• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING QURAN D (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING QURAN D (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

METODOLOGI PENELITIAN T

HE LIVING QUR’AN DAN HADI

TS

Nuha Ajami

Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Metro

Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Kampus Metro Timur, Kota Metro

E-mail: nuha.ajami@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini memfokuskan tentang kajian terhadap metodologi penelitian the living Qur’an dan

Hadits. Sebagai sarana pendekatan terhadap kajian Qur’an dan Hadits. Living Qur’an dan Hadits adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang bebagai macam peristiwa social yang berkaitan dengan kehadiran Qur’an dan Hadits. Juga sebagai pengaruh keberadaan Qur’an dan Hadits di kalangan umat muslim dalam komunitas tertentu. Pendekatan ini sebagai sarana pemotret proses interaksi

masyarakat yang tidak hanya sebatas pemaknaan teks saja terhadap Qur’an dan Hadits. Living Qur’an

dan Hadits dapat dimaknai pula sebagai teks yang hidup dan mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat muslim khususnya.

Kata kunci: Living, Qur’an, Hadits, Sosial, Muslim.

Abstrack

This paper focuses on the study of research methodology the living Qur'an and Hadith. As a means of approach to the study of the Quran and Hadith. Living the Qur'an and the Hadith is the study or scientific research on the kinds of social events related to the presence of the Qur'a n and Hadith. As well as the influence of the presence of the Qur'an and Hadith among Muslims in certain communities. This approach as a means photographer community interaction processes that are not only limited to text only meaning of the Qur'an and Hadith. Living the Qur'an and the Hadith can be interpreted also as a living text and capable of affecting the life of the Muslim community in particular.

Keywords: Living, Quran, Hadith, Social Muslims.

A. Pendahuluan

Di dunia Islam banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan. Secara umum studi Islam tak dapat

disangkal keberadaannya sejak masa awal, namun para ahli berfikir bahwasannya studi Islam tidak

bisa dimasukkan dalam ilmu pengetahuan. Karena dari segi sifat maupun karakteristik berbeda.1

salah

satunya adalah kajian tentang al-Qur’an dan Hadits. Kajian terhadap al-Qur'an dulu hingga sekarang

ini telah dilakukan dari berbagai cara dan segi. terutama pada segi penafsirannya. Berbagai macam

penafsiran telah dilakukan dan ditawarkan oleh para mufasir baik yang klasik maupun yang modern.

Di mana setiap penafsiran yang dilakukan selalu menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan,

bahkan sejak al-Qur'an tersebut di turunkan hingga sekarang ini. Banyak literatur tafsir yang ditulis

1Dedi Wahyudi Rahayu Fitri AS, “Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam Di Dunia Barat),”

(2)

2

dengan dan dalam berbagai gaya bahasa dan perspektif mufassir tertentu. Ia telah dikaji dengan

beragam metode dan diajarkan kepada umat muslim dengan aneka cara. Keberagaman dalam

penulisan literatur tafsir tersebut dalam wacana studi al-Qur'an telah melahirkan apa yang disebut

dengan istilah "Mazhab-mazhab Tafsir”. Terdapatnya perkembangan bahkan perubahan metodologi

tafsir dalam setiap fase-fase kesejarahan tertentu agaknya merupakan suatu hal yang tidak

terbantahkan, sebagai akibat dari perkembangan dan perubahan paradigma yang telah mendasarinya.2

Dalam buku-buku yang membahas tentang metodologi studi Islam, baik itu menurut satu

disiplin ilmu tertentu ataupun yang yang lain. Salah satu buku itu, misalnya, menguraikan pengertian

al-Qur’an, hikmah yang diturunkannya secara bertahap-tahap, garis besar kandungan al-Qur’an,

adalah metode penafsiran al-Qur’an, beberapa kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan Al-Qur’an,

ruang lingkup studi Hadits maupun fungsi Hadits, dan memisahkannya dari pendekatan-pendekatan

yang lain seperti antropologis, sosiologis, psikologis, dan metode-metode seperti fenomenologi dan

sosiohistoris. Hal ini dikarenakan al-Qur’an dan Hadits adalah teks yang tertulis dan karena tradisi

keilmuan tentang ilmu al-Qur’an dan ilmu Hadits sudah sejak sangat lama, otoritatif, dan

self-sufficient.3

Tulisan berikut ini mengantarkan kajian naskah tentang Living Qur’an dan Living Hadits,

melalui review singkat karya-karya yang bisa masuk kategori tulisan ini. sekaligus menyentuh

beberapa karyakarya yang mengambil obyek kajian literatur dan masyarakat Muslim di Indonesia.

Bahasa Al Qur’an yang tidak gamblang akan menghasilkan berbagai macam penafsiran yang

berbeda. Macam-macam penafsiran ini pada akhirnya akan memunculkan berbagai macam corak

pemikiran dan tindakan dalam kehidupan umat muslim.4

Umat mempunyai berbagai pandangan tentang arti The Living Qur’an. Salah satunya adalah ungkapan The Living Qur’an adalah sosok nabi Muhammad SAW. Yaitu akhlak kehidupan nabi

SAW itu adalah Al-Qur’an. Semua prinsip hidup nabi SAW berdasar pada Al-Qur’an. Oleh karena

itu Nabi Muhammad SAW disebut The Living Qur’an yakni Al Qur’an yang hidup.5

Dalam kehipan social umat muslim Al Qur’an mempunyai berbagai fungsi diantaranya: sebagai

penggerak perubahan, pembebas masyarakat tertindas, penghapus kedzoliman baik masyarakat

maupun pemerintahan, penggerak kepada kehipan yang cerdas dan lebih baik.6

2 M. Nurdin Zuhdi, “Kritik Interpretasi Al-Qura’an: Melacak Metodologi Penelitian Buku Kritik Atas Kritik

Interpretasi Al-Qur’an Karya Aksin Wijaya,” JURNAL FIKRI 1, no. 1 (2017): 3.

3 Muhamad Ali, “Kajian naskah dan kajian living Qur’an dan living hadith,” JOURNAL OF QUR’AN AND

HADITH STUDIES 4, no. 2 (2015): 2.

4 Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi Kasus di Pondok

Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),” JOURNAL OF QUR’AN AND HADITH STUDIES 4, no. 2 (2015): 2.

5 Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi,” Walisongo: Jurnal

Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 2.

(3)

3

Dari segi pengobatan Al-qur-an bisa menjadi sifa’ (obat). Baik fisik maupun psikis. Dari segi

Psikis, orang yang mengalami kegelisahan jiwa, kegalauan dan lain-lain hatinya akan tenang setelah

membaca dan meresapi makna kandungan ayat dalam Al Qur’an. Dari segi fisik Al-qur’an dapat

menjadi obat bebagai macam penyakit, salah satunya adalah surat Al fatihah.7

Hal ini didasarkan atas sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam

Sahih al-Bukhari. Dari Abu Sa‘id al-Khudhri bercerita, "Beberapa sahabat Nabi Muhammad Saw.

mengadakan perjalanan hingga sampai suatu daerah perkampungan Arab. Mereka kemudian meminta

agar suku di situ menerima mereka sebagai tamu. Tetapi, permintaan itu ditolak. Tidak lama

kemudian, sang kepala suku tiba-tiba terkena sengatan hewan berbisa. Semua penduduk telah

berusaha keras untuk menyembuhkannya, tetapi gagal. Sebagian dari mereka mengatakan (kepada

lainnya), "Coba kalian pergi menemui orang-orang yang menginap di dusun ini! Siapa tahu, salah

satu dari mereka bisa mengobati. Mereka segera pergi menemui para sahabat Nabi Saw. dan berkata: “Kepala suku kami terkena sengatan binatang berbisa dan kami telah berusaha dengan segala cara, namun tetap saja gagal. Apakah di antara kalian ada yang bisa mengobati?” Salah seorang sahabat Nabi Saw. menjawab: “Iya.” Demi Allah, saya bisa meruqyah, namun karena kalian telah enggan menjamu kami sebagai tamu, saya tidak akan meruqyah pemimpin kalian kecuali jika diberi upah."

Mereka setuju dengan tawaran itu, yakni dengan membayarkan sebagian domba mereka. Kemudian,

sahabat tadi membaca surat Fatihah. Tak lama kemudian, sang kepala suku langsung sehat seolah ia

tak pernah sakit. Suku itu membayar para sahabat sesuai perjanjian. Sebagian sahabat mengusulkan

agar sekawanan domba itu dibagi bersama. Tetapi, sahabat yang meruqyah tadi melarang dan berkata:

"Kita tidak akan membagibaginya sebelum kita menemui Nabi Saw. lalu menceritakan kejadian ini

dan menunggu perintah beliau." Akhirnya, mereka menemui Nabi Saw. Dan menceritakan kejadian

itu kepada beliau. Rasulullah Saw. bertanya, "Bagaimana engkau tahu bahwa surat al-Fatihah dapat

dibacakan sebagai ruqyah? Kalian telah melakukan hal yang benar. Sekarang, bagilah dan berikanlah

jatah untukku.8

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, Metodologi Penelitian The Living Qur’an adalah kajian

atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau

keberadaan al-Qur’an di kalangan umat muslim.

