Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 12
PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN
ARANG KULIT KACANG TANAH DAN
ARANG AMPAS TEBU
DENGAN ADITIF KMNO
4Siti Miskah*, Lucya Suhirman, Haika Rahmah Ramadhona
*Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas SriwijayaJl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang, 30139 e-mail : miskah56@yahoo.com
Abstrak
Kulit kacang tanah dan ampas tebu sering dibuang dan dibakar begitu saja. Hal ini berdampak tidak baik bagi lingkungan padahal keduanya memiliki selulosa yang tinggi . Oleh karena itu diperlukan cara untuk peningkatan potensinya yaitu sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Proses pembuatan biobriket dengan komposisi sebagai variabel bebas yaitu 30%:70%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40% dan 70% :30%, (30% adalah ampas dan 70 % adalah kulit kacang dan lain-lain ). Variabel tetap yaitu bahan baku dikeringkan di bawah sinar matahari ± 3 hari, suhu karbonisasi 400oC, tanpa dan dengan penambahan KMnO4 5 gr, ukuran 40 mesh, suhu pengeringan briket 80oC 1 jam, ukuran briket uji penyalaan ± 1 gr. Dari hasil penelitian, nilai kalor tertinggi tanpa penambahan KMnO4 yaitu 5707 cal/gr,
kadar air 6,36 %, kadar abu 7,06 %, volatile matter 31,57 %, fixed carbon 55,11 %, lama nyala jadi abu 13,21 menit, kecepatan pembakaran 4,71 gr/detik, nyala awal 16,20 detik dan asap hilang 6,21 menit dan dengan penambahan KMnO4 yaitu 5476 cal/gr kadar air 7,62 %, kadar abu 11,55 %, volatile matter 27,86
%, fixed carbon 52,97%, lama nyala jadi abu 19,09 menit, kecepatan pembakaran 3,15 gr/detik, nyala awal 8,31 detik dan asap hilang 3,80 menit. Tanpa KMnO4 nilai kalor lebih tinggi dan dengan KMnO4
waktu penyalaan lebih cepat.
Kata kunci : Biobriket, Kulit kacang tanah, Ampas tebu, KMnO4
Abstract
Peanut shells and bagasses are often being thrown away and burnt. These give bad effects to the environment whereas have a high cellulose, therefore they need a way for increasing their potency, they may be used as an alternative fuel that can raplace kerosene. Peanut shells mixed with bagasses at the certain ratio so that obtained compositions are: 30%:70%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40% and 70%:30% (30% is bagasses and 70% is peanut shells, etc). Fixed variabel used are raw material dried under sun rays
±3 days, carbonisation temperatur 400oC, with and without addition of 5 gr KMnO4, particle size of 40
mesh, briquettes dried in temperature 80oC for 1 hour, briquettes size for ignition is ± 1 gr. This research showed the highest heating value without KMnO4 addition is 5707 cal/gr, water content 6,36%, ash
content 7,06%, volatile matter 31,57%, fixed carbon 55,11 %, combution duration to be ashes of 13,21 minutes, combustion rate 4,71 gr/s, initial ignition 16,20 second and smoke disappear in 6,21 minutes, while highest heating value for briquettes with KMnO4 addition is 5476 cal/gr, water content 7,62 %, ash
content 11,55 %, volatile matter 27,86 %, fixed carbon 52,97 % and combustion duration for 19,09 minutes,combustion rate of 3,15 gr/s,initial ignition of 8,31 second and smoke disappear in 3,80 minutes. Without KMnO4 is the highest heating value and with KMnO4 is the faster ignition time.
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 13 1. PENDAHULUAN
Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2009– 2013 yaitu Rp.2500/liter harga minyak tanah meningkat menjadi Rp.9000/liter. Hal ini menuntut ekplorasi bahan bakar alternatif yang murah dan ramah lingkungan untuk industri kecil dan rumah tangga. Salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah biobriket dari limbah biomassa kulit kacang tanah dan ampas tebu. Limbah biomassa kulit kacang tanah dan ampas tebu berpotensi diolah menjadi biobriket karena tersedia melimpah dan memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Semakin tinggi kandungan selulosa maka kualitas biobriket akan semakin baik (Fachry dkk, 2010).
Menurut Didit (2009), kelemahan yaitu sulit dalam penyalaan awal sehingga dibutuhkan suatu bahan campuran berupa oksidator yang mampu mempercepat proses penyulutan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pembuatan biobriket dari campuran arang kulit kacang tanah dan arang ampas tebu tanpa
penambahan oksidator KMnO4 dan dengan
penambahan KMnO4 untuk dibandingkan nilai
kalor dan sifat-sifat penyalaannya.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembuatan arang kulit kacang tanah dan arang ampas tebu dengan penggunaan KMnO4.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh penggunaan KMnO4
terhadap kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, fixed carbon dan nilai kalor terhadap kualitas biobriket yang dihasilkan, terhadap
sifat-sifat penyalaan yaitu kecepatan
pembakaran, lama penyalaan briket sampai menjadi abu, lama asap hilang dan waktu penyalaan awal dan mengetahui perbandingan tanpa dan dengan penambahan KMnO4 ditinjau
dari nilai kalor dan lama penyalaan awal.
