• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi 2.1.1. Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi 2.1.1. Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

2.1.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk

lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan

berupa gerakan , tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain.

Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau

hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007). Proses komunikasi yang menggunakan

stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya

disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut

menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Setiawati,2008).

Komunikasi merupakan proses dimana seorang individu berusaha untuk

memperoleh pengertian yang sama melalui pengiriman pesan simbolik. Komunikasi

menekankan pada tiga hal penting yaitu pertama, komunikasi melibatkan individu

dan oleh karenanya pemahaman komunikasi mencakup upaya memahami bagaimana

individu berhubungan dengan individu lain. Kedua, komunikasi melibatkan

pengertian yang sama, artinya agar dua individu atau lebih dapat berkomunikasi,

mereka harus sepakat mengenai definisi dari istilah yang digunakan sebagai alat

(2)

angka dan kata-kata hanya dapat mewakili atau mengira-ngirakan gagasan yang

hendak dikomunikasikan.

2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang

diterima oleh komunikan. Dengan kata lain, komunikasi adalah proses membuat

sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka

asuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.

Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi diperlukan paling

sedikit tiga unsur yaitu the source, the message dan the destination, yang diperinci menjadi lima unsur komunikasi yaitu :

1. Sumber (Source)

Adalah pihak yang mensponsori atau ide yang melandasi kegiatan-kegiatan

komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah lembaga, atau sebuah kejadian atau

sipenyampai pesan itu sendiri.

2. Komunikator (Encoder)

Komunikator adalah pihak yang menjalankan atau yang menyampaikan pesan

dalam suatu proses komunikasi. Seorang komunikator dalam suatu proses

komunikasi terkadang dapat berubah menjadi komunikan dan sebaliknya

(3)

melancarkan kegiatan komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar

personal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa.

3. Pesan (Message)

Pesan yaitu materi pernyataan yang disampaikan oleh komunikator kepada

komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara lisan dan tulisan, juga

dalam bentuk gambar, warna, isyarat dan segala lambang yang ada di alam

pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama dapat dipahami oleh

komunikator maupun komunikan.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The condition of success in communication” yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat

menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang

sama antara komunikator dan komunikan sehingga sama-sama dimengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang

layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada ia digerakkan

(4)

4. Komunikan / Sasaran (Decoder)

Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan dalam

suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat

berbentuk :

- Masyarakat umum (general public) - Masyarakat khusus (special public)

- Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa seperti pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain.

5. Tujuan (Destination)

Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana

hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik positif. Atau dengan

kata lain komunikan dapat memberikan respon/ tanggapan yang merupakan

umpan balik (feed back) yang positif. (Meinanda, 1981)

Model komunikasi David K.Berlo dalam Cangara (2006) melibatkan empat

komponen komunikasi meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan dan

umpan balik.

David K. Berlo menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat timbal balik,

berawal dari seorang sumber informasi (komunikator) yang menciptakan dan Penerima

Pesan Media

Sumber Efek

(5)

mengirimkan pesan kepada penerima atau komunikan. Selanjutnya komunikan

memberi tanggapan, respon, umpan balik atau feedback kepada komunikator.

2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi

Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi empat bentuk, yaitu komunikasi

personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi

kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio (Effendy, 2002). Komunikasi

intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri, yang terdiri dari

sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Komunikasi ini biasanya dilakukan oleh

seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau

komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi kelompok terdiri

dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media

komunikasi yang ada dimasyarakat seperti radio, televise, film, pers, dan lain-lain.

Komunikasi medio adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat

peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamphlet, poster, spanduk dan

sebagainya (Effendy, 2002).

Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan

melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk

komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat

(6)

disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu

juga (Notoatmodjo, 2003).

Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai

komunikasi interpersonal.

2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.

Bentuk khusus daridyadic

communication) melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2011).

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi

interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunika

seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat

langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat

komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya

positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan

pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Menurut Devito, komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari

(7)

umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka

perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena

dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau

konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komunikasi interpersonal.

Konsep-konsep ini adalah konsep komunikasi kelompok, oleh karenanya, sebagai

konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan

unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik

adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal

ialah komunikasi dengan pribadi sendiri.

Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa

orang dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima

pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003).

Sehingga komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi dapat

meningkatkan hubungan insani (humans relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi

pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 1998).

Proses komunikasi interpersonal adalah suatu proses dua arah, lingkaran

interaktif dimana pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertukar pesan. Kedua

pihak menjadi pengirim maupun penerima pesan. Dalam proses ini si penerima

menafsirkan pesan pengirim sebelumnya dan memberi tanggapan dengan pesan yang

baru. Dengan kata lain komunikasi interpersonal adalah tatap muka penyampaian

(8)

b. Bentuk Komunikasi Interpersonal

Bentuk komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

1. Komunikasi verbal (verbal communication)

Komunikasi verbal menggunakan kat-kata, mencakup komunikasi bahasa

lisan. Bahasa terbanyak dan terpenting digunakan dalam berkomunikasi. Hal

ini disebabkan karena “bahasa” selain dapat mewakili kenyataan konkrit

dalam dunia sekeliling, juga dapat mewakili hal-hal yang abstrak. Sebagai

contoh pengertian seseorang tentang :kursi” disatu pihak akan mengatakan

sebagai tempat duduk. Mungkin di pihak lain akan mengatakan sebagai

:kedudukan” atau “jabatan”.

2. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)

Yakni yang menyangkut gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, penampilan, dan

lain sebagainya. Misalnya seorang siswa sekolah perawat kesehatan maju ke

depan kelas untuk menyajikan hasil diskusinya. Namun kelihatan yang

bersangkutan gemetar (Kariyoso,1994).

c. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal

1.

Menurut teori Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi

interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka

(9)

dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin

menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada

kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya

disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator

untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,

tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan

yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang

kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk

daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan.

Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap

orang lain.

2.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka

dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda

lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara

terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang

menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

Empati (Empathy)

Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang

sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain

itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan

(10)

Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang

mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama

dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan

pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan

mereka untuk masa mendatang.

3.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal.

Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan

(1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik

yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang

penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang

sepantasnya.

Sikap Mendukung (Supportiveness)

4.

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap

mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat

berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap

mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan

strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

Sikap Positif (Positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan

sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif

(11)

pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi

interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka

sendiri.

5.

Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat

penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan

daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak

bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin

lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada

yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.

Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila

suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua

pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak

mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan

interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik

lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada

sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak

mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal

dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau

menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan

(12)

2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) a. Pengertian Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok ialah komunikasi antara seseorang dengan sekelompok

orang dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa kecil dapat juga besar, tetapi

berapa jumlah orang yang termasuk kelompok kecil dan berapa jumlahnya yang

termasuk kelompok besar tidak ditentukan perhitungan secara eksak, dengan

ditentukan berdasarkan ciri dan sifat komunikan dalam hubungannya dengan proses

komunikasi. Oleh karena itu, dalam komunikasi kelompok dibedakan antara

kelompok kecil dan kelompok besar.

Komunikasi kelompok kecil ialah komunikasi antara seorang manajer atau

administrator dengan sekelompok karyawan yang memungkinkan terdapatnya

kesempatan bagi salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan

lain perkataan, dalam komunikasi kelompok kecil si pemimpin dapat melakukan

komunikasi antarpersonal dengan salah seorang peserta kelompok. Komunikasi

kelompok besar adalah kelompok komunikan yang karena jumlahnya yang banyak,

dalam suatu situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan

tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan, dalam komunikasi kelompok besar,

kecil sekali kemungkinannya bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan.

Dalam hal-hal tertentu seorang kepala jawatan atau pemimpin perusahaan

berkesempatan tampil dalam forum menghadapi kelompok besar seperti konferensi

(13)

Sehubungan dengan itu, berikut ini disarankan untuk memperhatikan hal-hal

seperti berikut :

1. Adakanlah persiapan yang saksama sebelum berkomunikasi

2. Bangkitkanlah perhatian sebelum komunikasi dimulai

3. Peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi

4. Tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya

5. Bicaralah secara menyakinkan

6. Aturlah intonasi sehingga menimbulkan gairah

7. Kemukakanlah pesan komunikasi yang menyangkut kepentingan komunikasi,

bukan kepentingan komunikator semata-mata (Effendy, 1990).

