• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Peran Lembaga Adat Dalam Membangkitkan Pemahamaman Masyarakat Tentang Pentingnnya Pelestarian Budaya Makan Bersama di Sasadu - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Lembaga Adat dalam Pelestarian Kearifan Lokal (Orom Sasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "5.1 Peran Lembaga Adat Dalam Membangkitkan Pemahamaman Masyarakat Tentang Pentingnnya Pelestarian Budaya Makan Bersama di Sasadu - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Lembaga Adat dalam Pelestarian Kearifan Lokal (Orom Sasa"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

47 BAB V

PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL (Orom Sasadu/Makan Adat) SUKU SAHU DI DESA BALISOAN

KECAMATAN SAHU KABUPATEN HALMAHERA BARAT

Pada bab ini peneliti akan memaparkan Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya makan bersama di Sasadu. Setelah itu memaparkan Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Keaktivitasan kebudayaan (Orom Sasadu) di Desa Balisoan kecamatan sahu kabupaten halmahera barat.

5.1 Peran Lembaga Adat Dalam Membangkitkan Pemahamaman Masyarakat Tentang Pentingnnya Pelestarian Budaya Makan Bersama di Sasadu

Menurut Soerjono Soekanto, (2006: 212) berpendapat bahwa “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”. Lembaga adat merupakan organisasi kemasyarakatan yang hidup dalam suatu masyarakat adat yang memiliki peran dalam masyarakat untuk mengatur kehidupan maupun menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi dalam suatu masyarakat adat. Seperti dalam hasil wawancara di bawah ini:

(2)

48 masyarakat adat untuk meningkatkan keaktivitasnya. Pelaksanaan acara makan bersama di rumah adat ini pada zaman dahulu adalah dilakukan setelah menanam padi atau sesudah panen, namun karena perkembangan zaman sekarang ini, masyarakat suku Sahu kesulitan mendapat lahan untuk menanam padi karena lahan yang dulunya digunakan sebagai kebun padi sudah ditanami tanaman tahunan. Tetapi ditentukan suatu waktu tertentu atas dasar kesepakatan bersama antara tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa. Pelaksanaan hanya sebagai ungkapan syukur dari berbagai keberhasilan yang dialami oleh masyarakat, namun nilai-nilai dalam pelaksanaan tetap terpelihara.1

2. Informan TC, seorang laki-laki berumur 60 tahun pendidikan STM adalah sebagai seksi pendidikan lembaga adat. Menurut informan keberadaan lembaga adat mendapat dukungan luas oleh masyarakat suku Sahu Tala’i re padusua,hal ini disebabkan karena pelaksanaan upacara-upacara adat seperti (Orom toma Sasadu) atau sai lamo (makan bersama di rumah adat). Sampai saat ini belum ada kegiatan yang dilakukan oleh lembaga adat khususnya di seksi pendidikan dalam upaya melestarikan tradisi makan bersama di rumah adat (Orom toma Sasadu) bagi masyarakat Desa Balisoan kegiatan makan bersama di rumah adat pelaksanaanya diatur oleh masing-masing seksi.2

3. Informan JN, seorang laki-laki berumur 42 tahun pendidikan SMA, adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan pembentukan lembaga adat Desa Balisoan merupakan suatu keharusan, karena seiring dengan perkembangan zaman. Masyarakat menyadari bahwa tradisi ini membawa makna positif dimasyarakat. Nilai-nilai yang ditinggalkan oleh para leluhur yang terapkan dalam upacara makan

1

Wawancara dengan Bapak HL (Tokoh Adat) pada tanggal 14 januari 2017

2

(3)

49 bersama di Sasadu dapat membentuk karakter masyarakat untuk hidup tertib, saling menghargai, saling melayani, dan nilai-nilai positif lainya yang membuat masyarakat Desa Balisoan hidup dalam ketentraman dan kedamaian.3