Biobriket
Biobriket adalah bahan bakar padat yang dapat diperbaharui yang dibuat dari campuran biomassa. Limbah tersebut dibuat dari biomassa yang dimampatkan sehingga dibutuhkan perekat didalamnya (Bimantara dan Miqdad, 2010).
Karakteristik Biobriket
Syarat briket yang baik adalah briket
yang permukaannya halus dan tidak
meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-Mudah dinyalakan
-Tidak mengeluarkan asap
- Emisi gas hasil pembakaran tidak
mengandung racun
- Kedap air dan hasil pembakaran tidak
berjamur bila disimpan pada waktu lama. - Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu,
laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik . (Fachry dkk, 2010)
Ampas (bagasse)
Ampas tebu adalah suatu residu
dari proses penggilingan tanaman tebu setelah
diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat dan mempunyai tingkat higroskopis tinggi yang disebut ampas tebu (baggase). Ampas tebu mudah terbakar karena mengandung air, gula, serat dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas. Jika suhu
tumpukan mencapai 94ºC akan terjadi
kebakaran spontan (Nurwati dkk,2012).
Komposisi kimia ampas tebu meliputi
air 48-52%; abu 3,82%; lignin22,09%;
selulosa 40,3 %; pentosan 27,97%; silika 3,01%; dan gula pereduksi 3,3% (Hanania dan Mitarlis, 2013).
Kulit Kacang Tanah
Sekitar 20%-30% dari kacang tanah adalah berupa kulit.Suplai kacang tanah pada industri – industri makanan yang berbahan dasar kacang tanah per satuan industri mampu mencakup hingga 1,25 ton biji kacang tanah bersih per hari. Dari jumlah tersebut akan dihasilkan limbah kulit kacang yang tidak sedikit. Untuk membuang atau membakar, jelas diperlukan lahan yang cukup luas. Demikian pula kalau dijual langsung ke perajin tahu, hanya dibeli Rp.50.000,00 - Rp. 55.000,00 per truk. Oleh karena itu, cara terbaik adalah
berusaha memanfaatkannya sehingga
keuntungan ganda bisa diperoleh. Di satu sisi bisa mengurangi pencemaran lingkungan dan di sisi lain dapat menghasilkan uang. Satu kilogram briket berisi 20-25 biji dijual Rp.2.500,00 (Fauzi dkk, 2010).
Komposisi kimia kulit kacang tanah meliputi bahan kering 90,5%; protein kasar 8,4%; lemak kasar 1,8 %; serat kasar 63,5 %; abu 3,6 %; ADF (Acid Detergent Fiber) 68,3 %; NDF (Neutral Detergent Fiber) 77,2%; lignin 29,9 %; Selulosa 65 % (Sani, 2009).
Kalium Permanganat (KMnO4)
KMnO4 merupakan oksidator terkuat
dibandingkan KBrO3 dan K2Cr2O7 karena
memiliki nilai titik ekuivalen yang tinggi
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 14
memiliki nama lain yaitu chameleon mineral, CI 77755, kristal condy’s dan cairox merupakan kristal yang berwarna ungu menjadi kristal perunggu dan stabil. Penambahan reaktan oksigen pada briket akan mempercepat reaksi
pembakaran sehingga semakin tinggi
konsentrasi oksidator akan semakin reaktif briket tersebut. Kereaktifan briket tersebut dapat dilihat dari kehilangan massa hasil pembakaran dimana semakin tinggi kandungan oksidatornya akan semakin besar massa briket yang hilang terbakar pada selang waktu pembakaran yang sama (Hasibuan, 2007).
2. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Pada proses pembuatan biobriket dari
arang kulit kacang tanah dan arang ampas tebu.
Waktu pelaksaanaan penelitian dilakukan
dibulan Oktober – November 2013. Adapun penelitian pembuatan biobriket ini dilakukan di :
-Laboratorium Operasi Teknik Kimia
Universitas Sriwijaya.
-Laboratorium Dinas Pertambangan dan
Pengembangan Energi Sumatera Selatan.
Preparasi Sampel
Preparasi sampel meliputi pengumpulan bahan baku, pengeringan dan pengecilan ukuran, karbonisasi dan penghalusan ukuran bahan baku.