Legitimasi al-Qur’an terhadap Muhammad saw., yang menyatakan bahwasannya beliau ialah

seorang teladan bagi setiap umatnya, nampaknya telah memberikan efek yang cukup signifikan bagi

keberagamaan umat Islam di didunia. Dari legitimasi inilah umat Islam berkeyakinan bahwa adanya

keteladanan dari setiap ucapan, tindakan maupun keputusan yang telah ditetapkan Nabi Muhammad

saw. yang mereka sering sebut sebagai hadis tersebut, kemudian berusaha untuk dijaga

(4)

4

keshahihannya. Bahkan, untuk menjaga keshahihan, Hadis yang sampai kepada kita berupa teks

verbal ini tidak hanya ditulis dan dihafal dalam bentuk tulisan saja, melainkan juga dipraktekkan

secara langsung oleh umat Islam.9

Ini dikarenakan hadis adalah sumber rujukan dalam mengamalkan

ajaran Islam setelah al-Qur’an. Maka, sangatlah wajar apabila umat Islam kemudian berlomba-lomba

dalam mempraktekkan apa yang telah diamalkan dan dijalankan oleh Beliau Nabi Muhammad saw.

tersebut. Karena hanyalah dengan cara mempraktekkannya langsunglah, hadis akan terasa hidup

ditengah masyarakat hingga sampai sekarang. Umat muslim berusaha untuk menjadikan setiap apa

yang umat muslim kerjakan dalam kehidupan sehari-hari nya mempunyai sandaran yang jelas dan

shahih, yaitu hadis nabi. Fenomena perilaku masyarakat yang seperti inilah yang disandarkankepada

hadis disebut dengan living hadis.

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, Living Qur’an adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang

berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau keberadaan al-Qur’an di sebuah

komunitas muslim tertentu. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Living Qur’an adalah

suatu kajian ilmiah dalam ranah studi al-Qur’an yang meneliti dialektika antara al-Qur’an dengan

kondisi realitas sosial di masyarakat. Living Qur’an juga berarti praktek-praktek pelaksanaan ajaran al-Qur’an di masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seringkali praktek-praktek yang

dilakukan masyarakat, berbeda dengan muatan tekstual dari ayat-ayat atau surat-surat al- Qur’an itu

sendiri. Sekilas Sejarah Living Qur’an Tipologi Interaksi Masyarakat dengan Al-Qur’an Sebelum mengkaji lebih jauh tentang sejarah Living Qur’an, penulis ingin menguraikan terlebih dahulu proses

interaksi umat manusia dengan al-Qur’an. Dalam hal ini, penulis meminjam tipologi dua orang

sarjana muslim yang telah memetakan interaksi umat manusia dengan al-Qur’an, yaitu Fazlur

Rahman dan Farid Esack. Fazlur Rahman, intelektual muslim berkebangsaan Pakistan yang wafat

pada 1988, memetakan interaksi manusia dengan al-Qur’an dengan menggunakan analogi sebuah

negara. Menurut Rahman, ada tiga kelompok besar pengkaji al-Qur’an, yakni citizens (penduduk asli,

umat Islam).10

B. Pengertian The Living Qur’an dan Hadits

Kitab suci al-Quran sebagai pedoman hidup umat manusia yang haqiqi senantiasa akan selalu

memberikan petunjuk bagi kehidupan manusia dalam setiap sisi kehidupan, selain itu juga al-Quran

9Siti Qurrotul Aini, “Tradisi Qunut Dalam Shalat Maghrib Di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta (Studi

Living Hadis),” Living Hadis 1, no. 2 (2017): 1, http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Living/article/view/1120.

(5)

5

tidak menjadikan dirinya sebagai pengganti usaha manusia, akan tetapi sebagai pendorong dan

pemandu, demi berperannya manusia secara positif dalam berbagai bidang kehidupan.11

Al-Quran adalah pedoman atau kitab pokok tuntunan moral dan bukanlah karya ilmiah. bukan

sebagai sebagai kitab hukum, tidak juga berupa kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi dan lain

sebagainya. Namun Al-Quran mengandung spirit terkait dengan semua lini bidang-bidang tersebut,

bahkan menyangkut semua dimensi kehidupan manusia. Adanya ayat-ayat yang membicarakan

masalah-masalah tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar dan spirit yang sesungguhnya sebagai

pesan dasarnya adalah bahwasannya semua kegiatan di atas harus dilakukan sesuai dengan pesan

moral agama atau petunjuk yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.12

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang tidak akan pernah habis untuk terus dikaji dari

berbagai segi dan metodologi yang digunakan. Pernyataan bahwa Qur’an adalah shalih li kulli zaman

wa makan inilah yang menjadikan kitab suci ini terus menerus hidup melampaui ruang dan waktu.

Berbagai pendekatan dan metodologi telah dibuat dan digunakan untuk mengungkap isi dan makna

yang ada di kandungnya. Hingga kajian terhadap Qur’an ini mengundang banyak perhatian para

pemerhati studi al-Qur’an, baik itu dari Islam sendiri. Mau maupun dari kalangan non muslim. Para

pemerhati Qur’an tersebut berusaha merumuskan dan menawarkan berbagai bentuk metodologi untuk mendekati Qur’an.13

Hadits secara etimologi adalah perkataan atau percakapan. Secara terminologi Islam istilah

hadits berarti melaporkan/mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku beliau Nabi Muhammad saw.

Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, baik

berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya, sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat

sebagai Nabi dan terkadang pula sebelum menjadi nabi. Sehingga, arti hadits sepadan/semakna

dengan sunnah.

Mengaplikasikan sunah dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu bentuk untuk

meneladani Nabi saw. Upaya meneladani Nabi adalah sebuah kebiasaan yang hendak dicontoh persis

oleh generasi-generasi muslim pada zaman dahulu. Penafsiran tersebut berdasarkan kebutuhan setiap

muslim. Sunah sendiri merupakan bentuk-bentuk penafsiran al-Quran dalam praktik atau penerapan

ajaran Islam secara faktual. Mengingat bahwa pribadi Nabi saw. merupakan perwujudan dari

al-Quran yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan

11 Prabowo Adi Widayat, “Argumentasi Makna Jihad Dalam Al-Quran Ditinjau Dari Perspektif Masyarakat

Kosmopolitan,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 18, no. 2 (2013): 5, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/36.

12Mokhtaridi Sudin, “Spirit Pendidikan Dalam Al-Quran (Upaya Transformasinya Dalam Kehidupan Umat Di

Era Global),” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 1 (2011): 2, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/29.

13 M. Nurdin Zuhdi, “Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur’an Hizbut Tahrir Indonesia,” Akademika: Jurnal

(6)

6

hari. Menurut Fazlur Rahman, sunah adalah sebuah konsep prilaku baik yang diterapkan kepada

aksi-aksi fisik maupun aksi-aksi-aksi-aksi mental, dengan kata lain sebuah sunah adalah sebuah hukum tingkah laku

yang secara sadar, baik yang terjadi sekali saja maupun yang terjadi berulang kali. Maka, sebuah

sunah bukan hanya merupakan sebuah hukum tingkah laku saja akan tetapi juga merupakan sebuah

hukum moral yang bersifat normatif (keharusan), dengan arti lain sebuah moral itu tidak terlepas dari

konsep sunah.

Berpijak terhadap definisi sunah dari usuliyyin, menurut Muhammad Ajjaj al-Khatib dalam

bukunya Musahadi Ham sunah dapat dibedakan menjadi: sunnah qawliyyah, sunnah fi’liyyah, sunnah

taqririyyah. Definisi dari Sunah qauliyyah adalah pembicaraan-pembicaraan nabi yang diucapkan

yang mempunyai untuk tujuan dan konteks yang berbeda-beda kemudian berdasarkan itu hukum syari’at disusun. Sunah fi’liyyah diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan Nabi yang dinukilkan oleh sahabat kepada kita. Sedangkan sunah taqririyyah ialah apa saja yang

ditetapkan oleh Rasul atas perbuatan-perbuatan yang disandarkan kepada sebagian sahabatnya

dengan cara mendiamkannya ataupun disertai dengan indikasi kerelaannya atau dengan menampakan

pujian dan dukungan. Melihat pengertian-pengertian sunah dari para ulama yang berbeda-beda

sebenarnya hanya bergantung terhadap disiplin ilmunya masing-masing. Bagi ulama muhadditsin

yang menjadi pokok objek peninjauannya adalah pribadi Nabi saw. sebagai seorang yang harus di

contoh. Oleh karena itu ulama muhadditsin menukilkan segala sesuatu yang berhubungan dengan

beliau baik mengenai perkataan, budi pekerti, keutamaannya, biografinya, baik yang mewujudkan

hukum syara atau tidak. Sedangkan para ulama fuqaha memandang bahwasannya pribadi Nabi saw.

sebagai seorang yang seluruh perbuatannya menunjuk kepada hukum syara yang berhubungan

dengan segala sesuatu perbuatan hamba-hamba Allah mengenai ketentuan-ketentuan hukum yang

wajib, haram, sunah, mubah, dan lain-lain. Setelah Nabi saw. wafat, sunah Nabi tetap merupakan

sebuah suatu yang ideal yang hendak diikuti oleh para generasi umat muslim sesudahnya, dengan

cara menafsirkannya sebagai kebutuhan-kebutuhan mereka yang baru dan materi yang baru pula.