4. Informan GS, seorang perempuan berumur 46 tahun pendidikan Strata satu (S1), adalah sebagai Tokoh Agama. Menurut informan pada dasarnya pembentukan lembaga adat sangat baik dan mendapat dukungan luas dari masyarakat Desa Balisoan. Harapan terbesar dari masyarakat dalam pembentukan lembaga adat ini adalah agar nilai-nilai budaya yang sudah terkikis ini dapat digali kembali dan dilestarikan. Hal ini merupakan tugas berat dari lembaga adat maupun seluruh masyarakat Desa Balisoan, namun upaya untuk menggali kembali nilai-nilai budaya, lembaga adat harus bekerja sama dengan tokoh-tokoh gereja agar nilai-nilai budaya yang mengandung unsur-unsur mistik harus ditinggalkan dan tidak boleh digunakan lagi dalam upacara-upacara seperti makan bersama di rumah adat, karena kegiatan ini yang dilakukan oleh leluhur-leluhur. Orom Sasadu di Desa Balisoan merupakan suatu bentuk kegiatan upacara syukur didalamnya ada unsur penyembahan-penyembahan berhala. Hal ini yang bertentangan dengan ajaran iman kristiani sehingga harus ditiggalkan. Zaman dahulu, upaya para pekabar injil untuk membawa masyarakat yang masih kafir menuju ke masyarakat yang beragama bukanlah semudah membalik telapak tangan. Upaya ini berhasil sehingga daerah ini di berkati Tuhan dengan berkat yang sangat melimpah. Apabila lembaga adat ingin mengangkat kembali nilai-nilai budaya yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat Desa Balisoan, maka unsur-unsur yang mengandung mistik dan penyembahan berhala harus ditingalkan dan tidak boleh digunakan

3

(4)

50 pada zaman sekarang ini karena bisa mengakibatkan kutukan dari Tuhan.4

Menurut Uphoff (1984) sesuai teori yang digunakan, Peran lembaga adat yang termasuk kajian tentang institusi lokal menjadi penting. Pentingnnya membangun institusi lokal sudah menjadi perhatian donor internasional untuk meningkatkan produktivitas atas bantuan investasi pembangunan yang selama ini mereka sumbangkan.Uphoff (1984) mengkategorikanada 6 (enam) tingkatan institusi lokal; (1) local administration, (2) local government, (3) membership

organization, (4) cooperatives, (5) service organisation, (6) private business.

Yang menjadi fokus perhatian penulis yaitu Local goverment (Pemerintah lokal). Pemerintah Lokal dalam hal ini terkait Peran lembaga adat yang sedang penulis teliti.

Dalam hasil wawancara di atas adanya upaya dari lembaga adat itu sendiri

(Local goverment/Pemerintah Lokal), yaitu: Melaksanakan hukum adat dan

istiadat dalam desa adatnya, Memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial kepadatan dan keagamaan, Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan adat khususnya, Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat. Oleh karena itu menurut penulis, bahwa masyarakat Desa Balisoan salah satunya sangat menyadari dan masih mencintai bahwa makan di rumah adat merupakan suatu tradisi yang berharga dan telah meletakan dasar dalam mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi makan bersama di rumah adat memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat Desa Balisoan. Nilai-nilai budaya tersebut merupakan karakter masyarakat Desa Balisoan untuk hidup tertib, saling menghargai, saling tolong menolong, dan nilai-nilai positif lainya adalah membuat masyarakat Desa Balisoan hidup dalam ketentraman dan kedamaian.

4

(5)
(6)

52 adanya saling pengaruh antara berbagai kebudayaan. Pengaruh antara berbagai kebudayaan itu dipengaruhi oleh intensitas hubungan/kontak antara pendukung kebudayaan yang bersangkutan.