Pembriketan
Adapun langkah-langkah dalam
pembriketan yaitu :
Dengan Penambahan KMnO4
-Bahan baku kulit kacang tanah dan ampas tebu 20 gram dengan komposisi 30%:70%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40%, 70%:30% -KMnO4 (5 gram ) ditumbuk halus
-Ampas tebu, kulit kacang tanah dan KMnO4
dihomogenkan
-Larutan kanji (10% berat bahan) dipanaskan sampai berbentuk lem dengan perbandingan konsentrasi perekat dan air adalah 1: 10 (Zaenal, 2012)
-Dicampurkan dalam 1 loyang (langkah kedua dan ketiga)
-Dilakukan pencetakan dalam cetakan briket
-Pengeringan briket dilakukan dengan
memasukkan ke oven pada suhu 80oC selama ± 1 jam (Inalawati dan Ristamala, 2013)
Tanpa Penambahan KMnO4
-Arang kulit kacang tanah dan ampas tebu 20 gram dengan komposisi 30%:70%, 40%:60%,
50%:50%, 60%:40%, 70%:30%
- Arang ampas tebu dan kulit kacang tanah dihomogenkan
- Larutan kanji (10 % berat bahan) dipanaskan
sampai berbentuk lem perbandingan
konsentrasi perekat dan air adalah 1: 10 (Zaenal, 2012)
- Dicampurkan dalam 1 loyang (langkah kedua dan ketiga)
- Dilakukan pencetakan dalam cetakan briket
- Pengeringan briket dilakukan dengan
memasukkan ke oven pada suhu 80oC selama ± 1 jam (Inalawati dan Ristamala, 2013)
Analisa Kadar Air (ASTM Standar D 3173-03)
Cara menganalisis kandungan air adalah:
- Cawan kosong ditimbang terlebih dahulu
(W1) kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit , kemudian didinginkan di dalam desikator 15-30 menit.
- Sebanyak 1 gr sampel dimasukkan
kedalam cawan tadi yang telah diketahui
beratnya (W2) kemudian dimasukkan
kedalam oven yang sudah dipanaskan pada suhu 104°C sampai 110°C selama 1 jam. - Setelah 1 jam, cawan tersebut dimasukkan
kedalam desikator selama 15 menit,
kemudian ditimbang berat sesudah di oven (W3).
- Menghitung kadar air terikat dengan
menggunakan persamaan:
% IM = 𝐖𝟐−𝐖𝟑
𝐖𝟐−𝐖𝟏 x 100%
Keterangan:
% IM = Persentase air terikat dalam sampel (%)
W1 = Berat cawan timbangkosong + tutup (gr)
W2 = Berat cawan timbang + sampel + tutup (gr)
W3 = Berat cawan timbang + residu + tutup (gr)
Analisa Kadar Abu (ASTM Standar D 3174-04)
Cara menganalisa kandungan abu adalah: - Crucible kosong di timbang ( W1).
- Sampel dimasukkan kedalam Crucible
sebanyak 1 gram ( W2)
- Kemudian dimasukkan kedalam furnace pada
suhu 450-500 oC yang telah di set selama 1 jam kemudian dipanaskan lagi sampai suhu akhir furnace yang telah di set 815 oC. - Crucible tadi dikeluarkan dari dalam
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 15
logam. Lalu didinginkan sampai 10 menit, kemudian dimasukkan kedalam desikator 15 menit.
-Setelah didinginkan,cawan yang berisi abu tadi ditimbang (W3)
-Menghitung kadar abu dengan menggunakan
persamaan : % Ash = 𝐖𝟑−𝐖𝟏
𝐖𝟐−𝐖𝟏×𝟏𝟎𝟎% Keterangan:
% Ash = Persentase abu dalam sampel (%) W1 = Berat crucible kosong (gr) W2 = Berat crucible + sampel (gr) W3 = Berat crucible + residu (gr)
Analisis Kadar Zat Terbang (ISO 562-1998)
Penentuan kandungan zat terbang
yang terkandung dalan bahan baku
dilakukan dengan menghitung bobot contoh bahan baku yang hilang setelah dikoreksi terhadap kandungan air yang dipanaskan
pada suhu 900oC selama 7 menit dalam
Furnace tanpa kontak dengan udara.Langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan zat terbang pada bahan baku adalah:
-Crucible kosong dan tutupditimbang ( W1 ) -1 gram sampel dan crucible dan tutup di
timbang ( W2 )
-Memasukkan dan meletakkan crucible berisi sampel dalam keadaan tertutup di dalam oven.
-Memanaskan pada temperature 900oC selama 7 menit.
-Mengeluarkan crucible berisi residu dari furnace.
-Mendinginkan di udara bebas dan kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 10
menit.Menimbang berat residu beserta
crucible dan tutup( W3 )
-Mencatat dan menghitung persentase Volatile Matter (VM)
Kadar zat terbang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :.
% VM = 𝐖𝟐−𝐖𝟑
𝐖𝟐−𝐖𝟏×𝟏𝟎𝟎%−%𝐈𝐌
Keterangan :
% VM = Persentase zat terbang dalam sampel (%)
W1 = Berat crucible kosong + tutup (gr) W2 = Berat crucible + sampel + tutup (gr) W3 = Berat crucible + residu + tutup (gr) % IM = Persentase kadar air
Analisa kadar karbon terikat /Fixed Carbon
(%)
Penentuan jumlah karbon tertambat pada bahan baku dapat ditentukan langsung
yaitu, pengurangan seratus persen terhadap jumlah kandungan air, zat terbang dan abu.Fixed Carbon dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :.