Penafsiran yang bersifat kontinyu dan progesif, di daerah-daerah umat muslim yang berbeda disebut

sebagai sunah yang hidup atau living sunah.14

Bagi umat Islam hadis adah sesuatu hal yang penting, dikarenakan di dalamnya

terdapat/terungkap sebagai suatu tradisi yang berkembang pada masa Nabi saw. Di mana di dalam

hadis terdapat syarat akan berbagai ajaran Islam yang masih berkelanjutan dulu hingga sekarang dan

berkembang seiring dengan apa yang dibutuhkan oleh manusia. Adanya keberlanjutan tradisi itulah

sehingga umat muslim pada zaman sekarang ini bisa memahami, merekam, dan mengamalkan

14Istifadah Istifadah, Anisatun Muthi’ah, dan Ahmad Faqih Hasyim, “Living Sunnah Jama’ah Al-Syahadatain

(7)

7

tuntunan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran Nabi saw. Sebagai bentuk untuk melestarikan sunah

atau sering disebut dengan living sunah. Living sunah merupakan suatu bentuk pemahaman terhadap

hadis yang berada dalam segi level praksis lapangan. Living sunah merupakan adanya tradisi yang

hidup di masyarakat yang disandarkan kepada hadis.

Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disamakan/disinonimkan dengan

sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan, perbuatan, ketetapan maupun persetujuan

dari Nabi Muhammad saw yang dijadikan ketetapan ataupun hukum kedua setelah Qur’an.

Hadis adalah sumber hukum kedua setelah al-Qur’an yang digunakan dan ajarannya diamalkan

oleh umat Islam. Hadits menjadi standar utama umat Islam dalam usaha meneladani dan

mempraktikkan petunjuk Rasulullah Saw. Dalam banyak hal, apa yang telah dilakukan oleh Nabi

Muhammad Saw digugu dan ditiru secara literal tekstual, meski banyak pula umat Islam yang

berusaha melakukan kontekstualisasi atas sebuah hadis. Perdebatan kaum literalis versus

kontekstualis memang perdebatan yang tidak akan menemukan ujungnya, ia akan ada di sepanjang

sejarah manusia, dalam masalah apapun, bukan hanya agama saja.15

Dalam kajian agama, kajian Living Qur’an dan Hadits adalah bagian dari kajian yang berujung

pada menggali bagaimana manusia dan masyarakat islam memahami dan menjalankan agama

mereka, untuk tidak mengutamakan kaum elit agama (pemikir, otoritas agama, pengkhotbah, dan

sebagainya). Dalam kajian kitab suci perbandingan Living Qur’an dan Hadits menjadi bagian dari

kajian, yang belum begitu berkembang juga. Kajian-kajian antropologis umumnya melakukan

pendekatan aspek mudah pemahaman dan pengamalan agama, seperti simbol, mitos, ritual,

samanisme, magis, tapi belum begitu banyak yang membahas aspek pemahaman, penggunaan, dan

pengamalan kitab suci dalam kehidupan sehari-hari. Jika scripture diartikan sebagai tulisan yang

diterima dan dimanfaatkan dalam komunitas agama sebagai suci dan otoritatif maka al-Qur’an dan

Hadits masuk definisi ini, sebagaimana juga kitab-kitab Zoroaster, Yahudi, Kristen, dan Sikh, yang disebut “agama-agama kitab”. Ada tiga macam penggunakan kitab suci.16

Living hadis adalah suatu kajian atau penelitian ilmiah mengenai berbagai macam peristiwa

sosial terkait dengan kehadiran atau keberadaan hadis di sebuah komunitas umat muslim tertentu.

Dari sanalah, maka akan terlihat respon sosial (realitas) komunitas muslim untuk membuat hidup dan

menghidup-hidupkan teks-teks agama melalui suatu interaksi yang terus berkesinambungan.17

Hadis

tidak hanya mewajibkan adanya pendekatan kepada religious yang bersifat ritual dan mistik, akan

tetapi sebagai pedoman ataupun petunjuk yang apabila dipelajari akan membantu menemukan

15Saifuddin Zuhri Qudsy, “Living Hadis: Genealogi, Teori, Dan Aplikasi,” Living Hadis 1, no. 1 (2016): 2. 16Ali, “Kajian naskah dan kajian living Qur’an dan living hadith,” 4.

17Adrika Fithrotul Aini, “Living Hadis Dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’Bil-Mustofa,”

(8)

8

nilai yang akan dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian masalah hidup saat ini dan yang akan

datang.

The living Qur’an dan Hadits adalah pemeknaan terhadap fungsi Qu’an dan Hadits. Maksud dari pernytaan tersebut adalah Qur’an dan hadits tidak hanya perupa pelafalan atau teks saja. Akan tetapi Qur’an dan Hadits mampu mempengaruhi setiap lini kehidupan umat muslim. Tidak hanya itu tetapi juga Qur’an dan Hadits digunakan sebagai pedoman hidup.

The Living Al-Quran dan Hadits adalah kajian atau penelitian ilmiah berkaitan dengan kehadiran Qur’an dan Hadits. Keberadaan Qur’an dan Hadits dapat mempengaruhi peristiwa sosial yang ada pada umat muslim tertentu.

C. Metode penelitian

Ilmu yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT sebagai potensi mengetahui, hanyalah berguna

untuk mengetahui suatu hal bilamana itu digerakkan untuk mengetahui. Dari sinilah ilmu hanya

berfungsi bilamana potensi berilmu itu digunakan dan digerakkan dengan sebaik-baiknya agar

mengetahui. Itu berarti bahwa untuk mengembangkan suatu disiplin ilmu harus adanya usaha yang

digerakkan oleh keinginan yang sangat kuat untuk mngetahuinya. Sikap dan perilaku orang yang

berilmu, yang dalam istilah teori pengetahuan sering disebut dengan sikap ilmiah yaitu sebuah sikap

yang selalu harus terus-menerus untuk mengejar apa yang apapun itu yang belum diketahuinya. Itu

adalah menunjukkan sikap yang ingin mengejar tanpa hentinya tentang apa-apa hal yang belum

pernah diketahuinya. Jalannya atau caranya adalah dengan selalu merancang tindakan atau langkah

berikutnya dan seterusnya yang akan dikerjakan, sedang dia masih berada dalam keadaan

mengerjakan sesuatu. Demikian petunjuk Al Qur’an di dalam sikap berilmu.18

Ilmu pendidikan adalah

suatu kebutuhan yang penting dan sangat urgen sekali yang harus dipenuhi oleh seluruh umat manusia

dari dilahirkan hingga kembali kepada sang pencipta. Dengan adanya proses pendidikan yang akan

menjadikan umat manusia sebagai makhluk individu yang memiliki akhlak yang sopan santun, akhlak

dan moral yang baik dan yang berketuhanan Yang Maha Esa.19 Dalam suatu proses pembelajaran

akan sangat dibutuhkan adanya tiga hal penting yaitu materi tentang pembelajaran, proses suatu

pembelajaran, dan hasil dari proses pembelajarannya.20 Maka dari itulah bagi orang-orang yang

memiliki keingintahuan yang sangat tinggi, maka akan melakukan apapun itu demi pengetahuan,

salah satunya adalah penelitian.

18Saifullah Saifullah, “Refleksi Epistimologi Dalam Metodologi Penelitian (Suatu Kontemplasi Atas Pekerjaan

Penelitian),” Journal de Jure 5, no. 2 (2013): 4, http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/syariah/article/view/3009.

19 Dedi Wahyudi dan Habibatul Azizah, “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning

Revolution,” ATTARBIYAH 26 (2016): 3.

20Dedi Wahyudi, “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program Prezi

(9)

9

Penggunaan metodologi penelitian dalam sebuah riset akan sangat dipengaruhi sejauhmana

kemampuan seorang peneliti menguasai bangunan metodologi disiplin keilmuan yang akan ditekuni.

Pemilihan dan penetapan bentuk atau alur metodologi yang akan digunakan dalam suatu penelitian

selayaknya seperti menggunakan metodologi yang dikembangkan dalam disiplin ilmu tersebut. Hal

ini menjadi sangat urgen karena kebanyakan disiplin ilmu yang belum menemukan jati diri metode

penelitian yang dikembangkan khas rumpun ilmunya. Hal ini sangat wajar saja terjadi karena yang

mengayomi ilmunya di bidang penelitian sosial maupun penelitian alam sudah menyediakan standar

umum penelitian. Namun demikian problematika yang pada umumnya mungkin dihadapi dalam

sebuah riset sangat khas rumpun ilmu yang bersangkutan sehingga akan membutuhkan warna khusus

dalam metode penelitian. Oleh karena itu secara berkesinambungan alangkah baiknya komunitas

ilmuan pada rumpun ilmu memetakan jati diri rumpun ilmu yang ditekuninya misalnya living Qur’an

dan Hadits.21

Penelitian pada hakikatnya adalah suatu daya upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk

lebih membenarkan kebenaran. cara untuk mengejar kebenaran dilakukan, baik oleh para filsuf,

peneliti, maupun oleh para praktisi dengan cara model-model tertentu. Cara-cara dengan model

tersbut tersebut biasanya lebih dikenal dengan paradigma. mendefinisikan paradigma sebagai

konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi, dan praktik yang telah dialami bersama oleh masyarakat

tertentu, yang juga membentuk visi khusus berkaitan dengan realitas sebagai dasar tentang cara untuk

mengorganisasikan dirinya.22

Ada berbagai macam paradigma, tetapi yang banyak mendominasi ilmu pengetahuan adalah

scientific paradigm (paradigma keilmuan, namun untuk memudahkan penulis menerjemahkannya

secara harfiah sebagai paradigma ilmiah) dan naturalistic paradigm atau paradigma alamiah.

