• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN

DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

ARTIKEL

Oleh :

Eddi Dalimunthe NPM.1410018412048

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)

OPTIMIZATION ASSIGNMENT AND AUTHORITY BETWEEN POLICE AND CORRUPTION ERADICATION COMMISSION IN INQUIRIES AND

INVESTIGATIONS CORRUPTION

Eddi Dalimunthe1, Dr Fitriati, SH, M.H.2, Syafridatati, SH, M.H. 1 1. Legal Studies Program Post graduate Bung Hatta University

2. Legal Studies Program University Taman Siswa eddidaimunthe@yahoo.com

ABSTRACT

Coordination of investigations and investigations conducted by the Commission and the Police have in common in performing these tasks. Coordination is regulated in Law Number 30 of 2002, Article 8 paragraph (2) of the Corruption Eradication Commission. The fact that both the law enforcement and the Police Commission is still visible lack of coordination in the examination and investigation of corruption. The problem is: 1. How duties and authority of the Police and the Commission in the investigation and investigation of corruption ?, 2. How Optimizing the duties and authority of the Police and the Commission in the investigation and investigation of corruption? This study using sociological juridical approach, the data used are primary data and secondary data. Data was obtained through interviews, document studies and analyzed qualitatively. The authority supervising the research results owned by the Commission of its existence has the duty and function as a means of power relations between the KPK and the police. Where one part of the supervision that is taking over the handling of the case made by the Commission to investigators previously considered no progress or development. Optimization of tasks and responsibilities between the police and prosecutors in investigations and inquiries carried out by the MoU on coordination of the task. As well as the cooperation undertaken in the case of criminal investigations of corruption.

(3)

OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN

DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Eddi Dalimunthe1, Dr Fitriati, S.H., M.H.2, Syafridatati, S.H., M.H. 1 1. Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta

2. Program studi Ilmu Hukum Universitas Taman Siswa eddidalimunthe@yahoo.com

ABSTRAK

Koordinasi penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK dan Kepolisian mempunyai kesamaan dalam melakukan tugas tersebut. Koordinasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Pasal 8 ayat (2) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kenyataannya kedua penegak hukum tersebut yaitu KPK dan Kepolisian masih terlihat kurang koordinasi dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Permasalahannya adalah : 1. Bagaimanakah tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi?, 2. Bagaimanakah Optimalisasi tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data diperoleh melalui wawancara, studi dokumen dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian Kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK keberadaannya mempunyai tugas dan fungsi sebagai sarana hubungan kewenangan antara KPK dengan Kepolisian. Dimana salah satu bagian dari supervisi yaitu mengambil alih penanganan kasus yang dilakukan oleh KPK terhadap penyidik sebelumnya yang dianggap tidak mengalami kemajuan atau perkembangan. Optimalisasi tugas dan wewenang antara kepolisian dan kejaksaan dalam hal penyelidikan dan penyidikan dilakukan dengan adanya Mou tentang koordinasi tugas tersebut. Serta adanya kerjasama yang dilakukan dalam hal penyidikan tindak pidana korupsi.

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang

undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa yang dapat menjadi penyidik adalah pejabat polisi

negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang undang. Pada Undang–undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam Pasal 11

menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum,

penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum atau

penyelenggara negara, mendapat

perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau menyangkut

kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sesuai dengan pasal yang dimaksud

jelas menyatakan bahwa instansi terkait harus melakukan koordinasi

dan kerjasama dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana korupsi.

Pada kenyataannya kedua penegak hukum tersebut yaitu

Kepolisian dan KPK masih terlihat kurang berkoordinasi maupun bekerjasama antar kedua lembaga ini,

seperti yang pernah terjadi perseteruan antara lembaga Kepolisian dan KPK

yang dikenal dengan istilah“Cicak dan Buaya”, ini menandakan bahwa

kurangnya koordinasi dan kerjasama

(5)

Pidana Korupsi sehingganya

menimbulkan suatu kontroversi dan bahkan membuat penilaian yang

negatif oleh masyarakat Indonesia terhadap penegakan hukum. Padahal kedua lembaga ini adalah sama-sama

penegak hukum yang berwenang untuk mencegah dan memberantas tindak

pidana korupsi.

