• Tidak ada hasil yang ditemukan

Telaah Makna Hukum Putusan MK yang Bersi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Telaah Makna Hukum Putusan MK yang Bersi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH MAKNA HUKUM PUTUSAN MK YANG BERSIFAT FINAL1 Oleh: Muhammad Bahrul Ulum2

MK merupakan lembaga kekuasaan kehakiman yang lahir setelah perubahan UUD 1945 untuk merespon perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia, baik dari sisi pembangunan hukum maupun perkembangan demokrasi Indonesia. Pembentukan MK merupakan konsekuensi logis pengawalan konstitusi atas pergeseran konsep demokrasi parlemen (parliamentary democracy) menuju demokrasi konstitusional (constitutional democracy) yang menjunjung tinggi konstitusi (supemacy of the constitution).3 Atas dasar tersebut,

pelaksanaan demokrasi dilaksanakan berdasarkan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi.4

Asshiddiqie mengemukakan bahwa MK merupakan badan peradilan ketatanegaraan sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945.5 MK tidak

hanya merupakan lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), tetapi juga merupakan lembaga penafsir akhir konstitusi

(the last interpreter of the constitution) dan lembaga pelindung hak

1 Makalah disampaikan pada diskusi rutin Forum Kajian Keilmuan Hukum (FK2H)

Fakultas Hukum Universitas Jember pada tanggal 8 Maret 2011.

2 Direktur Eksekutif 2009/2010 dan Manajer Bidang Penelitian 2010/2011 FK2H Fakultas

Hukum Universitas Jember.

3 Dalam prinsip demokrasi parlemen, produk hukum undang-undang dihasilkan oleh

parlemen tidak dapat diganggu gugat karena parlemen merupakan representasi dan kedaulatan rakyat. Sedangkan dalam prinsip demokrasi konstitusional bahwa penyelenggaraan demokrasi harus didasrkan pada konstitusi sebagai wujud perjanjian sosial tertinggi sehingga ketika adanya produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi, maka dapat dibatalkan atas nama supremasi konstitusi. Lihat dan bandingkan dengan Zainal Arifin Hoesein. Judicial Review di Mahkamah Agung: Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 52-53.

4 Dalam pandangan ini, MK merupakan lembaga pengawal konstitusi dan demokrasi

(the guardian of the constitution and democracy), lembaga penafsir akhir konstitusi

(the lst interpreter of the constitution) dan lembaga pelindung hak konstitusional warga negara(the protector of the citizens rights).

5 Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, Setjen dan

(2)

konstitusioal warga negara (the protector of constitutional rights of citizens).6

Keberadaan MK adalah konsekuensi dari prinsip konstitusi yang menurut Hans Kelsen untuk menjaganya diperlukan pengadilan khusus guna menjamin kesesuaian aturan hukum yang lebih rendah. Pandangan tersebut merupakan konsekuensi dari dalil hierarki norma hukum yang berpuncak pada konstitusi (supremacy of the consitution). Supremasi konstitusi menghendaki setiap aturan hukum tidak boleh bertentangan dengan konstitusi dan mengikat terhadap tindakan negara sehingga tidak ada satu pun tindakan negara yang boleh bertentangan dengan konstitusi.7

MK dalam melaksanakan fungsinya memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan tersebut dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.8

Kewenangan MK dalam menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (constitutional review) didasarkan pada paham supremasi konstitusi yang kemudian diintrodusir dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sehingga

6 Lihat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi, ...lembaga negara yang berfungsi menangani perkara-perkara di bidang ketatanegaraan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi .

7 M. Ali Safa at,et.al.Konstitusionalisme Demokrasi: Sebuah Diskursus tentang Pemilu,

Otonomi Daerah dan Mahkamah Konstitusi, (Malang, In Trans Publishing: 2010), hlm. 27-28.

8 Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun

(3)

menempatkan konstitusi sebagai the supreme law of the land.9 Constitutional review merupakan pengujian peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi mengenai apakah suatu peraturan perundang-undangan bertentangan dengan konstitusi.