Paradigma ilmiah mempunyai sumber dari pandangan positivisme, sedangkan paradigma alamiah

mempunyai sumber pada pandangan fenomenologis.23

Keyakinan dasar dari paradigma positivisme berakar pada paham ontologi realisme yang

menyatakan bahwa realitas berada (exist) dalam kenyataan

Metodologi adalah bidang penelitian ilmiah yang berhubungan langsung dengan pembahasan

mengenai metode-metode yang akan digunakan dalam kajian gejala-gejala yang terjadi pada alam

atau manusia. Suatu metode ilmiah adalah aturan-aturan yang wajib diikuti oleh peneliti dalam

melakukan suatu kajian terhadap pokok persoalan tertentu yang dikajinya. Sedangkan metodologi

penelitian dalam kajian ilmu Islam, secara sederhana, adalah ilmu tentang cara-cara atau

21 Saifullah, “Refleksi Epistimologi Dalam Metodologi Penelitian (Suatu Kontemplasi Atas Pekerjaan

Penelitian),” 10.

22ARY WIRAJAYA dan I. GDE, “Hermeneutika Dalam Interpretive Paradigm Sebagai Metodologi Penelitian

Akuntansi,” Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis 7, no. 1 (2012): 2, http://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/article/view/2666.

(10)

10

metode yang dipergunakan secara runtut dalam meneliti. Adapun dalam skema Al-Qur`an,

pengetahuan itu dapat diperoleh melalui wahyu, rasionalisme atau inferensi yang didasarkan pada

pertimbangan dan bukti, imperisisme dan melalui persepsi, yakni dengan menggunakan cara

observasi, eksperimen, laporan sejarah, deskripsi pengalaman dan lain-lain.24

Langkah-langkah atau metode-metode untuk pencapaian pengetahuan melalui jalan

sumber-sumber yang diakui Al-Qur`an, secara historis, telah dilakukan oleh para ulama, fuqaha`, ilmuwan,

filosof muslim dan para sufi. Banyak macam-macam metode yang mereka gunakan dalam melakukan

sebuah penelitian tersebut, yang semuanya bertujuan untuk digunakan atau diamalkan dalam

kehidupan manusia, baik secara sendiri/individu maupun sosial. Melalui cara semacam ini, para

ulama dan ilmuwan tersebut telah banyak menuangkan hasil atau membuat/memproduk ilmu-ilmu,

yang menjadi khazanah dalam suatu peradaban Islam, baik berupa kategori ilmu-ilmu riwayat

ataupun ilmu-ilmu rasional, tergolong juga ilmu-ilmu terapan yang langsung dapat digunakan dan

diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata.25

Bukan hanya itu, ilmu-ilmu yang telah dihasilkan

melalui at-taqarrub ila Allah pun juga telah dihasilkan oleh golongan kaum sufi.

Secara umum, metodologi penelitian ilmiah merupakan sebuah sistem aturan-aturan dan

prosedur-prosedur yang jelas dan lugas, dimana sebuah penelitian didasarkan padanya. Dalam

melakukan pemilihan metodologi penelitian, selain harus mempertimbangkan metodologi terdahulu

yang digunakan dalam penelitian sejenis, juga akan sangat dipengaruhi oleh batasan sumberdaya

yaitu waktu dan dana yang dimiliki oleh seorang peneliti itu sendiri. Kompromi di antaranya akan

menghasilkan sesuatu antara yang ideal dan praktis.26

Metode penelitian dapat pula menggunakan metode analisis deskriptif. Dengan analisis

deskriptif kualitataif ini, diharapkan seorang peneliti akan dapat memperoleh data yang komprehensif

dan lebih mendalam, sehingga dapat memberikan jawaban atas persoalan yang ada.27

Oleh karena penelitian Living al-Qur’an dan Hadits erat kaitannya dengan fenomena

sosial-budaya pada suatu masyarakat muslim tertentu, maka penelitian ini menggunakan data kualitatif yang

berkaitan dengan nilai-nilai, norma, percakapan, kategori sosial dan budaya serta fakta-fakta yang

ada dilapangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Pengumpulan data bisa dilakukan dengan

cara observasi ataupun wawancara. Penulis juga harus terlibat dalam interaksi sosial, bahasa serta

kultur dengan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk menganalisis data-data tersebut, penulis

akan menggunakan cara analisis historis-kausal dan struktural. Historis-kausal bertujuan untuk

24 Duski Ibrahim, “Metodologi Penelitian dalam Kajian Islam (Suatu Upaya Iktisyaf Metode-Metode Muslim

Klasik),” Intizar 20, no. 2 (2016): 2.

25 Ibid.

26Fathul Wahid, “Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Sebuah Gambaran Umum,” Media Informatika 2, no.

1 (2009): 7, http://jurnal.uii.ac.id/index.php/media-informatika/article/view/8.

27Dedi Wahyudi dan Tuti Alafiah, “Studi Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences dalam

(11)

11

merumuskan sebab akibat antara suatu hal yang bersifat variabel ataupun dengan variable yang lain.

Dan analisis struktural akan mencermati berbagai macam gejala di lapangan yang semula tidak

terlihat berhubungan akan maka harus dilihat keterkaitannya. Tentunya keterkaitan ini bukan pada

tataran empiris, tetapi pada lebih cenderung kepada tataran yang bersifat konseptual. Kemudian

paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah paradigma akulturasi. Dengan menggunakan

paradigma ini, penulis akan mencoba untuk mengetahui proses dan hasil interaksi dari ajaran Islam

(dalam hal ini pemaknaan hadis) dengan religio-kultural pra-islam dalam kehidupan masyarakat.

Sehingga nantinya akan bisa dijelaskan juga bagaimana caranya agen penyebar agama, proses

akulturasi dan reaksi masyarakat dalam menerima ajaran Islam dengan unsur-unsur yang ada pada

kebudayaan setempat.28

Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan penelitian terkait masalah living Qur’an dan Hadits. Diantaranya dalah:

1. Observasi

Dalam melakukan suatu penelitian, observasi adalah salah satu bentuk cara untuk memperoleh

data dengan akurat. Secara umum, observasi dimaknai sebagai pengamatan atau penglihatan. Adapun

secara khusus, observasi diartikan dengan mengamati dalam rangka memahami, mencari suatu

jawaban, serta mencari bukti terhadap fenomena sosial masyarakat tanpa mempengaruhi fenomena

yang akan diobservasi.

Observasi adalah mengumpulkan data secara langsung dari lapangan. Data yang akan

diobservasi bisa berupa gambaran atau tentang sikap perilaku, serta tindakan dari keseluruhan

interaksi antar manusia didalam sutu komunitas tertentu. Data observasi bisa juga hanya terbatas pada

interaksi antar masyarakat tertentu. Proses observasi dimulai dengan mengidentifikasi tempat yang

akan diteliti. Dilanjutkan dengan langkah pemetaan, sehingga diperoleh gambaran umum tentang

sasaran hal yang akan diteliti. Kemudian menentukan siapa yang akan diobservasi, kapan, berapa

lama dan bagaimana. Dalam ranah penelitian living Qur’an ini, metode observasi memegang peranan

yang amat penting, yang akan memberikan gambaran situasi riil dan nyata yang

ada di lapangan yang diteliti.29

Dalam hal ini, peneliti bisa menjadi observer yang berperan aktif. Artinya, peneliti bisa menjadi

bagian dalam suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi objek penelitian. Dengan

cara seperti itu, maka peneliti akan lebih leluasa dalam memperoleh data penelitian, karena telah

dianggap sebagai suatu bentuk bagian dari masyarakat yang menjadi objek kajian penelitian.

28 Ahmad Muttaqin, “‘Barzanji Bugis’ dalam Peringatan Maulid: Studi Living Hadis di Masyarakat Bugis,

Soppeng, Sul-Sel,” Living Hadis 1, no. 1 (2016): 4.

(12)

12

Keberadaan seorang peneliti tidak akan dicurigai atau dikhawatirkan mengganggu aktivitas praktek

atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang diteliti.30

2. Wawancara

Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab dengan pihak terkait yang

dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan peneliti.