Aparat Negara yang berwenang

dalam pemeriksaan perkara Tindak Pidana Korupsi adalah : Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dan Hakim merupakan empat unsur yang masing-masing mempunyai tugas, wewenang dan

kewajiban yang sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam menjalankan tugasnya, unsur aparat penegak hukum tersebut merupakan penegak hukum yang

mempunyai peranan berbeda-beda sesuai dengan bidangnya serta sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku, akan tetapi secara bersama-sama mempunyai kesamaan

dalam tujuan pokoknya yaitu pemasyarakatan kembali para narapidana.

Tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana khusus

dalam penanganannya diperlukan suatu kerjasama dengan pihak lain,

untuk dapat diselesaikan perkaranya oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK), ketiga lembaga tersebut merupakan penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi dan

kejaksaan memiliki tugas rangkap selain penyidik juga sebagi penuntut

umum. Maka dalam menyelesaikan kewajibannya masing-masing harus bekerjasama dengan pihak lain yang

(6)

karena dalam melakukan kerjasama

dalam suatu aturan atau hukum yang sifatnya pasti. Hubungan hukum

dengan pihak lain itu dapat berupa perseorangan, badan hukum dan Instansi pemerintahan. Hubungan

hukum dengan perseorangan misalnya dengan seorang saksi, seorang

tersangka, seorang penasehat Hukum. Hubungan hukum dengan badan

hukum misalnya perusahaan Terorganisasi dimana tersangka melakukan tindakan korupsi. Untuk

melaksanakan tugas pemberantasan Korupsi menurut peraturan yang berlaku, penyidik Tindak Pidana

Korupsi adalah Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK). Seluruh penegak hukum dan badan-badan yang terkait ini yang harus saling mendukung dan saling

membantu untuk berhasilnya penyidikan Tindak Pidana Korupsi.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN Bedasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan

yang diteliti dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu : 1. Bagaimanakah tugas dan

wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana korupsi ?

2. Bagaimanakah optimalisasi tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK ?

C. Metode Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Yuridis Sosiologis. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu

memaparkan segala data yang dip roses sebagai hasil penelitian secara analitis. Jenis data adalah :

(7)

Data primer adalah data yang

diperoleh dari sumber pertama atau diperoleh dari lapangan. Pada

penelitian ini sumber data primer adalah Kepolisian dan KPK.

b. Data Sekunder antara lain : terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tersier.

Tehnik atau metode pengumpulan data

yang dipakai dalam penelitian adalah wawancara (Interview) secara langsung kepada informan untuk

menggali informasi sebanyak-banyaknya dengan menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara

(Interview guide) terstruktur yang telah

disusun sebelumnnya. Wawancara

dilakukan dengan 2 orang penyidik Polri yang pernah melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu

AKBP SRI SUHARTINI / Kasubag Ops Bareskrim polri dan AKP ALEX

ADRIAN/ Panit V Tipikor Bareskrim

Polri.

Data-data yang diperoleh berupa

data primer dan sekunder, analisa dilakukan secara kualitatif atas dasar disiplin ilmu hukum. Analisis data

dilakukan secara bersamaan dengan prose pengambilan data akan dapat

menentukan seberapa jauh informasi perlu ditambah dan beberapa serta

siapa lagi informan yang akan diwawancarai serta untuk menentukan data apa yang selanjutnya perlu lebih

diperdalam lagi.