Secara konseptual, ruang lingkup constitutional review terdiri atas pengujian konstitusionalitas norma dan pengujian konstitusionalitas tindakan. Mengenai pengujian konstitusionalitas norma yaitu segala peraturan perundang-undangan. Sedangkan mengenai pengujian konstitusionalitas tindakan adalah tindakan pejabat negara, seperti keputusan pejabat negara. Pengajuan konstitusionalitas tersebut dilakukan ketika ada warga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya sebagaimana dijamin oleh konstitusi sehingga kemudian diajukan kepada MK untuk diperiksa, diadili, dan diputus secara adil yang berdasarkan pada konstitusi.10 Dalam hal ini, ruang lingkup constitutonal review secara substansi berkaitan erat dengan pengaduan konsitusional

(constitutional complaint).11

MK dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara berfungsi sebagai lembaga penafsir akhir konstitusi yang memberikan tafsir atas UUD 1945 melalui putusan yang diajukan kepada MK. Tafsir konstitusi tersebut dimuat dalam raison d etre (pertimbangan hukum) putusan MK.

9 Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar . Lihat dan bandingkan dengan I Dewa Gede Palguna. Mahkamah Konstitusi, Judicial Review, dan Welfare State, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 49. Bandingkan juga dengan Jimly Asshiddiqie. Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 533.

10 Mahkamah Konstitusi. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010, hlm. 99.

11 Namun demikian, constitutional review yang dilekatkan sebagai kewenangan MK di

(4)

Implikasi dari tafsir hukum MK tersebut, sering menimbulkan perubahan konstitusi.12

Makna Hukum Putusan MK Bersifat Final

Kewibawaan suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya. Setiap putusan yang dijatuhkan MK bersifat erga omnes, yaitu putusan MK tidak hanya mengikat pada para pihak yang berperkara yang dirugikan hak konstitusionalnya (pihak pemohon), namun juga mengikat dan harus ditaati setiap warga negara di wilayah Indonesia. Asas ini tercermin dari ketentuan UU MK yang menyatakan bahwa putusan MK langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.13 Hal demikian berbeda

dengan putusan MA bersifat inter partes yang hanya mengikat para pihak bersengketa dan lingkupnya merupakan peradilan umum.14

Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menentukan putusan MK bersifat final sehingga berkaitan erat dengan kekuatan hukum mengikat. Hal ini secara harfiah putusan MK yang bersifat final dan mengikat memiliki makna hukum masing-masing. Frase final dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai terakhir dari rangkaian pemeriksaan, sedangkan frase mengikat diartikan sebagai mengeratkan dan menyatukan.15

Perlu dicermati bahwa putusan yang telah berkekuatan hukum mengikat belum tentu bersifat final. Sedangkan putusan yang bersifat final telah tertutup segala kemungkinan untuk menempuh upaya hukum dapat

12 Salah satu upaya untuk mengubah konstitusi dapat dilakukan melalui penafsiran oleh

hakim. Hardjono. Legitimasi Perubahan Konstitusi: Kajian Terhadap Perubahan UUD 1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 48.

13 Bambang Sutiyoso. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Sebagai Pelaku Kekuasaan

Kehakiman di Indonesia, Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 6, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010, hlm. 46.

14 Arsyad Sanusi dalam Majalah Konstitusi. Putusan MK Bersifat Erga Omnes, Majalah

Konstitusi, Nomor 32. (Jakarta: Sekretaria Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), hlm. 54.

