• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Chaetexorista sp Diptera da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemberdayaan Chaetexorista sp Diptera da"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pemberdayaan Chaetexorista sp (Diptera) dan Trychogramma sp (Hymenoptera) Sebagai Agens Pengendali Hama Ulat Pemakan Daun dalam Rangka Pengelolaan

Perkebunan Kelapa Sawit Ramah Lingkungan

Retno Astuti Kuswardani1) Maimunah2) dan Sartini3) 1) &2) Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Medan

3) Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Medan

Email: 1)retno_tutik @yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2012 dengan metode surveii pada enam tipe areal perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara dan di laboratorium hama tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat parasitasi Trychogramma sp (Hymenoptera) terhadap telur ulat api dan parasitasi Chaetexorista sp (Diptera) pada stadia pupa ulat api. Serta ditemukan metode konservasi dan augmentasi untuk kedua jenis parasitoid tersebut. Sehingga didapatkan metode pengendalian hayati untuk hama ulat pemakan daun yang efektif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan di perkebunan kelapa sawit.

Tingkat parasitasi Trychogramma sp (Hymenoptera) terhadap telur ulat api relaif tinggi dibandingkan dengan parasitasi stadia pupa Chaetexorista sp (Diptera). Tingkat parasitasi Chaetexorista sp (Diptera) berkisar antara 4,61% -13,87%; sedangkan parasitasi Trychogramma sp antara16,81%- 20,36%.

Semua   bahan   aktif   pestisida   yang   digunakan   sebagai   pestisida   uji   menyebabkan mortalitas pada praimago Trychogramma sp, namun demikian bahan aktif Monokrotofos dan karbofuran menyebabkan mortalitas tinggi pada praimago Trychogramma sp berkisar antara 12%-29%. Sedangkan bahan aktif untuk herbisida dan fungisida relaif kecil menyebabkan mortalitas baik pada stadia praimago maupun imago  Trychogramma sp .

Kata kunci: Konservasi, parasitoid, Trychogramma sp , Chaetexorista sp, Kelapa sawit

ABSTRACT

The research was conducted from March until November 2012 on six areal type of palm oil plantation with survey methode and in Laboratory of Agriculture Faculty, Medan Area University. This research aimed to know how many parasitation of Chaetexorista sp and Trychogramma sp in oil palm, And to knoware methode can be used conservation and augmentation for Chaetexorista sp and Trychogramma sp in oil palm

This result showed that Parasitation of Trichogramma in oil palm plantation between 16,81%- 20,36% more larger than Chaetexorista sp between 4,61% -13,87%. The all of active ingredient pesticide have kill effect to preimago and imago of Trichogramma

Key words :Parasitoid, Trychogramma sp , Chaetexorista sp, oil palm plantation

(2)

Ciri khas dari perkebunan kelapa sawit adalah tanaman yang dipilih secara fenologi adalah seragam yakni bentuk dan umur yang sama untuk memudahkan pengelolaannya. Oleh karena tidak dimilikinya diversitas biotik dan genetik yang tinggi maka terjadi ketidak stabilan di ekosistem perkebunan kelapa sawit Ketidak stabilan ekosistem di perkebunan kelapa sawit ini ditunjukkan dengan sering terjadinya ledakan populasi hama. Ledakan populasi hama ulat pemakan daun kelapa sawit sering terjadi di perkebunan kelapa sawit. Hama ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) merupakan hama yang sangat berbahaya bagi tanaman kelapa sawit. Penyebarannya begitu cepat dalam waktu yang relatif singkat dapat menyerang ratusan hektar kebun kelapa sawit. Akibat serangan UPDKS mengakibatkan daun tanaman kelapa sawit habis dimakan ulat dan akan membuat tanaman sulit untuk berbuah dan akhirnya akan mati dengan sendirinya. Ulat tersebut tidak tampak pada siang hari tapi muncul pada malam hari (Khalsoven, 1981; PPKS 2005).

Pengendalian UPDKS secara kimiawi di perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan insektisida selama lebih dari 50 tahun telah diterapkan, disamping beaya mahal juga menimbulkan dampak negatif yang besar baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Dalam rangka memasuki pasar bebas perdagangan minyak kelapa sawit dan diberlakukannya Internasional Organisation for standardization (ISO) 14001 mensyaratkan masyarakat dunia memperbaiki kebijakan dalam memproduksi barang yang bebas residu racun dan memelihara kelestarian lingkungan. Perlunya penyikapan yang serius akan isu lingkungan dalam pengembangan kelapa sawit. Isu termasuk zonasi dan buffer zona dalam memelihara keragaman lingkungan.