II.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

A. Tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Selaras dengan semangat reformasi Polri yang membuat grand

(8)

Bahwa pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi adalah merupakan prioritas bagi Polri. Peran Polri disini menjadi

sangat penting, karena Polri menjadi ujung tombak dalam penegakan

hukum, meskipun dalam

perkembangannya selain Polri dan Jaksa, Negara membentuk lembaga

lain yang khusus menangani tindak pidana Korupsi yaitu KPK, hal ini

disebabkan karena tindak pidana korupsi adalah Kejahatan yang merupakan ekstra ordinary crime dan

mempunyai implikasi sangat besar bagi terhambatnya kemajuan Negara, juga sebagian besar pelaku korupsi

berada pada jalur birokrasi yang memegang kekuasaan sehingga di

butuhkan lembaga superbodi agar bisa melewati regulasi yang ada.

Sebagai contoh kasus BNI yang

awalnya terbongkar kasus menghebohkan ini tatkala BNI

melakukan audit internal pada bulan

agustus 2003. Dari audit tersebut diketahui bahwa pada posisi euro

dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbesar dan kinerja euro yang sedang

baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang

amat besar dan Negara bakal rugi lebih dari satu triliun rupiah. peran Polri

terhadap kasus BNI, dalam melakukan penyidikan. Pada kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur ataupun

Bupati, dalam prosesnya Polri menghadapi banyak kendala, untuk melakukan pemblokiran terhadap suatu

rekening Bank yang diduga sebagai hasil pidana korupsi, Polri harus

memiliki bukti awal yang cukup dan didasari dengan Laporan Polisi yang resmi, dikirimkan melalui Bank

(9)

Indonesia, yang tentu saja prosesnya

memakan waktu yang cukup lama. Demikian halnya dalam melakukan

pemeriksaan baik sebagai saksi maupun Tersangka terhadap para Kepala Daerah seperti Gubernur

maupun Bupati, Polri harus mendapatkan persetujuan oleh

Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri yang sudah barang tentu juga

memerlukan waktu yang tidak sedikit. Dengan segala keterbatasannya itu Polri selalu berusaha ekstra keras

untuk bersama-sama lembaga terkait dalam memberantas Korupsi. Karena korupsi adalah musuh bersama yang

harus diperangi tidak hanya dari luar akan tetapi juga dari dalam lembaga

Kepolisian itu sendiri, ada anekdot yang mengatakan bahwa mustahil membersihkan lantai yang kotor

dengan sapu yang kotor, artinya mustahil Polri mampu memberantas

Korupsi bila dari dalam internal

kepolisian sendiri masih melakukan perbuatan-perbuatan yang koruptif;

seperti pungutan liar, makelar kasus, jual beli jabatan.

Dalam tindak pidana korupsi

yang mana terdapat beberapa lembaga yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan mempunyai tugas dan wewenang dalam penyidikan

yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan berdasarkan

ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004 Tentang Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf c

(10)

Dalam hal KPK berpendapat

bahwa suatu perkara korupsi yang ditangani terdapat cukup bukti maka

KPK dapat melakukan sendiri proses penyidikan atau KPK dapat melimpahkan perkara korupsi tersebut

kepada pihak POLRI atau Kejaksaan, barulah setelah pelimpahan perkara

dari KPK kepada penyidik POLRI telah dilakukan, maka berdasarkan

pelimpahan tersebut POLRI memiliki wewenang penyidikan, tetapi dalam proses penyidikan yang dilakukan,

POLRI harus melakukan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan yang dilakukannya kepada

KPK (pasal 44 ayat (4) dan (5)). Selain itu, dalam melaksanakan

pemberantasan korupsi KPK senantiasa melakukan koordinasi dengan Kepolisian, bentuk koordinasi

antara Kepolisian dengan KPK di tuangkan dalam bentuk Keputusan

Bersama Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia No. Pol: KEP/16/VII/2005 dan KPK Nomor:

07/POLRI-KPK/VII/2005 tentang Kerjasama POLRI Dengan KPK Dalam Rangka Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, Keputusan bersama tersebut memiliki tujuan untuk saling

membantu dalam melakukan pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, diantaranya dalam penguatan kelembagaan dimana saling memberikan bantuan personil dan

fasilitas yang menunjang pelaksanaan penanganan perkara korupsi dan juga diadakannya kerjasama dalam bidang

oprasional seperti: perlindungan saksi dan/atau pelapor sebagaimana yang

diatur dalam pasal 15 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

(11)