Metode wawancara dalam penelitian living Qur’an adalah tanya jawab. Seorang peneliti tidak akan mungkin mendapatkan data yang akurat dari sumber yang utama, jika dalam penelitian tentang aktivitas yang berkaitan dengan fenomena living Qur’an di dalam suatu komunitas tertentu, tidak

melakukan wawancara dengan para presponden atau partisipan. Dalam penelitian living Qur’an yang

bertujuan untuk mengetahui hal yang terjadi interaksi masyarakat dengan al-Qur’an, maka metode

wawancara ini mutlak perlu diperlukan. Jika seorang penliti mengiginkan melakukan penelitian

tentang praktek pembacaan sebuah ayat atau surat tertentu di dalam al-Qur’an, yang dilakukan suatu

komunitas masyarakat muslim tertentu. maka seorang peneliti dalam melakukan wawancara dengan

para responden dan partisipan yang terlibat secara langsung tanpa perantara dalam melaksanaan ritual

tersebut.31

Peneliti bisa menanyakan apa saja terkait tentang apa latar belakang ritual pembacaan surat tertentu dalam al Qur’an itu. Apa motivasinya, kapan pelaksanaannya, sebanyak berapa kali dibaca, siapa saja pesertanya, bagaimana cara prosesi ritualnya, dari mana saja sumber dananya, apa saja

fator yang mendukung dan menghambatnya, serta bagaimana pengaruhnya setelahnya dalam

kehidupan sehari-hari dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang sesuai relevan dengan maksud dan

tujuan sang peneltian. Untuk mendapatkan jawaban yang akurat dan valid, maka seorang peneliti

harus memilih dan menentukan siapa saja tokoh-tokoh kunci yang akan diwawancarai. Mereka inilah

yang dianggap mampu dan memiliki data yang akurat dan valid tentang ritual yang menjadi objek

penelitian kita. Mereka bisa orang penting dalam masyarakat tersebut missal: para tokoh agama,

tokoh masyarakat, sesepuh, pendiri kegiatan, pengurus kegiatan ritual tersebut, juga para jamaah yang

andil dan mengikuti kegiatan ritual tersebut.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menghimpun dan

menganalisis dokumen-dokumen, baik berupa dokumen tertulis, gambar ataupun elektronik.

Penelitian living Qur’an yang berkaitan tentang fenomena ritual keagamaan yang terjadi di masyarakat akan semakin bertambah kuat jika disertai dengan adanya dokumentasi. Dokumentasi

(13)

13

yang dimaksud dapat berupa dokumen dalam bentuk tertulis, seperti agenda kegiatan, daftar hadir

peserta, materi kegiatan, tempat kegiatan dan lain-lain, bisa juga berupa dokumen yang

tervisualisasikan, seperti foto kegiatan atau rekaman dalam bentuk tayangan video, atau juga berupa

audio. Dengan cara melihat dokumen yang ada, maka serang peneliti bisa melihat perkembangan

kegiatan tersebut dari waktu ke waktu, sehingga dapat dianalisa bagaimana cara respon masyarakat

dengan adanya kegiatan ritual tersebut.32

D. Living al-Qur’an dan Hadits Di Kalangan Umat Muslim

1. Living Qur’an Ruqyah Dengan Ayat-ayat Qur’an

Dalam sebuah riwayat, beliau Nabi Muhammad Saw. pernah meruqyah dirinya sendiri dengan

membaca surat al-Mu‘awwidhatain, yaitu surat al-Falaq dan al-Nas ketika beliau sedang mengalami

sakit. Dari beberapa keterangan riwayat hadis di atas, dapat kita dipahami jika kemudian berkembang

menjadi pemahaman di dalam kehidupan masyarakat tentang adanya fadilah atau khasiat serta

keutamaan-keutamaan surat-surat tertentu atau ayat-ayat tertentu di dalam ayat-ayat al-Qur’an

sebagai obat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Di samping

beberapa fungsi tersebut, al-Qur’an seringkali digunakan masyarakat sebagai solusi atas persoalan

ekonomi, yaitu sebagai sarana untuk memudahkan datangnya rezeki. Sering kita jumpai dalam

fenomena yang terjadi sehari-hari di lingkungan masyarakat kita, bahwa ada surat-surat atau

ayat-ayat tertentu di dalam ayat-ayat-ayat-ayat al-Qur’an yang diyakini dapat menarik hadirnya rezeki,

mendatangkan kemuliaan serta berkah bagi orang yang membacanya.33

Keyakinan yang seperti ini pada gilirannya akan melahirkan tradisi membaca surat tertentu pada

waktu-waktu tertentu, misalnya membaca surat yaasin setiap malam jum’at. baik dilakukan secara

sendiri/pribadi oleh individu-individu di dalam masyarakat, maupun secara berjamaah yang

kemudian menjadi ketentuan suatu lembaga bagi para anggotanya. Dalam hal ini, lembaga yang lazim

memberlakukan ketentuan tersebut adalah pesantren.

Biasanya salah satu pesantren ada yang memberlakukan ketentuan berupa ritual pembacaan

surat tertentu, yakni al-Waqi‘ah setiap hari oleh para ustadz dan santri, pada waktu tertentu. Dalam

ranah studi al-Qur’an bisa dikategorikan sebagai Living Qur’an al-Qur’an yang hidup dalam praktek

sehari-hari. Penjelasan atas Istilah Ditinjau dari segi bahasa, Living Qur’an adalah gabungan dari dua

kata yang berbeda, yaitu living, yang berarti hidup dan Qur’an, yaitu kitab suci umat Agama Islam.

Secara sederhana, istilah Living Qur’an bisa diartikan dengan (Teks) Al-Qur’an yang hidup di

(14)

14

masyarakat Islam. Living Qur’an pada hakekatnya berawal dari fenomena Qur’an in Everyday Life,

yakni arti dan fungsi al-Qur’an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim.34

Dengan kata lain, meggunakan al-Qur’an dalam kehidupan praksis di luar kondisi tekstualnya.

Pemfungsian al-Qur’an seperti ini muncul karena adanya praktek pemaknaan al-Qur’an yang tidak

mengacu kepada pemahaman atas pesan yang terdapat pada tekstualnya, tetapi justru berlandaskan

anggapan adanya “fadhilah” dari suatu unit-unit tertentu teks al-Qur’an, bagi kepentingan praksis

kehidupan keseharian umat.

Heddy Shri Ahimsa-Putra mengklasifikasikan pemaknaan terhadap Living Qur’an menjadi tiga

kategori. Pertama, Living Qur’an adalah sosok Nabi Muhammad Saw. yang sesungguhnya. Hal ini

dilandaskan pada keterangan dari Siti Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad Saw.,

maka beliau menjawab bahwa akhlaq Nabi Saw. adalah al-Qur’an. Dengan demikian bahwasannya

Nabi Muhammad Saw. adalah al-Qur’an yang hidup, atau Living Qur’an. Kedua, ungkapan Living

Qur’an juga bisa mengacu kepada suatu masyarakat yang didalam kehidupan sehari-harinya

menggunakan al-Qur’an sebagai kitab acuannya. Mereka hidup dengan cara mengikuti apa-apa yang

telah diperintahkan al-Qur’an dan menjauhi hal-hal apapun yang dilarang di dalamnya, sehingga

masyarakat tersebut seperti al-Qur’an yang hidup, yaitu al-Qur’an yang mewujud dalam setiap lini

kehidupan sehari-hari mereka. Ketiga, ungkapan tersebut juga dapat berarti bahwasannya al-Qur’an

bukanlah hanya sebagai sebuah kitab, tetapi sebuah kitab yang hidup, yaitu yang perwujudannya ada

dan nyata dalam kehidupan sehari-hari begitu terasa dan nyata, serta beraneka ragam, tergantung pada

bidang kehidupannya tersendiri.35

Sudah jelas bahwasannya qur’an dalam kehidupan umat muslim tidak hanya sebagai teks dan

pelafalannya saja, akan tetapi al-Quran digunakan sebagai pengobatan misalnya. Qur’an juga

digunakan sebagai penari datangnya Rizki dan lain-lain. Living Qur’an atau Qur’an hidup inilah

dalam arti sesungguhnya. Dimana ayat-ayat al-Qur’an selalu dibaca dan diamalkan isi kandungannya,

dikarenakan ada fadilah-fadilah tertentu yang dikandung oleh bacaan al-Qur’an tersebut. Bacaan

al-Qur’an juga digunakan sebagai stiker, pamphlet, hiasan rumah dalam bentuk kaligrafi dan lain-lain.