15 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional dan Balai

(5)

dipastikan telah mempunyai daya hukum yang mengikat (inkracht van gewijdse). Misalnya, mengenai perkara pidana yang telah dijatuhkan sebuah putusan pada tingkat pertama di pengadilan negeri yang telah lebih dari jangka waktu 14 hari atau tidak dilakukannya upaya hukum banding oleh terpidana, maka putusan tersebut telah berkekuatan hukum mengikat. Namun, putusan tersebut tidak bersifat final karena ketika pada suatu hari ditemukan bukti baru (novum) yang menyatakan orang yang bersangkutan (terpidana) tidak terlibat dalam tindak pidana, maka yang bersangkutan dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut kepada MA. PK tersebut diajukan agar hakim mengoreksi putusan yang telah dijatuhkan pada tingkat pertama agar dijatuhkan putusan bahwa terpidana tersebut tidak bersalah.

Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945

juncto Pasal 10 ayat (1) UU MK, maka frasa ...putusannya bersifat final dan mengikat tidak dapat dilepaskan dari frasa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir... .16 Apabila kita

cermati, maka dapat ditafsirkan MK berwenang mengadili perkara pada dua tingkat, yaitu tingkat pertama dan terakhir. Artinya, MK sebagai sebuah institusi peradilan memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang dilakukan secara berjenjang melalui dua ruang, yaitu pada tingkat pertama dan tingkat terakhir.

Frase ...putusannya bersifat final merupakan penegasan dari frase ...terakhir... . Sedangkan frase ...pada tingkat pertama... tidak adanya ketentuan putusan MK yang bersifat mengikat. Artinya, putusan MK yang bersifat final adalah putusan yang dijatuhkan pada tingkat terakhir, sedangkan putusan MK yang dijatuhkan pada tingkat pertama

16 Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili

(6)

tidak adanya ketentuan bersifat final. Atas dasar tersebut, putusan MK sangat dimungkinkan dapat diajukan kembali kepada MK untuk dilakukan uji konstitusionalitasnya, mengingat dalam beberapa hal justru putusan MK perlu dilakukan perbaikan sehingga dapat menghindarkan bentuk pelanggaran HAM.

Penulis melihat bahwa selama ini adanya ketidaktepatan dalam menafsirkan ketentuan mengenai putusan MK yang bersifat final sehingga mengakibatkan anggapan putusan MK memperoleh kekuatan hukum final dan mengikat setelah diucapkan pada persidangan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh lagi sehingga putusan MK tidak dapat diajukan penninjauan kembali untuk diuji (reconstitutional review).17

Jika harus menentukan putusan MK bersifat final dan tidak dapat diuji, maka rumusan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 seharusnya berbunyi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili dan putusannya bersifat final... dengan menghapus frasa pada tingkat pertama dan terakhir dan redaksinya berbunyi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili dan putusannya bersifat final untuk menguji... . Hal demikian dilakukan agar tidak menimbulkan norma hukum yang kabur (obscuur) sehingga selama ini antara rumusan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 berbeda dengan pelaksanaan hukumnya.

17 Mencermati makna hukum dan menafsirkan rumusan hukum merupakan hal yang

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirrobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat serta pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Perlekatan dikatakan benar bila tampak lebih banyak areola di atas bibir, mulut bayi terbuka lebar, bibir bawah terputar keluar, dan dagu bayi menempel payudara.Variabel

METHODS: The study included 100 patients with acute myocardial infarction – STEMI and type 2 diabetes who were divided into two groups: 50 patients with an average age of 60

Sebagai generasi dari nenek moyang tanaman pari dan mendapatkan hasil panen yang berlimpah, maka pelaksanaan adat selamatan methik pari ini masih dilakukan

Jadi dengan berkurangnya merkuri akibat fungsi dari polifenol teh hijau yang dapat mengikat ion logam, sebagai scavenger radikal bebas serta dapat meningkatkan aktivitas

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa suhu air pada saat pemberian sangat mempengaruhi pelepasan formaldehida yang tidak terpolimerisasi dalam peralatan makan melamin dimana

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibuat sistem pengingat berbasis SMS yang dapat membantu dalam pengobatan pasien Tuberkulosis Paru untuk menghindari kejadian di mana

Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chaidar (2014) yang menunjukan bahwa sebagian besar guru menggunakan komputer (aplikasi pengolah persentasi) sebagai