Setelah terbentuknya KPK,

Mengingat KPK khusus dibentuk untuk memberantas Tindak Pidana

Korupsi, kewenangan yang dimiliki oleh POLRI dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi dibatasi pada

kewenangan yang dimiliki oleh KPK, sehingga POLRI Berwenang

Melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang tidak

melibatkan aparat penegak hukum penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak

Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara, wewenang

penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang tidak mendapat

perhatian masyarakat; dan/atau wewenang penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang menyangkut

kerugian negara kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Bahwa, dalam hal Tindak Pidana

Korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara

negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum atau penyelenggara Negara, mendapat perhatian

masyarakat, dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), POLRI juga berwenang melakukan penyidikan jika KPK melimpahkan

perkara korupsi tersebut kepada penyidik POLRI.

B. Optimalisasi Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian dan KPK dalam Tindak Pidana Korupsi

Kewenangan KPK mengambil alih kewenangan penyidikan dan

(12)

kekuasaan yang dimiliki oleh aparat

penegak hukum dalam hal korupsi dilakukan oleh anggota dari lembaga

yang menangani perkara korupsi tersebut, wewenang pengambil alihan penyidikan dan penuntutan ini hanya

dapat dilakukan oleh KPK dalam hal sebagaimana aturan dalam pasal 9

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya.

Hubungan kewenangan antar penyidik Polisi dan KPK tidak ada

pembagian khusus. Akan tetapi kedua institusi tersebut dapat melakukan tindakan hukum terhadap pelaku

tindak pidana korupsi, berdasarkan laporan yang masuk terkait dugaan

korupsi. Hingga saat ini, tidak ada ketentuan hukum yang tidak memberikan kewenangan terhadap

penyidik kepolisian untuk menangani tindak pidana korupsi. Besar atau kecil

mengenai dugaan tindak pidana

korupsi, penyidik kepolisian wajib untuk melakukan tindakan hukum.

Dengan demikian, keberadaan KPK bukan sebagai penghambat kerja polisi. Namun demikian berdasarkan

ketentuan undang-undang secara subtansial, KPK dapat melakukan

hubungan fungsional atas kewenangannya, seperti tindakan

hukum kordinasi, supervisi, bersama penyidik Kepolisian dan Kejaksaan atau bahkan pengambil alihan terkait

kasus tindak pidana korupsi sesuai persyaratan yang ditentukan undang-undang.

Dalam hal melakukan penyidikan tipikor Polri dan KPK tdk

pernah melakukan penyidikan secara bersama-sama karena kedua belah pihak merupakan insitusi yang

(13)

jawab secara langsung kepada

Presiden dan sebaliknya Ketua KPK juga bertanggung jawab secara

langsung kepada Presiden, juga mempunyai Filosofi yang berbeda dimana KPK adalah sifatnya bersifat

ethok/sementara dan filosofinya mencegah sementara Polri mempunyai

filosofi penegakan hukum serta sistem maupun Undang-undang yang

memisahkan kedua Insitusi tersebut.1 Sesuai dengan hasil penelitian penulis dengan cara wawancara

kepada AKBP SRI SUHARTINI yang menjabat KBO Tipikor Mabes Polri dan AKP Alex Adrian yang menjabat

sebagai Perwira Unit V Tipikor Mabes Polri di gedung Bareskrim Polri

Bidang Tipikor, dalam wawancara tersebut terlihat jelas beberapa

1 Wawancara dengan penyidik KPK tanggal 21 Agustus 2015

upaya kerjasama antara Kepolisian dan

KPK antara lain :

a.Upaya-upaya yang dilakukan kerjasama antara Polri Dan KPK

1). Membuat MOU antara Polri dan KPK

2). Apabila dilaksanakan penyuluhan

maupun penyajian pemahaman tentang tindak Pidana Korupsi kepada

masyarakat umum dengan permintaan dari pihak Polri maka salah satu dari pihak KPK akan berdsedia menjadi

narasumber dan bahkan menawarkan anggaran dari KPK dalam pelaksanaan

kegiatan tersebut dan sebaliknya Polri juga bersedia menjadi narasumber apabila di undang oleh pihak KPK.