(3)

Sebagai agens pengendalian hayati parasitoid sangat baik digunakan dan selama ini yang paling sering berhasil mengendalikan hama dibandingkan dengan kelompok agensia penegendali lainnya. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh parasitoid antara lain: (1). Daya kelangsungan hidup yang baik, (2). Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun dalam aras mangsa yang rendah, (3). Sebagian parasitoid monofag atau oloigofag. Keberhasilan teknik pengendalian dengan parasitoid sangat ditentukan oleh sinkronisasi antara fenologi inang dan parasitoid di lapangan.

Selama masa hidupnya parasitoid tidak menumpang pada tubuh inangnya. Pada umumnya hanya stadia telur sampai dengan pupa berbagai jenis parasitoid hidup menumpang di dalam maupun di luar tubuh inangnya. Pada stadia dewasa yang pada umumnya jenis-jenis parasitoid termasuk anggota ordo Hymenoptera dan Diptera hidup bebas dari inangnya sehingga memerlukan inang pengganti. Pada stadia dewasa parasitoid akan memerlukan habitat dan pakan yang berbeda dari stadia mudanya. Ketersediaan tanaman yang menghasilkan nektar dan metabolit sekunder lainnya akan menjadi inang dan habitat yang disukai oleh berbagai jenis parasitoid dan dapat menjaga keberlangsungan hidupnya

Parasitoid dikenal sebagai faktor pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan dan spesifikasi inangnya. Peningkatan populasi hama akan ditanggapi secara numerik yaitu dengan meningkatkan jumlah parasitoid dan secara fungsional yaitu dengan meningkatkan daya parasitasi. Peningkatan populasi hama akan selalu diimbangi oleh tekanan yang lebih keras dari populasi parasitoid yang mengakibatkan populasi hama menjadi turun kembali. Prinsip pengaturan populasi organisme oleh saling keterkaitan antar anggota suatu komunitas pada jenjang tertentu juga terjadi di dalam agroekosistem perkebunan kelapa sawit.

Apabila terjadi ledakan populasi UPDKS di ekosistem perkebunan kelapa sawit maka jika dilihat dari hubungannya antara hama dan parasitoidnya disebabkan oleh banyak hal antara lain:

1. Di lokasi tersebut tidak ada jenis parasitoid yang efektif mengatur populasi hama karena parasitoid yang ada kurang memiliki sifat tergantung kepadatan yang tinggi. Dalam komunitas terjadi kesenjangan atau kekosongan dalam susunan musuh alami dan jaring-jaring komunitas secara keseluruhan

(4)

parasitoid karena tidak terpenuhinya kualitas habitat untuk keberlangsungan hidupnya.

Dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan berbagai jenis parasitoid hama ulat api dan ulat kantong baik dari golongan parasitoid stadia telur, larva, pupa, maupun imago dengan tingkat populasi dan parasitasi di perkebunan kelapa sawit yang bervariasi. Secara umum berbagai jenis parasitoid tersebut di ekosistem perkebunan kelapa sawit populasi dan parasitasi masih rendah, sehingga belum secara signifikan penekanan populasi terhadap hama ulat pemakan daun kelapa sawit (Kuswardani,dkk. 2009). Agar peran berbagai jenis parasitoid tersebut secara simultan dapat mengendalikan populasi ulat pemakan daun kelapa sawit perlu dilakukan tindakan-tindakan yang menunjang terlaksananya konservasi dan augmentasi berbagai jenis parasitoid tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain dengan menyediakan habitat yang sesuai untuk kebutuhan hidupnya antara lain penyediaan tumbuhan yang menghasilkan metabolit sekunder disukai dan menjadi inang pengganti parasitoid, penggunaan pestisida yang aman terhadap parasitoid, augmentasi dengan pembiakan masal di laboratorium dan melepaskannya di lapangan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian lapangan dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara. Penelitian laboratorium dilakukan di laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area. Pemilihan lokasi penelitian ditujukan pada areal perkebunan kelapa sawit yang menjadi daerah endemik serangan UPDKS yaitu di wilayah Kabupaten Deli Serdang, Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar. Rencana penelitian didesain sebagai pengujian laboratorium, dan penelitian deskriptif di lapangan.