2. Living Hadits Bekam di Kehidupan Pondok Pesantren

Rasulullah Saw. mengajarkan pembiasaan kepada umatNya dalam hal kebaikan yang tertuang

dalam dokumen tertulis berupa kitab-kitab hadis. Hadis merupakan petunjuk penting yang menjadi

penguat (bayan taqrir) dan penjelas (bayan tafsir) bagi Kitab suci umat muslim al-Qur’an dan

menentukan hukum (bayan tasyri’) jika tidak ditemukan di dalam al-Qur’an berkenaan dengan tradisi

lisan dan tradisi praktik dalam kehidupan umat Islam. Tradisi praktik dalam keseharian umat Islam

(15)

15

selain merujuk pada al-Qur’an juga merujuk pada hadis yang telah disabdakan oleh Rasulullah yang

bersifat lisan ataupun praktik sebagai petunjuk bagi umatnya.36

Dalam hal praktik untuk menyembuhkan penyakit misalnya, sampai sekarang ini secara realitas

di lingkungan islam masyarakat masih dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan pada masa Rasulullah Saw. (syar’un man qablana wa syar’un lana) seperti halnya pengobatan dengan cara bekam. Walaupun dalam era sekarang teknologi di bidang kedokteran sudah sangat canggih, sehingga

ketika hendak berobat kebeberapa rumah sakit disiapkan alat-alat bantu elektrik yang mempercepat

pada proses pengobatan. Kecanggihan seprti itu dalam kenyataannya tidak sebanding dengan

kemampuan masyarakat pada umumnya yang notabenenya dari hal sisi ekonomi merupakan

masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu mereka lebih memilih kepada pengobatan yang

tradisional yang dari sisi ekonomi relatif lebih murah dan terjangkau, di antaranya dengan melakukan

pengobatan dengan cara bekam. Di Indonesia, fenomena pengobatan dengan bekam ini terjadi di

beberapa pesantren.37

Living hadits disini nampak, yaitu masyarakat umat muslim melakukan apa yang telah

diajarkan oleh beliai nabi Muhammad SAW. Perilaku (Hadits) nabi Muhammad Saw. pada

Zamannya ditiru oleh umatnya saat ini, salah satunya yaitu bekam. Bekam merupakan pengobatan

dengan cara mengeluarkan darah kotor dalam tubuh. Di Indonesia perilaku bekam ini telah dilakukan

diberbagai daerah. Misalnya di pesantren-pesantren salafi. Fenomena sseperti ini tergolong living

Hadits.

Bekam banyak ditanamkan di pondok pesantren dikarenakan bekam adalah salah satu tata cara

nabi menyehatkan dirinya, karena setiap perbuatan nabi Muhammad Saw. tentu akan ditanamkan

juga di pondok pesantren, selain hal itu memudahkan para santri untuk berobat, tidak usah lagi perlu

pergi ke dokter dan membeli obat-obatan berzat kimia, cukup dengan bekam secara rutin, insya allah

penyakitnya akan sembuh. Salah satu alasan adanya pengobatan bekam di pondok pesantren yaitu

untuk memberikan keahlian pada diri santri, supaya santri mempunyai kemampuan bisa mengobati

sendiri ketika sakit dan juga bisa untuk mengobati orang lain yang sedang sakit. Bahwa adanya

pelatihan pengobatan bekam di pondok pesantren yaitu bertujuan untuk membekali santri mengobati

ala Nabi saw. untuk dirinya, keluarganya dan masyarakatnya sehingga berguna bagi orang lain.38

Sehingga santri bisa mengobati selain itu juga berfungsi sebagai media dakwah bagi santri melalui

keahliannya mengobati dengan cara teknik bekam. bekam mempunyai tujuan-tujuan tertentu di

antaranya, bekam adalah suatu pengalaman sunnah Nabi saw., penyembuhan penyakit pencegahan

36Umayah Umayah, “Living Hadits: Fenomena Bekam Di Pesantren Eretan Indramayu,” Holistik 15, no. 2 (2016):

2, http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/holistik/article/view/333.

(16)

16

penyakit, untuk memulihkan dan meningkatkan system imuniti tubuh, untuk membangkitkan

saraf-saraf yang tidak aktif atau lemah dan juga berfungsi mengeluarkan racun dalam darah.39

3. Living Hadits Pada Pembacaan Barzanji Dalam Rangka Maulid Nabi

Masyarakat Bugis melakukan kegiatan pembacaan barzanji dalam rangka maulid Nabi karena

ada keterkaitan antara keduanya. Mengapa ada barzanji dalam maulid, karena di dalam barzanji itu

ada hal-hal yang menceritakan mengenai kepribadian Nabi, yang biasanya dibaca orang yang

berkaitan dengan kepribadian, sifat-sifat, akhlak Nabi disesuaikan (temanya). Dia menambahkan,

tujuan diadakannya pembacaan barzanji sendiri adalah sebagai suatu rujukan atau pegangan

mengenai kepribadian mulia sebagaimana yang diceritakan dan dituangkan dalam barzanji.

Masyarakat pun juga telah menganggap barzanji baik karena disamping isi barzanji berkaitan dengan

biografi Nabi, dan juga banyak menyebut nama Nabi dan bershalawat. Di dalam Al-quran, ada

perintah dan anjuran untuk bersalawat kepada Nabi dan juga anjuran untuk sering mengucapkan nama

Nabi. Disamping itu masyakarat juga dapat belajar melalui sejarah lewat barzanji yang dibacakan

dengan bahasa Bugis. Bagi masyarakat, mengetahui sejarah Nabi Saw. adalah bagian dari kebaikan.

Kitab barzanji yang biasa dibaca dengan Arab dan Bugis bertujuan agar para pendengar bisa

menghayati isi barzanji bagi yang tidak mengetahui isi barzanji dalam bahasa arab dan bukan

bertujuan untuk mengurangi estetika bacaan. Bagian yang dibacakanpun juga berkaitan dengan sifat

luhur Nabi.40

Ada keterkaitan anatara pembacaan barzanji pada saat maulidan dengan study Living Hadits.

Isi kitab Barzanji adalah tentang akhlak nabi Muhammad Saw. Didalam kitab Barzanji juga terdapat

banyak sholawat terhadap nabi Muhammad Saw. yang berkaitan dengan perintah allah untuk

bersholawat kepada nabi. Hadits adalah termasuk sifat nabi. Didalam kitab barzanji dituangkan

bagaimana akhlakul karimah Nabi Muhammad Saw. sehinggga sudah jelas kaitannya antara

pembacaan barzanji pada saat maulidan dengan Living Hadits.

Dengan kefasihan pembaca barzanji, serta kemampuan untuk melantunkan irama yang merdu

dari isi berzanji biasanya mereka juga ahli dalam tilawah Al-Qur’an tentu akan mampu menggugah

antusiasme audiens yang tidak saja hanya dengan mudah memahami dalam maknanya tetapi juga

larut dalam irama dan kemerduan pada bacaan barzanji yang dilantunkan oleh pembaca. Tidak jarang

terkadang ada peserta yang bisa sampai meneteskan air mata sebagai suatu bentuk ekspresi

kekhusukan dan kekaguman mereka terhadap kepribadian Nabi Muhammmad. Pengalihan bahasa

dari Bahasa Arab ke Bahasa Bugis adalah mengindikasikan bahwasannya tradisi ini juga bagian dari

living sunnah. Living sunnah pada tradisi ini diartikan sebagai upaya masyarakat untuk mengimitasi

39 Ibid.

(17)

17

prilaku dan kepribadian Nabi Muhammad Saw. dalam kehidupannya. Walaupun tidak secara

langsung berawal dari hadis, pemindahan bahasa dari arab ke Bahasa Bugis adalah upaya awal agar

mereka dapat meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. Ada suatu kecenderungan untuk

mengikuti bisa sifat Nabi Muhammad sebagai sosok dan figur yang terpuji. Walaupun tidak

disebutkan secara gamblang dan jelas, melihat ada hubungannya antara pembacaan dalam bahasa

Bugis dengan entitas kitab La Galigo. Barzanji yang dibacakan bersamaan dengan kitab La Galigo

dalam sebuah upacara adat bugis kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Bugis. Sehingga pada

tahap yang selanjutnya barzanji Bugis bisa dapat menggantikan kitab La Galigo dan masyarakatpun

bisa melihat posisi kitab barzanji menjadi sakral sebagaimana pembacaan pada Kitab La Galigo.

Dengan begitu barzanji adalah sebagai praktik tradisi keagamaan yang diharapkn akan mampu

bertahan sampai generasi seterusnya. Jika demikian halnya, maka sudah terjadi pergeseran orientasi

pengalihan bahasa. Barzanji Bugis dalam suatu Peringatan Maulid Studi Living Hadis di Masyarakat

Bugis. Pada masa sejak awal kedatangan Islam, penerjemahan ini lebih condong kepada kepentingan

agar barzanji bisa menggantikan secara total kitab La Galigo yang dianggap berisi mitos tentang

dewa-dewa, sedangkan pada masa zaman sekarang ini berorientasi terhadap pemahaman masyarakat.

Tema barzanji Bugis yang dibacakan dalam rangka acara maulid misalnya pada bab sifa’na nabitta

(akhlak Nabi), yang menjelaskan tentang sifat Nabi dari segi moralitas, dan bab yang berbicara

tentang sifat Nabi dari segi fisik biasanya tidak dibacakan. Model cara pembacaan ini menunjukkan

barzanji Bugis lebih menekankan kepada pengajaran aspek moralitas Nabi.41

4. Living Hadist Berupa Pembacaan Doa Qunut Di sebagian Kalangan Umat Muslim

Qunut adalah sebuah ibadah yang telah menjadi tradisi pada masyarakat Nahdlatul Ulama,

memiliki banyak definisi. Qunut menurut Ath-thabari dalam tafsirnya memiliki tiga makna

yaitu:ketaatan, berdiri, dan diam tidak berbicara. Sedangkan Imam Syafi’i mendefinisikannya dengan

berdiri dalam shalat untuk membaca doa. Dari definisi yang diberikan oleh Imam Syafi’i inilah

terdapat dalam kamus standar hukum Islam, Qunut dapat diartikan sebagai sebuah doa yang dibaca

pada saat rakaat terakhir sesudah I’tidal dengan bacaan tertentu. Qunut adalah salah satu doa atau

amalan yaumiyah (ibadah harian) yang bisa dilakukan pada setiap pagi dan sore hari. Oleh karena itu,

dengan membacanya saat shalat. Umat Islam berharap kebaikan akan dapat berpihak kepadanya.42

Dari beberapa definisi di atas, dapat kita ditarik kesimpulan bahwa sejatinya, melaksanakan doa

Qunut, akan dapat memperoleh banyak kemanfaatan. Sebab, Qunut adalah pintu untuk menuju suatu

kebaikan.