Masuknya budaya asing yang didukung dengan kamajuan teknologi informasi turut mempengaruhi warna kebuadayaan daerah. Masayarakat adat sebagai pendukung kebudayaan merupakan salah satu faktor penentu kelestarian kebudayaan, untuk itu peranan lembaga adat dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki masyarakat ini sangat penting guna meminimalisir penggunaan budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa karena dapat mengancam eksistensi kebuayaan lokal. Peranan merupakan suatu kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan sendiri, (Mubyanto, 1985). Kemudian Bryant dan While (1999), menyatakan peranan merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain. Peranan berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Peranan adalah kesadaran mengenai kontribusi yang dapat diberikan oleh pihak-pihak lain untuk suatu kegiatan. Dalam hal ini lembaga adat mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan :

a. Kesadaran hidup berdasarkan nilai-nilai budaya Desa Balisoan.

b. Membina dan mengembangkan seluruh generasi agar dapat meningkatkan peran aktifnya dalam membangun bangsa sesuai dengan norma-norma adat istiadat Desa Balisoan dan Pancasila sebagai dasar negara.

c. Membentuk lembaga-lembaga sosial ataupun lambaga lainya yang dapat membantu dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

(7)

53 memberdayakan masyarakat adat lebih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah. Seharusnya lembaga adat dapat meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah agar dapat melakukan kegiatan pembelajaran bagi masyarakat tentang pentingnya melestarikan berbagai macam tradisi suku Sahu, terutama tradisi makan bersama di rumah adat/ Orom toma Sasadu, agar tradisi ini tetap eksis”.5

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Balisoan bahwa inti program yang tertuang dalam musyawarah tersebut tidak dijabarkan dalam suatu kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga adat dalam kegiatan dengan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Balisoan tentang pentingnya menjaga dan melestarikan budaya Desa Balisoan terutama budaya makan bersama di rumah adat (Orom toma Sasadu) hal ini menunjukan bahwa lembaga adat tidak memiliki peran yang berarti di masyarakat. Lembaga adat ini cenderung mengikuti program yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah yang sifatnya mempromosikan budaya Desa Balisoan, tetapi tidak menjadi aktor dalam membuat suatu program yang sifatnya memberi penguatan adat-istiadat dan nilai-nilai budaya kepada masyarakat.

5.2Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Keaktifitasan kebudayaan (Orom Sasadu).

5.2.1 Tradisi Suku Sahu Desa Balisoan

Di dalam sejarah perjalanan suku Sahu dikenal dua struktur kemasyarakatan, yaitu struktur masyarakat di masa jayanya kesultanan atau sebelum masuknya pekabaran Injil di wilayah Sahu dan struktur masyarakat sekarang ini.Struktur masyarakat pada zaman kesultanan sebagai berikut (Scweitzer, 1986);

5

(8)

54 Walasae : Marga Pimpinan. Dia adalah seorang

pimpinan desa.

Kapita/momole : Sebagai panglima perang.

Walangatom : Marga prajurit. Mereka dalam tugasnya mendengar komandodari kapita-kapita.Mereka bertugas dalam soal pertahanan dan keamanan. Jou ma bala : Tugasnya, yaitu setiap tahun membawa upeti

kepada sultan. Ngoa repe : Masyarakat.

Guru : Bertugas dalam bidang keagamaan. Untuk menjaga kesakralan upacara keagamaan maka seorang guru harus mengetahui ilmu mawi. Sebab seringkali ada orang-orang tertentu yang ingin mencoba merusak suasana upacara keagamaan.

Khalifa : Pendamping guru. Tugasnya membantu guru dalam hal mengambil obat-obatan untuk digunakan dalam upacara sakral.

Sedangkan struktur masyarakat sesudah runtunya kekuasaan kesultanan, dikenal dengan struktur masyarakat yang baru, yang berlaku sampai sekarang. Struktur masyarakat itu sebagai berikut:

Fomanyira : Pimpinan desa. Tugasnya mengatur kehidupan dan kesejateraan bela rakyat.

Gam ma kale : Kepala adat, di dalamnya termasuk Walasae dan Walangatom. Tugasnya menegakan dan mengatur hukum adat dan juga berperan dalam pesta adat di dalam rumah adat.