1. Parasitasi Chaetexorista sp (Diptera) dan Trychogramma sp (Hymenoptera) terhadap Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit di lapangan

(5)

pelepah bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Semua telur hama UPDKS yang dijumpai dihitung jumlah telur yang sehat dan yang terparasit. Untuk pengamatan parasitasi pupa di lapangan dilakukan dengan mengumpulkan pupa disekitar piringan tanaman sampel dan menghitung jumlah pupa yang sehat dan yang terparasit.

2. Eksplorasi dan pembiakan masal Trychogramma sp

Induk parasitoid telur yang akan diperbanyak secara masal diperoleh dari inang UPDKS di perkebunan kelapa sawit. Proses perbanyakan parasitoid telur dengan inang pengganti meliputi penyiapan inang, pemaparan inang pada parasitoid, dan pemanenan parasitoid yang siap dilepas ke lapangan.

a. Perbanyakan inang pengganti Corcyra cephalonica

 Nampan pemeliharaan diisi dengan media pakan setebal 2 cm (+ 1 kg campuran beras dan jagung tumbuk). Untuk satu unit produksi yang nantinya dapat menghasilkan 2-4 ml telur (1ml = + 18.000 butir) perhari secara berkesinambungan selama 3-4 bulan, diperlukan 96 nampan yang dibagi dalam 4 periode (1 periode 24 nampan).

 Nampan yang telah diisi media pakan kemudian disebari telur Corcyra cephalonica masing-masing sebanyak 0,25 ml (+4.500 butir) kemudian ditutup.

 Nampan disimpan dalam rak , 3 minggu setelah itu akan muncul ngengat, Ngengat dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sangkar peletakan telur. Dalam satu sangkar peletakan telur dapat dimasukkan 100 ngengat.

 Sangkar diletakkan dalam ruang gelap, setela 24 jam Corcyra cephalonica akan meletakkan telur.

b. Perbanyakan parasitoid telur Trychogramma sp

 Kertas manila ukuran 2cmx2cm diolesi lem cair tipis-tipis merata. Ketika lem masih basah, telur Corcyra cephalonica disebarkan diatasnya secara merata, kemudian dikeringanginkan. Pada permukaan tersebut dapat menampung + 2.000 telur. Kertas dengan telur inang disebut pias telur inang.

 Pias telur inang sudah siap dipaparkan dengan parasitoid dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi Trychogramma sp

(6)

metode Nurindah (2004). Parasitoid telur Trychogramma sp sebagai serangga uji merupakan hasil perbanyakan dengan menggunakan inang Corcyra cephalonica yang dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, UMA. Induk Trychogramma sp. berasal dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.Corcyra cephalonica sebagai inang dipelihara dengan menggunakan pakan campuran beras padi dan beras jagung.

Pengujian pengaruh insektisida terhadap mortalitas praimago dan imago Trychogramma sp menggunakan metode fresh residu contact. Kegiatan diawali dengan melakukan pengujian beberapa jenis pestisida yang biasa diaplikasikan di perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut, maka ditetapkan 10 jenis bahan aktif yang diuji.

Aplikasi perlakuan dilakukan dengan membuat lapis tipis pada tabung gelas berukuran panjang 7 cm, diameterr 2,5 cm dengan cara meneteskan 0,02 ml insektisida dengan menggunakan mikropipet. Untuk meratakan larutan ditambahkan 0,02ml etanol, tabung diputar-putar secara manual. Kemudian tabung dikering anginkan, dan dimasukkan 200 ekor serangga uji, ditutup dengan kapas. Tabung-tabung diletakkan pada rak dan disimpan di laboratorium pada kondisi suhu ruang. Pengamatan mortalitas imago dilakukan pada 48 jam kemudian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat parasitasi parasitoid Chaetexorista sp (Diptera) dan Trychogramma sp (Hymenoptera) .

a. Tingkat parasitasi parasitoid Chaetexorista sp (Diptera) terhadap pupa Ulat api

Tabel 1. Parasitasi Chaetexorista sp (Diptera) terhadap pupa Ulat api

No Lokasi Kebun Parasitasi pupa (%)

1 Tanjung Morawa 13,87 + 11,45

2 Pagar Merbau 8,31+ 4,27

3 Sungei Karang 4,56 + 2,71

4 Rambutan 4,61 + 2,30

5 Marihat 6,59 + 3,4

(7)

kelapa sawit. Inang pengganti dari jenis parasit ini belum banyak diketahui sehingga untuk mempertahankan keberlanjutannya keberadaan parasit ini masih perlu dikaji serangga-serangga lain yang ada di ekosistem kelapa sawit dan menjadi inang penggantinya. Parasit ini jenis dari anggota Ordo Diptera yang hanya memparasit stadia pupa dari ulat api (Gambar 1).