41 Ibid., 19.

42Aini, “Tradisi Qunut Dalam Shalat Maghrib Di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta (Studi Living

(18)

18

Doa mempunyai kedudukan yang sanagat penting dalam Islam. Doa merupakan suatu ibadah,

bahkan doa ialah intisari ibadah seperti sholat misalnya, keseluruhan bacaan sholat adalah berisi doa.

Ibadah tanpa diiringi oleh doa seperti buah tanpa isi, karena seluruh ibadah yang dilakukan oleh

seorang Muslim pada intinya adalah berisi doa, harapan, permohonan, panggilan, ampunan, dan

dzikir. Doa mempunyai nilai ibadah bila dilakukan semata-mata hanya untuk memenuhi perintah

Allah.

Doa secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata da’a yada’u du’a’an yang berarti

memanggil, memohon, dan meminta. Kata doa dapat pula diartikan sebagai permohonan atau

permintaan. Dalam al-Qur’an kata doa mempunyai beberapa pengertian: Doa adalah ibadah, Doa

adalah meminta pertolongan atau istighatsah, Doa adalah panggilan atau nida’, Doa adalah perkataan

atau qawl. Secara terminologi, doa dapat diartikan dengan penyerahan diri kepada Allah Swt. dalam

memohon segala apaun yang diinginkan dan meminta dihindarkan dari segala hal bentuk

kemudaratan. Ketika berdoa, seseorang sudah selayaknya merasakan kelemahan dan kebutuhan di

hadapan Nya. Orang berdoa sebaiknya disertai dengan hati yang ikhlas dan penuh kehadiran kepada

Allah, yaitu segala lafaz yang diucapkan dipahami dan dapat direnungkan. Karena hanya kepada

Allah seorang hamba menyembah dan memohon sesuatu (doa). Jadi, doa adalah permintaan dan

permohonan kepada AllahSwt. untuk mendapatkan kemanfaatan atau dihindarkan dari segala bentuk

kemudaratan. Doa memiliki kedudukan yang sanagat penting dalam Islam. Doa merupakan suatu

ibadah, bahkan doa ialah intisari ibadah. Ibadah tanpa diiringi dengan doa seperti buah tanpa isi,

karena keseluruhan ibadah yang dilakukan oleh seorang Muslim pada hakikatnya adalah doa,

harapan, permohonan, panggilan, ampunan, dan dzikir. Doa bernilai ibadah bila dilakukan

semata-mata untuk memenuhi perintah Allah, ‘ud’uni (berdoalah kepada Ku). Jadi, apabila berdoa bukan

karena semata-mata memenuhi perintah dari Allah, doa itu tidaklah mempunyai nilai ibadah. Doa

juga merupakan hal penyerahan diri kepada Allah Swt. untuk penyelesaian suatu masalah.43

Doa adalah suatu hal yang penting sebagai bentuk penghambaan kepada sang pencipta. Segala suatu bentuk ibadah umat muslim adalah do’a. Doa wajib dilakukan oleh umat Islam. Karena sebagai umat Muslim kepada siapa lagi akan meminta ataupun mengharap melainkan kepada Allah Swt. Jika

seseorang tidak mau berdoa sama saja orang tersebut telah menyombongkan diri kepada Allah Swt. Do’a yang dilakukan Umat muslim tidak harus berbahasa Arab karena dengan bahasa apapun sesungguhnya Allah Swt. Maha mengetahui.

43Mohammad Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mendialogkan Hermeneutika Doa dalam Kisah Ibrāhīm dan

(19)

19

Hadis tentang Qunut dan Asbab al-Wurudnya Ada beberapa hadis yang membahas tentang

perihal Doa Qunut. Salah satunya ialah hadis yang terdapat dalam riwayat Sunan Abu Daud berikut

ini yang artinya:44

“Dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Rasulullah membaca doa Qunut selama satu bulan

berturut-turut dalam shalat Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh di penghujung tiap-tiap shalat, setelah

membaca “Sami allahu liman hamidah (Allah Maha Mendengar orang-orang yang memuji-Nya) pada

rakaat terakhir, beliau berdoa memohon (kebinasaan) atas kabilah-kabilah Bani Sulaim, kabilah Ri’i,

Dzakwan dan Ushaiyah serta memohon keimanan untuk generasi setelah mereka.”45

Hadis tersebut adalah dalil bagi umat Islam yang melakukan Doa Qunut ketika shalat. Mengenai

sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya hadis tersebut (Asbab wurud hadis) adalah Nabi

Muhammad Saw terjadi pada bulan Shafar tahun ke 4H. Ketika itu, Nabi Muhammad saw. Mengirim

sekelompok sahabat yang berjumlah 70 orang, diketuai olehal-Mundzir bin Amr bin al-Khazraji

sebagai utusan delegasi bagi Muslim untuk menemui penduduk Najd. Oleh karena utusan tersebut

terdiri dari para Qari’, maka utusan delegasi tersebut dikenal dengan sebutan nama delegasi al-Qurra’.

Pengiriman ini adalah permintaan dari Abu Bara’ Amir bin Malik, namun ketika sampai di sumur

Ma’unah mereka diserang oleh rombonan kabilah Bani Sulaim, yaitu Ushaiyah, Ri’i dan Dzakwan.

Akibat serangan yang dilakukan secara mendadak itu semua delegasi al-Qurra’ utusan Nabi

Muhammad saw. tersebut terbunuh toidak tersisa. Peristiwa di atas membuat Nabi Muhammad Saw.

sedih. Karena itu, beliau kemudian membaca doa Qunut disetiap shalatnya selama satu bulan.

Tujuannya adalah untuk melaknat perbuatan Bani Sulaim. Nabi Muhammad Saw. memohon

kepadaAllah Swt. agar membinasakan mereka. Meskipun demikian, Nabi juga tetap memohon

keimanan untuk para generasi Bani Sulaim. Qunut yang dibaca Nabi inilah yang disebut dengan

Qunut Nazilah. Qunut Nazilah ini bukan hanya dibaca ketika umat Islam diserang ataupun dalam

rangka balas dendam saja, tetapi lebih dari itu, yaitu dimana stabilitas keamanaan masyarakat

dinyatakan terancam ataupun kurang aman. Qunut Nazilah ini biasanya dibaca ketika ada suatu

bencana menimpa umat Islam, entah itu perang, munculnya penyakit yang menular secara mendadak,

bencana alam yang datang secara terus-menerus, ataupun terjadinya kerusuhan-kerusuhan besar

lainnya dan lain-lain.46

Doa qunut adalah doa yang dibaca diakhir rakaat shalat. Doa Qunut dibaca ketika umat muslim

mengalami suatu musibah yang berkelanjutan. Baik itu mengalami peperanagan dan lain-lain. Bukan

hanya itu tetapi juga ketika umat muslim mengalami suatu ancaman bagi umat muslim. Doa Qunut

telah dibaca pada masa Nabi Muhammad Saw. bahkan oleh beliau sendidri. Dan ada juga hadits yang

44Aini, “Tradisi Qunut Dalam Shalat Maghrib Di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta (Studi Living

Hadis),” 4.

(20)

20

berkaitan dengan Do’a Qunut. Adanya dalil hadits tentang do’a Qunut dan diamalkan oleh umat Muslim hingga sekarang ini merupakan salah satu bentuk living hadits.