FC = 100 % - (IM + VM +ASH)
Analisa Nilai Kalor (ASTM Standar D 5865-07a, Cal/gr )
Nilai kalor ini dapat ditentukan
dengan menggunakan peralatan Bomb
Calorimeter. Prosedur kerja:
- Menimbang 1 gr sampel dalam cawan
logam, lalu ditempatkan kedalam kaitan yang tersedia pada bomb kalori meter.
- Memasangkan 10 cm benang pembakar dari
katun pada kawat penghubung kedua katub
bomb head, pelintir benang sampai
ujungnya menyentuh sampel.
- Bomb head yang berisi sampel
dimasukkan kedalam alat calorimeter,
kemudian memutarnya sampai tertutup dan terkunci.
- Menekan tombol“start”, lalu menekan
tombol “continue”,memasukkan nama Kode atau ID sampel kemudian tekan enter. Melihat ID bomb sesuaikan dengan kode bomb headnya lalu tekan enter dan mengetik berat sampel kemudian menekan enter kembali,maka secara otomatis alat akan menganalisis sampel dan menghitungnya. - Menunggu selama + 15 menit, tanda bunyi
3 kali menandakan proses Pembakaran sedang berlangsung.
- Setelah itu, Nilai kalor di print out secara
otomatis menandakan proses telah
selesai,Bomb head dikeluarkan, lalu cawan dan bomb headnya dibersihkan & alat siap digunakan kembali.
- Setelah selesai analisis, bomb calorimeter dibersihkan dan dikeringkan.
Nilai kalor = 𝐄𝐱𝐭 −𝐞𝟏−𝐞𝟐 𝐦
Keterangan: E = Energi ekuivalen
e1 = koreksi asam (10) t = temperature rise e2 = koreksi benang (50) m = berat sampel
Analisa lama penyalaan sampai menjadi abu (menit)
Cara menganalisa lama penyalaan sampai menjadi abu adalah:
- ± 1 gram biobriket dipotong dari komposisi 20 gram yang telah dicetak.
- Dihitung dengan stopwatch dari awal
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 16 Analisa kecepatan pembakaran (gr/detik)
Untuk menentukan kecepatan pembakaran dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭𝐁𝐢𝐨𝐛𝐫𝐢𝐤𝐞𝐭 (𝐠𝐫)
𝐋𝐚𝐦𝐚𝐩𝐞𝐧𝐲𝐚𝐥𝐚𝐚𝐧𝐬𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢𝐚𝐛𝐮 (𝐦𝐢𝐧)x 60 min/s
Analisa lama asap hilang (menit)
Cara menganalisa lama asap hilang adalah: -± 1 gram biobriket dipotong dari komposisi 20
gram yang telah dicetak.
-Dihitung dengan stopwatch dari awal
dinyalakannya biobriket saat timbul asap sampai asap menghilang.
Analisa lama penyalaan awal (detik)
Cara menganalisa lama penyalaan awal adalah:
-± 1 gram biobriket dipotong dari komposisi 20 gram yang telah dicetak.
-Dihitung dengan stopwatch dari penyulutan awal menggunakan korek api sampai menyala
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Kadar Air (%)
Gambar 1. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4 terhadap
analisa kadar air (%)
Dari gambar 1 terlihat bahwa pada pencampuran ampas tebu dan kulit kacang tanah nilai kadar air terendah pada tanpa penambahan
KMnO4 yaitu komposisi 40%:60% sebesar
6,36% dan yang tertinggi yaitu pada komposisi 60%:40% sebesar 8,76% dibandingkan dengan penambahan KMnO4 nilai kadar air terendah
yaitu pada komposisi 30%:70% sebesar 7,62% dan yang tertinggi pada 60%:40% sebesar 8,9 %. Kadar air yang tinggi disebabkan oleh jumlah pori-pori masih cukup banyak yang menyebabkan menurunnya nilai kalor dan efesiensi pembakaran (Santosa dkk, 2011). Dari kedua komposisi kadar air tertinggi yaitu
60%:40% tanpa dan dengan KMnO4 terlihat
bahwa besarnya komposisi ampas tebu
menyebabkan kecenderungan peningkatan kadar
air , hal ini diduga ampas tebu dapat menyerap kadar air dari kulit kacang tanah yang akan menambah persentase kadar air dan ditambah kadar air dari lingkungan serta kadar air dari perekat, hal ini sependapat dengan (Nurwati dkk, 2012) bahwa ampas tebu mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi. Penggunaan KMnO4 memiliki kadar air tinggi hal ini di duga
karena penambahna oksidator dapat mengikat oksigen di udara. Kadar air yang tinggi dapat
menyulitkan penyalaan dan mengurangi
temperatur pembakaran (Sulistyanto, 2007). Oleh sebab itu biobriket harus juga diperhatikan
pada proses penyimpanan, penyimpanan
biobriket harus diletakan di dalam desikator. Pada campuran ampas tebu dan kulit
kacang tanah tanpa penambahan KMnO4
dengan komposisi 30%:70%, 40%:60%,
50%:50% dan pada penambahan KMnO4 yaitu
pada komposisi 30%:70%, 40%:60% dan 70%:30% sudah memenuhi standar SNI No. 1/6235/2000 yaitu ≤ 8 dan kadar air komposisi
seluruh pencampuran biobriket sudah
memenuhi standar Permen ESDM No.47 2006
yaitu ≤ 15.