Dalam komunikasi kelompok (forum), juga melibatkan komunikasi interpersonal.

Karena itu kebanyakan teori komunikasi interpersonal berlaku juga bagi komunikasi

kelompok.

b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok (Forum)

Anggota-anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai dua tujuan yaitu

melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan

pertama diukur dari hasil kerja kelompok disebut prestasi (performance), tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jika kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya

dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan

(14)

Faktor-faktor keefektifan komunikasi kelompok dapat dilihat dari karakteristik

kelompok, yaitu :

1. Ukuran kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung

pada jenis tugas yang harus diselesaikan kelompok. Tugas kelompok dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas

koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak

berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara

terorganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal.

Pada kelompok tugas koaktif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan

pelaksanaan tugas. Yakni semakin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan

yang diselesaikan. Misalnya, satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu

bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan

tersebut dalam satu jam. Tetapi bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran

secara keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dengan ukuran

kelompok adalah tujuan kelompok.Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan

konvergen (mencapai satu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan

sumber, ketrampilan dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan

(15)

2. Jaringan Komunikasi

Terdapat berbagai tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

roda, rantai, Y, lingkaran dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi

kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

3. Kohesi kelompok

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota

kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan

kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankan bahwa

kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut : ketertarikan anggota secara

interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi

kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk

memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan

kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat

kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa

aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka dan lebih

sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat

dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.

2.2. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

(16)

maupun kelompok kerja personal. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada

personal yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada

keseluruhan jajaran personal di dalam organisasi (Illyas, 2001).

Menurut Mangkunegara (2002), kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan

kualitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam

menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan

penilaian terhadap kinerja karyawannya.

Menurut Robbins,

(2006) Kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggunakan

sejauhmana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan

yang ditetapkan.

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara, (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor kemampuan (ability)

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan

ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih mudah

untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi merupakan interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat

(17)

kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja. Motivasi terbentuk dari sikap

karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

Davis (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor memengaruhi kinerja adalah

faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation). Secara psikologis kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan

reality (Knowledge+Skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam

mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang

diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang

menentukan kinerja seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun

seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan

yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin

berupa lingkungan kerja yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan

kerja yang tidak mendukung, prosedur kerja yang tidak jelas dan sebagainya.

2.2.3. Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap

Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui

kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien Dalam melaksanakan peran dan fungsi

seorang perawat memiliki kemampuan dan motivasi yang berpengaruh terhadap

kinerjanya. Pimpinan perawat harus memiliki ketrampilan dalam memengaruhi

perawat lain dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan melalui proses

(18)

keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai

individu.

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis

berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun potensial kemudian

merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya

masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk

melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan

yang dikerjakan.

Menurut Rohmah dan Walid (2012), pendekatan proses keperawatan

membantu perawat secara lebih teliti melaksanakan tugas identifikasi masalah dan

penetapan desain perencanaan yang ilmiah sehingga hasil asuhan yang dilaksanakan

dapat berkualitas. Tahap-tahap proses keperawatan merupakan suatu tahapan yang

saling bergantungan, yang meliputi (1) Pengkajian,(2) Diagnosa keperawatan,(3)

Perencanaan,(4) Pelaksanaan dan (5) Evaluasi.

(1) Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan

menentukan diagnosa keperawatan. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan

(19)

kesehatan klien. Data yang didapat dari beberapa sumber dan merupakan dasar

pengambilan keputusan untuk tahapan selanjutnya.

Sehubungan dengan sistem kerja pada asuhan keperawatan di rumah sakit

sebagai kerja tim, maka data pasien pada tahap pengkajian yang dibuat oleh perawat

pelaksana pada saat pasien masuk ke rumah sakit menjadi acuan bagi perawat yang

menangani pasien tersebut pada shift berikutnya.

Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan sekitar 6 atau 7 orang

perawat profesional dan perawat bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua

tim. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam

memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan

dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan

pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu (Yulia, 2006).