Macam-macam dan hukum melaksanakan Doa Qunut. Jumhur ulama telah sepakat mengenai

pembagian Qunut berdasarkan kebiasaan yang telah dilakukan oleh Nabi Saw. yaitu Qunut nazilah

dan Qunut ratibah ataupun Qunut biasa. Qunut nazilah dibaca ketika umat Islam mengalami musibah

atau berada dalam keadaan kondisi genting seperti sedang perang dan lain sebagainya. Sedangkan

Qunut ratibah atau Qunut biasa adalah Qunut yang biasanya dibaca dalam shalat subuh hal ini sudah

tidak asaing lagi bagi golongan nahdiyyin. Mengenai hukum melaksanakan Qunut nazilah di atas,

jumhur ulamatelah sepakat memperbolehkannya. Dengan catatan, pada saat moment-moment

tertentu saja, seperti halnya ketika terjadinya musibah yang terus-menerus melanda suatu daerah

ataupun terjadinya peperangan besar. Yang di kemudian hari menjadikan perbedaan-perbedaan

pendapat di antara mereka adalah dalam pelaksanaan Qunut ratibah, yaitu Qunut yang dilakukan pada

saat shalat subuh. Perbedaan pendapat berkaitan dengan boleh dan tidaknya Qunut ini menjadi sebuah

perdebatan yang tak pernah usai hingga sekarang. Bahkan, di masyarakat Indonesia sendiri, ritual

Qunut ini menjadi ciri khas dari sebuah ormas islam tertentu.47

5. Living Hadits Dalam Tradisi Pembacaan Sholawat

Shalawat adalah pujian yang ditujukan kepada Nabi SAW. Ada yang berpendapat juga

bahwasannya shalawat kepada Nabi adalah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. sama

halnya seperti apabila melakukan dzikir. Pada dasarnya shalawat adalah permohonan keberkahan dan

memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw. Selain itu, Nabi adalah pemberi syafaat

terbesar sesudah Allah Swt. Pembacaan shalawat tidak terlepas dari pemikiran peranan Nabi sebagai

wasilah bagi umatnya. Gagasan yang mengungkapkan bahwasannya Nabi sebagai pemberi wasilah

dan syafaat sudah berkembang sejak pada zaman masa awal kenabian. Melihat fenomena atau tradisi

yang terdapat di Indonesia, tradisi pembacaan shalawat bukan hal yang baru lagi, terlebih di kalangan

Nahdliyyin (NU). Pembacaan shalawat telah banyak dilakukan dalam acara maulud Nabi

Muhammad. Namun, dalam perkembangan dari masa ke masa selanjutnya, tradisi ini juga dilakukan

dalam acara tasyakuran misalnya, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, pembacaan shalawat tersebut

adalah sebagai ritual bershalawat yang merupakan ekspresi umat terhadap hadis-hadis Rasulullah.48

Adapun hadis-hadis yang menjadi landasan atau dasar shalawat ini adalah, hadis tentang

perintah bersholawat. Membaca selawat atau bershalawat kepada Nabi berarti juga mendoakan atau

memohonkan berkah kepada Allah swt untuk Nabi. Selain itu juga, hadis-hadis yang menggambarkan

tentang kepribadian atau akhlak Rasulullah yang harus menjadi teladan bagai umatnya. Hanyalah

47 Ibid., 6.

(21)

21

dengan meneladani akhlak Nabi, umat Islam akan mampu menjadi umat yang istiqamah dan

mempunyai akhlak al-karimah”.49

Oleh karena ada landasan dalil hukum tentang bersholawat kepada

Nabi, maka muncullah berbagai macam majlis sholawat yang ada dinegeri ini. Kaitannya dengan

living Hadits adalah adanya dalil tentang Sholawat dan kemudian diamalkan oleh umat.

E. Kesimpulan

berdasarkan penjelasan yang dikemukakan dapat ditegaskan bahwasannya living Qur’an dan Hadits adalah fenomena dimana Qur’an dan Hadits dapat mempengaruhi kehidupan umat muslim. Terdapat berbagai macam fenomena Living Qur’an dan Hadits dinegeri ini seperti yang telah

disebutka diatas. Kesemuanya itu adalah bentuk pengamalan terhadap Qur’an dan Hadits. Sehingga

Qur’an dan Hadits di dalam masyarakat muslim tidak hanya dianggap sebagai teks atau pelafalannya

saj. Qur’an dan Hadits benar benar dapat hidup dikalangan umat muslim dan menjadi hujjah bagi

keseluruhan hidupnya.

Ada berbagai macam cara metodologi penelitian mengenai Qur’an dan Hadits. Jika metode-metode yang digunakan untuk penelitian mengenai living Qur’an dan Hadits ditengah-tengah masyarakat muslim. Jika metode yang digunakan mengacu dan sesuai denagan metode yang tepat

maka penelitian akan menghasilkan data yang akurat. Peneliti juga harus mengerti situasi dan kondisi

mengenai apa dan siapa yang akan diteliti. Sehigga tidak akan terjadi kesalahfahaman

ditengah-tengah masyarakat.

(22)

22

REFERENSI

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. “The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi.” Walisongo:

Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 235–260.

Aini, Adrika Fithrotul. “Living Hadis Dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’Bil -Mustofa.” Ar-Raniry, International Journal of Islamic Studies 2, no. 1 (2015): 159–172. Aini, Siti Qurrotul. “Tradisi Qunut Dalam Shalat Maghrib Di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Yogyakarta (Studi Living Hadis).” Living Hadis 1, no. 2 (2017). http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Living/article/view/1120.

Ali, Muhamad. “Kajian naskah dan kajian living Qur’an dan living hadith.” JOURNAL OF QUR’AN

AND HADITH STUDIES 4, no. 2 (2015): 147–167.

AS, Dedi Wahyudi Rahayu Fitri. “Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam Di Dunia Barat).” FIKRI 1, no. 2 (2017): 267–290.

Ibrahim, Duski. “Metodologi Penelitian dalam Kajian Islam (Suatu Upaya Iktisyaf Metode-Metode Muslim Klasik).” Intizar 20, no. 2 (2016): 247–266.

Istifadah, Istifadah, Anisatun Muthi’ah, dan Ahmad Faqih Hasyim. “Living Sunnah Jama’ah Al -Syahadatain (Studi Kasus di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Kuningan).” Diya

Al-Afkar 4, no. 02 (2016).

http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/diya/article/view/1162.

Junaedi, Didi. “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi Kasus di

Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon).”

JOURNAL OF QUR’AN AND HADITH STUDIES 4, no. 2 (2015): 169–190.

Muttaqin, Ahmad. “‘Barzanji Bugis’ dalam Peringatan Maulid: Studi Living Hadis di Masyarakat

Bugis, Soppeng, Sul-Sel.” Living Hadis 1, no. 1 (2016): 129–150.

Qudsy, Saifuddin Zuhri. “Living Hadis: Genealogi, Teori, Dan Aplikasi.” Living Hadis 1, no. 1

(2016): 177–196.

Saifullah, Saifullah. “Refleksi Epistimologi Dalam Metodologi Penelitian (Suatu Kontemplasi Atas Pekerjaan Penelitian).” Journal de Jure 5, no. 2 (2013). http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/syariah/article/view/3009.

Sudin, Mokhtaridi. “Spirit Pendidikan Dalam Al-Quran (Upaya Transformasinya Dalam Kehidupan

Umat Di Era Global).” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 1 (2011). http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/29.

Syarifuddin, Mohammad Anwar, dan Jauhar Azizy. “Mendialogkan Hermeneutika Doa dalam Kisah

Ibrāhīm dan Mūsā.” Refleksi 13, no. 6 (2014): 709–740.

Umayah, Umayah. “Living Hadits: Fenomena Bekam Di Pesantren Eretan Indramayu.” Holistik 15, no. 2 (2016). http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/holistik/article/view/333. Wahid, Fathul. “Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Sebuah Gambaran Umum.” Media

Informatika 2, no. 1 (2009). http://jurnal.uii.ac.id/index.php/media-informatika/article/view/8.

Wahyudi, Dedi. “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan

Program Prezi (Studi Di Smp Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014).”

JURNAL JPSD (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar) 1, no. 1 (2015): 146–161.

Wahyudi, Dedi, dan Tuti Alafiah. “Studi Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam.” MUDARRISA: Jurnal Kajian Pendidikan Islam 8, no. 2 (2016): 255–282.

Wahyudi, Dedi, dan Habibatul Azizah. “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep

Learning Revolution.” ATTARBIYAH 26 (2016): 1–28.

(23)

23

WIRAJAYA, ARY, dan I. GDE. “Hermeneutika Dalam Interpretive Paradigm Sebagai Metodologi Penelitian Akuntansi.” Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis 7, no. 1 (2012). http://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/article/view/2666.

Zuhdi, M. Nurdin. “Kritik Interpretasi Al-Qura’an: Melacak Metodologi Penelitian Buku Kritik Atas

Kritik Interpretasi Al-Qur’an Karya Aksin Wijaya.” JURNAL FIKRI 1, no. 1 (2017): 79–100.

———. “Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur’an Hizbut Tahrir Indonesia.” Akademika: Jurnal

Pemikiran Islam 18, no. 2 (2013).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sistem pengupahan karyawan perkebunan di PTPN IV Kebun Balimbingan telah sesuai dengan perjanjian kerja bersama yang

Penelitian yang dilakukan oleh Nugrahanti, Darsono (2014) meneliti tentang pengaruh audit tenure, spesialisasi kantor akuntan publik dan ukuran perusahaan terhadap

4< ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Adapun konsep diri dari aspek fisik yang dirasakan oleh responden 2 sesuai dengan hasil wawancara adalah :Bahwa Septi merasa kalau ia berjilbab mode, ia akan terlihat

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada perhitungan beban kerja mental mahasiswa Universitas XYZ Yogyakarta jurusan Teknik Industri

Zeorin, senyawa yang diisolasi dari Aegle marmelos Correa, mampu menunjukkan efek penghambatan terhadap pelepasan mediator sel mast yaitu enzim -hexosaminidase dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi masyarakat bekerja sebagai TKI yakni karena kurangnya kesempatan kerja di dalam negeri, dorongan orang tua, sulitnya mencari

Faktor yang menyebabkan mahasiswa PPL mengalami kesulitan saat melaksanakan ouyou renshuu adalah maha- siswa PPL memberikan masukan dan ungkapan baru yang bisa digunakan