Analisa Kadar Abu (%)
Gambar 2. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4
terhadap analisa kadar abu (%)
Dari gambar 2 terlihat bahwa kadar abu biobriket campuran dari kulit kacang tanah dan
ampas tebu dengan penambahan KMnO4
memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan KMnO4. Hal ini disebabkan
oleh KMnO4 menambah unsur oksida logam
yang menyebabkan terbentuknya abu
pembakaran yaitu unsur KO2 dan MnO2 (Nadir,
2011). Kadar abu tertinggi pada pencampuran
dengan penambahan KMnO4 yaitu pada
komposisi 60%:40% sebesar 13,83% dan yang terendah pada komposisi 30%:70% sebesar
11,55% dan kadar abu tertinggi pada
pencampuran tanpa penambahan KMnO4 yaitu
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 17
pada komposisi 30%:70% sebesar 7,23% dan yang terendah pada komposisi 70%:30% sebesar 3,68%. Kadar abu adalah jumlah residu
anorganik yang dihasilkan dari
pengabuan/pemijaran suatu produk .Residu tersebut berupa zat-zat mineral yang tidak
hilang selama proses pembakaran. Kadar abu
sangat berperan penting dalam pembuatan briket, karena semakin tinggi kadar abu briket maka semakin kurang baik kualitas briket yang dihasilkan, karena dapat membentuk kerak. Kadar abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket (Artati, 2012). Untuk kadar abu
yang tanpa penambahan KMnO4 sudah
memenuhi standar SNI No.1/6235/2000 yaitu ≤
8 dan dengan penambahan KMnO4 belum
memenuhi standar SNI No.1/6235/2000 yaitu ≤
8 namun sudah memenuhi standar Permen
ESDM No.47 2006 yaitu ≤ 15.
Analisa Kadar Volatile Matter (%)
Gambar 3. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4
terhadap analisa kadar Volatile Matter (%)
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa persentase kadar zat terbang juga dipengaruhi oleh kadar air bahan baku. Kadar air yang tinggi akan menghasilkan nilai zat terbang yang tinggi
pula. Tinggi rendahnya volatile matter
mempengaruhi karakteristik pembakaran
(Lusyiani, 2011). Nilai volatile matter pada pencampuran kulit kacang tanah dan ampas tebu
dengan penambahan KMnO4 lebih rendah
daripada tanpa penambahan KMnO4, hal ini
diduga karena KMnO4 dapat menyerap gas-gas
yang mudah terbakar yang terkandung dalam biobriket. Nilai volatile matter tertinggi dengan
penambahan KMnO4 yaitu pada komposisi
60%:40% sebesar 30,25 % dan yang terendah pada komposisi 30%:70% sebesar 27,86% dan volatile matter tertinggi pada pencampuran ampas tebu dan kulit kacang tanah tanpa
penambahan KMnO4 yaitu pada komposisi
60%:40% sebesar 36,50% dan yang terendah pada komposisi 40%:60% sebesar 31,47 %. Volatile matter yang rendah menyebabkan
semakin cepatnya asap hilang.Kandungan kadar
zat menguap yang tinggi didalam briket arang akan menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat dinyalakan apabila CO bernilai tinggi hal ini tidak baik untuk kesehatan dan lingkungan sekitar (Triono, 2006). Untuk nilai volatile matter, kadar volatile matter sudah memenuhi standar Permen ESDM No.47 2006 yaitu sesuai bahan baku.
Analisa Kadar Fixed Carbon (%)
Gambar 4. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4 terhadap
analisa kadar fixed carbon (%)
Dari gambar 4 di atas terlihat bahwa fixed carbon bahan baku tanpa penambahan
KMnO4 lebih tinggi daripada dengan
penambahan KMnO4 dan pada biobriket
campuran dari kulit kacang tanah dan ampas tebu nilai fixed carbon (%) tanpa penambahan KMnO4 yang tertinggi yaitu pada komposisi
40%:60% sebesar 55,11% dan yang terendah yaitu pada komposisi 60%:40% sebesar 50,14% dan pada campuran biobriket ampas tebu dan
kulit kacang tanah dengan penambahan KMnO4
yang tertinggi pada komposisi 30%:70% sebesar 52,97% dan yang terendah yaitu pada komposisi 60%:40% sebesar 47,02%. Maka dari perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa tanpa penambahan KMnO4 nilai fixed carbon
jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh kadar air dan abu yang lebih rendah,hal ini sependapat dengan (Santosa dkk, 2011) bahwa kadar karbon terikat (fixed carbon) merupakan fraksi karbon yang terikat di dalam briket selain fraksi abu dan zat mudah menguap. Kadar karbon akan bernilai tinggi apabila kadar abunya dan zat menguap briket rendah.
Selain itu nilai kadar air yang rendah akan meningkatkan nilai kalor dan fixed carbon. Menurut standar kualitas briket kadar fixed carbon sudah memenuhi standar Permen ESDM No.47 2006 yaitu Sesuai bahan baku.