(9)

55 Ngoa repe : Masyarakat.

Selain struktur masyarakat di atas dikenal juga kelompok pekerja. Adat dua kelompok pekerja di Sahu, yaitu Tala’I dan Padusua. Hal ini di kenal dengan sebutan Tala’i re padusua co ‘ong tomding”. Tala’I co ‘ong rata, padusua co’

ong ra’ange. Co ‘ong adalah kelompok kerja pada zaman kesultanan sesudah

abad Mansyur ma lamo. Kelompok kerja ini mempunyai kewajiban yang berhubungan dengan kerja bakti dan membawa upeti. Berupa beras, tenaga manusia dan perahuperang (kora-kora).Adapun kelompok kerja meliputi :

a. Talai dengan empat kelompok desa (Tala’I co ang rata) terdiri dari : 1) Desa Worat-worat dan Desa Idam gamlamo.

2) Desa Balisoan, Desa Golo dan Desa Taboso. 3) Desa loce dan Desa Gamomeng.

4) Desa Tacim.

b. Padusua dengan tiga kelompok desa (Padusua co ‘ong ra’ ange): 1) Desa Taraudu, Desa Gamnyial, Desa awer.

2) DesaNgaon, Desa Hoku-hoku, Desa Campaka, Desa Lolori 3) Desa Tibobo, Desa Aketola/Tuol, Desa Akediri /Ngidibesi.

Desa Balisoan pada awalnya 32 desa tapi sekarang sudah pemekaran kecamatan Sahu, Sahu timur jadi masing-masing menjadi 16 desa, setelah pemekaran kecamatan sahu menjadi 19 desa.

(10)

56 5.2.2 Tradisi Makan Bersama Di Rumah Adat (Orom Sasadu)

Tradisi makan bersama di rumah adat (Sasadu) merupakan pesta adat yang telah dilaksanakan setelah panen padi. Prinsip dalam pelaksanaan pesta ini adalah mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaanNya sehingga petani dapat memperoleh hasil panen padi yang melimpah.

Hasil wawancara dengan:

1. Informan DS, seorang laki-laki berumur 60 tahun pendidikan SMA adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan tradisi makan bersama di rumah adat merupakan tradisi penting bagi masyarakat Desa Balisoan, karna tradisi ini bukan hanya sekedar duduk makan dan minum bersama, tetapi nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi ini sehingga membuat masyarakat Desa Balisoan harus patut pada aturan-aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam kehidupan keseharian. Kepatuhan masyarakat dalam aturan-aturan adat Desa Balisoan, memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat. Ketentraman dan kedamaian serta keamanan dapat terwujud di Desa Balisoan, sehingga aktifitas masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk itu tradisi ini selalu kami laksanakan setiap tahun.6

2. Informan DW, seorang laki-laki berumur 41 tahun pendidikan SMA adalah seorang tokoh masyarakat. Menurut informan tradisi makan bersama di rumah adat/ Sasadu atau Orom toma Sasadu merupakan tradisi penting bagi masyarakat Desa Balisoan, karena tradisi ini bukan hanya sekedar duduk makan dan minum bersama, tetapi terdapat nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi ini sehingga membuat masyarakat Desa Balisoan harus patuh kepada aturan-aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam kehidupan keseharian. Kepatuhan masyarakat dalam atura-aturan adat Desa Balisoan, memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat juga punya kepedulian dalam mempertahankan tradisi

6

(11)

57 Orom toma sasadu, dan selalu meningkatkan keaktivitasnya. Kepedulian masyarakat ini merupakan suatu tidakan positif yang perlu didukung oleh berbagai kalangan, terutama lembaga adat Desa Balisoan yang menjadi satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas untuk mengangkat harkat dan martabat Desa Balisoan sebagai masyarakat yang berbudaya.7