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007):

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan

fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,

rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : status kesehatan

klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status

biologis-psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan dan

(20)

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan

baru).

(2) Diagnosa keperawatan

Pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau

perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat

perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi

secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan,

atau mencegah perubahan.

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh

pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin

meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan, maka metode

sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien (Nurachmad, 2001).

Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan perawat melaksanakan

tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada, salah satunya adalah

metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan

sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih

terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan

1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di ruang perawatan

(Yulia,2006).

Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat

(21)

keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan

keperawatan yang diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang

dibebankan kepada perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan

tidak profesional yang berdasarkan pada masalah pasien. Perawat senior cenderung

sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan

kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior (Yulia, 2006).

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruang

(nurse unit manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas

pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan

keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta

menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Sekalipun diakui

bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek dalam kondisi gawat

atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa

dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif

dan memperlakukan pasien kurang manusiawi (Yulia, 2006).

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis

keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,

dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau

(22)

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi

diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

(3) Perencanaan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam

diagnosa keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat

mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien.

Konsep perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien

mencakup kebutuhan pasien secara menyeluruh, dan dasar menyusun rencana

tindakan keperawatan tersebut adalah data yang telah dikumpulkan pada tahap asuhan

keperawatan sebelumnya yaitu pengkajian dan diagnosa keperawatan. Oleh karena itu

kesesuaian data pasien antar shift kerja perawat perlu dikomunikasikan sehingga

dapat dirumuskan suatu rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien serta menghindari terjadinya kesalahan menetapkan tindakan keperawatan

(Yulia, 2006).

Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab

merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan

diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara

(23)

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses

meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan

keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

(4) Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,

serta menilai data yang baru.

Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien

atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan

keperawatan yang diberikan. Pada model ini kepala ruangan menentukan apa yang

menjadi tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan

tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan dan kepala ruanganlah yang

bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien (Nurachmad, 2001).

Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga

seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada

(24)

setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat

verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui

oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan (Nurachmad, 2001).

Dengan menggunakan model ini, kepala ruangan kurang mempunyai waktu

untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi

kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan

keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model

ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara

holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan

tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari

asuhan keperawatan yang diberikan (Nurachmad, 2001).

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan

asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

(25)

(5) Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan

pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan. Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007).

Konsep dan fungsi evaluasi dalam teori manajemen adalah untuk mengukur

kesesuaian pelaksanaan kegiatan keperawatan dengan pedoman asuhan keperawatan

yang berlaku di rumah sakit serta untuk mengetahui kendala atau hambatan yang

dihadapi perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Kriteria evaluasi pada proses keperawatan, meliputi :

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat

waktu dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah

pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa

perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi

(26)

memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari

observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang

telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

2.3 Landasan Teori

Menurut teori komunikasi Devito (1989) bahwa faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap adalah efektivitas komunikasi

interpersonal yang dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu

keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhinya, kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan/ implementasi dan evaluasi.

2.4. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Komunikasi Interpersonal : - Keterbukaan

- Empati

- Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemungkinan penggunaan daging buah alpukat sebagai substitusi krim pada es krim dan mempelajari pengaruhnya terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan keaktifan, motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi dengan kompetensi dasar

Tällöin taustalla on ajatus, että todellisuudessa eläimet ja ihmiset ovat hyvin erilaisia. Huonojen uutisten joukossa harmiton ja kevyt eläinuutinen viihdyttää, kuten

Pemisahan berkas perkara pencurian yang dilakukan oleh penuntut umum didasarkan pada Pasal 142 KUHAP yang menjelaskan, bahwa dalam hal penuntut umum menerima satu

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi, buku karikatur sebagai media massa, kritik sosial, kategorisasi sosial pada buku Karikatur

Mendiagnosis karies pada gigi terutama karies dini atau karies tersembunyi dengan hanya melalui pemeriksaan klinis merupakan teknik yang tidak akurat, meskipun sensitivitas

Sistem pengolahan data keuangan siswa SMK Gajah Mada Bandar Lampung sudah memanfaatkan komputer, namun hanya menggunakan program Microsoft Excel, karena hanya