27.86 28.97 30.04 29.87 30.25
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 18 Analisa Nilai Kalor ( cal/gr )
Gambar 5. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4 terhadap
analisa nilai kalor (cal/gr)
Dari gambar 5 terlihat bahwa nilai kalor pencampuran ampas tebu dan kulit kacang tanah nilai kalor tertinggi dengan penambahan
KMnO4 yaitu pada komposisi 30%:70% sebesar
5476 cal/gr dan yang terendah yaitu pada komposisi 60%:40% sebesar 4997 cal/gr .Tinggi rendahnya nilai kalor dipengaruhi oleh tinggi rendahnya fixed carbon, semakin tinggi fixed carbon maka semakin tinggi
nilai kalor pada
biobriket dari campuran kulit kacang tanah dan ampas tebu.
Hal ini sependapat dengan (Triono, 2006) bahwa nilai kalor briket arang akan tinggi apabila nilai kadar karbon terikat pada briket tinggi .Penurunan nilai kalor pada penambahan KMnO4 disebabkan oleh kadar abu yang tinggi,
dari nilai kalor tertinggi yang didapatkan sudah sesuai standar SNI No.47 2006 yaitu ≥ 5000, standar Jepang yaitu 5000-6000 dan standar USA yaitu 4000-6500.
Analisa lama penyalaan sampai menjadi abu (menit) dan kecepatan pembakaran (gr/detik)
Gambar 6. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4 terhadap
analisa lama penyalaan sampai menjadi abu (menit) dan analisa kecepatan pembakaran (gr/detik)
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa pada
penambahan KMnO4 lama penyalaan sampai
menjadi abu terlama terdapat pada komposisi biobriket campuran arang ampas tebu dan arang kulit kacang tanah 70%:30% yaitu 25,09 menit dan yang tercepat terdapat pada komposisi campuran 30%:70% sebesar 19,09 menit.
Sedangkan pada tanpa penambahan KMnO4
lama penyalaan sampai menjadi abu terlama terdapat pada komposisi campuran 60%:40% yaitu 14,96 menit dan yang tercepat terdapat pada komposisi campuran 30%:70% sebesar 10,19 menit.
Lama penyalaan sampai menjadi abu
berbanding terbalik dengan kecepatan
pembakaran. Kecepatan pembakaran diperoleh dari berat komposisi (gram) dibagi dengan lama
penyalaan sampai menjadi abu (detik).
Penambahan KMnO4 kecepatan pembakaran
tercepat terdapat pada komposisi biobriket campuran arang ampas tebu dan arang kulit
Lama Penyalaan Sampai Menjadi Abu
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 19
kacang tanah 70%:30% yaitu 2,44 gr/detik dan kecepatan pembakaran terlama terdapat pada komposisi campuran 30%:70% sebesar 3,15 gr/detik. Sedangkan pada tanpa penambahan
KMnO4 kecepatan pembakaran tercepat
terdapat pada komposisi campuran 60%:40% yaitu 4,18 gr/detik dan kecepatan pembakaran terlama terdapat pada komposisi campuran 30%:70% sebesar 5,91 gr/detik.Dari penelitian ini lama penyalaan sampai menjadi abu dan kecepatan pembakaran disebabkan oleh adanya pengaruh oksidator. Pada penambahan KMnO4
waktu penyalaan sampai menjadi abu terlama
dengan kecepatan pembakaran tercepat
dibandingkan tanpa penambahan KMnO4. Hal
ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi yang mana KMnO4 merupakan oksidator yang
berfungsi sebagai pemberi oksigen atau
memperbanyak oksigen di dalam biobriket agar biobriket lebih mudah terbakar (Nadir, 2011).
Analisa Lama Penyalaan Awal (detik) dan Lama Asap Hilang (menit)
Gambar 7. Histogram biobriket KKT+AT
dengan dan tanpa penambahan KMnO4
terhadap analisa lama penyalaan awal (detik) dan analisa lama asap hilang (menit)
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa pada
penambahan KMnO4 lama penyalaan awal
tercepat terdapat pada komposisi biobriket campuran arang ampas tebu dan arang kulit kacang tanah 30%:70% yaitu 8,31 detik dan
yang terlama pada komposisi campuran
60%:40% sebesar 15,35 detik sedangkan pada
tanpa penambahan KMnO4 lama penyalaan awal
tercepat terdapat pada komposisi campuran 40%;60% yaitu 16,2 detik dan yang terlama pada komposisi campuran 60%:40% sebesar 19,80 detik. Dari analisa lama penyalaan awal ini dapat diketahui bahwa dengan penambahan KMnO4 waktu penyalaan awalnya lebih cepat
daripada tanpa penambahan KMnO4 karena
KMnO4 merupakan oksidator pemberi oksigen
atau memperbanyak oksigen didalam biobriket sehingga biobriket lebih cepat terbakar (Nadir, 2011).
Dan pada gambar 7 dapat dilihat bahwa
pada penambahan KMnO4 asap lebih cepat
hilang pada komposisi biobriket campuran arang ampas tebu dan arang kulit kacang tanah 30%:70% yaitu 3,80 menit dan yang paling lama terdapat pada komposisi campuran 60%:40% sebesar 6,22 menit. Sedangkan yang
tanpa penambahan KMnO4 asap lebih cepat
hilang pada komposisi campuran 40%:60% yaitu 6,21 menit dan yang paling lama terdapat pada komposisi campuran 60%:40% sebesar 8,05 menit. Pada analisa lama asap hilang
dengan penambahan KMnO4 lebih cepat hilang
karena KMnO4 merupakan oksidator dan terjadi
pembakaran sempurna antara karbon dan juga oksigen di udara yang membentuk karbon dioksida (CO2) karena pembakaran sempurna
terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 21% dari udara. Sehingga pada kondisi tertentu
karbon yang terbakar yang membentuk CO2
akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar. Sedangkan pada tanpa
penambahan KMnO4 terjadi pembakaran tidak
sempurna (kekurangan oksigen) sehingga CO2
tidak akan terbentuk namun akan terbentuk CO atau asap.(Aswati, 2011).
4. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa :
1) Penggunaan KMnO4 dalam campuran
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 20
2) Penggunaan KMnO4 dalam campuran
biobriket dapat menyebabkan kecepatan pembakaran dan lama penyalaan jadi abu semakin lama dan waktu penyalaan awal serta lama asap hilang akan semakin cepat. 3) Ditinjau dari nilai kalor terbaik yaitu tanpa
penambahan KMnO4 dan jika ditinjau dari
waktu penyalaan awal tercepat yaitu dengan
penambahan KMnO4.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 01 Desember 2012. http://ariefm. lecture.ub.ac.id/files/2012/12/1.-teknologi bio briket.pptx. Diakses pada tanggal 3 Desember 2013.
Artati, W. K. 2012. Kajian Eksperimental
Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Limbah Ampas Kopi Instan Dan Kulit Kopi. Surabaya: ITS.
Aswati, Nani. 2011. Peningkatan Mutu
Batubara Peringkat Rendah Indonesia Melalui Teknik Slurry Dewatering. Jakarta: Universitas Indonesia.
Bimantara, R. dan Miqdad. 2010. Pengaruh
Jenis Perekat Terhadap Nilai Kalor Pada Biobriket Dari Campuran Bottom Ash Dengan Biomassa Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Surabaya: ITS.
Fachry, A.R dkk. 2010. Teknik Pembuatan
Briket Campuran Eceng Gondok Dan Batubara Sebagai Bahan Bakar Alternatif Bagi Masyarakat Pedesaan. Palembang: UNSRI.
Fauzi,Achmad., Moh.Lutfi Maulana dan Nuri Sawal Riyadi. 2010.Briket Kulit Kacang Sebagai Sumber Energi Alternatf. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hanania, V.E. dan Mitarlis. 2013. Pemanfaatan Limbah Padat Proses Sintesis Furfural Dengan Material Awal Ampas Tebu Sebagai Bahan Pembuatan Bahan Bakar Briket. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Hasibuan, Frengky. 2007. Peningkatan Kualitas Penyalaan Briket Batubara Melalui Penambahan Oksidator. Jakarta:UI.
Hasibuan, Rosdaneli. 2005. Proses
Pengeringan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Hernawati, N. S., dan Diana, P. I. 2010. Pabrik Silika Dari Abu Ampas Tebu Dengan Proses Presipitasi. Surabaya: ITS.
Inalawati dan Diana Ristamala.2013.
Pembuatan Briket Arang Dari Buah Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L). Palembang: UNSRI.
Jamilatun, Siti. 2008. Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa Briket
Batubara dan Arang Kayu. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Lembaga Penelitian Universitas Lambung
Mangkurat. 2011. Pembuatan portfolio
investasi industri briket batubara.
Banjarmasin: Universitas Lambung
Mangkurat.
Lusyiani. 2011. Analisa Sifat Fisik Dan Kimia Briket Arang Dari Campuran Kayu Galam ( Melaleuca Leucadendron Linn ) Dari Tempurung Kayu Galam ( Auleutites
Moluceana Wind). Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat.
Martharani, Febi. 2011. Pemanfaatan Cangkang
Kelapa Sawit Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Briket Bio Arang. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.
Nadir, Mardhiyah. 2011. Pemanfaatan Limbah
Sabut Kelapa Dan Cangkang Kemiri Untuk Pembuatan Biobriket. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.
Nay. 01 Desember 2007. Pengeringan Cabinet Dryer. http://naynienay. wordpress.com/ 2007/12/01/pengeringan-cabinet-dryer/. Diakses pada tanggal 14 November 2013. Nisa, K. 2012. Pembuatan Briket Arang dari
campuran serbuk gergaji kayu ulin, alang-alang dan batu bara sebagai bahan bakar alternatif. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.
Nurwati, Intin dkk. 2012. ”CANACTIVE”
Bahan Active Packaging Dari Abu Ampas Tebu Untuk Komoditas Pertanian. Yogyakarta: UGM.
Onu,Favan., Budi Nur Rahman., dan Sudarja.
2010. Pengukuran Nilai Kalor Bahan
Bakar Briket Arang Kombinasi Cangkang Pala (Myristica Fragan Houtt) dan LIMBAH SAWIT (Elaeis Guenensis). Yogyakarta: UMY.
Prasetya, D. D. dan Miftah Irwannuddin. 2009. Pengaruh Oksidator (Kmno4) Terhadap Kualitas Biobriket Dari Campuran Bottom Ash,Sekam Padi Dan Sabut Kelapa Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Rahmawati. 2008. Analisis Daya Oksidator
K2Cr2O7, KMnO4, Dan KBrO3 Terhadap
Ion Fe2+ Dalam Garam Mohr Dan Ion Sn2+ Dalam Garam SnCl2.2H2O Dengan
Metode Titrimetri Redoks (Konsep Laboratory Based-Learning). Bandung: ITB
Revlisia, Rindy. 2012. Evaluasi Kandungan
Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20, Agustus 2014 Page | 21
Melalui Metode Pengeringan Yang Berbeda. Bogor: IPB.
Rohmawati, I., Sarwono dan Hantoro R. 2010. Studi Eksperimental Karakteristik Briket Organik Bahan Baku dari Twa Gunung Baung. Surabaya:ITS.
Sani, H.R. 2009. Pembuatan Briket Arang Dari
Campuran Kulit Kacang Tanah , Cabang Dan Ranting Pohon Sengon Serta Serbetan Bambu. Bandung: ITB.
Santosa, M. R., dan Swara P. A. 2010. Studi Variasi Komposisi Bahan Penyusun Briket Dari Kotoran Sapi Dan Limbah Pertanian. Padang: Universitas Andalas.
Saputro, D. D dkk. 2012. Karakterisasi Briket dari Limbah Pengolahan Kayu Sengon dengan Metode Cetak Panas. Yogyakarta: UGM.
Septiani, Devi. 2012. Pembuatan Biobriket Dari Jerami Padi Dan Tempurung Kelapa Sebagai Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.
Seran, Emel. 01 Agustus 2012. Beberapa
Oksidator Dalam Laboratorium (Ion
Permangananat, Ion Kromat Dan
Ion Kromat).http://wanibesak.wordpres.co m /2012/01/08/beberapa-oksidator-dalam-laboratorium-ion-permangananat-ion-kro- mat-dan-ion-kromat/.Diakses pada tanggal 29 November 2013.
Setiawan, Agung dan Okvi Andrio. 2012. Pengaruh Komposisi Pembuatan Biobriket Dari Campuran Kulit Kacang Dan Serbuk Gergaji Terhadap Nilai Pembakaran. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Siahaan, S., Hutapea, M.,dan Hasibuan, R.
2013. Penentuan Kondisi Optimum Suhu
Dan Waktu Karbonisasi Pada Pembuatan Arang Dari Sekam Padi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sinurat, Erikson. 2011. Studi Pemanfaatan
Briket Kulit Jambu Mete Dan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Makasar: Universitas Hasanuddin.
Sitompul, Y. M. 2012. Pengaruh Lama Dan
Suhu Pengeringan Briket Biomassa Ampas Tebu Terhadap Kualitas Nilai Bakar Yang Dihasilkan. Medan: USU.
Sulistyanto, Amin. 2006. Karakteristik
Pembakaran Biobriket Campuran
Batubara Dan Sabut Kelapa. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sulistyanto, Amin. 2007. Pengaruh Variasi
Bahan Perekat Terhadap Laju
Pembakaran Biobriket Campuran
Batubara Dan Sabut Kelapa. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Supriyono. 2003. Mengukur Faktor-Faktor
dalam Proses Pengeringan. Jakarta: Gramedia.
Suryani, Indah dan M. Yusuf Permana. 2012.
Pemanfaatan Briket Arang Dari
Campuran Buah Bintaro Dan Tempurung Kelapa Menggunakan Perekat Amilum. Palembang: UNSRI.
Titin. 2013. Proses Pembuatan Briket dari
Campuran Serbuk Gergaji Kayu Jati,
Daun Bambu dan Bonggol
Jagung.http://titinkita.blogspot.com/2013/ 03/proses-pembuatan-briket-dari-campu- ran.html.Diaksespada tanggal 2 Desember 2013.
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang Dari Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl) Dan Sengaon (Paraserianthes Fal Cafaria L. Nielsen) Dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos Nucifera L).Bogor:IPB.
Widarti, E. S. 2010. Studi Eksperimental
Karakteristik Briket Organic Dengan Bahan Baku Dari Pplh Seloliman. Surabaya: ITS.
Yanti, I. F. dan Trisnawati, L. 2012. Pembuatan Asam Oksalat Dari Tongkol Jagung Dengan Pengaruh Waktu Dan Konsentrasi
HNO3. Palembang: UNSRI.
Zaa, 17 Juni 2012. Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Biobriket. http://zaa-extraordinary girl.blogspot.com/2012/06/ pemanfaatan-ampas-tebu-sebagai. html. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2013.