3). Seandainya Pihak Polri menemukan terlebih dahulu perkara

Korupsi maka Polri memberitahukan kepada Pihak KPK/berbentuk surat pemberitahuan maupun surat tembusan

(14)

tersebut sudah ditangani oleh pihak

Polri begitu juga sebaliknya KPK juga akan memberitahukan kepada pihak

Polri.

4). Apabila kasus-kasus perkara korupsi P19 baik yang di pegang oleh

Polri maupun KPK maka kedua belah pihak melaksanakan gelar

perkara/Supervisi sebelum dilanjutkan ke bagian penuntut umum.

5). Apabila dalam hal menangani kasus korupsi yang secara kebetulan tertuju pada satu kasus korupsi

,Insitusi yang lebih banyak mendapatkan barang bukti dengan sendirinya insitusi tersebut yang akan

memegang kasus tersebut, bagi yang mendapatkan sedikit barang bukti

dengan sendirinya mengalah dan memberikan bukti-bukti kepada pihak yang lebih banyak barang buktinya.2

2

Wawancara dengan AKBP SRI SUHARTINI yang menjabat KBO Tipikor Mabes Polri dan

Adapun perbedaan antara KPK

dan kepolisian dalam mengusut tindak pidana korupsi adalah alur kerjanya.

KPK dapat bertindak sebagi penyelidik, penyidik, dan penuntut serta mengadili koruptor melalui

pengadilan tipikor. Sedangkan kepolisian hanya dapat melakukan

tindakan hukum yang kewenangannya melakukan penyelidikan dan

penyidikan yang nantinya jalur koordinasi menuju proses pengadilan umum pada pengadilan negeri.

Contoh adalah penyidikan kasus simulator SIM tersebut, kepolisian berpedoman pada MoU yang telah

disepakati bersama oleh POLRI, KPK dan Kejaksaan pada tanggal 29 Maret

2012. Bahwa pada pasal 8 poin 1 menyebutkan, “jika para pihak

(15)

melakukan penyelidikan pada sasaran

yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka

penentuan instansi yang wajib menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu

mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan

para pihak”. Pihak kepolisian

mengatakan telah melakukan

penyelidikan sejak tanggal 21 Mei 2012, dan KPK mengklaim telah melakukan penyelidikan sejak tanggal

20 Januari 2012 dan meningkatkan ke tahap penyidikan pada tanggal 27 Juli 2012.

III. PENUTUP

1. Proses penyelidikan dan penyidikan

yang dilakukan oleh POLRI, Kejaksaan dan KPK terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi Masing-masing

memiliki kewenangannya masing-masing di dalam melakukan proses

penyelidikan dan penyidikan terhadap

tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. Kompetensi kewenangan

dan fungsi KPK, yang memiliki landasan dasar hukum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang secara subtantif

memiliki kesamaan tanggung jawab operasional dalam hal melakukan

tindakan hukum penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan penyidik

kepolisian.

2. Optimalisasi koordinasi penyidikan antara kepolisian dan KPK dilakukan

dengan pembuatan MOU kerjasama tentang penyidikan berupa koordinasi.

Kerjasama lain adalah Kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK keberadaannya mempunyai tugas dan

(16)

Kepolisian, maupun kejaksaan sebagai

institusi yang mempunyai lah kewenangan menangani kasus korupsi.