3. Informan MK, seorang perempuan berumur 38 tahun pendidikan Strata satu (S1), adalah sebagai Tokoh Agama. Menurut informan pembentukan lembaga adat merupakan suatu langkah maju bagi daerah ini karena dapat mengangkat hak dan martabat Desa Balisoan. Upaya lembaga adat untuk mengangkat kembali nilai-nilai budaya untuk diterapkan pada zaman sekarang ini sangat penting, seperti tradisi makan bersama di rumah adat. Merupakan suatu upacara adat yang sifatnya mengucap syukur atas keberhasilan yang telah di capai oleh masyarakat Desa Balisoan. Di dalam upacara adat ini masyarakat dididik untuk menerapkan prinsip-prinsip hidup yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh Desa Balisoan. Pelaksanaan upacara adat makan bersama di rumah adat harus meninggalkan segala macam unsur-unsur mistik yang digunakan oleh para leluhur terdahulu karena bertentangan dengan ajaran iman kristen, namun tata cara pelaksanaan yang mengandung nilai-nilai positif sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab dapat dilaksanakan dan terus dipelihara.8

4. Informan JT, seorang laki-laki berumur 44 tahun pendidikan Strata satu (S1), adalah sebagai tokoh Agama. Menurut informan peran lembaga adat sangat dibutukan oleh gereja secara institusi, karena dapat membantu membina masyarakat Desa Balisoan dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran iman kristen. Dalam

7

Wawancara dengan Bapak DW (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 19 januari 2017

8

(12)

58 pelaksanaan upacara adat seperti Orom toma Sasadu (makan bersama di rumah adat), merupakan suatu perayaan ungkapan syukur atas keberhasilan yang diraih acara pengucapan syukur kepada sang pencipta bukan pada penyembahan-penyembahan berhala yang sangat bertentangan dengan ajaran agama. Melestarikan budaya Orom toma Sasadu berarti kita sudah melestarikan beberapa tradisi lainnya seperti tarian legu salai, alat-alat musik tradisional, pakain adat, makanan khas, rumah adat dan lain-lain.9

Menurut (Koentjaraningrat, 1974)“Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya”. Adapun Menurut (Visser, 1989) Upacara panen adalah peristiwa terbesar dalam siklus tahunan budidaya padi. Diadakan di bulan Agustus atauSeptember, upacara dilakukan untuk menutup kegiatan pertanian tahun sebelumnya dan pada saat yang sama membuka tahun pertanian baru. Pesta didedikasikan untuk para leluhur, yang telah menghasilkan panen padi yang baik dan memperoleh bibit-bibit baru, dan yang telah dijauhkan dari bencana dan penyakit pada tahun sebelumnya. Sekarang ini, dengan masuknya agama Kristen maka pesta adat ini bukan didedikasikan kepada leluhur tetapi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Beberapa tahapan dalam upacara makan bersama di rumah adat (Sasadu) sebelum masuknya agama sebagai berikut:

a. Kole faturo.

Setelah ruang disiapkan dan peralatan rumah adat seperti tifa dan gong diletakan pada tempatnya, maka mulailah kole faturo. Kole faturo merupakan upacara pembukaan yang di tandai dengan mengantungkan kain putih berbentuk segi tiga mengililingi rumah adat dan pengibaran bendera induk. Proses kole

faturo di iringi dengan pemukulan tifa,gong dan pelepah daun sagu dengan irama

kakabelu. Orang yang menggantungkan kain putih berbentuk segi tiga adalah

orang-orang yang keturunan Walasae/keturunan pimpinan desa.Setelah kain puti

9

(13)

59 sudah di gantung dan bendera sudah dinaikan, maka rumah adat/Sasadu dinyatakan dibuka dengan resmi dan semua yang masuk dalam acara makan bersama harus menggunakan pakaian adat.

b. Pelaksanaan Upacara

Pelaksanaan upacara adat ini sangat prinsipil dilaksanakan pada malam hari dimulai pukul 18.00 WIT.Sebelum masuknya agama Kristen ke wilayah Sahu, pesta adat ini dilaksanakan selama 5 (lima) hari, 7 (tujuh) hari atau 9 (sembilan). setiap desa bervariasi waktu pelaksanaannya.Semuawarga masyarakat desa diwajibkan untuk ikut dalam upacara adat. Yang tidak mengikuti upacara adat makan bersama di rumah adat (Sasadu) di kenakan sanksi adat. Saat sekarang ini, pelaksanaan upacara adat Orom toma sasadu hanya 3 (tiga) hari.

