Ironi Demokrat dan Kualitas Demokrasi
FAJAR KURNIANTOHasil survei SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting) menyebutkan, elektabilitas Partai Demokrat turun begitu mencemaskan, hingga kisaran 8 persen. Partai ini pun terancam habis di Pemilu 2014 yang tidak lama lagi akan dilangsungkan. Disinyalir, penyebabnya karena faktor Ketua Umum Anas Urbaningrum yang tersandera kasus korupsi Hambalang. Meski pengadilan belum memutuskan status Anas, tapi terus-menerusnya nama Anas disebut dalam kasus Hambalang menjadikannya seperti duri bagi Demokrat.
Ironi Partai Penguasa
Survei SMRC jelas menunjukkan ironi partai penguasa. Mestinya, partai penguasa adalah partai yang kuat. Golkar, misalnya, di zaman Orde Baru (Orba) menjadi partai penguasa yang sangat kuat. Bahkan, ketika Soeharto lengser pada Mei 1998, Golkar dapat bertahan dari hujan hujatan dan kritik karena identik dengan rezim Orba yang korup dan otoriter.
Salah satu tuntutan reformasi menginginkan Golkar dibubarkan. Hingga saat ini, tuntutan itu tidak juga terealisasi. Golkar masih hidup sampai sekarang. Bisa jadi karena sudah banyak belajar dari pengalaman di era Orba. Daya tahan partai ini memang layak diacungi jempol.
Berbeda dengan Golkar, Demokrat adalah partai baru yang lahir di era reformasi. Ibarat pohon, Demokrat akarnya belum menancap kuat, batangnya belum kuat, dan daun-daunnya belum serimbun pohon beringin.
Dengan kondisi Demokrat seperti ini, fondasi partai tampak belum sepenuhnya terbangun kuat. Jajaran pengurus malah terpecah. Perpecahan yang memang sudah terjadi sejak pemilihan ketua pada Mei 2010 di Bandung. Anas Urbaningrum sebagai ketua umum Demokrat periode 2010-2015 sendiri tengah menghadapi masalah dugaan korupsi.
Beberapa waktu lalu, SBY mengadakan silaturahmi dengan para pendiri Demokrat. Foto di banner dan spanduk Demokrat tidak satu pun yang menampilkan foto Anas, sang ketua. Memberi pesan ada upaya untuk “meniadakan” Anas. Bisa juga memberi pesan bahwa PD adalah partai bersih dan tidak akan melindungi kader-kadernya yang diduga korup dengan tidak menampilkannya di spanduk itu.
Sebab, ternyata isi pidato pembukaan SBY dalam acara silaturahmi itu memang menyinggung soal korupsi.
Kualitas Demokrasi
Demokrat di ujung tanduk? Partai tanpa soliditas dan persatuan yang kokoh memang tinggal menunggu runtuhnya. Tidak runtuh atau hancur telak berkeping-keping memang, tetapi jelas, berdasarkan survei SMRC tadi, sudah banyak kehilangan dukungan.
Elektabilitasnya makin menurun. Banyak yang meramalkan, Demokrat tidak akan lagi menjadi partai papan atas, jika tidak segera berbenah dan bersih-bersih.
Amat disayangkan memang, partai baru, lahir di era reformasi, dengan kader-kader muda potensial seperti Anas Urbaningrum justru harus menjalani “takdir buruk politik”, karena kemudian terjerat masalah serius yang membuat elektabilitas partainya turun. Pemilu 2014 tidak lama lagi akan dilangsungkan.
Sebenarnya bukan hanya partai lama seperti PD yang punya masalah perpecahan internal. Partai baru seperti NasDem juga sama. Hary Tanoe dan beberapa tokoh penting NasDem belum lama ini memutuskan keluar dari NasDem akibat kecewa dengan Surya Paloh.
Semua partai politik punya masalah. PKS, yang menyebut diri partai bersih juga punya masalah baru-baru ini. Jika wajah partai-partai begitu buruk, dikhawatirkan kualitas demokrasi akan menurun.