Dimana salah-satu bagian dari supervisi yaitu pengambil alihan penanganan kasus yang dilakukan oleh

KPK tarhadap penyidik sebelumnya yang dianggap tidak mengalami

kemajuan atau perkembangan baik Kepolisian maupun Kejaksaan sesuai

dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 pasal 8 ayat (2) Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Adapun mekanisme supervisi yang dilakukan oleh KPK terhadap instansi yang bersangkutan sebenarnya tidak

diatur secara jelas dalam Undang-undang, namun kewenangan supervisi

yang dimiliki oleh KPK keberadaannya dimaksudkan untuk mengawasi lembaga penyidik agar

tidak terjadi penyalahgunaan tugas dan

kewenangan lembaga penyidik yang

lain.

Daftar Pustaka

Buku-buku

Abbas Said, Tolak Ukur Penilaian Penggunaan Diskresi oleh Polisi Dalam Penegakan Hukum Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 1, Nomor 1 Maret 2012.

Abdul Rahman Saleh, 2005, Penegakan Hukum Sebagai Komponen Integral Pembangunan Nasional, Wacana Hukum. Dan Kejaksaan Dalam Menangani Tipikor”. Jurnal Lex Crimen Vol. I No. 4 Oktober-Desember 2012.

Andi Hamzah, 1995, Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar, Pradnya Paramita, Jakarta.

Andi Hamzah, 2007, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Radja Grafindo Persada, Jakarta.

(17)

Baharuddin Lopa, 2003, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Elwi Danil, Supra, 2000,

Fungsionalisasi Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Tindak Pidana

Korupsi (studi tentang Urgensi

Pembaharuan Hukum Pidana,

Terhadap tindak Pidana Korupsi di Indonesia), Naskah Disertasi, Program Pascasarjana (S3), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Fitria, “Eksistensi KPK Sebagai Lembaga Penunjang dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal NESTOR. Vol. 2 No. 2 Tahun 2012. Pontianak: Magister Hukum UNTAN.

Fockema Andrea, 1983, Kamus Hukum terjemahan Bina cipta, Bina Cipta, Bandung.

Harkristuti Harkrisnowo, 2002,

Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, Jurnal DictumLeIP, Edisi I, Lentera Hati, Jakarta.

Hermien Hadiati Koeswadji, 1994, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi,

Bandung, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hibnu Nugroho, “Rekonstruksi Wewenang Penyidik Dalam Perkara

Tipikor (Kajian Wewenang Polisi

DalamPenyidikan Tipikor)”, Jurnal

Media Hukum, Vol. 16 No.3 Desember

2009, Yogyakarta: FH UMY.

Ian Mc. Walters, 2006, Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia, Temprina Media Grafika, Surabaya.

IGM Nurdjana, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Indriyanto Seno Adji, 2001, Korupsi dan Hukuim Pidana, Kantor Pengacara dan Konsultan

Hukum”Prof. Oemar Seni Adji, SH dan Rekan” Edisi Pertama.

Indryanto Seno Adji, 2006,

Korupsi Kebijakan Aparatur Negara

dan Hukum Pidana, Diadit Media,

“Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum Tipikor” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No.1 Maret 2007.

Jeremy Pope, 2003, Strategi Memberantas Korupsi (Edisi Ringkas), Transparency International Indonesia, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan kehandalan terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta BPJS di Rumah

(i) Dalam mana-mana peristiwa yang membawa kepada tuntutan atau satu siri tuntutan di bawah Seksyen B1(b) Polisi ini, Kami boleh membayar Anda amaun

7.115.258,58/ha/MT, maka dengan demikian nilai Revenue Cost Ratio(R/C- ratio) Usahatani semangka adalah sebesar 3,31 menunjukan bahwa R/C > 1 artinya adalah

[r]

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, tubuh tidak

Transformasi sawijine karya sastra saka naskah dadi prosesi utawa ora bisa ditindakake kanthi sekabehane. Ana perangan saka karya sastra kasebut kang ditambahi

Demikian halnya dengan keluarga, adalah sebagai lembaga pendididkan pertama seorang anak, sebuah keluarga yang cendrung jauh dari dunia ilmu pengetahuan akan menghasilkan

terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan gangguan insomnia pada peserta didik terhadap hasil belajar Mata Pelajaran Fisika MTs Negeri Model Makassar, sehingga dapat