Gambar 1. Larva Chaetexorista sp (Diptera) telah dikeluarkan dari pupa ulat api

b. Tingkat parasitasi parasitoid Trychogramma sp (Hymenoptera) terhadap telur Ulat api

Tabel 2. Parasitasi Trychogramma sp (Hymenoptera) terhadap telur Ulat api

No Lokasi Kebun Parasitasi telur (%)

1 Tanjung Morawa 17,33 + 12,08

2 Pagar Merbau 16,81+ 12,01

3 Sungei Karang 19,63 + 13,74

4 Rambutan 19,50 + 11,97

5 Marihat 20,36 + 12,13

(8)

parasitasi yang sedemikian baik maka akan lebih memberikan hasil positif apabila sering ditambahkan populasi di lapangan terutama pada kondisi di lapangan saat populasi parasitoid turun dengan cara pelepasan masal atau inundasi. Hal ini akan dilakukan pengujiannya pada tahun ke II dalam penelitian ini. Pada kondisi ekosistem kelapa sawit yang lebih stabil dibandingkan dengan kondisi ekosistem sawah maupun tanaman perkebunan umur pendek seperti tembakau, maka dimungkinkan populasi parasit tersebut akan relatif lebih stabil, dan dapat ditingkatkan baik besarnya populasi maupun daya parasitasinya .

1. Pengaruh beberapa jenis bahan aktif pestisida terhadap mortalitas Trychogramma sp (Hymenoptera) .

Hasil uji laboratorium pengaruh beberapa jenis bahan aktif pestisida terhadap mortalitas praimago Trychogramma sp menggunakan metode fresh residu contact dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

(9)

mortalitas tinggi pada praimago  Trychogramma sp berkisar antara 12-18%. Bahan aktif pestisida yang diuji tersebut adalah bahan aktif yang biasa digunakan di perkebunan kelapa sawit baik sebagai herbisida, insektisida, fungisida maupun bakterisida. Hasil pengujian pengaruh beberapa jenis bahan aktif pestisida terhadap mortalitas Trychogramma sp stadia imago menggunakan metode fresh residu contact dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan aktif pestisida terhadap mortalitas Trychogramma sp stadia imago

(10)

waktu aplikasi pestisida kususnya insektisida yang tepat agar teknik pengendalian antara pengendalian kimiawi dan pelepasan Trychogramma sp di areal perkebunan kelapa sawit tidak terjadi saling kontradiktif. Artinya bahwa penggunaan insektisida sedapat mungkin tidak dilakukan pada saat populasi imago Trychogramma sp di areal perkebunan kelapa sawit tinggi.

KESIMPULAN

Dari hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat parasitasi Trychogramma sp (Hymenoptera) terhadap telur ulat api relaif tinggi dibandingkan dengan parasitasi stadia pupa Chaetexorista sp (Diptera). Tingkat parasitasi Chaetexorista sp (Diptera) berkisar antara 4,61% -13,87%; sedangkan parasitasi Trychogramma sp antara 16,81%- 20,36%.

Semua   bahan   aktif   pestisida   yang   digunakan   sebagai   pestisida   uji menyebabkan   mortalitas   pada   praimago  Trychogramma sp, namun   demikian   bahan   aktif Monokrotofos dan  karbofuran menyebabkan mortalitas tinggi pada praimago Trychogramma sp berkisar antara 12%-29%. Sedangkan bahan aktif untuk herbisida dan fungisida relaif kecil menyebabkan mortalitas baik pada stadia praimago maupun imago  Trychogramma sp . Artinya bahwa penggunaan insektisida sedapat mungkin tidak dilakukan pada saat populasi imago Trychogramma sp di areal perkebunan kelapa sawit tinggi.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada DP2M, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan nasional yang membantu biaya penelitian ini sehingga penelitian ini selesai tepat pada waktunya. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang terkait, yang berhubungan dengan musuh alami hama ulat api dalam upaya pengendalian ramah lingkungan di perkebunan kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA

(11)

Garcia, R., Caltagirone, L.E. and Gutierrez, A.P. 1988. Roundtable: Comments on a Redifinition of Biological Control. BioScience 38(10): 692-694.

Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. P.T. Ichtiar Baru-Van Houve. Jakarta. 701p.

Kuswardani, R.A. 2006. Evaluasi Hasil Introduksi Tyto alba javanica Gmel, Pemangsa Tikus di Ekosistem Persawahan, Kabupaten Kendal Prop. Jawa Tengah. Penelitian dipublikasikan dalam Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. KOPERTIS WIL I. ISSN: 1693-7368. Vol 4. No.2. Agustus

Mangoendihardjo, S. 2003. Antara gagasan, pengembangan Penalaran dan Penciptaan Konsep. Orasi Purna Bakti. 25 Januari 2003.

Mahrub, E. Sri Ambarwati Amini, dan N. Rahaya. 2002. Evaluasi Potensi parasitoid Penggerek Pucuk Tebu di Kabupaten Bantul. J. Perlintan. Indonesia. 6 (1): 18-22.

Martono, e. 2001. Pengelolaan Hama Terpadu, Konsep Pertanian Berkelanjutan berbasis Perlindungan Tanaman. Seminar Dies Natalis UNSOED, Purwokerto, 20 September 2001.

Notohadikusumo, T., 2006. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dalam Konteks Globalisasi dan Demokratisasi Sistem Ekonomi. Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Fakultas Pertanian UGM.

Rengam, D.J. 2002. Biological Control: A Consumer Perspective. Proceeding of The Biological Control, International Conference on Plant Protections in The Tropics. Malaysia. March. 2002.

Sunarto, D.A., Nurindah, dan S. Karindah. 2006. Toksisitas ekstrak biji mimba terhadap parasitoid telur Trichogramma chilonis Ishii (Hymenoptera; Trichogramatidae). Prosiding Lokakarya Revitalisasi Agribisnis Kapas Diintegrasikan dengan Palawija pada Lahan Sawah Tadah Hujan. Balittas, Malang.

Suryanto, D. (2009). Keanekaragaman Mikroba dan Potensinya di Sumatera Utara. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap. USU. Medan. 10 Oktober 2009. Dalam Agroekosistem. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap. USU. Medan. 10 Oktober 2009.

(12)

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 348p.

Wagiman, F.X., 2006. Pengendalian Hayati hama Kutu Perisai Kelapa Dengan Predator Chilocorus politus. Gadjah Mada University Press. 219p.

Widyastuti, S.M., 2004. Kesehatan Hutan: Suatu Pendekatan Dalam Perlindungan Hutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta. 20 Maret 2004.

Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit. Seminar Sehari Tentang Keanekaragaman Hayati di Tengah Perubahan Iklim: Tantangan Masa Depan Indonesia. KEHATI. Jakarta 28 Juni 2007.

Varma, G.C. and P.P. Singh. 1987. Effect of insecticides on the emergence of

(13)

Gambar

Gambar 1. Larva Chaetexorista sp (Diptera) telah dikeluarkan dari pupa ulat api
Tabel 3. Pengaruh beberapa jenis bahan aktif pestisida  terhadap  mortalitas Trychogramma sp  stadia praimago
Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan aktif pestisida  terhadap  mortalitas Trychogramma sp  stadia imago

Referensi

Dokumen terkait

2018, Pengaruh Leverage, Likuiditas, Komisaris Independen, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Dividen Sebagai Variabel Moderating (Studi

Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita ibu yang mempunyai resiko terhadap kehamilan dan persalinan ini, yang terdapat pada kartu status ibu..

Game Catur yang penulis buat ini adalah salah satu permainan komputer yang bertujuan untuk dapat menstimulus otak sehingga mampu membuat pemain berpikir secara taktis, cepat,

Sehingga dapat digunakan dalam metode regenerasi NaOH dalam proses acid gas removal, hal ini ditunjang dengan penelitian Simon (2014) yang menyimpulkan larutan brine

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa dengan gaya kognitif Field Independent telah mampu berpikir relasional dan dapat memenuhi semua indikator,

Soekarno Hatta (d/h Jl. Guru Hamzah No. Raya By Pass Km. By Pass KM.7 Kel Pisang Kec. Parman Padang No. Asia Medika) Jl. Empu Gandring No. Ahmad Dahlan No. Soekarno Hatta Km.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran conservation-based learning (CBL)

Kebutuhan rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur selain sebagai kebutuhan dasar juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu