• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peneliti Terdahulu - Analisa Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Komitmen Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Teaga Kerja Indonesia di Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peneliti Terdahulu - Analisa Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Komitmen Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Teaga Kerja Indonesia di Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Peneliti Terdahulu

Sebagai bahan acuan hasil penelitian terdahulu dapat digunakan untuk

melakukan penelitian selanjutnya, walaupun terdapat perbedaan objek atau

variabel-variabel yang diteliti dan tempat penelitian tersebut dipakai sebagai

gambaran dan perbandingan bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian.

1. Harahap (2007), melakukan penelitian dengan Judul Peningkatan Kualitas

Pelayanan Penyaluran Tenaga Kerja Indonesia (Analisis Pengaruh antara

Kepemimpinan, Pendidikan Latihan Pegawai dan Komitmen Kerja terhadap

Kualitas Pelayanan TKI (Kinerja pegawai di BNP2TKI). Penelitian dilakukan

melalui penyebaran daftar pertanyaan kepada 50 orang responden, berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 68% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak

32%. Hasil penelitian dinyatakan bahwa variabel Kepemimpinan, Pendidikan

Latihan dan Komitmen Kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

mutu pelayanan kepada TKI, menggunakan metode analisis regresi linier

berganda , melalui uji f (pengujian secara simultan/serentak) memperoleh F

hitung sebesar 16,616 dengan peluang kesalahan 0,000 dan uji t (pengujian

secara individu) yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan

derajat keyakinan sebesar 95 %, variabel Kepemimpinan memiliki nilai t

hitung sebesar 2,340 > t tabel sebesar 1,96 dengan probabilitasnya dibawah

0,05 yaitu p = 0,000. Pendidikan Latihan memiliki nilai t hitung sebesar 2,770

(2)

dan Komitmen Kerja juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

mutu pelayanan yaitu t hitung sebesar 3,394 > t tabel sebesar 1,99 dengan

probabilitasnya dibawah 0,05 yaitu p = 0,000. Dari hasil nilai R2

2. Lestari (2007) penelitian dengan judul Analisis Faktor – Faktor yang

berpengaruh Terhadap Pelayanan Pengurusan dokumen TKI pada Penyaluran

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah (Studi Kasus Pada PT. Satria

Muda Utama Jakarta) , Responden penelitian berjumlah 121 karyawan,

pengambilan sampel dengan random sampling yaitu secara acak tanpa tanpa

memperhatikan strata yang ada pada populasi . Structural Equation Modeling

(SEM) yang dijalankan dengan perangkat lunak AMOS, digunakan untuk

menganalisis data bahwa variabel Kepemimpinan dan variabel Motivasi Kerja

berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Pelayanan Pengurusan paspor TKI.

Kepemimpinan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kualitas

pelayanan kepada TKI.

dijelaskan

oleh variabel bebas (X1,X2,dan X3) secara simultan sebesar 59,8% sedangkan

sisanya sebesar 40,2% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.

Adapun pada tabel 2.1 menunjukkan perbedaan penelitian terdahulu

dengan penelitian sekarang yang digunakan sebagai gambaran dan

(3)

Tabel 2.1

Perbedaan Penelitan Terdahulu dengan Penelitian Sekarang

No .

Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang

1. Nama dan Tahun : :

Harahap (2007) Lestari (2007) Nainggolan (2013)

2. Judul Penelitian

• Analisis Faktor Faktor yang berpengaruh Pada PT. Satria Muda Utama Jakarta)

•Analisa pengaruh kepemimpinan, sampling yaitu secara acak

• 35 orang dari seluruh pegawai yang dijadikan sampel (sensus) dan 35 orang TKI

4. Metode Penelitian :

• Analisa data dengan regresi linear berganda

Structural Equation Modeling (SEM) yang dijalankan dengan perangkat lunak AMOS

• Analisa data dengan regresi linear berganda simultan) dan uji t

(4)

Sumber: Hasil Penelitian, 2012 (Data Diolah)

2.2.Teori Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian dan Defenisi Kepemimpinan

Pada suatu organisasi pimpinan merupakan unsur terpenting, karena

memiliki daya kemampuan mempengaruhi dan menggerakkan manusia lainnya

bekerja untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan merupakan proses dimana

pimpinan mempengaruhi sikap dan perilaku pengikut untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting

dalam kegiatannya menggerakkan orang lain untuk bekerja sama dalam

pencapaian tujuan.

Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa

kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu

maupun masyarakat. Robbins dan Judge (2008:49) mendefenisikan

kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu

kelompok guna mencapai suatu visi atau serangkaian tujuan yabng ditetapkan.

(5)

“Leadership is the process of influencing theactivities of an individual

or a group in efforts toward goal achievement in a givensituation “

(Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan – kegiatan

seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi

tertentu).

Cleary (2009) membagi defenisi kepemimpinan dilihat dari aneka

sudut pandang antara lain :

1) Dari segi organisasi

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi,

mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama

dalam menentukan tujuan melaksanakan kegiatan -kegiatan yang

terarahpada tujuan bersama.

2) Dalam konteks Struktural

Kepemimpinan diartikan sebagai proses pemberian motivasi agar

orang-orang yang dipimpin melakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai

dengan program yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga berarti

usaha mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi orang lain, agar

pikiran dan kegiatannya tidak menyimpang dari tugas pokok unit /

bidangnya masing-masing. Kepemimpinan merupakan inti dari

manajemen yang berarti bahwa menajemen akan mencapai sasarannya

(6)

3) Dalam konteks nonstruktural

Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi pikiran,

perasaan, tingkah laku dan mengarahkan semua fasilitas untuk

mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan secara bersama pula.

Hersey dan Blanchard (dalam Cleary, 2009) dalam konteks

Kepemimpinan situasional adalah merupakan kepemimpinan yang didasarkan

atas hubungan saling mempengaruhi antara (1).Tingkat bimbingan dan arahan

yang diberikan pemimpin (perilaku tugas), (2). Tingkat dukungan sosioemosional

yang disajikan pemimpin (perilaku hubungan) dan (3).Tingkat kesiapan yang

diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu

(kematangan bawahan). Berdasarkan teori kepemimpinan situasional, tidak ada

satu gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk semua organisasi.

Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan

karakteristik organisasi, terutama kondisi kematangan bawahan.

2.2.2. Peran Pemimpin

Peran kepemimpinan meliputi memotivasi bawahan dan menciptakan

kondisi yang menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan kepemimpinan

berusaha untuk membuat perubahan dalam organisasi dengan (1) menyusun visi

masa depan dan strategi untuk membuat perubahan yang dibutuhkan (2)

mengkomunikasikan dan memperjelas visi, dan (3) memotivasi dan memberi

inspirasi kepada orang lain untuk mencapai visi itu, dan kepemimpinan sebagai

hubungan pengaruh ke berbagai arah antara pemimpin dan bawahannya yang

(7)

penelitian definisi operasional dari kepemimpinan akan tergantung pada seberapa

luas tujuan para peneliti (Allen , Meyer dan Smith, 1997).

Dalam perspektif pelayanan publik, peran pemimpin harus mampu

membawa organisasi publik memberikan pelayanan prima. Karena pada

hakekatnya dibentuknya organisasi publik adalah untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat. bahwa organisasi publik dikatakan efektif apabila dalam

realita pelaksanaannya birokrasi dapat berfungsi melayani sesuai dengan

kebutuhan masyarakat (client), artinya tidak ada hambatan (sekat) yang terjadi

dalam pelayanan tersebut, cepat dan tepat dalam memerikan pelayanan, serta

mampu memecahkan fenomena yang menonjol.

2.2.3. Model dnn Gaya Kepemimpinan

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan ada empat macam model

kepemimpinan bila dikaitkan dengan ciri kepribadian seorang pemimpin. Yaitu :

1. Model kepemimpinan kontigency (Model Fiedler.l974),

2. Model jalur-tujuan (Model Houss Path Goal, l974);

3. Model Partisipasi (Model Vroom-Yetton,l973) dan

4. Model situasi (l977).

Dari keempat model tersebut model situasi merupakan penyempurnaan

dari kelemahan-kelemahan teori yang ada sebelumnya. Efektivitas kepemimpinan

seseorang pada tingkat yang sangat dominan ditentukan oleh kemampuannya

untuk membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan dengan gaya

kepemimpinannya sedemikian rupa agar cocok dan mampu memenuhi tuntutan

(8)

kepemimpinan yang sama seperti dikenali oleh Fiedler : perilaku tugas dan

hubungan. Tetapi Hersey dan Blanchard (2007) melangkah lebih jauh dengan

menganggap masing masing dimensi sebagai tinggi atau rendah dan kemudian

menggabung semuanya menjadi empat perilaku pemimpin yang spesifik pada

gaya kepemimpinan situasional yaitu :

1. Telling/ konsultatif (orientasi tugas tinggi-hubungan rendah); pemimpin

mendefinisikan peranan-peranan yang dibutuhkan untuk melakukan

tugas dan mengatakan pada pengikutnya apa, dimana, bagaimana dan

kapan untuk melakukan tugas-tugasnya.

2. Selling/instruktif (orientasi tugas tinggi hubungan tinggi) : pemimpin

menyedikan instruksi-lntruksi terstruktur bagi pengikutnya tetapi juga

sportif. Melalui komunikasi dua arah dan penjelasan-penjelasan terarah

tentang hal-hal yang perlu dilakukan, pemimpin juga harus

mengusahakan dukungan secara psikologis agar para pegawai secara

sukarela melaksanakan tugas sesuai harapan pemimpin.

3. Participating/peran serta (orientasi tugas rendah-hubungan tinggi) :

pemimpin dan pengikut saling berbagi dalam keputusan - keputusan

menegenai bagaimana yang paling baik untuk menyelesaikan suatu tugas

dengan kualitas tinggi.

4. Pendelegasian (orientasi tugas rendah- hubungan rendah ) : pemimpin

menyediakan sedikit pengarahan secara seksama, spesifik, atau

(9)

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti

yang ia lihat (Robbins dan Judge, 2008). Kebanyakan orang menganggap gaya

kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. H a l i n i b a h w a g a y a

k e p e m i m p i n a n

Ada beberapa ciri perilaku yang menunjukkan gaya kepemimpinan yang

berorientasi pada tugas dan hubungan manusia. Goleman dan Boyatzis (2003)

mengemukakan empat ciri, yaitu memberikan dukungan, menjalin interaksi,

merancang tugas-tugas dan menetapkan tujuan. Dua komponen menunjukkan

perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, yaitu merancang tugas-tugas

dan menetapkan tujuan. Dua komponen menunjukkan perilaku kepemimpinan

yang berorientasi pada hubungan manusia, yaitu memberikan dukungan dan

menjalin interaksi. Berdasarkan dua orientasi kepemimpinan tersebut, selanjutnya

gaya kepemimpinan bisa diklasifikasi menjadi empat, yaitu: (1) task oriented

leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi tinggi pada tugas, dan

rendah pada hubungan manusia, (2) relationship oriented leadership, yakni gaya

kepemimpinan yang berorientasi tinggi pada hubungan manusia, tetapi rendah

pada tugas, (3) integrated leadership, yakni gaya kepemimpinan yang

beroirientasi tinggi pada tugas dan hubungan manusia, dan (4) impoverished

leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi rendah pada tugas dan

hubungan manusia (Goleman dan Boyatzis, 2003) Pendekatan gaya seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang

(10)

kepemimpinan menjelaskan perilaku kepemimpinan yang membuat seseorang

menjadi pemimpin yang efektif.

Dari uraian diatas maka defenisi kepemimpinan adalah kemampuan

mempengaruhi kegiatan – kegiatan atau pekerjaan para bawahannya dimana

pemimpin memberikan dukungan, komunikasi, kesempatan berinnovasi,

berinpirasi dan mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam usaha

mencapai tujuan dan sasaran organisasi/instansi. Selanjutnya gaya atau model

kepemimpinan pada instansi BP3TKI Medan diidentifikasi berupa pendekatan

model Kepemimpinan yang Situasional. Pendekatan ini, menggambarkan bahwa gaya yang digunakan tergantung pada pemimpinnya sendiri, dukungan,

pengikutnya, dan situasi yang kondusif. Untuk menganalisis motivasi pokok

bawahannya, pemimpin dapat menempatkan pada situasi yang sesuai. Kualitas

hubungan pemimpin dengan anggota kelompok adalah yang paling berpengaruh

pada efektivitas kepemimpinannya sehingga kepemimpinannya tidak begitu perlu

mendasarkan pada kekuasaan formalnya. Sebaliknya, jika ia tidak disegani atau

tidak dipercaya maka ia harus didukung oleh peraturan yang memberi ketenangan

untuk menyelesaikan tugasnya.

2.3. Motivasi Kerja

2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi adalah dorongan yang dilimiliki seseorang untuk bertindak dan

berperilaku secara tertentu sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan yang diharapkan. Mondy (2010) memberikan defenisi motivasi kerja

(11)

tujuan-tujuan organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan upaya demikian, untuk

memenuhi kebutuhan individual tertentu. Motivasi dapat pula dipandang sebagai

bagian integral dari administrasi kepegawaian dalam rangka proses pembinaan,

pengembangan dan pengarahan tenaga kerja dalam suatu organisasi.

Motivasi menurut Siagian (2008) adalah dimensi atau energi yang

menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan

organisasi. Sedangkan Menurut Vroom yang dikutip penulis yang sama

(2005,70) motivasi sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara beberapa

alternatif dan kegiatan sukarela. Sebagian besar perilaku dipandang sebagai

kegiatan yang dapat dikendalikan orang secara sukarela.

Menurut Luthans (2006) Proses timbulnya motivasi umumnya diawali

dengan munculnya suatu kebutuhan (needs) yang belum terpenuhi sehingga

menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara fisik dan psikologis dalam diri

seseorang. Kemudian ketidakseimbangan tersebut menyebabkan orang berusaha

untuk menguranginya dalam berprilaku tertentu. Usaha inilah yang disebut

dorongan (drives), misalnya kebutuhan makan diwujudkan dalam bentuk

dorongan rasa lapar dan kebutuhan untuk berteman menjadi dorongan untuk

bersosialisasi. Selanjutnya orang tersebut akan menerima insentif (incentive)

sebagai akibat dari usaha yang ia lakukan.

2.3.2. Teori Motivasi Kerja

Pada bagian ini Siagian (2007) menyampaikan dua teori tentang

motivasi kerja yaitu teori isi (content theory) dan teori proses (process

(12)

a. Teori Isi (content theory)

Teori isi dari motivasi kerja mencoba menentukan apakah hal itu yang

memotivasi orang dalam bekerja. Teori ini menekankan arti pentingnya

pemahaman faktor-faktor yang ada dalam diri individu yang menyebabkan

mereka bertingkah laku.

Teori isi kadang-kadang juga disebut teori kebutuhan, teori-teori

tersebut diantaranya adalah :

1. Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow

Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi maka kebutuhan berikutnya

menjadi dominan. Untuk memotivasi seseorang, perlu diketahui tingkat

hirarki kebutuhannya saat ini, dan memusatkan perhatian pada pemenuhan

kebutuhan tersebut dan di atas tingkat tersebut.

2. Teori ERG dari Alderfer

Teori ini berusaha meninjau kembali teori hirarki kebutuhan agar lebih

sesuai dengan hasil riset empiris. Revisi terhadap hirarki kebutuhan berupa

penggolongannya menjadi tiga kelompok kebutuhan inti, yang disingkat ERG,

yaitu : Eksistensi (existence), Keterikatan (relatedness), Pertumbuhan

(growth).

3. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional

antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan

bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan

(13)

dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan

seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan

oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,

kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

b. Teori Proses (process theory)

Pendekatan teori ini menentukan pada bagaimana dan dengan tujuan

apa setiap individu dapat dimotivasi. Dasar teori ini adalah adanya expextancy

(harapan) yaitu apa saja yang dipercayai oleh para individu akan mereka

peroleh dari tingkahlaku mereka. Faktor tambahan dari teori ini adalah valency

atau kekuatan dari preferency individu terhadap hasil yang diharapkan.

1. Teori Harapan dari Vroom

Teori harapan menyatakan bahwa kecenderungan berperilaku dengan

cara tertentu tergantung pada kekuatan harapannya bahwa perilaku tersebut

akan memberikan hasil yang menarik bagi individu tersebut. Teori ini

menunjukka hubungan antara : upaya dengan prestasi, prestasi dengan imbalan,

dan imbalan dengan kepuasan tercapainya tujuan.

2.Teori Lawler

Teori motivasi dari Lawler menyatakan bahwa teori harapan dari

motivasi dengan versi orientasi masa yang akan datang juga menentukan

(14)

3. Teori Keadilan dari Adams

Teori keadilan (equty theory) menyatakan bahwa individu

membandingkan masukan pekerjaannya (upaya yang disumbangkan) dengan

keluaran (imbalan yang diterima) antara diri dan pembandingannya, kemudian

melakukan reaksi terhadap ketidakadilan yang dialaminya.

4. Teori Penguatan dari Skiner

Teori penguatan (reinforcement theory) menyatakan bahwa perilaku

ditentukan oleh (atau merupakan fungsi dari) konsekuensinya. Teori penguatan

menganggap perilaku disebabkan oleh lingkungan, yaitu apa yang diterima dari

luar sebagai konsekuensi dari perilakunya. Teori ini mengabaikan keadaan

internal individu berupa faktor-faktor kognitif seperti perasaan, sikap, harapan

yang mempengaruhi perilaku.

2.3.3. Faktor Penggerak Motivasi A. Faktor Internal

Tentu banyak faktor yang menyebabkan karyawan mempunyai

motivasi kerja yang tinggi atau rendah, namun secara garis besar motivasi

dapat bersumber dari faktor internal dan faktor eksternal tergantung dari mana

suatu kegiatan dimulai. Siagian (2008) menyatakan faktor yang cenderung ke

arah faktor internal yang mempengaruhi motivasi adalah faktor yang

didasarkan pada Teori Dua Faktor dari Herzberg (Herzberg Two Factor

Theory), didasarkan pada pembagian Hierarki Maslow menjadi kebutuhan atas

(15)

kebutuhan tingkat atas disebut sebagai faktor motivator yang diklasifikasikan

kedalam faktor internal, antara lain :

(1) Tanggung Jawab (Responsibiliy), merupakan besar kecilnya tanggung

jawab yang dirasakan diberikan pada seorang individu.

(2) Kemajuan (Advancement), merupakan besar kecilnya kemungkinan

individu dapat maju dalam pekerjaannya.

(3) Pekerjaan itu sendiri, merupakan besar kecilnya tantangan yang dirasakan

individu dari pekerjaannya.

(4) Pencapaian (Achievement), besar kecilnya kemungkinan individu

mencapai prestasi kerja yang tinggi.

(5) Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan

individu atas unjuk kerjanya.

Robbins dan Judge (2008), menjelaskan pula bahwa Teori Kebutuhan

McClelland (McClelland’s Theory of Needs) juga dapat mendukung faktor

internal yang dapat mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja. Teori

tersebut berfokus pada tiga kebutuhan, kekuatan dan hubungan :

(1) Kebutuhan Pencapaian (Need for Achievement), merupakan dorongan

untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.

(2) Kebutuhan Kekuatan (Need for Power), merupakan kebutuhan untuk

membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga akan

berperilaku sebaliknya.

(3) Kebutuhan Hubungan (Need for Affiliation), keiginan untuk menjalin

(16)

B. Faktior Eksternal

Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekeuatan yang ada di

dalam individu yang di pengaruhi faktor-faktor intern.untuk itu : gaji, kondisi

kerja, penghargaan, hub. Kerja, tanggung jawab ,teori motivasi eksternal

tidak mengabaikan teori motivasi internal, tetapi justru mengembangkan nya.

Pimpinan dan manajer dapat menggunakan motivasi eksternal yang positif

maupun negatif. Motivasi positif merupakan penghargaan atas prestasi yang

sesuai, sedangkan motivasi negatif mengenakan sanksi jika prestasi tidak

dapat dicapai. Siagian (2008) menyatakan bahwa faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja dijelaskan pula oleh Teori

Dua Faktor dari Herzberg (Herzberg Two Factor Theory). Teori Dua Faktor

Herzberg didasarkan pada pembagian Hierarki Maslow menjadi kebutuhan

atas dan kebutuhan bawah. Faktor yang dapat memenuhi kebutuhan tingkat

bawah dinamakan faktor higyene yang merupakan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, yaitu:

(1) Administrasi dan Kebijakan Perusahaan, merupakan derajat kesesuain

yang dirasakan individu dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku

dalam perusahaan.

(2) Penyeliaan, merupakan derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan

diterima individu.

(3) Gaji, merupakan derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai

(17)

(4) Hubungan antar Pribadi, merupakan derajat kesesuaian yang dirasakan

dalam berinteraksi dengan individu lain.

(5) Kondisi Kerja, merupakan derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses

pelaksanaan tugas pekerjaannya.

Pendapat ini didukung oleh Teori Keseimbangan (Equity Theory)

yang menyatakan bahwa setiap orang yang memasuki dunia kerja

mengharapkan hasil (outcome) yang diterima sesuai dengan yang telah

diberikannya untuk organisasi (input) dan dengan yang diterima orang lain di

lingkungan pekerjaannya atau organisasi lain (dalam Mondy, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi kerja adalah faktor internal dan faktor eksternal.

2.4. Komitmen 2.4.1. Pengertian

Komitmen organisasi secara umum dapat diartikan sebagai keterikatan

pegawai pada organiasasi dimana pegawai tersebut bekerja. Komitmen

dibutuhkan oleh organisasi agar sumber daya manusia yang kompeten dalam

organisasi dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Komitmen organisasi

didefinisikan sebagai pengukur kekuatan pegawai yang berkaitan dengan

tujuan dan nilai organisasi (Steers, dalam Robbins dan Judge, 2008).

Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya

beberapa faktor, baik dari organisasi, maupun dari individu sendiri. pendapat

Allen dan Meyer (1997) yang mengklasifikasikan komitmen organisasional

(18)

komitment continuance (continuance commitment), dan komitmen normatif

(normiative commitment). Dalam perkembangannya affective commitment,

continuance commitment, dan normative commitment, masing-masing memiliki

pola perkembangan tersendiri.

Luthans (2006) mendefenisikan Komitmen dipandang sebagai suatu

orientasi nilai terhadap organisasai yang menunjukan individu sangat

memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan

berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu

organisasi mencapai tujuannya. Robbins (2003) membagi variabel komitmen

organisasi dalam tiga katagori yaitu: (1) karakteristik personel dari setiap

anggota organisasi yang meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, dan

kebutuhan akan pencapaian; (2) karakteristik yang berhubungan dengan

pekerjaan yang terdiri dari beberapa variable seperti penekanan peran (konflik

dan ketidakjelasan peran) serta (karakteristik tugas dan pengalaman kerja yang

meliputi variabel seperti sikap kepemimpinan (inisiatif dari organisasi dan

pertimbangan dari pimpinan) serta struktur organisasi (formalisasi dan

pertisipasi dalam pengambilan keputusan). Mengingat fokus penelitian ini

adalah pada faktor-faktor organisasi maka penelitian ini hanya dibatasi kepada

karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan.

2.4.2 Dimensi Komitmen

Allen dan Mayer (1997) megemukakan 3 (tiga) dimensi dari komitmen

organisasional, yaitu :

(19)

anggota organisasi akan mengalami kerugian berhubungan dengan

pemberhentian pekerjaan dengan organisasi. Karyawan memiliki penilaian

pragmatis atas biaya dan manfaat dari yang tertinggal dengan organisasi.

Terdapat kecenderungan karyawan untuk tinggal di organisasi karena

karyawan tidak mampu untuk meninggalkan organisasi.

Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam

organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran

dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan

organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat

diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada

organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada

tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi

yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Continuance commitment tidak

berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota

organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam

kasus-kasus di mana job retention jelas sekali mempengaruhi hasil pekerjaan.

Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan

dalam organisasi dibandingkan yang rendah. Hal menarik lainnya, semakin

besar continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap

pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik.

2. Affective commitment, merefleksikan penyertaan emosional pada organisasi,

identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan dalam organisasi. Terdapat

(20)

melakukan. Komitmen ini meliputi loyalitas, tetapi juga merupakan perhatian

yang dalam terhadap kesejahteraan organisasi.

Affective commitment ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan

keinginan untuk menyarankan suatu hal demi kemajuan (voice) dan

menerima sesuatu hal sebagaimana adanya mereka (loyalty) dan berhubungan

negatif dengan tendency untuk bertingkah laku pasif ataupun mengabaikan

situasi yang tidak memuaskan (neglect). Individu dengan affective

commitment yang tinggi cenderung untuk melakukan internal

whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian yang berwenang

dalam perusahaan) dibandingkan external whistle-blowing (yaitu melaporkan

kecurangan atau kesalahan perusahaan pada pihak yang berwenang).

3. Normative commitmen, berhubungan dengan perasaan karyawan atas

kewajiban atau tanggung jawab untuk tinggal bersama organisasi. Karyawan

memelihara keanggotaan di dalam organisasi.

Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan

dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer &

Allen (dalam Cleary,2009) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan

memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan

tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya normative commitment

diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam

pekerjaan, seperti job performance, work attendance, dan organizational

citizenship. Normative commitment akan berdampak kuat pada suasana

(21)

2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi adalah

karakteristik pribadi individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama

berorganisasi (Allen dan Meyer, 1997). Yang termasuk ke dalam karakteristik

organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi,

dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan. Karakteristik

pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis; dan variabel

disposisional.

Mowdays, Porter dan Steers (dalam Sopiah,2009) juga mengemukakan 3

tahap dalam komitmen yaitu komitmen selama periode awal, permulaan

pekerjaan dan karir kemudian. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh

faktor yang berbeda. Proses tersebut dapat membuktikan proses komitmen

sangat cepat. Komitmen organisasi didasarkan pada perilaku yang terutama

berasal dari ketidakleluasaan menggunakan ketrampilan pekerja sehingga

meninggalkan organisasi yang mengikatnya. Saat komitmen dicontohkan

sebagai fungsi kepercayaan terhadap organisasi dan pengalaman kerja,

karakteristrik organisasi harusnya menjadi faktor yang mempengaruhi

kepercayaan pegawai terhadap organisasi dan oleh karena itu pada level

komitmen pegawai; karakteristik kerja harusnya menjadi faktor utama yang

mempengaruhi Kualitas pelayanan dari pegawai.

Anggota organisasi yang loyalitas dan kesetiaannya tinggi terhadap

(22)

membuat organisasi menjadi sukses. Makin kuat pengenalan dan keterlibatan

individu dengan organisasi akan mempunyai komitmen yang tinggi.

2.5. Kualitas Pelayanan 2.5.1. Pengertian

Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang

berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang

dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara

penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut:

1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan.

2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Pelayanan merupakan

perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen

demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler (dalam Tjiptono,

2007) juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum

dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi

akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih

sering

Pengertian pelayanan umum menurut Keputusan Menpan nomor 81

tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum, adalah segala

bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintahan pusat, di daerah, dan dilingkungan badan usaha milik negara/

(23)

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundangan-undangan.

Dari defenisi tentang kualitas dan pelayanan diatas kualitas

pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan

konsumen (Tjiptono, 2007).

2.5.2. Kriteria Pelayanan TKI

Kotler (dalam Kaspinor, 2004) menyatakan

kualitas pelayanan (Service quality) pada umumnya dipandang sebagai hasil

keseluruhan sistem pelayanan yang diterima konsumen, dan pada prinsipnya,

bahwa kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan

keinginan pelanggan, serta adanya tekad untuk memberikan pelayanan sesuai

dengan harapan pelanggan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas

pelayanan merupakan penilaian pelanggan terhadap kesempurnaan

performansi atas produk atau jasa yang dikonsumsi (Sinambela ,2004).

Kualitas Pelayanan TKI merupakan kegiatan pelayanan penempatan

dan perlindungan TKI yang memiliki dimensi kemudahan, keterjangkauan,

kecepatan, dan keamanan. Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 39

tahun 2004, tentang tugas Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Balai Pelayanan Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) untuk dapat memberikan

pelayanan penempatan dan perlindungan TKI antara lain : Rekrutmen,

Pelatihan, Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), Pembuatan Kartu

(24)

konsultasi, Pemulangan, Pemberdayaan, dan Penempatan kembali (reentry)

dengan dimensi cepat, murah, dan aman

Sinambela (2006:194) mengutarakan tentang sejumlah kriteria yang

menjadi ciri pelayanan atau jasa sekaligus membedakannya dari barang dan

jasa yaitu:

1) Pelayanan merupakan output tak terbentuk.

2) Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar.

3) Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat

diasumsikan dalam produksi.

4) Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui

proses pelayanan.

5) Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.

6) Keterampilan personel diserahkan atau diberikan secara langsung

kepada pelanggan.

7) Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal.

8) Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang

memberikan pelayanan.

9) Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya.

10) Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan.

11) Pengukuran efektifitas pelayanan bersifat subjektif.

12) Pengendalian kualitas terutama dibatasai pada penegndalian proses.

(25)

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam

keputusannya Nomor : 81/1993 menegaskan bahwa pelayanan yang

berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi sebagai berikut :

(1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan

diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta

mudah difahami dan dilaksdanakan.

(2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut Prosedur/tata cara pelayanan

umum, Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif,

Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan

pelayanan umum, Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara

pembayaranya, jadwal waktu penyelesaian, hak dan kewajiban dari

pemberi dan penerima layanan.

(3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat

memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan

kepastian hukum.

(4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan, satuan

kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu

penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang yang berkaitan

dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar

mudah diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik diminta maupun

tidak diminta.

(5) Efisien, meliputi Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada

(26)

dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan

produk pelayanan umum yang diberikan.

(6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan

secara wajar.

(7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan

umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata

dan diperlakukan secara adil.

(8) Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Menurut FitzSimmons yang dikutip oleh Riduwan (2005, 249)

mangatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu yang kompleks,

sehingga untuk menentukan sejauh mana kualitas pelayanan tersebut harus

dibuat tolak ukurnya, dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :

1) Reliability, kemauan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis

pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen atau pelanggan.

2) Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu

konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

3) Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan,

kepercayaan diri dari pemberi layanan, serta respek terhadap

konsumen.

4) Empathy, kemauan pemberi layanan untuk melakukan

pendekatan, memberikan perlindungan, serta berusaha untuk

(27)

5) Tangibles. Penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya,

seperti peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kualitas

Pelayanan TKI adalah kegiatan penempatan dan perlindungan TKI

antara lain : Rekrutmen, Pelatihan, Pembekalan Akhir Pemberangkatan

(PAP), Pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN),

Pemberangkatan, Perlindungan, Bantuan konsultasi, Pemulangan,

Pemberdayaan, dan Penempatan kembali (reentry) menggunakan tolok ukur

reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles.

2.6. Kerangka Konseptual

Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan

tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,

mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan

mempunyai kaitan erat dengan motivasi. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan

seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tuiuan yang

telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan kemampuan, dalam

menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan

sendiri dan pada gilirannya akan meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan.

Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa kepemimpinan memiliki

pengaruh signifikan terhadap kualitas kinerja seseorang dalam memberikan

pelayanan, sebagaimana penelitian yang dilakukan Howell dan Hall (2005:42).

(28)

Ini memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan yang

diberikan.

Jadi Kepemimpinan yang baik atau ideal yaitu kepemimpinan yang

mampu menciptakan budaya organisasi yang kondusif, saling mendukung satu

sama lain, saling menguatkan yang akan membangkitkan energi organisasi

dalam menghadapi tantangan dan tugas organisasi di era globalisasi yang

semakin menuntut adanya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan

nembawa para bawahannya / pegawai untuk bertindak strategis yang pada

akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan TKI.

Manusia sebagai unsur terpenting , paling utama dan menentukan bagi

kelancaran jalannya kegiatan organisasi dan manajemen, maka masalah yang

berhubungan dengan motivasi patut mendapat perhatian yang sungguh -

sungguh dari setiap orang yang berkepentingan dengan keberhasilan organisasi,

terutama yang berkaitan dengan pegawai uhtuk bisa menghasilkan kinerja yang

optimal sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Pegawai yang memiliki

motivasi tinggi untuk mencapai tujuannya dan memenuhi keinginan ian

kebutuhannya. Adanya pengaruh signifikan motivasi terhadap kualitas

pelayanan pegawai dapat dipahami dan relevan dengan teori – teori yang

digunakan sebagai acuan teoritis serta relevan dengan hasil penelitian

sebelumnya (Sopiah, 2008) mengungkapkan bahwa motivasi memiliki tiga

fungsi utama, yaitu mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan,

(29)

Menurut Siagian (2008, 286) motivasi dan kepuasan kerja merupakan

bagian dari berbagai faktor yang mempengaruhi produktifitas seperti

kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan, penilaian kerja

yang adil, rasional dan objektif, sistem imbalan dan faktor lainnya. Dengan

Motivasi yang tepat para pegawai akan terdorong untuk berbuat semaksimal

mungkfn dalam melaksanakan tugasnya, termasuk meningkatkan kualitas

pelayanan penempatan TKI, karena meyakini bahwa dengan keberhasilan

organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan pribadi para

anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula. Dengan demikian sangatlah

jelas bahwa motivasi itu adalah modal utama bagi seseorang untuk bekerja.

Tanpa adanya motivasi untuk bekerja , maka tidak ada seseorang mau untuk

bekerja, sehingga sangatlah mustahil untuk mendapatkan hasil kerja yang

maksimal.

Seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi akan memiliki

identifikasi terhadap organisasi, terlibat sunguh-sunguh dalam kepegawaian dan

ada loyalitas serta afektif positif terhadap organisasi, selain itu tingkah laku

berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan

organisasi dalam jangka waktu lama. Hal ini telah dibuktikan oleh potter et al

(dalam Zainudin, 2006) mendefinisikan Komitmen Organisasional sebagai

kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan

keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi, dalam penelitiannya yang

menemukan hubungan yang kuat antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen

(30)

Kaitan antara kualitas layanan dan komitmen dikemukakan oleh Crosby,

et al (2001) yang menyatakan bahwa relationship marketing akan menjadi suatu

hal yang penting apabila mandapatkan dukungan dari kualitas layanan yang

baik. Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab

seseorang dalam menjalankan tugasnya. Mempersoalkan komitmen sama

dengan mempersoalkan tanggung jawab, dengan demikian ukuran seorang

pimpinan dihadapkan pada komitmen untuk mempercayakan tugas dan

tanggung jawab ke bawahan. Sebaliknya bawahan perlu memiliki komitmen

untuk meningkatkan kompetensi diri.

Pemerintah sebagai service provider (Penyedia Jasa) bagi masyarakat

dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan

penempatan TKI dikatakan baik apabila yang dilayani memperoleh pelayanan

yang baik dan merasakan kepuasan atas pelayanan tersebut. Hal ini tergantung

bagaimanan pelayanan itu diberikan. Bila pelayanan ini diberikan oleh pegawai

/ personel yang bertugas di pelayanan dan didasarkan pada adanya pola

kepemimpinan yang kondusif, dan didukung oleh motivasi kerja yang tinggi

oleh setiap pegawai serta ditunjang dengan adanya komitmen mencakup

adanya unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan

tentunya akan sangat berpengaruh sekali terhadap kulaitas pelayanan yang

diberikan.

Dari uraian diatas terlihat pengaruh Kepemimpinan, Motivasi kerja, dan

(31)

Pelayanan TKI. Uraian tersebut diatas dapat digambarkan secara skematis

sebagai berikut :

Gambar 2.1Kerangka Konseptual

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasrkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya,

maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. Kepemimpinan, motivasi kerja dan komitmen pegawai berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kualitas Pelayanan Tenaga kerja

Indonesia (TKI) di BP3TKI Medan.

2. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas

Pelayanan Tenaga kerja Indonesia (TKI) di BP3TKI Medan.

3. Motivasi kerja pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas Pelayanan Tenaga kerja Indonesia (TKI) di BP3TKI Medan.

4. Komitmen pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas

Pelayanan Tenaga kerja Indonesia (TKI) di BP3TKI Medan.

Motivasi Kerja (X2)

Komitmen (X3)

Kualitas Pelayanan TKI (Y)

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya permasalahan yang telah dipaparkan di atas, sehingga dalam hal ini penulis melakukan penelitian untuk mencoba menyelesaikan permasalahan ini secara ilmiah,

Madrasah kami menyediakan layanan dan bimbingan secara teratur dan berkesinambungan dalam memenuhi kebutuhan pengembangan pribadi setiap peserta didik, baik yang terprogram

Jika pada saat itu, tingkat suku bunga cenderung meningkat maka akan terjadi kenaikan pendapatan bunga dengan persentase lebih. besar dari kenaikan biaya bunga, yang

Sehubungan dengan itu, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang bekerjasama dengan Pimpinan Universitas, telah memfasilitasi peneliti untuk melaksanakan penelitian

 Setelah mengamati gambar dan diskusi kelas, siswa mampu menjelaskan keberagaman yang ada di Indonesia dalam bentuk tulisan dengan benar..  Setelah membaca teks “Mengenal

Melalui kanal Indonesia Satu, pembaca dapat mengetahui perkembangan informasi pemilu dari tahun ke tahun, berita mengenai aktivitas kampanye partai politik, perkembangan

Variabel kesiapsiagaan bangunan pada kuesioner memaparkan kesiapsiagaan Gedung Pendidikan terhadap bencana gempa.Hasil kuesioner variabel kesiapsiagaan dapat dilihat