Gambar 2.

Upacara Adat Desa Balisoan

Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013

Pesta adat diawali dengan penjemputan para undangan. Para undangan di tempatkan pada tempat yang di sebut taba sangadji (tempat duduk) yang di tempati para pimpinan wilayah (camat/sangadji). Masyarakat desa menempati tempatnya masing-masing sesuai dengan garis keturunannya. Keturunan walasae menempati taba walasae (tempat duduk keturunan pimpinan desa), keturunan

walangatom menempati taba walangatom (tempat duduk keturunan prajurit) dan

(14)

60 tempat duduk sesuai dengan secara terpisah. Profesi menempati tempat duduk sesuai dengan garis keturunan juga diikuti dengan kegiatan yang disebut Si bere

baba ma soi (mengangkat anak sulung menggantikan kedudukan orang tuanya

yang sudah meninggal). Setelah peserta sudah mengambil tempat duduk sesuai dengan garis keturunan, kepala adat berdiri sambil mengucapkan nasihat (bobita). Bobita menyangkut hukum adat yang mengatur pola hidup masyarakat suku Sahu, sistem pertanian dan pembicaraan berkenan dengan pesta adat yang perlu ditaati oleh peserta, yaitu menyangkut hal-hal yang tidak dinginkan, misalnya: moral, mabuk, kekacauan, perkelahian, dendam dan sebagainya. Sanksi yang dikenakan bagi orang yang dengan sengaja membuat keributan dalam pesta adat, yaitu diikat pada tiang rumah Sasadu, disiram dengan air kotor, disiram dengan air saguer (minuman dari pohon Aren) atau dipukul dengan kayu pemukul tifa. Hukuman ini berlaku selama pesta berlangsung. Sesudah ketua adat menyampaikan bobita, ia mempersilakan semua peserta untuk makan dengan perkataan seperti berikut: Ketua adat : lor nongo’du toma wanger ma sodu re wanger ma

moto I’duang bolo nyang? (saudara-saudara dari

matahari terbit/timur sampai matahari terbenam/barat sudah siap atau belum?)

Peserta : d’uang d’ua si jou (sudah siap) Kepala adat : orom kie si jou (mari kita makan) Peserta : jou (ya)

Kepala adat : Ior nongo’du toma mien re sara, I’duang bolo

nyang? (saudara-saudara dari utara sampai selatan

sudah siap atau belum?)

Peserta : d’uang d’ua si jou (sudah siap) Kepalah adat : orom kie si jou (mari kita makan) Peserta : jou (ya)

Sambil makan di iringi dengan pemukulan didiwangi /tifa dan gong disertai

ma I’o (syair-syair yang digunakan melalui lagu atau pantun secara berbalasan

(15)

61 minuman/saguer (minuman dari pohon aren) sesuai dengan struktur masing-masing.

Gambar 3.

Makan Bersama Di Sasadu (Rumah Adat)

Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013

Hari kedua kegiatan makan bersama di laksanakan di tempat tersendiri diluar rumah adat/Sasadu yang disebut jiwa/sado. Kegiatan ini dilaksanakan pada pukul 15.00 WIT. Makanan yang di sajikan pada kegiatan ini berbeda dengan makanan yang disajikan dalam rumah adat. Tempat duduk yang di siapkan juga hanya tempat duduk laki-laki dan perempuan secara terpisah, dan tidak dibedakan berdasarkan struktur masyarakat seperti di atur oleh rumah adat/Sasadu, namun yang duduk makan bersama di tempat/jiawa adalah tokoh adat, tokoh masyarakat, dan kepaladesa. Di dalam jiawa ada pementasan tarian legu-legu dan tarian

salai.Tarian legu-salai adalah suatu tarian yang menggambarkan putri-putra

legenda “moa ma jum”. Sebelum pementasan tarian legu salai, piring sado yang berisi air dan setangkai mayang enau diletakan di bawah tiang bendera induk dan setiap orang yang masuk ke tempat jiawaharus memberikan “derma”.

Sebelum mulainya acara makan bersama di tempat jiawa, kepala adat mengajak para Tokoh masyarakat, Tokoh adat dan kepala desa untuk duduk pada tempat yang sudah disediakan makanan. Bunyinya sebagai berikut: Tego fakololi

(16)

62 berhadapan dengan wajah yang ceriah, mari duduk berhadapan pada meja yang ditempati kepala desa). Setelah sudah ditempati tempat duduknya,kepala adat menyampaikan ungkapan sebagai tanda dimulainya makan bersama, bunyinya sebagai berikut: jou dai budo-budo, jou dia lamo-lamo, o tarima nanga jamuan, si jou” (tuan datang diiringi ombak di laut putih-putih, tuan pergi dingin dengan angin yang kencang, terimalah jamuan makan bersama dan makanlah), kemudian setiap orang yang duduk di meja jiawa membalasnya dengan mengatakan si jou (makanlah), maka acara makan bersama di meja jiawa resmi di mulai. Acara makan bersama di iringi dengan pemukulan tifa dan gong dan penari legu mengangkat payung untuk bersiap melakukan tarian. Sebelum tarian di mulai ketua adat menyanyikan lagu atauMa’io dengan kata-kata sebagai berikut: kie ma

tubu se ma talaga, ia bidadari ai dodemo” (di puncak gunung terdapat daun yang

merupakan tempat mandi para bidadari) dan pesta tarian yang terdiri dari beberapa pria yang memakai pakaian kebesaran dan kepalanya dihias mahkota dan ditangan kanannya memegang payung melakukan tarian legu. Sementara itu beberapa putri yang berbusana warna kuning, merah dan hitam danpada tangan kanannya memegang syal sutra yang menggambarkan putri legenda moa ma jun berdiri dan menyanyikan atau ma’I’o dengan kata-kata “. Bidadari mododono uci ma salai

toma paji ma legetong”. (Dari tempat, mandi, bidadari turun menari salai di

bawah tiang bendera) dan melakukan tarian salai. Tarian legu-salai terus dipentaskan dan peserta yang duduk di meja jiawa terus mengungkapkan syair-syair secara berbalasan. Sementara kepala adat dan tokoh masyarakat menikmati makanan diiringi dengan tarian legu-salai, muncullah seseorang yang berpakain dari ijuk dan menggunakan topeng yang terbuat dari kulit buah kelapa (cakaiba) menarik perhatian orang banyak.

(17)

63 keselamatan. Setelah itu semua peserta kembali ke rumah sesudah untuk melanjutkan makan bersama di tempat tersebut.

Gambar 4.

Tarian Legu-Legu dan Salai

Sumber: Profil Dokumen Desa Balisoan Tahun 2013

Hari ketiga merupakan hari terakhir dalam kegiatan upacara makan bersama di rumah adat (Sasadu). Rangkaian acara masih bersifat mengungkapkan kegembiraan dengan melakukan tari-tarian baik dalam rumah adat maupun di luar rumah adat. Acara diakhiri dengan penurunan bendera induk dan melepaskan kain putih yang terbentuk segitiga (woi faturo). Dengan dilepaskannya kain putih berbentuk segitiga yang digantung mengililingi rumah adat/Sasadu, maka acara makan bersama di rumah adat /Orom toma Sasadu dinyatakan selesai.

