaan Fisik:

a. Umum:

- TD : 140/80 mmHg

- N : 82 x/ menit

- S : 37o C

- RR : 24 x/ menit

- Keadaan umum : baik, kesadaran: Compos mentis.

- Perdarahan : minimal di abdomen kiri atas.

b. Kepala

Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala

dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva

anemis. Hidung simetris tidak ada secret.

c. Leher

Tidak ada kaku kuduk.

d. Paru

1) Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama

2) Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama

3) Perkusi : sonor

4) Auskultasi : vesikule

e. Abdomen

1) Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan

(24)

3) Palpasi : ada pembesaran hati

4) Perkusi : pekak

f. Ekstremitas

Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan

otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil laboratorium tanggal 17-11-2013 pukul 09.30 WIB:

1) Hemoglobin : 10,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)

2) Eritrosit : 5,00 105/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)

3) Leukosit : 12,5 104/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)

4) Hematokrit : 41,8% (n : 40-52%)

5) Trombosit : 208

6) Gol darah : A

7) HBSAG : - (negatif)

b. Hasil USG Abdomen tanggal 17-11-2013 pukul 09.45 WIB:

Gambaran: ruptur dan perdarahan pada limfa anterior. terdapat luka

tembus namun tidak mengenai organ dalam abdomen.

9. Primary Survay

a. Airway

Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret.

b. Breathing

Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 4 liter/ menit

(25)

c. Circulasi

TD : 140/ 80 mmHg

N : 82 x/ menit

Capillary reffil: < 3 detik

d. Disability

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E= 4, M= 5, V= 6

e. Exposure

Terdapat luka tembus disertai sedikit perdarahan, jejas dan hematoma

pada abdomen sebelah kiri atas.

10. Secondary Survay

1) AMPLE

a) Alergi :Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik

makanan ataupun obat-obatan.

b) Medicasi :Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengkonsumsi obat

sakit kepala.

c) Pastillnes : Klien pernah di rawat di Rumah Sakit Harapan Bunda.

d) Lastmeal : Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas

teh.

e) Environment :Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya dan perkotaan

(26)

B. Analisis Data

No DATA MASALAH ETIOLOGI

1 Data Subjektif :

a. Klien mengatakan perut sebelah

kanan sakit

a. Klien tampak mengerang-erang

menahan sakit.

b. Terdapat luka lecet dan jejas pada

abdomen sebelah kanan

c. Trauma abdomen

d. Nyeri akut

(27)

d. Leukosit : 12,5 104/ul

e. Luka non-penetrasi abdomen

Data Subjektif: -Data Objektif:

a. Hasil USG: Terdapat ruptur dan

perdarahan pada limfa anterior

b. Konjungtiva anemis

c. Kulit pucat

C. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen.

2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen

D. Intervensi dan Rencana Keperawatan Rasional

No Diagnosa Tujuan dan

Kriteria Hasil

Intervensi Rencana Keperawatan Rasional

1 Defisit volume cairan dan

(28)

selama 1x15

2 Nyeri berhubungan adanya

trauma abdomen atau luka

(29)

nyeri teratasi

3 Resiko tinggi infeksi

berhubungan dengan

karena port de entry

kuman.

3) Mengetahui

(30)

c. Suhu tubuh

E. Catatan Perawatan Dan Perkembangan

N 1 Defisit volume cairan

(31)
(32)

lanjutkan

intervensi di

bangsal 3 Resiko tinggi infeksi

(33)

BAB IV PENUTUP KESIMPULAN

Trauma abdomen merupakan salah satudari sekian banyak kasus kegawatdaruratan.Trauma

abdomen dapat berupatrauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak

disengaja, bahkan luka pada isi rongga dengan atau tanpa tembusnya dinding perut. Dan

menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi,

bahkan gangguan faal berbagai organ lainnya. Sehingga, penatalaksanaannya lebih bersifat

(34)

Bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda

iritasi yang disertai penurunan sel darah merah dan akhirnya didapat gambaran klasik syok

hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi

,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-,tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi

nyeri tekan , nyeri spontan ,nyeri lepas, dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi

peritonitis umum.

Bila syok berlanjut, pasien akan mengalami takikardi, peningkatan suhu tubuh,

danleukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis belum tampak.Pada fase awal perforasi kecil

hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga

abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidajat ,1997).

Penatalaksaan yang dapat dilakukan adalah pengelolaan primary survery yang cepat dan

kemudian resusitasi,secondary surve, dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC

-nya trauma dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam -nyawa terlebih dahulu,

dengan berpatokan pada urutan berikut:

A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)

B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)

C :Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)

D : Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil)

E : Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia

Tindakan keperawatan dengan kolaborasi dalam pemasangan Central Venous Pressure

(CVP) untuk melihat status hidrasi klien. Pemberian antibiotika, analgesic, dan tindakan

(35)

hematology, PT, APTT, hitung jenis leukosit, dll), pemeriksaan radiologi, dan bila perlu

kolaborasikan setelah pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6.

Jakarta: EGC

Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Hudak & Gallo. 2001.

(36)

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media

AesculapiusSjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. :

Jakarta : EGC.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pengalaman menghidupkan kota Jakarta dengan warna-warni yang cerah serta melihat senyum wajah-wajah ceria yang terpancar dari para peserta berkat dukungan CIMB

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita- cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional.Anak adalah

4) Semen, pasir dan air dicampur dan diaduk menjadi mortar dengan menggunakan Concrete Mixer dengan campuran sesuai dengan spesifikasi teknis. 5) Batu dibersihkan dari bahan

Obat tradisional yang digunakan pada praktek pengobat tradisional di wilayah Purwokerto paling banyak digunakan untuk terapi kelainan jantung dan pembuluh darah (20,30%),

Dalam penelitian ini, melihat pergeseran audiens, kebaruan IGTV dan teori, penulis akan meneliti bagaimana khalayak menggunakan fitur IGTV milik media berita BBC News dan

Pada garis belakang acuantentukan titik C, yaitu titik counter, sedang pada garis punggung tentukan titik Vamp (V) yaitu titik batas bidang vamp dasar dari penentuan titik C dan

Sutajaya &amp; Gunamantha (2014) melaporkan bahwa melalui pemberdayaan pedagang kuliner mengakibatkan: (a) munculnya semangat baru bagi pedagang kuliner yang

Dengan menggunakan istilah “ pesantren” bagi nam a lembaganya, yang pada hakikatnya tidak berbeda dengan sistem m adrasah yang dikelola secara klasikal,