(18)

64 positif yang perlu didukung oleh berbagai kalangan, terutama lembaga adat Desa Balisoan yang menjadi satu-satunya lembaga yang mempunyai tugas untuk mengangkat harkat dan martabat Desa Balisoan sebagai masyarakat yang berbudaya.

Nilai budaya indonesia adalah konsep bahwa manusia harus hidup selaras atau serasi dengan alam. Itu memang cocok untuk suatu gaya hidup dalam lingkungan peradaban, yang dilanjutkan ke sektor-sektor hidup lain seperti kehidupan sosial, ritual, dan upacara, kesenian, dan kesusastraann. Namun saat ini adapun yang mengalami pergeseran kebudayaan, dari kebudayaan agraris ke kebudayaan industri. Kebudayaan industri sangat banyak memerlukan teknologi, sains, dan ilmu pengetahuan, sedangkan perkembangan dari ketiga unsur itu dalam kebudayaan suatu bangsa memerlukan adanya suatu nilai budaya yang mendorong manusia untuk berusaha memahami rahasia-rahasia alam, untuk menemukan kaidah-kaidah alam; jadi singkatnya untuk menguasai alam. Oleh karna itu bangsa indonesia, terutama mereka yang bertugas atau yang berkaitan dengan perkembangan industri, sebaiknya melatih diri untuk membudayakan nilai budaya baru, yaitu konsep menguasai alam (Koentjaraningrat, 1985).

Walaupun demikian, nilai budaya yang lama, yang menilai tinggi hidup yang selaras dengan alam, jangan digeser dan ditinggalkan, agar tidak timbul sikap seperti yang tampak di banyak negara yang telah maju, yaitu bahwa pembanguna industri yang berlebih-lebihan dan gaya hidup modern menyebabkan bahwa orang lupa akan keseimbangan hidupnya sendiri dengan alam, dan bahwa hasrat untuk mendapatkan keuntungan materiil yang sebesar-besarnya menyebabkan pencemaran udara dan air, hilangnya hutan-hutan belukar, dan menyebabkan habis terkurasnya sumber-sumber energi. Nilai budaya lama yang dimiliki ini, mampu membina orang agar hidup selaras dengan alam.

(19)

Gambar

Gambar 2. Upacara Adat Desa Balisoan
Makan Bersama Di Sasadu (Rumah AdatGambar 3. )
Gambar 4. Tarian Legu-Legu dan Salai

Referensi

Dokumen terkait

Anggapan seperti itu harus dijawab oleh penyelenggara pendidikan di Perguruan Tinggi Hindu dengan melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang intelek dan bertanggungjawab terhadap

Berdasarkan analisa kesesuaian lahan perikanan tambak berdasarkan faktor-faktor daya dukung fisik di Kabupaten Sidoarjo akan menghasilkan output dua kriteria kecamatan yaitu

Dengan demikian terlihat bahwa sistem olah tanah dan aplikasi herbisida tidak berpengaruh terhadap kandungan K-dd tanah pada 5 BST dan 10 BST pada lahan penelitian

Mencegah penyakit ND Mencegah penyakit ND dan IB Mencegah penyakit ND Mencegah penyakit ND dan IB Mencegah penyakit ND Mencegah penyakit ND dan IB Mencegah penyakit ND Mencegah

lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang memengaruhi bahasa, khususnya leksikon-leksikon yang dimiliki guyub tutur bahasa Bali di bantaran Tukad Badung.

pengaruh fraksi air dan fraksi etil asetat daun adam hawa ( Rhoeo discolor Hance) terhadap peluruhan batu ginjal kalsium secara in vitro , terdapat

Partisipasi mitra dalam pelaksanaan PKM sangat menentukan keberhasilan dan keberlanjutan program. Beberapa cara untuk mendorong mitra agar memberikan partisipasi aktif dalam

Masyarakat Desa Lempur baik laki-laki maupun perempuan sangat dekat dengan alam, lewat aturan adatnya mereka mengatur pola perilaku dalam mengeksploitasi hutan, seperti membuka